Hai guys, jangan lupa berikan ulasan ya, terserah mau berupa kritikan atau apa, author sangat perlu kritikan dan saran dari pembaca ^^ Agar cerita ini semakin menarik lagi ke depannya. Jika berkenan berikan GEM ya, sebagai bentuk dukungan author untuk terus update 💕 Terima kasih, salam penuh cinta dari Kak Nana
Anya melebarkan mata kala pergelangan tangannya ditangkis Naila. Dia tak menyangka Naila dapat membaca gerakan tangannya barusan. Wanita di hadapannya ini memiliki sikap yang sangat berbeda sekarang, tak seperti dulu. "Hentikan Ma, apa Mama tidak lelah? Sebaiknya kita berdamai saja Ma, lebih baik kita saling merangkul selayaknya mertua dan menantu," ucap Naila dengan sorot mata nan teduh."Diam kamu! Tak usah membantahku!" Anya mengibaskan dengan kuat tangan Naila seketika lalu mengusap pelan pergelangan tangannya yang terasa sakit akibat cengkeraman Naila barusan. "Nona Naila, tak apa-apa, 'kan?" Santi baru saja tiba. Betapa terkejutnya dia saat melihat Anya hendak menampar Naila. Hembusan napas lega keluar dari hidung Santi sekarang karena Naila telah berhasil mengelak tamparan Anya. Naila melirik Santi dan memberi bahasa isyarat melalui senyuman tipis, mengatakan bahwa dia dalam keadaan baik-baik saja."Dasar wanita licik!" seru Anya. Naila hanya mampu menghela napas kasar set
"Ternyata benar, kamu pelakunya!"Naila melangkah cepat menuju ambang pintu sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada. Melihat Shakira dan temannya berambut panjang juga berdiri di depan pintu toilet. Shakira dan wanita tersebut melempar pandangan satu sama lain sejenak, sedikit heran. Shakira juga bersedekap di depan dada dan mengangkat angkuh dagunya. "Apa maksudmu?""Pasti kamu yang mengunci aku barusan, 'kan? Mengapa kamu suka sekali mencari ulah denganku Shakira?" tanya Naila, mulai geram dengan sikap Shakira, yang terlampau sering menganggunya. Shakira malah tercengang sejenak. "Apa aku tidak salah mendengar, hei aku baru saja datang, jangan sembarang menuduh! Untuk apa aku susah-susah mengunci kamu di toilet, lebih baik aku langsung melabrakmu!" Kening Naila terlihat berkerut, kebingungan. Sebab perkataan Shakira barusan benar, dia dapat melihat hal itu dari sorot mata Shakira. "Lalu mengapa kamu ada di sini? Kalau bukan kamu dan temanmu siapa lagi?" Shakira berdecak
"Di sini kamu rupanya, Talitha!" Pria bertubuh gemulai itu melangkah perlahan mendekati mereka, sambil melenggak-lenggokan pinggangnya. Melihat kedatangan Marimar, Naila mengulas senyum lebar. Sedangkan Shakira, raut ketakutan terukir jelas di wajahny. Berharap Marimar tak mendengarkan pertengkaran mereka tadi. Marimar salah satu orang yang sangat susah didekati dan bisa saja membuat namanya tercoreng. Terlebih lagi untuk penilaian kegiatan Marimar salah satu jurinya. "Miss Marimar, mengapa anda ada di sini?" tanya Shakira sembari melirik temannya sejenak. Marimar melirik-lirik Naila dan Shakira bergantian."Aku mau menolong Talitha, katanya ada seseorang yang menguncinya di toilet, jadi aku ke sini, apa kamu yang menguncinya?" tanya Marimar, masih dengan sorot mata dingin.Shakira menggeleng cepat. "Tidak, Miss. Untuk apa aku menguncinya, aku tadi menolong Talitha, benarkan Talitha?"Shakira menoleh ke arah Naila dan memberi kode untuk mengiyakan ucapannya.'Wanita ini benar-benar
