Akhirnya, sang papa menyadari kesalahannya selama ini kepada sang anak. Dia terlihat sedih, menyesali perbuatannya selama ini kepada anak dan juga menantunya. Mata sang papa terlihat berkaca-kaca. Hampir saja dia membuat sang anak kehilangan anaknya. Untungnya, kandungan Ibarat masih bisa diselamatkan. Jika tidak, dia akan menyesalinya seumur hidup karena sang anak akan membencinya seumur hidupnya. "Ma, tolong hubungi Rizky. Papa ingin bertemu dia dan juga Felisa. Papa ingin meminta maaf kepada Felisa. Pap sudah menyadari semua kesalahan yang diperbuat papa kepada mereka," ucap papanya Rizky. Tentu saja sang istri turut bahagia mendengarnya, karena akhirnya sang suami menyadarinya. Tak ingin menunda waktu terlalu lama. sang istri langsung menghubungi anaknya. Mendengar ponselnya berdering. Rizky bergegas untuk mengambilnya. Alangkah kagetnya Rizky, saat melihat nomor telepon yang menghubungi dirinya. Jantung Rizky berpacu cepat. Bayangan buruk yang terjadi pada papanya, hadir. Men
"Akhirnya, kita bisa hidup bahagia Sayang. Papa akhirnya merestui hubungan kita," ucap Rizky dan dibalas senyuman oleh Inara."Iya, alhamdulillah. Aku pun ikut senang mendengarnya," sahut Inara. Rizky berencana menggelar pesta pernikahannya dengan Inara secara mewah, agar semua orang tahu. Kalau Inara adalah istrinya. Ini adalah kado yang sangat spesial di pernikahannya. "Kamu kuat berdiri 'kan, kalau diadakan pesta dalam waktu dekat? Atau mungkin, kita adakan setelah kamu lahiran dulu?" tanya Rizky kepada sang istri. Inara sempat terdiam, mencoba berpikir terlebih dahulu. Keputusan apa yang akan dia ambil."Sepertinya, tak usah seperti itu! Bagiku, bisa menikah denganmu, dan mendapatkan restu dari orang tua kamu sudah cukup. Tanpa harus semua orang lain tahu. Lembar laun, mereka pun akan tahu," ucap Inara. Rizky tersenyum. "Aku ingin semua orang tahu, kalau kamu istriku, dan aku suami kamu. Terlebih aku seorang pengusaha, dan aku merupakan anak satu-satunya. Pastinya membutuhkan
Kebahagiaan menyertai hubungan Inara dengan Rizky. Setelah mereka mendapatkan restu dari orang tua Rizky, mereka memutuskan untuk mengadakan pesta pernikahan. Pesta itu akan diadakan secara mewah, dan akan dihadiri banyak tamu undangan. Rizky ingin, banyak orang turut mendoakan pernikahan mereka. Inara sudah terlihat cantik. Inilah pernikahan impiannya sejak dulu. Namun, dia harus melewati banyak rintangan terlebih dahulu untuk mewujudkannya. Senyuman terbit di sudut bibir kedua, selama acara berlangsung. Mereka terlihat bahagia. Kedua orang tua meraka pun turut bahagia. Mereka sangat tahu, bagaimana kisah cinta mereka. "Terima kasih ya Allah, akhirnya anakku bisa merasakan kebahagiaan. Dia bisa menikah dengan laki-laki yang dia cintai Semoga rumah tangga mereka selalu harmonis, dan saling mencintai sampai maut yang akan memisahkan," ucap Bunda Annisa di dalam hati.. Acara berlangsung meriah. Para tamu undangan, tampak menikmati hidangan yang telah disediakan. Rizky mengundang j
