Keesokan paginya, sesuai rencana, acara ulang tahun si kembar akan diselenggarakan pukul dua siang nanti di taman samping rumah. Saat ini mansion sudah disulap begitu indah di beberapa ruangan. Terdapat juga wahana bermain terlihat di dalam ruangan dan luar. Kali ini warna pink dan biru menjadi pilihan Adeline dan Arnold. Pagi-pagi sekali Naila, Mirna, dan para asisten rumah sibuk memeriksa kembali dekorasi dan makanan yang akan disuguhkan nanti siang. Sementara keluarga besar lainnya tengah berkumpul di taman samping rumah. Terlihat Arnold sedang duduk di pangkuan Sherkan sejak tadi. Bocah mungil itu bercengkerama bersama Sherkan sedari tadi. Ali dan Syeikh mengulum senyum, melihat kedekatan keduanya. Sedangkan Adeline dan Rani bermain di taman bunga. "Ali, di mana Naila?" tanya Anya sambil mendekati Ali. Dia baru saja sampai di rumah Ali. Ali menoleh. "Ada di dapur, Ma. Papa di mana?"Mata Ali berkeliling sesaat, mencari sosok papanya. Anya membuang napas kasar. "Yah, biasalah,
Naila mendekat dan melototkan mata ke arah Jackson. "Lepaskan Ali, Jackson!"Anya bergeming. Tak sedikitpun bergerak, dia mendapatkan informasi dari Naila kemarin bila Shakira sudah menikah dengan Jackson dan mengetahui pula rencana Naila. Jackson melirik Naila, baru menyadari kedatangannya. Tanpa mengendurkan sedikit rahangnya, ia berkata, "Di mana Shakira dan Jeremy?!"Bukannya membalas perkataan Jackson, Naila menarik kuat tangan Ali sehingga jeratan Jackson pun terlepas."Naila! Ali! Di mana Shakira!"Dengan tangan terkepal kuat, Jackson pun bertanya. Dia sangat marah karena tadi pagi tak menemukan keberadaan Shakira dan Jeremy di dalam kamar. Walaupun Marco memberitahunya bila Shakira pergi atas perintahnya, tetapi Jackson tak percaya sebab Shakira tak akan mungkin meninggalkannya. Karena dia tahu selama ini, wanita itu sangat mencintainya. Oleh sebab itu, Jackson yakin sekali jika Shakira disembunyikan Naila.Naila enggan menyahut, hanya melirik tajam. Tangannya malah sibuk men
Dalam sepersekian detik, Naila berlari cepat ke arah meja sambil membawa gelas. "Bel-hm!" "Sudah, Ma!" Anna tersentak dikala hendak membalas dengan mulut penuh makanan, mulutnya malah dibekap Naila seketika. "Ough, ough, ough!" Anna terbatuk-batuk setelahnya. Menyadari perbuatannya, Naila menurunkan cepat tangannya dan memberikan Anna minuman. Anna tampak kesakitan dan meneguk perlahan-lahan air putih. Setelah tak batuk lagi, Anna langsung melotot tajam ke arah Naila. "Naila, kamu kenapa sih!" seru Anna dengan muka merengut kesal. Naila menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sesaat. Dia tak mau Anya sampai tahu tentang status Anna sekarang. "Hehe, maaf, kamu tadi pasti kesusahan menjawab. Kan tidak sopan menjawab saat makan."Anya terperangah dengan tingkah laku dua wanita di hadapannya sedari tadi. Akan tetapi, detik selanjutnya sebuah senyuman terlukis di wajahnya. "Iya, iya tapi tidak harus dibekap tahu," ucap Anna sambil mendelik tajam. Naila duduk di samping Anna seketik
