Share

Bab 84 : Ada Apa?

Penulis: Adny Ummi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-15 06:25:53

"Ah, Mommy senang banget kalau kamu beneran hamil, Nay. Mommy bakal punya cucu baru. Tasya juga pasti senang punya adik!" Mommy tampak sangat antusias.

Aku tersenyum getir. Sungguh aku juga berharap demikian. Hanya saja aku takut jika terlalu muluk-muluk. Sebab terbukti selama tiga tahun menikah dengan Bang Rizal, aku sama sekali belum pernah hamil.

Steven tiba-tiba berdiri. Kemudian pria itu melangkah pergi menuju ke kamar kami tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Mommy hanya melirik sebentar ke arah Steven. Namun, orang tua itu tidak menanggapi sikap dingin putra semata wayangnya itu.

Mataku terus mengekori punggung lebar suami buleku yang semakin jauh ke sana.

"Kamu telat datang bulan nggak, Nay?" tanya Mommy kepadaku.

"Hah?" Aku sedikit gelagapan.

"Kamu telat datang bulan nggak?" ulang Mommy.

"Mmm, i–iya. Kayaknya aku udah telat," jawabku tergagap.

Mommy benar juga. Kalau nggak salah, bula
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 85 : Hati yang Membuncah

    Entah apa yang ada di gambar tersebut. Aku tidak bisa melihat dengan jelas. Di penglihatanku, itu hanya seperti bulatan kecil saja.Walau begitu, rasanya ada banyak kembang api yang meletup-letup di dalam dada ini. Ya Rabbi, aku bahagia sekali. Rasanya masih tidak percaya kalau ternyata aku bisa hamil."Oke, sudah!" Dokter Risa pun beranjak, lalu bergerak menuju ke meja kerjanya diikuti oleh Steven.Aku lalu menutup kembali perutku setelah bekas gel yang masih tertinggal dibersihkan oleh perawat tadi. "Makasih, Mbak," ucapku kepadanya.Wanita muda itu tersenyum dan mengangguk pelan. Ia pun membantu aku duduk.Aku kemudian menyusul meletakkan bokong ini di samping Steven. Kuraih jemari lelakiku yang berada di atas lututnya demi menetralisir rasa yang tengah membuncah di dalam dada."Oke, sekali lagi selamat. Kamu punya anak lagi, Bro!" ucap Dokter Risa lagi, "Tasya pasti senang punya adik. Hehehe."Steven mengul

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-16
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 86 : Mellow

    "Kamu makan malam di rumah nggak?" tanyaku kepada Steven di saluran telepon seluler ketika  hampir magrib dia belum juga pulang kerja."Aku lembur. Makan di kantor," sahutnya.Aku mencebik. "Steve ... aku kangen ...," tuturku manja. "Hmm."Ish! Balik lagi sikap sok cool-nya!"Baby kita juga kangen." Aku tersenyum."Aku masih ada kerjaan. Nanti aku pulang malam. Jangan tunggu aku.""Ck!" Aku berdecak kesal. "Ya udah!" Aku pun memutuskan sambungan telepon kami.Steven selalu saja sibuk! Iya, aku tahu dia punya banyak kerjaan. Tapi 'kan, kata Mommy ada siapa itu? Nico. Entah siapa Nico. Kasih aja kerjaan ke Nico. Katanya mau ajak aku bulan madu. Kapan kalau sibuk terus kayak begini?Aku beranjak dari dudukku di sofa. Kemudian berdiri di hadapan cermin besar yang ada di pintu lemari.Kusingkap baju kaus yang kukenakan sampai perut ini terlihat. Perutku masih terlihat rata. Kapa

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-17
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 87 : Pergi Menjenguk Bi Eli

    [Man, Kakak sudah siap, nih. Kamu juga siap-siap ya!] Chat-ku kepada Manda. Tadi malam aku sudah mengabari Steven kalau hari ini mau ke rumah sakit lagi. Pas juga saat ini Manda dalam keadaan libur. Minggu tenang untuk persiapan menghadapi ujian pekan depan. Jadi, sekalian kuajak dia pergi barengan.[Oke, Kak! Aku mandi sekarang!]Setelah melihat balasan sepupuku itu, aku segera meraih tas dan berjalan ke luar kamar. Selanjutnya aku berjalan ke arah belakang rumah, karena ibu mertuaku ada di sana tadi bersama asisten sekaligus sahabatnya, Bu Narsih."Sudah mau pergi?" tanya Mommy yang sedang santai memperhatikan Leha yang tengah membersihkan dedaunan kering di sekitar taman.Aku sudah bilang ke Mommy kalau ingin menjenguk Bibi lagi pagi ini ketika sarapan tadi. "Iya, Mom," jawabku sembari mengulurkan tangan ke arah Mommy hendak bersalaman pamit."Oh, ya udah. Hati-hati di jalan." Aku mengecup punggung telapak