Mereka sudah bersiap-siap untuk berbulan madu. Ini bulan madu kedua bagi mereka. Mereka sudah sempat berbulan madu, saat menikah siri.Rasanya, pasti sangat berbeda. Inara terlihat manja, meletakkan kepalanya di bahu suaminya. Kehidupan kini benar-benar sudah berubah. Pastinya sangat bahagia, karena dia menikah dengan orang yang dia cintai. "Tidur saja dulu, kalau kamu mengantuk! Nanti aku bangunin, kalau sudah mau sampai," ucap Rizky. Akhirnya, mereka memutuskan berbulan madu ke Bali. Mereka tak berani pergi terlalu jauh, mengingat kondisi Inara yang kini sedang berbadan dua. "Tidak! Aku tak mengantuk. Aku ingin menikmati pemandangan," sahut Inara. Sebelum memutuskan berangkat berbulan madu. Rizky dan Inara, berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter kandungan sang istri. Mengingat sang istri, saat ini sedang hamil muda. Mereka tetap ingin memprioritaskan kandungan sang istri. "Kamu lapar? Mau makan apa? Biar aku pesankan," ujar Rizky. "Aku mau roti bakar dan orange jus," sahu
Rizky terbangun dari tidurnya, dan langsung mengambil ponselnya di atas nakas. "Mama? Kenapa ya mama telepon malam-malam begini?" gumam Rizky. Rizky pun akhirnya segera menerima panggilan telepon dari sang mama. Dengan mata masih mengantuk, dia pun mengangkatnya. "Waalaikumsalam. Iya ma, ada apa mama telepon Rizky malam-malam?" Rizky bertanya. "Ki, papa ki!" sang mama tak sanggup berkata-kata lagi. Rizky tampak bingung, karena sang mama menangis. Dia terlihat mengerutkan keningnya. "Papa kenapa?" Rizky bertanya. "Papa terkena serangan jantung lagi. Sekarang papa di rumah sakit. Kondisinya kritis. Kamu bisa pulang sekarang gak?" ungkap sang mama yang terisak tangis. Di juga begitu panik. Rizky langsung melihat jam saat ini. Jam menunjukkan pukul 02.00 pagi. Tidak mungkin dia pulang sekarang, karena pesawat pun belum beroperasi. Dia harus menghubungi asistennya dulu, untuk mengirimkan jet pribadi miliknya. Terpaksa dia harus naik itu. "Mama tenang dulu ya! Insya Allah, papa aka
Rizky memilih menunggu di rumah sakit, menemani sang mama menjaga sang papa. Sedangkan Inara, dia suruh pulang ke rumah bundanya. Sungguh posisi yang sulit saat itu bagi Rizky. Dia tak mungkin membiarkan istrinya sendiri. Hingga akhirnya dia terpikir, menyuruh istrinya menginap di rumah mertuanya. Sampai akhirnya, dia menjemputnya pulang. "Rizky ...," Panggil sang papa. Sang papa baru saja tersadar dari komanya. Sang perawat langsung memberitahu Rizky, kalau sang papa sudah sadar, dan memanggil-manggil namanya. Mendengar papanya, sudah sadar. Rizky langsung bergegas masuk ke dalam ruangan sang papa. "Pa, ini Rizky. Alhamdulillah, papa sudah sadar. Rizky senang melihatnya," ucap Rizky yang kini menggenggam tangan sang papa.