"Apa maksudmu?"Dengan kening berkerut kuat, Miranda mendekat. Baru sadar bila Jackson saat ini tengah menangis. Sekarang, benak wanita berparas cantik dan elegan itu, dipenuhi tanda tanya besar sekarang. Berharap apa yang di dengarnya tadi ternyata salah.Jackson menghapus cepat air matanya lalu berkata,"Aku minta maaf, Miranda, karena tak jujur padamu, sebenarnya selama ini aku sudah menikah dan memiliki anak."Mata Miranda melebar sempurna, tampak syok. Tak mengira teman masa kecilnya ini telah menikah. "Kamu sedang bercanda, kan, Jackson? Kapan kamu menikah, lalu ...."Perkataan Miranda terhenti kala Jackson meraih tangannya tiba-tiba dan menatap dalam bola matanya kini."Miranda, aku tidak bercanda, sekali lagi aku minta maaf karena telah membohongimu dan keluargamu, orang tuaku pun tak tahu kalau aku sudah menikah, aku harus pergi sekarang, aku harap kamu akan mengerti Miranda, aku akan menjelaskannya nanti padamu," kata Jackson cepat, sambil melepas tangan Miranda.Belum sempat
Perkataan Miranda barusan berhasil menggerakkan kepala Jackson ke samping. Dengan tatapan kosong, pria itu menatap Miranda, teman semasa kecilnya dulu."Maaf, Miranda, di hatiku hanya ada Shakira, aku tidak bisa menikah denganmu," ujar Jackson pelan lalu mengalihkan pandangan ke depan lagi. Miranda mengigit keras bibir bagian bawahnya. Hatinya begitu perih, karena pria yang dia kagumi sejak dulu ternyata mencintai wanita lain. "Jack, sadarlah, Shakira sudah pergi darimu, aku sudah tahu semuanya bagaimana kamu bisa bertemu Shakira. Bukankah dulu kamu membencinya lalu mengapa sekarang kamu menginginkannya?"Untuk pertama kalinya, Miranda meninggikan suara. Dia tak mampu lagi menahan perasaannya, terlalu sabar membuat dirinya sakit sendiri.Tanpa berniat menatap lawan bicara. Jackson tersenyum kecut."Entahlah, aku pun tak tahu sejak kapan mencintai wanita yang pernah aku sakiti. Padahal dulu aku sangat membencinya sampai ke tulang-tulang karena perlakuannya terhadap seseorang yang aku
Shakira tampak panik. Dengan tergesa-gesa menarik tangan Jeremy. Akan tetapi, gerakannya kalah cepat, Jackson berhasil menahan tangannya."Mau pergi kemana kamu!" teriak Jackson hingga Jeremy bersembunyi di belakang sosok yang asing di mata Jackson itu. Pria tersebut terlihat kebingungan. Bahasa yang digunakan Shakira dan sosok di hadapannya terdengar asing di telinganya. Tetapi, ketika melihat Jeremy nampak ketakutan sekarang. Ia dapat menebak ada sesuatu yang tidak beres. Lantas dengan cepat menggendong Jeremy. Shakira mendengus sambil mengerakkan tangan kanannya. "Lepaskan aku, Jackson! Mengapa kamu malah bertanya sesuatu yang tidak penting, bukankah kamu yang menyuruhku pergi!""Ck! Aku tidak pernah menyuruh kamu pergi! Sekarang kita pulang ke Indonesia!" seru Jackson dengan mata berkilat menyala. Sedari tadi sedang menahan cemburu, melihat Shakira bersama seorang pria."Tidak mau!" Shakira memberontak. Namun, Jackson menarik kuat tangannya hingga sebuah rintihan terdengar dari
Shakira terkejut kala Jackson berhasil masuk ke dalam rumahnya. Mundur beberapa langkah, Shakira menyambar cepat Jeremy lalu menggendongnya."Kamu mau apa, Jackson?" Shakira begitu panik ketika Jackson berjalan cepat ke arahnya saat ini. Saat merasa adanya bahaya di sekitar, Jeremy mulai menangis kembali. Bocah itu mendekap erat pula mamanya. Jackson berusaha meredam amarah. Meski rasa cemburu masih mengakar di hatinya tadi saat melihat Alex keluar dari rumah Shakira. "Aku ingin bertemu kalian, dengarkan penjelasanku dulu, Shakira, aku—""Pergi, Jeremy tidak mau lihat Papa lagi!" sela Jeremy cepat sambil melirik ke arah Jackson dengan keadaan kedua pipi basah.Jackson tertegun, mencoba mendekat lagi. Namun, saat melihat Jeremy ketakutan, dia urungkan. Sedari tadi kedua matanya tak beralih dari Jeremy yang masih menangis tersedu-sedan di dalam dekapan Shakira. "Jackson, aku mohon pergilah, Jeremy sangat ketakutan, dia trauma denganmu," kata Shakira, mencoba memberi penjelasan, karen