Beberapa hari kemudian. Bergeser ke bagian Indonesia bagian Timur, tepatnya di Labuan Bajo, tempat di mana sepetak surga berdentang, membuat mata setiap orang yang memandang akan berdecak kagum sejenak. Di pulau kecil ini terdapat gunung dan hamparan bukit-bukit kecil. Sebelum pergi ke Milan, panorama indah ini akan menjadi tempat kegiatan para model untuk beberapa hari ke depan. Para model, tim instruktur, dan pihak penyelenggara acara telah tiba di resort yang diperuntukkan untuk para model menjalani masa karantina.Naila tak berhenti berdecak kagum, melihat bukit-bukit kecil luas membentang di hadapannya sekarang, melalui jendela kamar. Ia dan Anna baru saja masuk ke dalam kamar. Ruangan seluas 4 x 6 ini akan menjadi tempat mereka berlindung. Di sisi kanan dan kiri terdapat dua tempat tidur saling berhadapan. "Indahnya," ucap Naila tanpa mengalihkan pandangan mata. "Iya, baguskan. Oh ya ampun baru saja sampai kita akan pemotretan sebentar lagi!"Sementara Anna tengah berbaring
"Ali." Dengan sekuat tenaga Naila mendorong dada bidang Ali. Gurat kepanikan tergambar jelas di wajahnya kala Jackson memanggil namanya berulang kali sekarang. Berbeda dengan Ali, tenang dan santai. Pria itu malah menaikkan retsleting Naila yang masih terbuka lebar tadi. Kini gaun itu sudah tertutup dengan sempurna. "Al, aku mohon pergilah sekarang ke sana," ucap Naila sambil matanya celingak-celinguk ke arah tenda sisi kanan. Raut wajah Ali berubah drastis, menjadi dingin. "Mengapa aku harus pergi?" "Astaga, Ali. Kalau Jackson melihatmu di sini, pasti akan menjadi tanda tanya besar. Aku mohon, Al. Pergi ya." Naila semakin gusar lantas berusaha menuntun Ali untuk keluar ke sisi kiri. Namun, Ali menahan tangan Naila. "Aku mohon Al, kegiatan baru saja dimulai, aku tak mau membuat masalah," ucap Naila lagi. "Talitha, aku masuk ya." Suara Jackson kembali terdengar di luar. Ali menyerah. Dengkusan kesal keluar dari hidung mancungnya seketika. "Sebaiknya kamu keluar, jangan sampai dia
"Ya, tidak apa-apa, Anna." Naila tersadar jika tubuhnya dan Jackson saling menempel saat ini. Dengan tergesa-gesa ia memundurkan langkah kaki kemudian melempar senyum kaku pada Jackson. "Baguslah, aku benar-benar minta maaf." Anna tampak salah tingkah sebab Jackson masih menatap tajam ke arahnya sekarang. Naila mengangguk pelan.Jackson mendengkus kesal. Kedatangan Anna membuat suasana hatinya buruk seketika. Suasana mendadak hening, Naila dan Anna saling memandang satu sama lain sekarang. Keduanya tampak salah tingkah karena Jackson malah melirik-lirik ke arah mereka, dengan raut wajah masam. Anna semakin salah tingkah kala melihat mimik muka Jackson seakan tak menyukai kehadirannya. Dia melempar tatapan penuh tanda tanya pada Naila, penasaran, apa yang membuat Jackson marah padanya. Namun, Naila tak memberi jawaban. Dia malah tersenyum lebar hingga menampilkan gigi putihnya."Oh ya, aku hampir saja lupa, sekarang giliran kamu untuk pemotretan, Talitha." Anna baru saja teringat t
Tak ada sahutan, ekspresi Jackson tak dapat terbaca sama sekali saat ini. Ali semakin mencengkeram kerah kemeja Jackson."Apa kamu mendengarkan aku hah?!" teriak Ali hingga Roni memusatkan perhatian ke arah Ali dan Jackson. Sedari tadi Roni disuruh Ali, memeriksa kesiapan acara fashion show untuk nanti malam di i-pad. "Haha!" Suara tawa Jackson tiba-tiba berkumandang di sekitar. Sebuah tawa yang membuat rahang Ali semakin mengeras. Apalagi kini Jackson telah berhasil menyentak kasar tangannya. Kali ini giliran Jackson yang mencengkram kerah kemeja Ali. Atmosfer semakin terasa panas dan mencekam. Kedua pria yang mempunyai watak sama, saling menatap tajam satu sama lain. "Sepertinya kamu suka sekali membuat cerita, Ali. Jelas-jelas nama istrimu Naila Taleetha, kamu pikir aku tidak mencari informasi tentang desas-desus kamu yang sudah memiliki istri! Dasar laki-laki bajingan! Berani sekali kamu mempermainkan perasaan Talitha!" seru Jackson dengan mata melotot keluar.Ali tersenyum s
