Hiriety menoleh ke arah Selena yang baru tiba di apartemen dengan senyum kecil. “Kau terlihat lega Matthias pergi” Seru Hiriety dengan santainya
Kening Selena mengerut bingung, tak menjawab pertanyaan Hiriety, dia justru bertanya “Bukannya kau bilang mau pergi?” tanyanya heran
Hiriety menyandarkan tubuhnya ke sofa dengan ekspresi santai, kedua tangannya terlipat di dadanya. "Aku memang bilang begitu," jawabnya ringan, matanya meneliti wajah Selena yang masih dipenuhi tanda tanya.
Selena melepas mantel yang dikenakannya lalu berjalan mendekat, meletakkan tasnya di atas meja. "Lalu kenapa kau masih di sini?" tanyanya dengan nada curiga.
“Oh temanku membatalkannya” kekeh Hiriety
Selena menatap Hiriety dengan tatapan penuh curiga. “Temanmu membatalkan? Serius?” tanyanya, menekankan nada skeptis.
Hiriety mengangkat bahu dengan santai, senyum misterius masih menghiasi wajahnya. “Yah, kadang ren
Washington DC, USPria berusia 53 tahun yang masih terlihat sangat menawan dan tampan itu duduk dengan tenang di ruang kerjanya. Mejanya di penuhi dengan buku dan kertas desain yang berhamburan, matanya yang tajam terbungkus oleh bingkai kacamata kini fokus memperhatikan pria muda rupawan yang berdiri di depannya.Lengan pria itu disilangkan di depan dada, tubuh tegap dan wajah yang selalu penuh dengan ekspresi yang sulit dibaca.“Jadi...” Dia menjeda. Ada ketegangan yang terpendam di udara ketika keduanya saling beradu pandangan, meskipun tidak ada yang mengucapkan kata-kata kasar atau bahkan saling mengancam“Sudah puas bermain dengan putriku?” Dylan melanjutkan dengan suara datar, matanya yang memincing tak pernah lepas dari Matthias, seolah sedang mengukur setiap gerak-gerik pria muda itu.Matthias tertawa terkekeh, dengan santai meluruskan punggungnya pada sandaran sofa “Tak akan pernah selesai.” Jawabnya te
Satu bulan kemudian...Selena menyerahkan rancangan bajunya, ditatapnya deretan pakaian yang terpasang pada manekin. Kumpulan pakaian koleksi musim semi yang didominasi oleh gaun-gaun formal dan kemeja serta jasJelas sekali jika tujuan dari lelang ini adalah kaum-kaum kelas atas. Begitu hari menjelang malam, acara dimulai pembukaan oleh sang MCGemerlap lampu dan dentuman musik menjadi penanda runaway yang dimulai. Para model mulai berjalan bergantian. Mereka melenggok dengan anggun di atas runway, memperlihatkan koleksi musim semi rancangan mahasiswa fashion disign universitas Polietecnico.Setiap pakaian yang dikenakan memancarkan kemewahan dan keanggunan. Gaun-gaun formal dengan siluet elegan, jas yang terpotong sempurna, dan detail bordir yang rumit memikat perhatian para tamu.Para tamu mulai berbisik dan membicarakan detail desain, kekaguman mereka terlihat jelas. Saat itu, pembawa acara mengumumkan dimulainya lelang.Selena berdiri d
‘Sudah kulakukan seperti yang kau pinta. Dia agak syok dan mengurung diri di kamar.’ Matthias menatap layar ponselnya dengan senyum puas ketika membaca pesan sang adik. Itu adalah pesan pertama, sedangkan pesan kedua masih dari Hiriety.‘Kupikir rencanamu kali ini agak keterlaluan. Awas saja jika Selena membenciku, akan kubunuh kau!!!’ Matthias terkekeh kecil“Apa ada sesuatu yang membuatmu senang?” Wanita cantik didepannya bertanya yang langsung membuat tawa Matthias pudar.“bukan sesuatu yang spesial” Jawab Matthias sambil meletakan ponselnyaSelama sebulan ini, Matthias telah menjalankan permintaan Dylan untuk mendekati berbagai wanita. Dan dalam satu bulan, dia menemui beberapa wanita hanya untuk kencan singkat, kemudian menghilang tanpa jejak.Namun, Eva berbeda. Dia bertahan lebih lama dibandingkan wanita lain—dua minggu penuh bahkan mengatakan akan bertunangan"Bagaimana peru