Shakira tersentak ketika Jackson mengecup kuat leher jenjangnya dari belakang hingga ia tanpa sadar mengeluarkan desahan. Ditambah lagi, punggung belakangnya saat ini menempel dengan dada bidang Jackson membuatnya merinding. Pasalnya Jackson sedang memakai bathrobe dalam keadaan dada setengah terbuka. "Jackson, aku mohon jangan seperti ini, di antara kita tidak ada apa-apa lagi, bukankah kamu sudah menikah, sadarlah!"Shakira berseru tanpa berhenti menggerakkan tangannya. Namun, karena tubuh Jackson yang tinggi, Shakira tak dapat meloloskan diri. "Shakira, aku belum menikah, kamu adalah istriku, aku tidak pernah menalakmu."Shakira melebarkan mata, tak percaya. Walau bagaimanapun siksaan yang dia dapatkan dulu membuatnya trauma. "Tidak, kamu pembohong!" "Aku tidak berbohong!" Jackson membalik cepat badan Shakira lalu memegang kuat pundaknya dan mengecup cepat bibir Shakira."Hmmf!" Tubuh Shakira mendadak lumpuh kala Jackson membungkam bibirnya dengan sebuah kecupan. Kecupan yang
"Jangan pergi! Jangan mengucapkan kata-kata pergi, Anna!" Adnan memeluk erat Anna dari belakang. Mendengar kata pergi yang terucap dari bibir Anna, membuatnya resah. Adnan tak akan mau hal itu terjadi.Anna membalik cepat. Lalu menatap tajam. Tampaknya kekesalan Anna belum mereda. "Iya, kalau kamu tidak membuktikan perkataanmu, maka aku akan pergi!"Adnan langsung mendekap tubuh Anna dengan sangat erat. "Tidak, tidak Sayang, percayalah padaku, aku akan membuktikannya, kamu lihat saja nanti," ucapnya sambil berkali-kali melabuhkan kecupan di kening Anna."Iya, awas saja kamu berulah, bukan hanya Damar yang akan aku remukkan, tubuhmu pun aku akan hancurkan dengan teflon!" kata Anna, ketus.Adnan malah terkekeh-kekeh. Teringat dengan malam di mana Anna memukul-mukul sang wanita malam dengan teflon. "Iya, iya Sayang, itu kan kalau berulah, aku akan membuktikannya padamu, lihat saja nanti."Anna mendengus lantas melirik tajam Adnan. Namun, di mata Adnan, wajah Anna nampak menggemaskan."Say
Mata Anna melebar kala Adnan menangkup kedua pipinya dan membungkamnya dengan sebuah kecupan. Dia hendak memberontak. Namun, tubuhnya mendadak lumpuh. Anna tak mengerti dengan situasi saat ini. Tadi, Adnan memarahinya. Tetapi, sekarang malah menciumnya. Dengan mata masih terbuka, Anna dapat merasakan Adnan menjelajahi isi mulutnya dengan melilitkan lidahnya perlahan-lahan. Dalam hitungan detik, Adnan menurunkan tangan lalu mendekap tubuh Anna. Anna terdiam, sambil mendongak, menatap Adnan dengan air mata masih mengalir pelan di pipi. "Siapa nama pria yang menyentuhmu, Anna? Apa kamu sangat mencintainya?" Kali ini suara Adnan terdengar lebih lembut, sinar matanya pun tak berapi-api seperti tadi.Anna hendak memberitahu namun sebenarnya dia pun tidak tahu siapa nama asli pria tersebut. "Apa nama samarannya Mr. D?" tanya Adnan lagi sambil menempelkan keningnya ke kening Anna.Dahi Anna langsung mengerut kuat. "Bagaimana kamu bisa tahu nama samarannya? Iya, aku sangat mencintainya, di
