Jasmine yang menunduk, tidak mendengarkan panggilan siapa pun. Kekuatannya semakin kuat, terus menjerit kesakitan yang membuat Afrodit dan Meliai tertawa terbahak-bahak dengan mengelilingi Jasmine. Kekuatan dua wanita itu tidak akan bisa menghentikan kehendak Dewa itu. Jasmine langsung menghentakkan kaki dan membentangkan kedua tangannya hingga membuat gelombang energi yang kuat. Semua berterbangan dan terhempas begitu saja. Charless yang berjalan berusaha memanggil gadis idamanya itu. Leo, Aroon, Arthur, dan Angellia sudah berguling-guling di tanah. Charless merubah tangannya saja hingga keluar kuku panjang yang berbulu dan menancapkan ke tanah di setiap melangkah.
"Kita kabur dulu! Kabur!" jerit Afrodit. "Tapi, mainanku!" jerit Meliai yang di tarik Afrodit ke Balck Hole perpindahan tempat. "Jasmine! Mine! Jangan seperti ini!" teriak Charless yang sekuat tenaga mendekati pujaan hatinya. "Kak Charless? Kak Leo?" batin Jasmine yang menoleh ke"Mati! Mati!" teriak Leo yang terus menusuk hingga tembus ke depan. Ditarik lagi dan menusuk bertubi-tubi. Darah hitam yang berhamburan ke seluruh tubuh Barlder yang hanya terdiam dan menatap kosong. "Iblis menjijikan! Menjijikan!" murka Charless terus melancarkan cakaran mautnya. "Ayah Aroon, Tante Eleanor dan Aloria mana?" tanya Jasmine yang terus mencari keberadaan dua wanita itu. Aroon pun panik yang tidak melihat sahabatnya itu. "Ayo, kita cari. Arthur, selamatkan Barlder. Seret ke sini. Angellia ikut! Kita cari mereka," perintah Aroon yang menggandeng kedua gadis itu. Mata mereka terus menyusuri kastel ini. "Sudah, puas kalian?" Wanita yang sudah berlumuran darah dan tubuh hancur itu menyeringai dan tangannya menyentuh tangan Charless. "Ayo, ikut bermain denganku!" ajak Meliai yang memutarkan kepalanya sampai 360 derajat. Leo membelalakkan dan mundur. Charless yang ingin mecabik lagi tertahan oleh tangan Meliai yang
"Tante, aku bisa menghidupkan orang. Aku bisa bangkitkan Julie, kan? Bisa, kan?" tanya Jasmine yang menggenggam tangan Eleanor. Namun, cenayang itu menggelengkan kepala. "Tetap tidak bisa, Jasmine. Kutukan abdi itu yang mengurung kekal Julie. Jantungnya sudah diambil juga. Kita sudah terlambat!" tegas Eleanor yang mematahkan semangat Jasmine. "Tante, gunakan air penyembuh? Bisa, kan? Aku mohon, apapun harus kita lakukan," jerit Leo yang memangku Julie. Eleanor terdiam dan menggelengkan kepalanya. "Jahat! Dewa, kenapa Julie yang harus berkorban! Kenapa aku tidak mati? Kenapa? Dewa!" murka Jasmine yang menghentakan kaki dan mengamuk sejadi-jadinya. Charless langsung memeluknya dari depan menenangkan Jasmine yang terus berteriak. "Ayah, kita kalah! Benar-benar kalah." Arthur yang menangis sambil menenangkan adik kembarnya. "Edward, maafkan aku. Aku tidak bisa menjaga mereka. Iya, kalah telak!" seru Aroon yang duduk bersila di tanah. Di
Di pagi harinya, Julie didandani dengan cantik menggunakan gaun short dress warna ungu pastel bermotif bunga melati. Gadis yang berbaring di peti mati berwarna hitam yang terukir para Dewa-Dewi dari emas. Jasmine terus menangis dan mengelus kepala adiknya. Leo dan Charless sibuk mempersiapkan pemakaman. Eleanor dan Barlder sibuk menerima pelayat dari tempat kerja Jessica serta Leo. Serenity dan Aroon sibuk menerima pelayat dari pihak keluarga. Angelia, Arthur, dan Aloria sibuk menerima pelayat dari sekolah Julie dan Jasmine. Teman-teman di kelas tidak menyangka pertemuan kemarin itu adalah yang terakhir kalinya. Teman sebangku dengan Julie pun menangis histeris di samping Jasmine. Namanya Cecilia gadis seumuran dengan Julie itu dengan rambut dikepang dua. Dia membawa banyak barang ada lentera kecil, foto kelas dan lain-lainnya. Disusun melingkari tubuh Julie, Jasmine pun meletakan boneka kelinci kesayangan Julie. "Julie, katanya kita mau main ke festival lagi. Kenapa kemar