Musik berhenti tiba-tiba, berganti dengan suara riuh terdengar di sekitar. Para penonton, juri dan para model melebarkan mata, melihat Naila yang hampir saja terjatuh ditolong oleh Ali barusan. Beberapa detik sebelumnya, Ali merasa ada yang janggal pada Naila. Karena saat keluar dari tirai Naila dalam keadaan baik-baik saja. Namun, sepertinya pakaian yang digunakan Naila membuatnya kesulitan berjalan. Lantas tanpa pikir panjang Ali mengerakkan kaki mendekati panggung dan menangkap tubuh Naila."Nai, kamu tak apa-apa, 'kan?" tanya Ali.Naila membuka mata kala mendengar suara Ali di sekitar. Dia pikir akan terjatuh tadi. Namun, Ali menolongnya dengan menggendongnya seperti bridal style. Perhatian Naila tiba-tiba teralihkan saat mendengar suara bisik-bisik orang di sekitar, yang menggunjingnya dan Ali. Sementara itu di lain sisi, seorang wanita berambut pendek mengepalkan kedua tangannya. Shakira dan beberapa model lainnya pun tampak syok. Mereka mulai bergosip yang tidak-tidak tentan
"Jangan pergi! Jangan mengucapkan kata-kata pergi, Anna!" Adnan memeluk erat Anna dari belakang. Mendengar kata pergi yang terucap dari bibir Anna, membuatnya resah. Adnan tak akan mau hal itu terjadi.Anna membalik cepat. Lalu menatap tajam. Tampaknya kekesalan Anna belum mereda. "Iya, kalau kamu tidak membuktikan perkataanmu, maka aku akan pergi!"Adnan langsung mendekap tubuh Anna dengan sangat erat. "Tidak, tidak Sayang, percayalah padaku, aku akan membuktikannya, kamu lihat saja nanti," ucapnya sambil berkali-kali melabuhkan kecupan di kening Anna."Iya, awas saja kamu berulah, bukan hanya Damar yang akan aku remukkan, tubuhmu pun aku akan hancurkan dengan teflon!" kata Anna, ketus.Adnan malah terkekeh-kekeh. Teringat dengan malam di mana Anna memukul-mukul sang wanita malam dengan teflon. "Iya, iya Sayang, itu kan kalau berulah, aku akan membuktikannya padamu, lihat saja nanti."Anna mendengus lantas melirik tajam Adnan. Namun, di mata Adnan, wajah Anna nampak menggemaskan."Say
Mata Anna melebar kala Adnan menangkup kedua pipinya dan membungkamnya dengan sebuah kecupan. Dia hendak memberontak. Namun, tubuhnya mendadak lumpuh. Anna tak mengerti dengan situasi saat ini. Tadi, Adnan memarahinya. Tetapi, sekarang malah menciumnya. Dengan mata masih terbuka, Anna dapat merasakan Adnan menjelajahi isi mulutnya dengan melilitkan lidahnya perlahan-lahan. Dalam hitungan detik, Adnan menurunkan tangan lalu mendekap tubuh Anna. Anna terdiam, sambil mendongak, menatap Adnan dengan air mata masih mengalir pelan di pipi. "Siapa nama pria yang menyentuhmu, Anna? Apa kamu sangat mencintainya?" Kali ini suara Adnan terdengar lebih lembut, sinar matanya pun tak berapi-api seperti tadi.Anna hendak memberitahu namun sebenarnya dia pun tidak tahu siapa nama asli pria tersebut. "Apa nama samarannya Mr. D?" tanya Adnan lagi sambil menempelkan keningnya ke kening Anna.Dahi Anna langsung mengerut kuat. "Bagaimana kamu bisa tahu nama samarannya? Iya, aku sangat mencintainya, di
