Gadis gila! Richard tidak henti-hentinya mengucapkan umpatan kasar mendengar permintaan Kimmy Ara. Menikah dengan Rafael? Kenapa gadis ini begitu ngotot ingin menjadi bagian keluarga Herenson? Memangnya dia pikir dia siapa? Tidak, ia tidak akan membiarkan seorang gadis yang tidak jelas asal usulnya menjadi seorang menantu di keluarganya.
"Menikah dengan Rafael? Kau pikir kau siapa hingga berani bermimpi seperti itu? Huh?" Teriak Richard murka.
Kimmy Ara terlihat tidak bergeming. Gadis itu mengambil list yang berada di atas meja lalu melipatnya.
"Baiklah jika Anda tidak menginginkannya, saya bisa memberikan ini pada Edward Johnsons. Oh ya jangan lupa, saya juga memiliki rekaman Anda hari ini."
Richard menggemretakkan giginya kesal, jika Edward memilikinya maka perusahaan Edward akan mudah untuk menjatuhkannya. Dan rekaman yang dimiliki Kimmy Ara dapat membawanya ke tempat yang sangat ia hindari yaitu kantor polisi. Meski ia bisa menghindari hukum dengan al
"Anda temannya? Sepertinya dia sangat mabuk, apa Anda bisa membawanya pulang?"Alden menganggukkan kepalanya pada pegawai bar yang menghampiri mereka. Ia segera menarik tubuh Alenta yang terkulai lalu membawanya ke pelukannya. Alden menggeleng, gadis itu sudah tidak sadar dan sulit untuk berjalan."Maaf, tapi bisa bantu saya untuk menaruh dia di punggung saya?" pinta Alden pada pegawai bar itu. Pegawai itu menganggukkan kepalanya lalu melakukan hal yang diminta Alden. Alden berjongkok sementara tubuh Alenta di letakkan di punggungnya.Tubuh Alenta terasa sangat ringan dibawa. Ia bingung karena gadis itu terasa begitu kecil di gendongannya. Kenapa gadis ini begitu kurus? Apa dia tidak pernah makan selama ini? Alden segera keluar dari dalam bar lalu ia menyetop sebuah taksi.Alenta menggeliat saat ia hendak mendudukkan tubuh gadis itu di kursi penumpang. Ia terkejut saat tiba-tiba mata gadis itu terbuka."Alden! Apa aku terlalu menyukaimu hingg
Alenta mengernyitkan keningnya heran melihat Alden tidak lagi berada di meja makan mereka. Ia menghela nafas keras lalu mencari keberadaan Alden. Alenta terhenyak saat melihat Alden berada di ruangan lain sedang memegangi ponselnya. Ekspresi Alden yang memerhatikan ponselnya dengan serius membuat perasaan Alenta menjadi buruk. Ia teringat kesepakatan yang ia lakukan kemarin dengan Richard. Jangan-jangan Richard sudah menghubunginya tadi dan Alden yang mengangkat panggilan itu. Refleks, ia segera berlari lalu merampas ponselnya kembali."Apa yang kau lakukan dengan ponselku?" Tanya Alenta cepat.Alden terlihat terkejut melihat kedatangan Alenta yang tiba-tiba. Namun kemudian, pria itu menatapnya datar tanpa berkata apapun. Alenta menelan ludahnya, tidak dapat mengerti arti dari tatapan Alden. Ada apa sebenarnya? Kenapa ekspresi Alden seperti itu?Ia segera membuka kunci layar ponselnya lalu menemukan hal yang menggangu pikiran Alden. Matanya terbelalak membaca pe
"Maksud Ayah?" Tanya Rafael bingung."Kau bisa menikahinya." jawab ayahnya singkat.Mata Rafael terbelalak menatap ayahnya tidak percaya. Menikahi Kimmy Ara? Apa ayahnya salah makan sesuatu hingga menyetujuinya menikah dengan Kimmy Ara? Salah satu perempuan yang menurut Beliau adalah wanita rendahan?"Ayah yakin?" Tanya Rafael masih tidak percaya."Kau bisa menikahinya, namun hanya untuk satu tahun, Rafael. Ingat, hanya untuk satu tahun. Setelah itu kau harus membuang gadis rendahan itu jauh-jauh dari kehidupan kita,"Refleks, Rafael menjabat tangan ayahnya erat karena terlalu senang. Ia bahkan tidak mendengar peringatan Richard karena telinganya terpusat pada perkataan ayahnya bahwa ia bisa menikahi Kimmy Ara. Tentu saja dengan senang hati ia akan menyambut permintaan ayahnya itu. Meski ada banyak kesalahpahaman yang menimpa hubungan mereka, ia yakin bahwa Kimmy Ara adalah takdirnya. Gadis itu sampai berulang kali mengorbankan nyawa untuk dirinya.