"Kamu kenapa mas? Sejak tadi aku perhatikan, kamu hanya diam saja. Sebenarnya, apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Inara yang kini berjalan menghampiri suaminya. Kemudian, dia duduk di sebelah sang suami. "Sebenarnya, ada hal yang ingin aku katakan sama kamu. Tapi, aku takut kamu marah kepadaku," jawab Rizky. "Tentang apa memangnya? Memangnya, mengapa aku harus marah?" Inara bertanya, dia terlihat begitu penasaran.Inara memandang wajah suaminya, dengan wajah yang serius. Rizky meminta sang istri berjanji untuk tidak marah kepadanya, jika dia mengatakannya. "Iya, aku janji! Ya sudah, katakan saja sekarang! Agar kamu merasa tenang," sahut Inara meyakinkan suaminya. Akhirnya, Rizky mengungkap keinginannya untuk pindah ke rumah orang tuanya. Sejak tadi dia menjadi kepikiran mamanya. Terlebih, dia mendapatkan informasi dari ARTnya. Kalau sang mama sedang tidak sehat. "Gimana menurut kamu? Tapi, aku gak mau memaksa kamu. Kalau memang kamu gak bersedia. Aku akan mengurungkan niatku,
"Aku berangkat kerja dulu ya Sayang," pamit Rizky. Inara mencium tangan suaminya. "I love you," ucap Rizky sambil melabuhkan kecupan di pucuk kepala dan kening istrinya. Kemudian beralih ke perut istrinya. Rizky mencium perut Inara sambil mengusapnya lembut. Rizky sudah pergi meninggalkan rumah. Setelah suaminya pergi, dia langsung memasuki kamar ibu mertuanya. Untuk melihat kondisi ibu mertuanya"Ma, gimana keadaannya? Apa sudah lebih baik?" Inara bertanya. "Seperti yang kamu lihat sendiri! Ra, apa mama boleh minta sesuatu sama kamu?" tanya sang ibu mertua, yang kini menatap ke arah sang menantu. Dengan perasaan ragu, dia mengiyakan ucapan ibu mertuanya. Meskipun, dia takut kalau dirinya tak bisa mewujudkan keinginan ibu mertuanya. Ibu mertuanya langsung mengungkap apa yang dia inginkan. Dia meminta kepada Inara, untuk terus bersama Rizky. Kekhawatiran dia, jika usianya gak panjang. "Mama jangan bicara seperti itu! InsyaAllah, mama panjang umur. Mama harus semangat. Kasihan
"Mengapa kamu ada di kamar saya? Dasar pembantu tak tahu diri. Kamu sengaja ya mengambil kesempatan, di saat istri saya sedang tak ada?" Gio berkata sinis. "Saya ini korban Bapak. Bapak yang memaksa saya untuk melakukan. Bapak sudah melecehkan saya," sahut Monika terisak tangis. Dia berakting, seolah dia pihak yang dirugikan. "Bapak mabuk saat pulang ke rumah, dan bapak memaksa saya karena mengira saya adalah Bu Sita," jelas Monika membuat Gio merasa tersudut. "Baiklah, saya akan bayar uang tutup mulut untuk kamu. Anggap saja, semalam saya habis menyewa kamu. Jangan pernah katakan pada siapapun, apa yang terjadi pada kita! Anggap semua gak pernah terjadi diantara kita," ucap Gio sombong. Dia mengusir Monika dari kamarnya. Gio mengerutuki kebodohannya. Bisa-bisanya dia melakukan dengan seorang pembantu. "Kalau saya nanti hamil gimana Pak? Semalam, Bapak melakukannya tidak hanya satu kali. Bapak juga membuangnya di dalam," Monika berkata. "Tak perlu khawatir! Istri saya dan selin
"Jawab Mas! Aku ingin dengar kejujuran kamu," Sita memaksa suaminya menjawab. Gio terlihat hanya diam. Namun, merasa gusar. Namanya bangkai yang ditutupi, pada akhirnya akan terbongkar. Sita terlihat kecewa di benar-benar syok, tak percaya suaminya akan selingkuh darinya. Sita menangis. Dia sudah tak sanggup menahan air matanya lagi. Wanita mana yang tak merasa sakit, saat mengetahui suami tercintanya ternyata bermain api di belakangnya. "Kalau Mas tak menjawab, berarti benar. Mas selingkuh. Aku ingin kita cerai," ucap Sita tegas. Meskipun selama ini suaminya selalu memberikan kemewahan. Dia tetap manusia biasa yang memiliki hati dan perasaan. Dia merasa tak terima. Melihat sang istri memasukkan barang-barangnya, Gio terlihat panik. Dia langsung beranjak turun menghampiri istrinya. Kemudian memeluknya dari belakang. "Aku mohon, maafkan aku! Aku khilaf. Aku janji tak akan mengulanginya lagi. Aku cinta sama kamu," Gio memohon agar Sita mau memaafkan dirinya. Sita membalikkan tubu