Lima menit sebelumnya, Adnan mendapat panggilan dari Bruno, sang sekretaris, bahwa akan diadakan rapat di restaurant. Adnan pun bergegas turun ke bawah, melihat sosok yang amat dia kenali bersama seorang pria. Saat ini, Adnan dapat merasakan dadanya terbakar membara, menahan cemburu, melihat tangan Anna disentuh oleh seorang pria. 'Siapa pria itu? Apa dia yang menyentuh tubuh Anna!' Tanpa pikir panjang, Adnan melangkah cepat hendak melihat apa yang dilakukan Anna. Dengan jarak aman, Adnan melirik-lirik ke depan. Memandang Anna dan sosok itu berjalan cepat ke bangunan di samping. Adnan terpaksa bersembunyi di balik pilar sambil sesekali menyembulkan kepala hendak mengintip.'Apa yang mereka bicarakan?'Di ujung sana, Adnan dapat melihat Anna dan pria tersebut terlibat pembicaraan serius. Adnan menajamkan pendengaran tapi karena suara kendaraan di jalan raya, menghalanginya. 'Sial, hampir saja!'Dengan buru-buru Adnan menggerakkan kepala kala matanya sedikit lagi bertemu dengan mata
Anna begitu ketakutan, melihat ayahya berdiri dengan raut wajah merah padam. Sementara Adnan mundur beberapa langkah kala mendengar Anna memanggil pria paruh baya di belakang dengan sebutan ayah. Anna berdiri sambil mengusap pelan bibirnya sesaat."Mengapa Ayah ada di sini?"Sebuah pertanyaan bodoh meluncur bebas dari bibir Anna tiba-tiba. Wanita itu lupa bila ayahnya terkadang akan datang ke apartment sekadar menengok keadaannya. "Kamu belum menjawab pertanyaan ayah barusan! Siapa yang hamil dan siapa pria ini hah!" tanya Ramdan sambil melirik Anna dan Adnan secara bergantian.Anna tak langsung menjawab tengah mencari kata-kata untuk bisa berkilah. Akan tetapi, belum sempat dia menanggapi, Adnan terlebih dahulu membuka suara hingga membuat mata Anna terbelalak."Saya suami Anna, Pak. Tadi saya hanya memberi pendapat saja jika Anna siapa tahu saja sedang hamil," jelas Adnan, dengan raut wajah datar. "Apa?!"Ramdan amat terkejut. Kedua tungkai kakinya mulai lemah. Lantas dengan perl
Adnan semakin mendekat hingga membuat Anna panik setengah mati. Bagaimana tidak, tatapan pria itu seakan ingin memangsanya. Tanpa sadar Anna meneguk ludah berulang kali kala melihat otot-otot perut Adnan terlihat menggoda saat ini. 'Astaga, apa kamu sudah gila, sadarlah dia pria brengsek yang suka celap-celup!' Anna menggeleng cepat, mengusir pikiran nakalnya sesaat. Lalu, menyilangkan tangan di depan dada berusaha menyembunyikan buah dadanya yang tak mengenakan dalaman sama sekali. "Hei, pria mesum! Berhenti atau aku akan menendang burungmu itu!" seru Anna tiba-tiba. Adnan mengindahkan perkataan Anna, malah menyeringai tajam. "Jangan sok jual mahal, Anna. Kamu yang membuat aku seperti ini. Lagipula aku ini suamimu, jadi wajar-wajar saja jika aku menyentuh tubuhmu.""Cih! Aku tak sudi tubuhku disentuh oleh pria mesum sepertimu, tubuhku hanya boleh disentuh oleh pria yang pertama kali menjamah tubuhku!" Perkataan Anna membuat dada Adnan bergemuruh. Langkahnya terhenti seketika. "
Anna membuka mata seketika saat tak dapat merasakan tamparan mendarat di pipinya barusan. Ia langsung melirik ke samping, melihat Naila malah berdiri tepat di hadapan Adnan. Adnan terlihat sangat terkejut dengan pergerakkan Naila yang menurutnya sangat cepat dan tidak dapat diprediksi itu. Dengan wajah menahan kesal, ia menatap Naila. "Kenapa kamu menamparku?" tanya Adnan sambil mengusap pipinya yang pedas. "Itu karena kamu sudah menyentuh tubuh temanku, Adnan!" seru Naila.Adnan ingin menyahut. Namun, tatapan tajam Ali yang berada di belakang, membuat Adnan bungkam. Ali baru saja tiba bersama Anya.Dalam hitungan detik, Naila mengalihkan pandangan kepada Anna lalu mendekat. Anna merasa bersalah, tatapan Naila menyiratkan kekecewaan. "Naila, maafkan aku karena tidak memberitahu kamu tentang permasalahanku, aku benar-benar minta maaf."Naila membuang napas kasar kemudian memegang kedua tangan Anna. "Kamu membuatku kecewa, Anna. Padahal kita bisa mencari bersama-sama solusinya, tapi