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-18
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 88 : Menyambut Kesadaran Bi Eli

    Aku dan Manda berpandang-pandangan. Kami terkesima."Manda! Panggil dokter!" Seketika saja aku teringat kalau harus memanggil dokter.Manda segera memencet sebuah tombol di atas brankar Bi Eli.Aku mendekat ke arah kepala Bibi dengan degup jantung yang bertalu kencang. "Bi ...." Aku mencoba memanggil Bibi di dekat telinga beliau."Mmmghh ...." Kembali Bi Eli bergumam.Aku memandang ke arah Manda sebentar. Kami merasa takjup. Bayangkan, setelah sekian bulan Bibi tidak sadar, akhirnya ia siuman! Allaahu akbar! Engkau benar-benar Maha Besar ya Allah ...!Tanpa sadar air mata ini menyeruak, mengalir, dan membasahi pipi ini ketika melihat Bibi perlahan membuka kedua matanya. "Bibi ....""Ibuuu ...." Manda memeluk ibunya sembari terisak karena haru.Ceklek!Aku dan Manda tersentak karena tiba-tiba pintu terbuka. Rupanya datang dua orang perawat di sana. Sementara Mas Wahyu dan Shela pun melongok dengan sorot

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-20
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 89 : Mengobrol dengan Mas Wahyu

    "Iya iya. Terima kasih! Bibi sekarang sudah siap kalau Nak Wahyu mau melamar keponakan Bibi ini," ujar Bi Eli sembari menepuk pelan punggung tanganku yang masih memegang bahu beliau.Deg!Mendengar hal itu aku hanya bisa terdiam. Bibir yang sedari tadi tertarik ke atas pun seketika saja langsung terturun kembali. Ya, aku hampir lupa. Bibi tidak tahu kalau aku saat ini sudah menikah dengan Steven. Bagaimana ini? Bagaimana cara aku menjelaskan kepada Bibi agar beliau tidak salah paham?Mas Wahyu pun hanya bisa tersenyum kikuk di sana. Begitu juga Manda. Intinya suasana berubah menjadi awkward saat ini."Kenapa?" Bi Eli seakan menyadari suasana yang berubah di sekitar kami. "Bibi salah ngomong apa?" tanya beliau."Nanda pasti seneeng banget kalau dengar Ibu udah siuman begini ...!" celetuk Manda mengalihkan pembicaraan. Gadis itu melebarkan senyuman manisnya."Eh, iya. Adikmu ke mana ini?" tanya Bi Eli.Ah, syukurlah. Manda berhasil mengalihkan pembahasan Bibi."Manda masih di sekolah,

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-21
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 90 : Pusing

    Dengan ragu-ragu akhirnya aku pun menggeser logo hijau di layar ponsel. Takutnya malah Steven curiga kalau aku tidak menjawab teleponnya."Assalamualaikum ...," ucapku dengan irama jantung yang berdegup kencang.Mas Wahyu mengalihkan pandangannya ke arah luar kantin."Wa alaikumus sallam. Kenapa lama angkat teleponnya?" tanya priaku dari seberang sana."A–aku lagi di rumah sakit," jawabku, "mmm ... Steve, Bibiku sudah sadar!" Dengan cepat aku bercerita. Agar pria bule itu tidak bertanya-tanya lagi."Oh ya? Bagus kalau begitu." "Iya. Aku senang." Aku menyunggingkan senyuman, "kamu kapan ke bandara Supadio?" tanyaku."Ini aku baru selesai makan siang. Nanti jam dua-an baru ke bandara. Kamu sudah makan? Ingat, kamu mesti makan tepat waktu." Walau dengan suara datar seperti itu, hatiku bahagia, suamiku ini masih perhatian kepada istrinya. Namun, aku menahan senyuman ketika sadar Mas Wahyu masih di depan. Meskipun aku tahu ia berpura-pura mengalihkan pandangan, tetapi aku sadar, dia tentu

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-22
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 91 : Keanehan Steven