Seperti yang dibilang Rafael, pria itu sampai di rumah Alden lima belas menit kemudian. Pria itu sudah berdiri disana dengan senyuman lebar sambil menekan bel pintu berkali-kali. Dengan malas, Alenta berjalan menghampiri pintu. Ia menarik nafasnya agar bisa mengontrol emosinya. Ayolah, Alenta, kesampingkan dulu perasaanmu dan mulai bersandiwara seperti biasa.Ia tersenyum manis saat melihat Rafael. Ia bahkan berpura-pura tersentuh melihat buket bunga besar yang Rafael bawa di tangannya. Alenta menerima buket bunga itu dengan senyuman lebar, "Anda bahkan membawakan saya bunga, ini cantik sekali,"Rafael terlihat sumringah melihat sambutan Alenta, "Ku pikir kau sedang marah padaku,"Alenta segera tersenyum malu-malu, "Saya tidak bisa marah kepada Anda terlalu lama,"Siapa yang menduga bahwa saat Alenta dan Rafael berada di ambang pintu, Alden tiba-tiba datang dari arah bersebrangan. Alden terlihat terkejut dengan kehadiran Rafael begitu pula juga dirinya ya
Alenta ternganga saat melihat aksi nekat Rafael yang berlutut di hadapannya memegang kotak beludru yang berisi sepasang cincin. Alenta tidak memerhatikan detail cincin itu karena sungguh ia tidak menginginkannya.Ia melihat sekeliling dan terkejut karena secara otomatis mereka telah menjadi pusat perhatian. Alenta menelan ludah, ingin sekali ia menenggelamkan wajahnya saat ini juga. Ia tidak tahu jika Rafael akan bersikap sungguh norak. Melamarnya di hadapan orang banyak bukan hal yang ia inginkan dari pria brengsek itu. Mungkin akan lain cerita jika Alden yang melakukannya."Apa yang Bapak lakukan?" desis Alenta tidak senang, ia berbisik pelan agar tidak ada yang mendengar mereka."Aku melamarmu," jawab Rafael dengan senyuman lebar.Alenta menepuk kepalanya secara tidak sadar. Ia tahu pria di hadapannya ini bodoh dan suka mencari perhatian, tapi ini sungguh di luar dugaan. Ia ingin pernikahan mereka dilakukan dengan suasana tenang tanpa seorang pun menge
Lauren terburu-buru meninggalkan ruangannya. Hari ini ia baru saja mendapatkan informasi lengkap tentang gadis bernama Kimmy Ara. Sulit dipercaya, Alenta Serafine yang mereka yakini telah tewas ternyata bangkit kembali menjadi wanita licik nan cerdik. Pantas saja gadis itu mendebatnya tempo lalu, pantas saja ia mendekati Rafael Herenson. Kini, gadis itu sudah berhasil menggaet tahta sebagai calon ratu di keluarga Herenson. Tidak, ini tidak bisa dibiarkan, ia harus memperingati mereka, ia harus memberitahu Richard soal ini.Lauren segera menyalakan mesin mobilnya lalu memacu gasnya dengan kecepatan tinggi. Mobil itu membelah jalanan dengan singkat. Ia harus segera sampai di Kastil Emerald, kastil megah tempat kediaman Keluarga Herenson berada.Hampir setengah perjalanan telah ia tempuh, namun tiba-tiba sebuah mobil truk besar terlihat diam tak bergerak dengan posisi menyilang di hadapannya.Lauren berdecak lalu menekan klakson mobilnya dengan kencang, tapi tidak