Gio sudah terbangun, dan tak melihat sang istri di kamarnya. "Kemana dia?" Gio berkata. Dia memilih untuk mandi dahulu, sebelum mencari keberadaan sang istri. Kemarin-kemarin, dia kurang tidur. Hingga baru sekarang dia merasa lemas. Dia kerap berolahraga ranjang, selama bersama Liana kemarin. Kini dia sudah merasa lebih segar. Gio langsung keluar dari kamar dan mencari keberadaan sang istri. Namun, di luar pun sang istri tak ada. "Kemana Ibu?" Tanya Gio kepada Monika. Dia masih saja bersikap dingin kepada Monika. "Ibu pergi lagi, Pak. Tak lama Bapak pulang," jawab Monika. Tanpa berbasa-basi lagi, Gio langsung kembali ke kamar lagi. "Sepertinya, Sita sangat marah. Tak biasanya dia seperti itu."Gio mencoba menghubungi sang istri melalui ponsel pintarnya. Namun, berkali-kali dia menghubungi sang istri. Sang istri tak mengangkatnya. "Si*al! Berani-beraninya dia mengabaikan telepon dariku," umpat Gio. Wajah Gio terlihat sangat kesal. Selama ini, sang istri tak pernah berani bersik
Setelah di rawat selama tiga hari, hari ini Inara dan kedua anaknya sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Kondisi Inara sudah membaik, hanya tinggal pemulihan saja. Rizky sudah mengurus administrasi kepulangan sang istri. "Sekarang, kita sudah boleh pulang," ujar Rizky kepada sang istri. Inara tampak sumringah. Akhirnya, dia bisa merasakan tidur nyenyak di rumah. Meskipun dia di rawat di ruang eksekutif, tetap saja lebih nyaman tidur di kasur empuk di rumah. "Apa semua sudah dibawa? Tak ada yang ketinggalan lagi?" Tanya Rizky kepada baby sister kedua anaknya. "Sudah, Pak," jawab salah seorang baby sister. Rizky sudah menyiapkan kursi roda, untuk sang istri turun nanti ke lobby. Dia khawatir sang istri belum kuat berjalan. "Sudah mas, aku jalan saja! Aku kuat kok, Mas. Mas gak usah khawatir," ucap Inara menyakinkan. "Gak apa-apa. Kamu duduk di sini aja, biar mas dorong," Rizky berkata. Rizky mempekerjakan dua orang baby sister untuk membantu sang istri, mengurus kedua anaknya. Di
Suasana tampak tegang, Inara dan Rizky kini sudah berada di ruang operasi. Sejak tadi Rizky menggenggam tangan istrinya erat, menguatkannya. "Jangan tegang ya! Ada mas di samping kamu," bisik Rizky dan Inara tampak menganggukkan kepalanya lemah. Operasi mulai berjalan. Rizky dapat melihat perjuangan sang istri, untuk melahirkan kedua buah hatinya. Sejak tadi dia tak melepas genggamannya, dan membisikkan kata-kata cinta untuk menguatkan istrinya. Suara penuh haru, saat satu persatu anak mereka terlahir ke dunia. Suara tangis kedua anak mereka terdengar. Rizky sampai meneteskan air matanya. Mereka kini sudah menjadi orang tua. "Selamat ya Sayang, kamu sudah menjadi seorang ibu. Alhamdulillah anak kita terlahir dengan selamat, sehat, dan tanpa kurang satupun. I love you," Rizky membisikkannya di telinga istrinya. Dokter meletakkan bayi mereka secara bergantian, di dada Inara untuk dilakukan inisiasi dini. Setelah selesai, kedua bayi mungil itu diambil kembali untuk dibersihkan. Sete