    "Steve!" Sontak aku menghambur memeluk Steven sampai ia sedikit terhuyung ke belakang. Sungguh, aku rindu sekali padanya. Kukecup lekat rahang berbulunya.Pria itu mengelus pelan punggungku tanpa berkata apa pun. Entah mengapa tiba-tiba mata ini dipenuhi kaca-kaca. "Aku kangen banget ...," rengekku sembari menatap wajah tampan suamiku yang tampak sedikit lelah itu.Steve hanya menarik sedikit kedua ujung bibirnya ke atas. Ia masih terdiam. "Kenapa? Kamu nggak kangen sama aku?" tanyaku sembari mengerucutkan bibir."Aku capek," sahut Steve sambil melepaskan tangannya dari tanganku."Kamu mau mandi? Aku siapin air hangat dulu!" Aku segera melangkah ke arah kamar mandi."Nggak usah!" cegahnya membuatku menghentikan langkah."Biar aku sendiri. Aku mau mandi air dingin," katanya sembari melepas jasnya.Aku segera meraih jas hitam itu dari tangannya, kemudian melipat kasar benda itu dan meletakkannya ke atas nakas. "Kamu pusing kenapa?" tanya Steven sembari menatap lekat ke arah mataku."M

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-23
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 92 : Karena Hamil?

    Kembali kulihat jam ke layar ponsel. Sudah lebih dari satu jam Steven meninggalkan aku sendirian di kamar. Aku heran. Apa yang terjadi dengan pria blasteran itu? Apa dia tidak rindu setelah hampir sepekan pergi ke Kalimantan? Tidak ... tidak!Aku tahu dan sangat paham tadi ia juga berhasrat, sama denganku. Namun, mengapa di tengah percumbuan tadi dia tiba-tiba berubah pikiran?Ah, sebaiknya aku cari dia!Segera aku turun dari tempat tidur dan meraih baju kimono untuk menutupi gaun tidurku yang menerawang. Lantas aku ke luar dari kamar.Aku berjalan ke arah ruang tengah, tidak ada tanda-tanda ada seseorang di sana. Kemudian aku menuju ke kamar tamu, kamar di mana waktu itu Steven menginap di situ. Kubuka pintu berwarna coklat tersebut. Hmm, tidak ada siapa-siapa di situ."Ke mana Steven?" gumamku pada diri sendiri.Ah, aku coba saja mencarinya di ruang gym. Apa mungkin dia di sana?Kulangkahkan kaki de

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-24

Bab terbaru

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   EKSTRA PART

    Aku memutuskan untuk menerima rujuk yang ditawarkan oleh Steven hari itu. Jujur, saat ini hatiku merasa sangat ... lengkap. Ya, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan kami sekarang.Sudah dua bulanan aku kembali ke rumah besar ini—rumah keluarga Arnold. Mommy dan Tasya juga terlihat sangat bahagia di hari akad aku dengan Steven untuk kedua kalinya. Ya, karena masa iddah telah lewat, makanya kami perlu mengulang kembali akad. Hendi awalnya ragu untuk mendukung. Namun, pada akhirnya setelah ia melihat semua orang—terutama Bibi dan juga kedua sepupuku mensupport, ia pun ikut mendukung aku kembali bersama pria yang memang namanya masih setia terukir di dalam hati ini. Yakni dia yang merupakan ayah dari putra kesayanganku ... Zack."Steve, apa-apaan kamu ikut masuk, ih!" Aku berusaha mendorong tubuh liat itu agar mau keluar dari kamar mandi."Aku lihat kamu tadi sudah shalat Ashar, jadi kita sudah boleeeh—" Dua alis tebal itu terangkat-angkat ke atas dengan tatapan manik

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 140 : Bicara dari Hati ke Hati

    "Lho, Nak Wahyu sudah mau pulang?" Terdengar suara Bibi dari luar sana. Sepertinya Bibi melihat gelagat Mas Wahyu yang hendak pergi dari rumah ini."Iya, Bi. Aku permisi dulu," jawab Mas Wahyu sekenanya."Ah, iya-iya. Hati-hati di jalan, Nak Wahyu. Maaf kalau sudah banyak merepotkan Nak Wahyu selama ini."Ah, akhirnya kata-kata itu keluar juga dari lisan Bi Eli kepada Mas Wahyu. Aku tertawa miris mendengarnya. Bukankah selama ini beliau seakan tidak mau peduli dengan hal itu?Sementara itu, aku dan Steven masih saling diam di ruang tiga kali tiga meter ini. Aku tidak tahu dan mungkin malas untuk kembali membahas sesuatu bersama pria itu.Bi Eli menyibak tirai di muka pintu dan aku pun sontak menoleh ke arah beliau tanpa berkata apa-apa. Namun, ternyata orang tua itu tidak mau masuk. Beliau kembali melepas gorden sehingga kembali tertutup, walau jelas masih ada celah di sana. Sepertinya Bibi mengambil duduk di ruang makan di sana, karena aku mendengar bunyi derit seperti kursi yang dige