Alenta melempar topi yang ia kenakan setelah ia bertemu dengan Lauren hari ini. Nafasnya terengah-engah karena kelelahan, hampir saja kedoknya akan dibongkar oleh Lauren yang berniat mengadukannya pada Richard. Beruntung, ia memiliki kunci untuk mengendalikan Lauren dari hasil jerih payah Selly tempo lalu. Alenta menghela nafasnya lalu melempar tubuhnya ke ranjang. Semua rencana yang menghalanginya sudah tersingkir, hanya satu yang belum ia bereskan, yaitu tentang perasaannya pada Alden.Alenta segera bangkit lalu mencari koper yang ia bawa kemari. Untuk melupakan perasaannya, ia harus pergi dari rumah ini. Dengan cepat, Alenta memasukkan seluruh barangnya, ia bahkan tidak sempat untuk membereskannya karena terburu-buru. Sudahlah, yang penting semua barangnya masuk ke dalam sana.Tidak sampai setengah jam ia selesai mengepak semuanya. Alenta segera menarik koper itu dengan susah payah. Padahal barangnya tidak banyak, tapi kenapa tas ini berat sekali?"Kau mau pe
Perlahan tapi pasti, Alden mulai menyatukan miliknya dengan milik Alenta dengan yakin. Alenta meringis saat merasakan perih yang tidak biasa melanda tubuhnya. Ia memejamkan mata, menahan perih dan ngilu itu sendiri. Meski dulu ia pernah melakukan hal ini dengan Rafael, tapi ia sama sekali tidak mengingat detail hubungan itu karena pengaruh obat.Alden paham bahwa Alenta merasa tidak nyaman, ia segera mendekap tubuh Alenta lalu menghujaninya dengan kecupan-kecupan lembut yang membuat Alenta merasa lebih baik. Dengan ritme teratur, Alden mulai menggerakkan tubuhnya naik turun. Ia tersenyum saat melihat kecemasan di wajah Alenta perlahan memudar berganti dengan wajah memerah penuh gairah. Bagus, sepertinya gadis itu mulai menikmati permainannya."Ah... Alden!" Alenta terus meracau. Ini pertama kalinya ia merasakannya dan Alden membuatnya sangat kacau. Pria itu memporak porandakan hati dan tubuhnya secara bersamaan."Panggil aku, Alenta!" Pinta Alden untuk kesekian
Setelah bertemu dengan Kimmy Ara, Rafael segera bergegas menemui Lauren."Aku sudah membawa semua barang yang dibutuhkan."Rafael menaruh helaian rambut Kimmy Ara dan juga sikat gigi milik Alden diatas meja. Lauren terlihat antusias, ia mengambil kedua barang itu lalu berkata dengan penuh semangat, "Hebat sekali, kau mendapatkan semua barang itu hanya dalam satu hari.""Aku harus membongkar kebohongan mereka secepatnya, begitu bukan? Jadi berapa lama prosesnya?" Tanya Rafael tidak sabar.Lauren menyimpan kembali kedua barang itu lalu berkata, "Satu minggu."Rafael terlihat terhenyak, "Apa? Satu minggu? Tapi, itu terlalu lama. Apa tidak bisa dipercepat?""Satu minggu itu merupakan waktu minimal untuk mendapatkan hasil tes DNA. Semua proses itu tidak bisa dipercepat." Jelas Lauren.Rafael memukul tepi kursi di hadapannya dengan kesal, "Sial."Lauren mengangkat alisnya melihat reaksi dari Rafael yang terlihat kesal, "Memangnya kenapa? Apa ada masalah?""Aku akan menggelar pertunangan res
Setelah mengambil apa yang dibutuhkan, Rafael kembali ke tempat dimana Alden berada. Harum aroma kopi mulai menguar, ia tidak menyangka rupanya Alden benar-benar membuatkannya kopi.Alden yang menyadari kedatangan Rafael segera mengangkat cangkir kopi lalu ia berikan ke arah Rafael. Melihat Rafael yang hanya terdiam sambil memandang cangkir kopinya, Alden berdecak, "Meski aku sangat ingin meracunimu, aku tidak membubuhkan apapun disana." komentar Alden kesal.Rafael memberikan senyuman tipis, ia mengangkat cangkirnya lalu menyesap kopi itu perlahan. "Rupanya Kakak iparku cukup pandai membuat kopi," ucap Rafael.Alden hanya memutar matanya jengah mendengar ucapan Rafael, ia memilih terdiam enggan menanggapi apapun."Ngomong-ngomong Kakak ipar, aku sempat heran, kenapa tidak ada foto keluarga di rumah kalian?"Alden tertegun mendengar pertanyaan dari Rafael. Sebenarnya ada banyak foto keluarga yang ia ambil bersama ibunya, namun Alden memilih menyimpannya di kamar. Ia tidak mungkin memb