“Arghh-!!!“Tanpa peringatan, Matthias bergerak cepat. Tangannya melingkar di leher Eva, menekan kuat hingga wanita itu tersentak, terkejut. Gelas di tangannya jatuh, pecah berkeping-keping di lantai. Eva meronta, mencoba melepaskan diri, tetapi genggaman Matthias terlalu kuat.Matanya membelalak, ketakutan meluap dalam dirinya. "Ke—kenapa?" suaranya terputus-putus, udara semakin sulit masuk ke paru-parunya.Matthias tetap diam, ekspresinya tidak menunjukkan emosi. Perlahan, tenaga Eva melemah. Napasnya tersengal sebelum akhirnya tubuhnya merosot karena Matthias melepaskan cengkramannya“Bastard.”Eva terbaring tak bergerak di lantai, matanya terbuka lebar, tetapi tubuhnya tidak mampu bereaksi. Hanya nafasnya yang terdengar berat, mencuri pasokan udara dengan rakus hingga perlahan mulai kembali normal setelah apa yang baru saja terjadi.Segera diraihnya pegangan gelas yang terpecah, dia berusaha menggunakan itu sebagai senjata namun sayangnya, Matthias sudah bertindak lebih dulu untuk
“Dari mana?” Wanita cantik yang nampak sudah berumur itu bertanya dengan nada datarnya begitu putranya masuk ke dalam rumah dengan kondisi yang cukup berantakan"Matthias, jawab mama!" katanya tegas.Matthias melemparkan beberapa barangnya ke sofa. "Hanya sedikit urusan yang harus kuselesaikan, ma" jawabnya tenang sebelum ikut menjatuhkan diri disofa dan bersandarLova berjalan mendekat "Kau terluka?"Matthias tersenyum kecil, lalu menggeleng. "Bukan darahku." Jawabnya"Apa kau baru saja membunuh seseorang lagi?" Mata coklat tajam Lova menatap putranya dengan memincingMatthias tidak langsung menjawab. Ia melirik ke arah Lova, yang masih berdiri dengan ekspresi khawatir. “Mama berbicara seakan aku mudah membunuh” Matthias berbicara dengan canda, berharap suasana menjadi ringan namun sepertinya hal itu tak berpengaruh bagi mamanya yang merupakan mantan agen terbaik itu“Itu faktanya” Lova menatap Mat
"Selena, aku pergi dulu yaa, sampai ketemu minggu depan" Hiriety berucap sambil menarik koper mininya, memberi senyum tipis sebelum berjalan menuju pintu. “Jaga dirimu baik- baik” pamitnyaSelena hanya mengangguk, tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Matanya tetap tertuju pada pintu yang mulai tertutup, seolah segala perasaan yang bergelora di dadanya tertahan di dalam ruangan itu.Setelah Hiriety pergi, dia akan kembali sendiri. Berada di rumah yang sepi, dengan hanya pikiran yang terus memutar kembali kenangan ketika Matthias berada disini.Pertunangan Matthias.Entah kenapa semua ini terasa begitu asing? Selena tak mengerti kenapa dia merasa begitu terluka, padahal Selena tahu bahwa Matthias tak pernah benar-benar menjadi miliknya?Mereka berada dalam hubungan yang cukup toxic. Mungkin layaknya friend with benefits atau mungkin hubungan satu malam.“Hah.... kacau sekali” Selena menghela napasDia memejam
Selena terbangun dengan rasa bingung dan kecemasan yang melanda dirinya. Kepalanya terasa berat, seolah seluruh tubuhnya tertarik oleh gravitasi, dan ada sensasi yang aneh merambat di sekujur tubuhnya yang lemas.“Mom?” Gumam Selena bergumam dengan suara serak. Tubuhnya terasa berat, dan ia berusaha mengingat kembali bagaimana ia bisa berada di tempat ini. Pikiran-pikirannya terasa kabur, seperti diselimuti kabut tebal.“Hai sayang, bagaimana kondisimu?” Lumia tersenyum tipis, diusapnya kepala putri tunggalnya itu penuh sayangDitatapnya wanita cantik yang duduk di sisi ranjang tempatnya berbaring, itu ibunya, Lumia. “A-ku baik, tapi bagaimana-““Maaf ya sayang, Mom terlibat dengan semua ini” kata Lumia dengan nada yang penuh penyesalan, matanya tidak bisa menyembunyikan kecemasan yang terkandung di dalamnya.Selena mengerutkan kening bingung “Apa maksudnya?” Tanya Selena tak paham.