"Maksud Tante dengan kekasihku ya?"Anna memaksa tersenyum meski jantungnya sudah dag dig dug, seperti genderang perang. Dia menerka-nerka apa Anya sudah mengetahui kejadian semalam, entahlah. Anna berharap tidak.Anya tersenyum lebar, senyumannya membuat Anna panik. "Tentu saja dengan anak Tante, masa dengan kekasihmu."Anna menelan ludah berulang kali, terlihat gugup. "Tapi Tante mengapa harus menikah sama Adnan, aku punya kekasih, Tante?"Anya tersenyum penuh arti. "Kamu pikir Tante tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian semalam."Sekarang, senyum wanita paruh baya di hadapannya membuat Anna menarik napas panjang. "Memangnya semalam ada apa, Tante?"Anna masih mencoba mengelak. Meski keringat dingin menjalar di telapak tangannya saat ini. "Sudahlah, tak usah banyak tanya, ayo ikut Tante sebentar!" Tanpa mendengarkan balasan Anna, wanita yang wajahnya masih terlihat segar itu menarik tangan Anna keluar dan menyeretnya ke suatu tempat.Anna nampak panik, bertanya pada Anya mau
Demi mengatasi rasa gugupnya, Anna meneguk ludah berulang kali. Bagaimana tidak, Anya sedang melayangkan tatapan menyelidik padanya sekarang. "Anna, Green, siapa yang tidur dengan Adnan?" Anya mengulangi pertanyaan kala Anna maupun Green terdiam. Anne melirik Green sekilas lalu terkekeh hambar. "Bukan Adnan anak Tante kok, Adnan kekasihku, nama belakangnya Adnan juga, hehe.""Iya, Adnan pacar Anna, Tante." Green menyenggol cepat lengan Anna sambil melempar senyum kecut pada Anya pula. Selama ini, Anya mengira Anna memiliki kekasih. Anna dipaksa Naila unfuk berbohong. Naila sangat tak setuju bila Anna menikah dengan pria seperti Adnan. Meskipun begitu, Anya kerapkali meminta Anna membawa pacarnya ke rumah sekadar ingin tahu. Dan pada akhirnya ia berbohong lagi mengatakan jika kekasihnya berkerja menjadi abdi negara di perbatasan dan hanya pulang di waktu tertentu. Semenjak saat itu, Anya tak pernah lagi bertanya."Nama kekasihmu Adnan juga, Anna?" tanya Anya."Iya, Tante," balas Anna
"Anna, kamu ada di dalam 'kan?" kata Naila lagi dari luar. Anna semakin gusar. Tampak panik sekaligus kebingungan. Mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Namun, kepalanya semakin pusing. Matanya berkeliling sejenak di ruangan, melihat dress yang dikenakan saat menghadiri bridal shower Green nampak robek. Lalu melihat juga pakaian seorang pria berserakkan di mana-mana. Siapalagi kalau bukan punya Adnan. Anna yakin bila terjadi sesuatu di antara mereka semalam. Apalagi tubuh keduanya dalam keadaan polos sekarang. Di seberang ranjang, Adnan pun terlihat bingung. Sedari tadi mengamati keadaan kamar. "Anna?" Suara Naila terdengar lagi. Lamunan Anna buyar."I-ya Naila, tunggu sebentar!" balasnya setengah berteriak. Lantas dengan cepat menoleh ke arah Adnan. Matanya langsung menutup, melihat Adnan belum menutup burungnya."Adnan, cepat sembunyi dan pakai bajumu itu!" perintah Anna lalu mengambil celana dalam Adnan sambil menahan jijik. Kemudian tanpa melihat ke belakang, dia