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 139 : Ucapan yang Sangat Menusuk

    Telapak tangan ini terasa kebas karena beradu dengan rahang kukuhnya. Mata ini pun mulai terasa panas. Dada naik turun karena menahan emosi.Akan tetapi, pria itu hanya tertunduk sebentar karena wajahnya barusan terkena gamparan tanganku. Kemudian ia menoleh dengan tatapan seakan makin menantang.Zack yang tadi telah terlelap akhirnya terbangun dan menangis dengan sangat kencang. Tentu saja dia kaget mendengar bunyi tamparan dan suaraku yang keras barusan.Pria arogan di hadapanku itu bangkit berdiri dengan terus menatap nyalang ke arahku.Aku pun sontak mendongak ke arah dia yang memang lebih tinggi dari tubuhku dengan tatapan tidak mau kalah. Namun, bulir bening tiba-tiba lolos dan jatuh dari sudut mata. Dengan gerakan cepat aku segera menyusutnya. Aku mencoba menarik napas panjang walau tersendat-sendat demi meredakan gelegak yang tengah membara di dalam dada."Ada apa ini?!" Tiba-tiba Bi Eli dan Mas Wahyu muncul di muka pintu. Sedetik kemudian Bibiku melangkah maju dan meraih Zac

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 138 : Kunjungan

    Jujur saja, ini pertemuan pertamaku dengan Steven semenjak hari itu. Hari di mana ia telah menjatuhkan talaq kepadaku di ruang tamu rumah ini. Waktu itu aku masih dalam keadaan hamil. Usia kandunganku saat itu baru enam bulan lebih, hampir masuk bulan ke tujuh.Aah, walaupun janggut itu terlihat lebih lebat, kamu masih tetap tampan dan gagah, Steve ... aku cukup tertegun dengan kehadirannya. Apakah arti dari debaran kencang di dalam dada ini ya, Rabb?Sebentar saja sepasang netra biru gelap itu melihat lekat ke arahku, sejurus kemudian ia langsung mengalihkan pandangan ke arah Bi Eli. "Maaf, aku mau mengunjungi anakku," ucap pria bermata safir tersebut dengan suara khasnya yang berat dan datar. Sebentar manik itu melirik ke arah Mas Wahyu.Hmmm ... ia tampak tidak senang dengan adanya pria berkacamata itu di sini.Apa kamu cemburu, Steve ...?Sementara Mas Wahyu hanya duduk diam memperhatikan di tempat duduknya sana. Ia sepertinya tidak berniat untuk menyapa Steven terlebih dahulu se

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 137 : Perhatian

    Setelah sadar dari pingsan kemarin karena kehilangan banyak darah, akhirnya hari ini—hari keempat setelah melahirkan—aku diperbolehkan untuk pulang. Semua orang terlihat sangat bahagia. Tentu saja, terutama diri ini.Sebenarnya Mommy menyuruhku untuk kembali ke rumah besarnya. Namun, sekali lagi aku menolak dengan halus. Dulu waktu belum resmi bercerai dengan Steven saja, aku tidak mau. Apalagi saat ini, kami sudah benar-benar bukan lagi berstatus sebagai pasangan suami-istri.Akan tetapi, aku berjanji kepada Mommy untuk selalu datang. Mungkin nanti setelah tubuhku lebih sehat dan bayiku lebih kuat. Hal itu karena aku menyadari, bahwa tentu saja orang tua itu ingin bertemu cucu laki-lakinya sesekali.Kemarin Hendi sudah melihat keponakannya yang baru lahir. Hanya sehari saja. Berikutnya ia dan Tasya kembali mesti belajar di pondok. Tasya yang terlihat begitu berat meninggalkan adiknya. Namun, aku membujuknya. Aku berjanji setiap pekan di jadwal peneleponan, kami akan melakukan video c