“Selena sayang, kau salah paham” Dylan memeluk putrinya. Mungkin sejak awal cara didiknya agak salah karena membiarkan Selena hidup bak seorang putri. Selena selalu dimanja hingga dia tak mengerti bagaimana dunia ini berjalan“Kenapa kalian terus melakukan tindakan tak benar seperti ini? Daddy memiliki perusahaan yang besar, Paman Caid memiliki maskapai penerbangan tapi kenapa tetap melakukan bisnis kotor itu? Apa kalian sangat haus akan harta?” suara Selena bergetar, bukan karena takut, melainkan karena emosinya yang meluap-luap.“Kau tak akan pernah bisa mengerti Selena” Jawab Caid, ditatapnya lekat netra“Tentu aku tak bisa mengerti jika paman dan Daddy tak pernah menjelaskan apapun padaku. Sebenarnya kenapa kalian harus terus melakukan ini?” Tanya Selena dengan suara lirih, matanya berkaca-kaca dengan perasaan yang sulit dikontrolDylan melirik Caid. Disaat seperti ini dia hanya bisa menunggu sang Alpha
Selena berdiri di depan ruang ganti, tangannya masih terlipat di dada. Ia bisa mendengar Matthias bergerak di dalam, mungkin sedang mengganti pakaiannya.“Matthias?” suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.Dari dalam terdengar suara Matthias. “Hm?”Selena menekan senyumannya. “Aku masuk.”Ia tidak menunggu jawaban sebelum membuka pintu dan menyelinap masuk.Matthias, yang hanya mengenakan kemeja putih yang belum dikancingkan sepenuhnya, menatapnya dengan satu alis terangkat. “Tidak sabar melihatku, huh?”Selena tidak menggubris godaannya. Ia melangkah mendekat dan dengan santai melingkarkan dasi di leher Matthias, menariknya sedikit hingga wajah mereka lebih dekat.Matthias tampak sedikit terkejut, tapi kemudian seringai itu kembali muncul. “Oh? Sekarang kau ingin membantuku berpakaian?”Selena tersenyum manis, tapi matanya penuh niat jahat. “Tentu saja&rd
Pernikahan itu berjalan begitu cepat—tanpa pidato panjang, tanpa perayaan meriah, hanya sumpah yang diucapkan di bawah tekanan waktu dan emosi yang masih menggantung.Matthias tidak memberi kesempatan pada siapa pun untuk menunda lebih lama. Begitu mereka berdiri di altar, suaranya tegas saat mengucapkan janji pernikahan, matanya tak sekalipun beralih dari Selena.“Dengan ini, kalian resmi menjadi suami istri”Matthias tidak menunggu aba-aba untuk mencium Selena. Bibirnya langsung menekan bibir Selena, mendominasi, menegaskan kepemilikannya di depan semua orang yang hadir.Sorakan kecil terdengar dari beberapa tamu, tetapi Matthias tidak peduli. Dia hanya menarik Selena lebih dekat, menyalurkan emosi yang tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.Begitu mereka masuk ke dalam mobil, keheningan menyelimuti mereka. Matthias duduk di sampingnya, tangannya tidak pernah lepas dari tubuh Selena—entah menggenggam jemarinya atau sek