Lima menit sebelumnya, Adnan mendapat panggilan dari Bruno, sang sekretaris, bahwa akan diadakan rapat di restaurant. Adnan pun bergegas turun ke bawah, melihat sosok yang amat dia kenali bersama seorang pria. Saat ini, Adnan dapat merasakan dadanya terbakar membara, menahan cemburu, melihat tangan Anna disentuh oleh seorang pria. 'Siapa pria itu? Apa dia yang menyentuh tubuh Anna!' Tanpa pikir panjang, Adnan melangkah cepat hendak melihat apa yang dilakukan Anna. Dengan jarak aman, Adnan melirik-lirik ke depan. Memandang Anna dan sosok itu berjalan cepat ke bangunan di samping. Adnan terpaksa bersembunyi di balik pilar sambil sesekali menyembulkan kepala hendak mengintip.'Apa yang mereka bicarakan?'Di ujung sana, Adnan dapat melihat Anna dan pria tersebut terlibat pembicaraan serius. Adnan menajamkan pendengaran tapi karena suara kendaraan di jalan raya, menghalanginya. 'Sial, hampir saja!'Dengan buru-buru Adnan menggerakkan kepala kala matanya sedikit lagi bertemu dengan mata
Anna begitu ketakutan, melihat ayahya berdiri dengan raut wajah merah padam. Sementara Adnan mundur beberapa langkah kala mendengar Anna memanggil pria paruh baya di belakang dengan sebutan ayah. Anna berdiri sambil mengusap pelan bibirnya sesaat."Mengapa Ayah ada di sini?"Sebuah pertanyaan bodoh meluncur bebas dari bibir Anna tiba-tiba. Wanita itu lupa bila ayahnya terkadang akan datang ke apartment sekadar menengok keadaannya. "Kamu belum menjawab pertanyaan ayah barusan! Siapa yang hamil dan siapa pria ini hah!" tanya Ramdan sambil melirik Anna dan Adnan secara bergantian.Anna tak langsung menjawab tengah mencari kata-kata untuk bisa berkilah. Akan tetapi, belum sempat dia menanggapi, Adnan terlebih dahulu membuka suara hingga membuat mata Anna terbelalak."Saya suami Anna, Pak. Tadi saya hanya memberi pendapat saja jika Anna siapa tahu saja sedang hamil," jelas Adnan, dengan raut wajah datar. "Apa?!"Ramdan amat terkejut. Kedua tungkai kakinya mulai lemah. Lantas dengan perl
Adnan semakin mendekat hingga membuat Anna panik setengah mati. Bagaimana tidak, tatapan pria itu seakan ingin memangsanya. Tanpa sadar Anna meneguk ludah berulang kali kala melihat otot-otot perut Adnan terlihat menggoda saat ini. 'Astaga, apa kamu sudah gila, sadarlah dia pria brengsek yang suka celap-celup!' Anna menggeleng cepat, mengusir pikiran nakalnya sesaat. Lalu, menyilangkan tangan di depan dada berusaha menyembunyikan buah dadanya yang tak mengenakan dalaman sama sekali. "Hei, pria mesum! Berhenti atau aku akan menendang burungmu itu!" seru Anna tiba-tiba. Adnan mengindahkan perkataan Anna, malah menyeringai tajam. "Jangan sok jual mahal, Anna. Kamu yang membuat aku seperti ini. Lagipula aku ini suamimu, jadi wajar-wajar saja jika aku menyentuh tubuhmu.""Cih! Aku tak sudi tubuhku disentuh oleh pria mesum sepertimu, tubuhku hanya boleh disentuh oleh pria yang pertama kali menjamah tubuhku!" Perkataan Anna membuat dada Adnan bergemuruh. Langkahnya terhenti seketika. "
Anna membuka mata seketika saat tak dapat merasakan tamparan mendarat di pipinya barusan. Ia langsung melirik ke samping, melihat Naila malah berdiri tepat di hadapan Adnan. Adnan terlihat sangat terkejut dengan pergerakkan Naila yang menurutnya sangat cepat dan tidak dapat diprediksi itu. Dengan wajah menahan kesal, ia menatap Naila. "Kenapa kamu menamparku?" tanya Adnan sambil mengusap pipinya yang pedas. "Itu karena kamu sudah menyentuh tubuh temanku, Adnan!" seru Naila.Adnan ingin menyahut. Namun, tatapan tajam Ali yang berada di belakang, membuat Adnan bungkam. Ali baru saja tiba bersama Anya.Dalam hitungan detik, Naila mengalihkan pandangan kepada Anna lalu mendekat. Anna merasa bersalah, tatapan Naila menyiratkan kekecewaan. "Naila, maafkan aku karena tidak memberitahu kamu tentang permasalahanku, aku benar-benar minta maaf."Naila membuang napas kasar kemudian memegang kedua tangan Anna. "Kamu membuatku kecewa, Anna. Padahal kita bisa mencari bersama-sama solusinya, tapi