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 136 : Bayi Mungilku

    Aku hanya bisa tersenyum melihat putri cantikku yang kini mengerucutkan bibirnya lucu. Entahlah, aku merasa cukup senang ketika mendengar pria itu datang. Artinya dia masih peduli. Walaupun memang, sebenarnya tidak berpengaruh apa pun. Toh, kami sudah bukan pasangan suami-istri lagi. Kalau mengingat hal itu, daging merah di dalam dada ini kembali terasa perih. "Hendi mana ya, Bi? Apa nggak ikut pulang sama Tasya?" tanyaku kepada Bibi.Belum sempat Bi Eli membuka mulutnya, Tasya pun menyambar, "Kak Hendi masih harus setoran tasmi', Bu! Tapi besok dia nyusul dijemput Pak Hardi.""Oh, gitu," sahutku singkat.Tidak berapa lama kemudian, perawat yang tadi memeriksaku kembali datang menghampiri. Ah, hatiku merasa begitu bahagia ketika melihat wanita muda itu menggendong seorang bayi berbalut kain bedong di tangannya."Rebahan aja, Bu," ujar perawat tersebut ketika ia melihat aku berusaha untuk bangkit dan duduk. Mendengar ucapannya, aku pun menurut. Kembali aku merebahkan tubuh ini. "Ss

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 135 : Mengapa Kamu Pergi

    "Ayolah, Steve ... tidak perlu kamu tanyakan itu kepadaku. Tentu saja aku masih mencintai kamu." Aku tertawa kecil mendengar pertanyaannya.Entah mengapa wajah itu terlihat cemas. Tidak pernah aku melihat ekspresi Steven seperti demikian. Akhirnya kedua sudut bibir itu terangkat juga. "Coz I love you so much," ucapnya sembari tertunduk.Aku pun melebarkan senyuman ini ketika ia mulai mendekat kemudian kami saling menautkan bibir dengan intens. Entah mengapa di dalam dada ini terasa begitu membuncah. Ada kerinduan yang begitu dalam yang ingin kulampiaskan."Oh, Steve ...." Aku sedikit mengerang ketika ia mulai mencumbu. Dia merebahkan tubuhku hingga berada di bawah kungkungannya. Sejenak mata sebiru permata safir itu menatap dengan lekat. Bibir ini tersenyum kecil membalas tatapannya yang penuh makna.Sejurus kemudian dia beringsut hendak menjauh. Alisku seketika bertaut. "Kenapa ...?" lirih bibir ini bertanya.Pria itu terus menatap dengan lekat tanpa mengucap sepatah kata pun. Ia

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 134 : Yang dinantikan

    Mas Wahyu menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Untung saja jalanan di sini tidak begitu ramai seperti di kota. Bi Eli, Manda, dan juga Nanda terlihat tegang. Mungkin mendengar aku yang sesekali merintih kesakitan.Sesampainya kami di sebuah klinik terdekat di Desa Mekar ini, aku langsung dibawa oleh seorang perawat menuju ruang tindakan dengan menggunakan sebuah kursi roda. Bi Eli tidak berani untuk mendampingiku, kata beliau takut malah ikut panik di dalam. Karena itu, Manda-lah yang mendampingi.Di dalam hati ini merasa sedih, karena tadinya aku berharap ketika melahirkan berada dalam situasi seperti ini, aku bakal didampingi oleh Steven. Namun, apa daya, kami tidak lagi sebagai pasangan suami-istri. Bahkan pria itu tidak tahu saat ini aku akan berjuang untuk melahirkan seorang bayi, yang bisa jadi adalah benih darinya. Justru Mas Wahyu yang siaga. Ia memang sudah berpesan sejak beberapa pekan yang lalu untuk tidak segan memberitahunya apabila hari ini tiba. Oleh sebab itu

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 133 : HPL

    "Ibuuuu! Ayolaah ... aku nggak mau Ibu cerai dengan Daddy!" Ya, siang ini Tasya kembali datang untuk kedua kalinya. Waktu itu, sehari setelah akte cerai terbit, ia bersama Mommy datang juga dalam keadaan menangis sedih karena mendengar bahwa aku dan Daddy-nya telah bercerai. Waktu itu gadis cantik tersebut terlihat begitu terpukul. Ia menangis terus-menerus. Ia kaget karena baru dikasih kabar dan sebenarnya tidak menerima. Namun, mau bagaimana lagi. Nasi sudah menjadi bubur.Aku berusaha mengulas senyum ke arahnya. "Ibu tahu, Nak. Tapi semua tidak bisa sesuai keinginan kita," jelasku kepada gadis yang dari hari ke hari semakin tampak cantik dengan semakin bertambah usianya itu."Iya, tapi kata Pak Hardi, selama di masa Ibu hamilkan dedek ini, kalian masih bisa rujuk lagi. Aku mau Daddy dan Ibu rujuk. Lagian kenapa sih, pake cerai segala? Masalahnya apa? Capek aku nanya Daddy, nanya Grandma, nanya Ibu, nggak dijawab-jawab!" seru gadis itu tampak kesal."Sudahlah ... intinya Daddy sam

DMCA.com Protection Status