Selena menatap dirinya di cermin, jantungnya berdebar tidak karuan.Gaun putih itu terasa begitu indah di tubuhnya, tetapi berat di hatinya. Bukan karena dia tidak ingin pernikahan ini terjadi, tetapi karena semuanya masih terasa seperti mimpi yang belum bisa ia pahami sepenuhnya.Pintu ruang rias terbuka, dan Lumia masuk dengan senyum lembut."Sayang..." suara ibunya penuh kasih, tetapi ada sedikit kegelisahan di dalamnya. "Sudah waktunya."Selena menelan ludah, mencoba mengatur emosinya."Kau baik-baik saja?" tanya Lumia, mengulurkan tangan untuk menggenggam jemari putrinya.Selena menatap tangan mereka yang bertaut, lalu mengangguk pelan. "Aku... aku tidak tahu, Mom."Lumia tersenyum kecil. "Pernikahan tidak pernah mudah, Selena. Tapi yang perlu kau tanyakan pada dirimu sendiri hanyalah satu hal—apakah kau ingin hidup tanpanya?"Selena mengangkat wajahnya, menatap bayangannya sendiri di cermin.Apakah dia bisa h
Kesalahan Dylan adalah tak mengenalkan dunia mereka pada putrinyaKesalahan Lumia adalah tak memberitahu identitasnya pada SelenaDan kesalahan Matthias adalah melecehkannya bahkan mengenalkan Selena pada dunia dengan cara yang keliru.Selena seharusnya tahu sejak awal.Seharusnya dia mengerti bahwa dunia tempatnya hidup bukanlah dunia normal.Dunia mereka gelap. Kotor. Berdarah.Tidak ada keadilan di sini, hanya kekuasaan dan kelangsungan hidup.Tapi Dylan ingin melindunginya.Lumia ingin menjaganya.Dan Matthias... Matthias ingin memilikinya.Selama ini, semua orang mengambil keputusan untuknya. Mereka membungkusnya dalam kebohongan manis, berpikir itu akan membuatnya aman. Tapi justru itu yang membuatnya semakin rapuh.Selena menatap Matthias yang masih memeluknya erat di dapur.Pria itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya.Dan pada saat yang sama, satu-satunya tempat dia bisa berpulang."Matthias" gumamnya pelan."Hm?""Aku ingin mati saja..."Matthias membeku.Tubuhnya yang
Brak“Putramu itu gila, Caid!”Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan Dylan begitu dia tiba di markas Oletros, tepat diruang berkumpul yang mana Caid sedang duduk di kursinyaCaid terkekeh “Jika tak gila tentu saja bukan putraku” Jawab CaidDylan mengusap wajahnya dengan frustrasi, sementara Caid hanya menatapnya dengan senyum kecil penuh hiburan.“Ini pertama kalinya aku melihatmu kacau, Dylan” Enid mengucapkan dengan santainya sementara Dayn, kembaran Dylan hanya terkekeh“Kau tak tahu saja karena hanya memiliki anak lelaki” Seru DaynEnid mendengus kesal, melirik Dayn dengan tajam. “Kau pikir punya anak lelaki lebih mudah? Tunggu sampai salah satu dari mereka membawa pulang masalah sebesar Matthias.”Dayn terkekeh, menyilangkan tangan di dadanya. “Masalahnya, Matthias tidak sekadar membawa masalah. Dia adalah masalah itu sendiri.”Caid mengangg
Selena tak benar-benar dibiarkan pergi. Nyatanya, saat dia dan Daddynya tiba di bandara, tidak ada satu pun maskapai yang menerima kepergiannya.“Apa maksudnya tidak ada penerbangan?” Dylan menekan telepon di tangannya, berbicara dengan seseorang dari pihak bandara. Wajahnya mengeras. “Kami sudah memesan tiket sejak tadi malam.”“Maaf, Tuan, tetapi semua penerbangan Anda telah dibatalkan.”Dylan meremas gagang ponselnya erat. “Oleh Walton?” Tanya DylanPetugas di ujung telepon terdengar ragu sebelum menjawab. “Kami tidak bisa memberikan informasi itu, Tuan.”Dylan menoleh ke Selena, yang berdiri di sampingnya dengan ekspresi yang tak kalah frustrasi.Matanya langsung menyipit. “Matthias.”Selena menghela napas panjang, menatap papan informasi keberangkatan yang kosong untuk mereka.Tentu saja.Tentu saja Matthias tidak akan membiarkannya pergi semuda