"Mas—" Ucapannya terhenti. Inara mengurungkan niatnya untuk bicara. "Kenapa? Kok berhenti ngomongnya?" Rizky bertanya lembut kepada sang istri. Bukannya menjawab, Inara justru menatapnya lekat. Rizky menautkan alisnya, seolah bertanya gerangan apa yang ingin istrinya katakan. "Kalau umur aku gak panjang gimana? Apa kamu akan menikah kembali dengan wanita lain? Mencari ibu sambung untuk kedua anak kita," akhirnya Inara mengungkapnya. Mendengar penuturan sang istri, Rizky merasa tak suka. "Aku gak suka kamu bicara seperti itu. Sampai kapanpun hanya kamu istri aku dan ibu Anak-anak kita. Kamu harus ingat perjuangan cinta kita sampai ke titik sekarang ini. Kita sama-sama berat melewatinya. Udah ya, jangan bicara seperti itu! Kita berdoa, semoga operasi sesar kamu besok berjalan lancar. Kamu dan kedua anak kita selamat dan sehat. Kita bisa berkumpul bersama," ucap Rizky panjang lebar. Inara terdiam. Perasaannya menjelang persalinan, semakin deg-degan. Dia khawatir, nyawanya tak tertol
"Sayang, sepertinya aku besok harus berangkat ke Yogyakarta untuk beberapa hari. Ada pekerjaan yang gak bisa aku tinggalkan," ucap Gio yang kini masih memeluk istrinya. Sita memiliki wajah yang cantik. Dia juga memiliki body dan juga kulitnya yang putih mulus. Tentu saja Gio tak sembarangan memilih seorang istri. "Jadi, aku di tinggal lagi?" Sita terlihat kesal, memanyunkan bibirnya. Lagi-lagi dia harus di tinggal kembali. Padahal, baru hari ini suaminya pulang, dan besok harus pergi lagi meninggalkan dia. "Sabar ya, Sayang! Seperti biasa, aku tak akan lama ke sananya. Setelah urusan selesai, aku akan segera pulang. Aku pun tak akan kuat berpisah dengan kamu," rayu Gio. "Sebagai permintaan maaf aku. Aku akan memberikan kamu uang 100 juta. Kamu bisa gunakan uang itu, untuk shopping atau apapun. Bebas terserah yang kamu mau," ucap Gio lagi. Tentu saja mata Sita langsung berbinar-binar mendengarnya. Dia merasa senang, karena suaminya akan memberikan dia uang, untuk membeli yang dia
"Kapan gue bisa hidup enak lagi sih? Cape gue hidup susah terus," gerutu Monika. Setelah diusir dari rumah Arsyila, kini Monika bekerja menjadi ART di tempat lain. "Monika," teriak sang majikan. "Bisa gak sih, gak usah teriak-teriak. Mentang-mentang orang kaya, sombong banget," umpat Monika dalam hati. Dia tak ingat dirinya dulu. Begitu sombongnya dia. Bahkan dia dulu begitu menghina Inara, dengan sebutan "orang kampung." "Ya Nyonya, sebentar," sahut Monika. Dia pun langsung lari menghampiri majikannya. Jika dia tak segera mendatangi majikannya itu, pastinya Sita akan mengomel padanya. Kini Monika sudah berdiri di hadapan sang majikan. Sita menatapnya tajam. "Ada apa ya Nyonya, memanggil saya?" tanya Monika dengan wajah menunduk. "Kamu tanya ada apa? Ini baju saya kenapa bisa begini? Kamu itu bisa kerja gak sih? Kalau memang gak bisa. Lebih baik kamu saya pecat. Saya butuh pembantu yang berpengalaman," ucap Sita sombong.Monika dibuat tak berdaya. Mungkin, ini balasan untuknya.
Baik Rizky maupun Inara sudah terlihat bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit. Rizky memilih menunggu sang istri, di depan ruang TV. Setelah selesai memakai hijabnya, Inara berjalan keluar menghampiri suaminya. "Ayo Mas, kita berangkat sekarang!" Inara mengajak sang suami. Dia langsung keluar bersama. Rizky meminta sang supir mengantarkan mereka ke rumah sakit. Kini mereka sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Kali ini Rizky memilih menggunakan supir pribadi. "Semoga, kedua anak kita dalam keadaan sehat. Aku khawatir sekali," Rizky membuka pembicaraan. "Aamiin. Aku juga berharap demikian, Mas," sahut Inara.Mobil yang membawa mereka sudah sampai di rumah sakit. Rizky dan Inara turun di lobby rumah sakit, dan mereka langsung masuk ke dalam menuju tempat administrasi pendaftaran. "Kamu duduk aja di sana! Biar aku yang urus pendaftaran," ucap Rizky dan Inara mengiyakan. Inara langsung mencari tempat duduk, menunggu suaminya selesai mendaftar. Seperti biasanya, Rizky yang a