"Terimakasih karena sudah mengantar saya mencari tempat tinggal, Pak Leon," ucap Alenta dengan senyuman lebar. Akhirnya Alenta dapat dengan mudah mencari apartemen yang cocok untuknya. Berkat bantuan Leonard, ia bisa mendapatkan apartemen yang mewah dan mahal. Masa bodoh dengan harga sewanya, ia tidak perduli jika harga sewa tempat ini akan menguras seluruh dompet Rafael. Leonard menganggukkan kepalanya mendengar perkataan dari Alenta, ia ikut mengulas senyum."Tidak masalah, aku juga senang membantumu.""Berkat saran Anda saya mendapatkan tempat yang sangat bagus sekarang. Anda baik sekali mau meluangkan waktu untuk saya," balas Alenta kembali penuh arti."Kau tidak perlu sungkan dengan bantuanku, Ara,"Alenta sedikit tersentak saat Leonard mendekat ke arahnya. Pria itu menarik tangannya dengan penuh kehati-hatian lalu berkata dengan senyuman penuh, "Jika Rafael meninggalkanmu lagi, aku akan datang untuk menemanimu."Alenta kembali tersenyum, rupanya pria ini merasa sangat puas denga
Alenta mengangkat alisnya dengan aneh melihat sikap Rafael. Padahal sedari tadi Rafael sangat bersemangat untuk memberi kesan baik padanya, tapi sekarang pria itu malah menghindar. Ia menghela nafasnya panjang, sepertinya ia harus mencari tahu soal ini nanti. Sekarang sebaiknya ia mencari tempat tinggal untuknya. Ia tidak mau lagi berada satu tempat dengan manusia brengsek seperti Rafael. Bisa-bisa sepanjang malam Alenta akan merasakan mual yang parah mengocok perutnya.Alenta segera mengambil kopernya lalu memasukkan beberapa barang yang sudah ia keluarkan kemarin. Ia sudah mencari beberapa apartemen dan dengan uang yang diberikan Rafael, ia rasa ia harus mencari apartemen yang mahal dan sangat mewah. Dengan penuh semangat Alenta membawa kopernya lalu turun melalui lift. Tidak ada salahnya menghabiskan uang manusia brengsek itu kali ini, bukan?"Ara?"Langkah Alenta terhenti saat mendengar panggilan dari arah belakangnya. Ia segera membalikkan badan lalu terkejut saat melihat sosok L
Alenta yang tersentak dengan keberadaan Alden segera menjauh. Tangisnya secara otomatis berhenti. Ia melihat Alden dengan sorot mata yang terbelalak lebar, "Kau? Kenapa kau kembali kemari?"Alden terlihat menghela nafas, ia kembali mendekati Alenta lalu menghapus air matanya. Alenta yang terlalu terkejut hanya bisa terdiam pasrah saat Alden melakukan hal itu."Seharusnya aku yang bertanya padamu Alenta, kenapa kau terus berbohong di depanku?"Alenta kehilangan kata-kata. Ia telah ketahuan, ia tidak mungkin mengelak atau menolak perkataan Alden saat ini."Tidak usah hiraukan aku. Aku bisa menghapus air mataku sendiri." balas Alenta mencoba mengalihkan pembicaraan.Dengan cepat Alenta mengambil saputangan yang tengah dipakai Alden lalu mengusap air matanya sendiri. Alden kembali menghela nafas, bahkan saat Alden telah memergokinya menangis, Alenta masih saja menyembunyikan perasaannya. Alden mengambil tangan Alenta membuat Alenta yang tengah mengalihkan pandangannya seketika tersentak.