Sebulan kemudian....Monarki kembali berada di bawah kepemimpinan Leonardo, dan kartel Oletros kembali ke puncak kejayaannya. Seolah semuanya telah kembali seperti semula—stabil, terkendali. Namun, ada satu hal yang masih menggantung di udara: pria yang mengincar Selena masih belum ditemukan.Matthias duduk di ruang kerjanya, menatap layar laptop dengan ekspresi yang sulit ditebak. Informasi tentang pria itu terpampang jelas di depannya, tetapi tetap saja, seakan orang itu adalah bayangan yang terus menghilang setiap kali mereka mencoba menangkapnya“Belum ditemukan?” tanya DylanMatthias menggeleng “Jika aku menikahi Selena, apa kau pikir dia akan muncul?”Dylan mengangkat alisnya, menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan ekspresi penuh pertimbangan. “Aku tak pernah mengizinkan kau menikahi putriku”Matthias terkekeh pelan, tetapi tatapannya tetap tajam. “Dan sejak kapan aku membutuhkan izinmu, P
Delusional Perceptive Syndrome.Mata Selena terpaku pada tulisan itu. Diagnosis yang mengubah segalanya."Aku sudah gila?" pikirnya.Matthias duduk di sofa, mengamatinya dalam diam. Ia tidak memaksanya bicara, tidak menuntut jawaban. Ia hanya menunggu Selena melakukan sesuatu.Hening menyelimuti ruangan.Selena akhirnya menarik napas panjang dan menatap padanya “Sejak kapan kau tahu tentang ini?”Matthias menatapnya sebentar sebelum menjawab, “Sejak lama.”Jantung Selena mencelos. “Sejak lama?” ulangnya, suaranya bergetar. “Berapa lama, Matthias?”Pria itu tetap tenang, tetapi ada sedikit keraguan di matanya. “Sejak kita masih kecil.”Selena terkesiap.“Apa?”Matthias mendekat, dia berlutut dibawah Selena, tangannya menyentuh tangan Selena "Ada dua faktor yang membuatmu seperti ini," ujar Matthias pelan, menatap langsung ke dalam mata S
“Dunia ini jauh lebih gelap dari yang kau kira, dan kau berada tepat di tengah-tengahnya, Princess...” Matthias mengusap pipi Selena dengan lembut “Mamaku adalah petinggi CIA dan Mommymu salah satu bagian penting dari FBI”Ucapan Matthias membuat Selena berpikir keras.Selena tahu jika kekeknya adalah perdana mentri terdahulu, tapi fakta jika ibunya adalah bagian dari FBI?Hal itu jauh lebih mengejutkan baginya. Bagaimana mungkin selama ini Selena tak tahu fakta itu?Ia merasa seolah hidupnya yang selama ini ia yakini sebagai sesuatu yang normal, ternyata penuh dengan kebohongan dan rahasia besar. Selena menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya. Namun, semakin ia berpikir, semakin banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya.“Apa lagi yang belum aku ketahui?” gumamnya pelan. Diabaikannya tangan Matthias yang mulai meremas pinggangnya cukup keras“Kau ingin tahu lebih banyak?” tanya