"Maksud Tante dengan kekasihku ya?"Anna memaksa tersenyum meski jantungnya sudah dag dig dug, seperti genderang perang. Dia menerka-nerka apa Anya sudah mengetahui kejadian semalam, entahlah. Anna berharap tidak.Anya tersenyum lebar, senyumannya membuat Anna panik. "Tentu saja dengan anak Tante, masa dengan kekasihmu."Anna menelan ludah berulang kali, terlihat gugup. "Tapi Tante mengapa harus menikah sama Adnan, aku punya kekasih, Tante?"Anya tersenyum penuh arti. "Kamu pikir Tante tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian semalam."Sekarang, senyum wanita paruh baya di hadapannya membuat Anna menarik napas panjang. "Memangnya semalam ada apa, Tante?"Anna masih mencoba mengelak. Meski keringat dingin menjalar di telapak tangannya saat ini. "Sudahlah, tak usah banyak tanya, ayo ikut Tante sebentar!" Tanpa mendengarkan balasan Anna, wanita yang wajahnya masih terlihat segar itu menarik tangan Anna keluar dan menyeretnya ke suatu tempat.Anna nampak panik, bertanya pada Anya mau
Demi mengatasi rasa gugupnya, Anna meneguk ludah berulang kali. Bagaimana tidak, Anya sedang melayangkan tatapan menyelidik padanya sekarang. "Anna, Green, siapa yang tidur dengan Adnan?" Anya mengulangi pertanyaan kala Anna maupun Green terdiam. Anne melirik Green sekilas lalu terkekeh hambar. "Bukan Adnan anak Tante kok, Adnan kekasihku, nama belakangnya Adnan juga, hehe.""Iya, Adnan pacar Anna, Tante." Green menyenggol cepat lengan Anna sambil melempar senyum kecut pada Anya pula. Selama ini, Anya mengira Anna memiliki kekasih. Anna dipaksa Naila unfuk berbohong. Naila sangat tak setuju bila Anna menikah dengan pria seperti Adnan. Meskipun begitu, Anya kerapkali meminta Anna membawa pacarnya ke rumah sekadar ingin tahu. Dan pada akhirnya ia berbohong lagi mengatakan jika kekasihnya berkerja menjadi abdi negara di perbatasan dan hanya pulang di waktu tertentu. Semenjak saat itu, Anya tak pernah lagi bertanya."Nama kekasihmu Adnan juga, Anna?" tanya Anya."Iya, Tante," balas Anna
"Anna, kamu ada di dalam 'kan?" kata Naila lagi dari luar. Anna semakin gusar. Tampak panik sekaligus kebingungan. Mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Namun, kepalanya semakin pusing. Matanya berkeliling sejenak di ruangan, melihat dress yang dikenakan saat menghadiri bridal shower Green nampak robek. Lalu melihat juga pakaian seorang pria berserakkan di mana-mana. Siapalagi kalau bukan punya Adnan. Anna yakin bila terjadi sesuatu di antara mereka semalam. Apalagi tubuh keduanya dalam keadaan polos sekarang. Di seberang ranjang, Adnan pun terlihat bingung. Sedari tadi mengamati keadaan kamar. "Anna?" Suara Naila terdengar lagi. Lamunan Anna buyar."I-ya Naila, tunggu sebentar!" balasnya setengah berteriak. Lantas dengan cepat menoleh ke arah Adnan. Matanya langsung menutup, melihat Adnan belum menutup burungnya."Adnan, cepat sembunyi dan pakai bajumu itu!" perintah Anna lalu mengambil celana dalam Adnan sambil menahan jijik. Kemudian tanpa melihat ke belakang, dia