Alenta tidak menyangka bahwa Alden akan menyusulnya kemari. Raut wajah Alden terlihat begitu marah dengan sorot mata yang menyala-nyala. Alden mencengkram tangannya dengan kuat seolah-olah seluruh perintahnya saat ini adalah ultimatum yang harus Alenta turuti.Hatinya seolah tersayat melihat Alden yang seperti ini. Aldennya yang ceria, sekarang pergi kemana?Lamunannya terhenti saat Rafael tiba-tiba maju ke hadapan mereka, ia memutus tangannya dengan Alden yang tengah terhubung secara paksa. Sejenak, Alenta merasa kehilangan. Sial, kenapa ia bisa lupa bahwa masih ada Rafael di tempat ini?Sorot mata Alden semakin menyala-nyala melihat keberanian Rafael. Alenta menghela nafasnya panjang, pria bodoh ini hanya bisa menambah masalah saja."Minggir, jangan menghalangi!" Gertak Alden.Rafael terlihat menggelengkan kepalanya lalu menggenggam tangannya dengan erat, "Tidak, Ara akan tetap disini. Aku sudah membohongi pihak berwajib dan mereka akan datang kemari." Rafael menolehkan kepalanya ke
Tok... Tok... Tok...Alenta terbangun saat merasakan ada yang mengetuk pintu kamarnya. Ia segera terjaga hendak membuka pintu dengan cepat. Raut wajahnya berubah kecewa saat melihat sosok Rafael yang berdiri disana dengan senyumannya yang cerah. Ah, ia lupa semalam ia sudah pergi dari rumah Alden dan memilih menghubungi pria menyebalkan ini."Bagaimana? Kau sudah baikan sekarang?"Alenta mengangguk dengan lesu meski anggukannya sama sekali berbanding terbalik dengan yang ia rasakan. Sama sekali tidak, ia tidak merasa baik-baik saja setelah meninggalkan Alden tanpa pesan seperti ini."Jadi, apa kau mau sarapan? Aku sudah memesan makanan untukmu tadi.""Aku akan mandi terlebih dulu. Dimana handuknya?""Ah, ada di lemari. Semuanya baru,"Alenta mengangguk lalu beralih mengambil handuk. Ia segera berjalan ke arah kamar mandi, namun seketika tersentak saat Rafael tiba-tiba memeluknya dari belakang. Sial! Perasaan hatinya yang tengah buruk, semakin buruk saja."Rafa, aku harus mandi." ujar
Alden tersentak saat merasakan sebuah guling tergeletak di pelukannya. Ia melempar selimut yang menutupi tubuhnya ke sembarang arah. Firasatnya memburuk saat melihat keadaan kamar itu setengah kosong. Alden segera bangkit dari ranjang namun urung saat melihat tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. Dengan cepat, Alden mencari celananya lalu segera memakainya sembarangan. Ia bangkit berdiri memeriksa lemari pakaian Alenta. Kosong. Semuanya kosong. Alden berdecak keras saat mendapati seluruh isi pakaian Alenta telah lenyap tak bersisa.Ia segera berlari mencari jejak Alenta di seluruh area rumah, namun batang hidung gadis itu tidak jua ia temukan. Tubuhnya terasa lemas. Tidak mungkin, Alenta tidak mungkin pergi meninggalkannya setelah percintaan mereka semalam.Ponsel. Ya, ponsel. Alden segera berlari kembali ke arah kamar Alenta. Ia mengacak-acak seluruh pakaiannya yang masih berserakan guna mencari keberadaan ponselnya. Benda elektronik itu akhirnya ia temu
Setelah mencecap habis manisnya bibir Alenta, Alden beralih ke ceruk leher gadis itu. Menyesap aroma memabukkan yang menguar dari dalam diri Alenta. Aroma yang hanya dimiliki oleh Alenta seorang, aroma yang selalu membuatnya candu, yang membuatnya ingin menyesapnya lagi dan lagi. Pakaian yang dikenakan Alenta ia lempar ke sembarang arah dan hanya meninggalkan dua buah benda bulat yang menggantung indah di kedua dada Alenta. Pakaiannya sendiri entah sudah tanggal sejak kapan, Alden tidak perduli kemana pakaian itu telah pergi.Tidak membuang waktu, Alden menangkup buah itu dengan penuh kelembutan. Ia memperlakukannya sangat lembut dan teratur, dengan hati-hati dan penuh kelembutan, Alden meremasnya perlahan. Ia mendongakkan wajahnya menatap Alenta, ia khawatir jika gadis itu merasa tidak nyaman dengan segala sentuhan yang ia beri."Jangan membuat dia merasa tidak nyaman." Lagi. Alden terus mendoktrin dirinya sendiri untuk memberi kenyamanan pada gadis itu.Alenta