"Jasmine, kita bisa bicara sebentar?" tanya Leo yang menghampiri adiknya yang masih duduk diam di samping makam. "Apa? Mau pergi tinggalkan aku, kan? Kakak jahat!" teriak Jasmine yang membuat semua terdiam. Para pelayat sudah pulang semua. Hanya tersisakan mereka saja. "Hm, dengar. Aku tidak akan meninggalkanmu. Kita bisa bertukar kabar pakai ponsel, kan? Aku hanya satu bulan di Hamburg, Sayang. Kalau kamu kangen boleh datang tapi jangan sendirian." Leo menjelaskan panjang lebar. Membuat Jasmine meliriknya. "Itu benar? Tidak, akan meninggalkanku? Boleh, seperti itu?" tanya Jasmine memastikan lagi. Dia menatap dalam Leo. "Iya, benar. Mana mungkin aku meninggalkanmu sendirian. Pengorbananku sia-sia dong kalau seperti itu." Leo memeluk Jasmine erat-erat. Pasti rindu yang akan menumpuk selama satu bulan mendatang. "Boleh, tapi ingat kabari aku kalau kamu mau datang. Kita harus berhati-hati lagi. Janji?" pinta Leo yang mengaitkan jari kel
"Oh, begitu. Oke. Tapi, kenapa buku itu ada di Paman?" tanya Jasmine yang mengingat-ingat, tidak pernah melihat buku itu. "Yah, tadi menemukan buku ini di balik lemari baju. Tertanam di dinding. Aku bacakan sedikit, biar kamu penasaran." Joan pun membaca isi buku itu. Di dengar semua dan Leo jadi kesal. "Hah! Aku malas mendengarkannya!" seru Leo. Dia langsung memasang earphone dan mendengarkan musik Metallica. "Kak, jangan seperti itu. Paman, sedang mencoba membayar hutangnya. Selama ini paman selalu di belakang Jasmine dan Kak Leo, kan?" bujuk Angellia yang memahami maksud Joan yang mulai pendekatan. "Oh, ya. Kamu berpikir seperti itu? Yakin? Bukan, menipu atau menghasut aku dan adikku?" tanya Leo yang menatap Angellia di hadapannya. "Hm, ragu juga sih. Datang di waktu yang krisis seperti ini. Lebih ke terlambat, ya." balas Angellia yang melirik Joan dan Jasmine yang sedang asik mendengar cerita Jessica. "Angellia, Arthur.
Leo berjalan ke arah kamar mandi, Jasmine mengikuti karena takut melakukan hal berbahaya lagi. Jasmine merasa hancur melihat kakak kesayangannya menjadi seperti ini. Joan yang ingin menyusul pun dicegah Si Kembar. Si Kembar terus membujuk untuk tetap di sini. Leo menyalakan shower, duduk di bathtub putih. Dia memeluk lututnya dengan mencengkeram celana jeans. Jasmine menatap sendu Leo, ternyata hancur hatinya tak seberapa dibandingkan kehancuran hati Sang kakak. Leo sangat rapuh sekarang, hatinya hancur lebur tak tersisa. Tubuh Leo terus dihujani air yang membuatnya tenang, tangisnya terhapus air yang mengalir. Ketika Leo menjambak rambut berkali-kali, Jasmine pun terus menghentikan berkali-kali. Jasmine mengelus rambut Leo, terus mengecup kening dan punggung tangan pria itu. Mereka tidak berbicara, hanya ditemani suara isak tangis dan air shower. Air mulai memenuhi bathtub, Jasmine mematikan air itu. Gadis itu perlahan masuk ke bathtub juga, Leo mendongak dan menatap kehe
"Argh! Sakit!" jerit salah satu kandidat, yang berbohong dan menerima hukuman setrum kejut listrik yang dipasang seluruh tubuh. Tubuhnya berasap dan kelojotan keberbagai arah. Dia jatuh dari kursi dan semakin kejang-kejang. "Sudah kamu cek?" tanya Aroon yang menatap sinis orang dihadapannya itu. "Sudah, Pak. Betul, dia berbohong." Komandan menekan terus tombol on off setrum kejut listrik itu. "Hah! Padahal dia bisa jadi ajudan ke-3 istriku. Tambah dayanya! Jangan dibangkitkan lagi. Bunuh!" perintah Aroon yang memukul meja. Dia kesal masih saja kecolongan dapat penyusup dan pengkhianat. Tinggal dua orang lagi, dua-duanya lolos dengan nilai terbaik. Hanya beda 5 poin diantara mereka. Kandidat nama 012 alias Vincent Peach akan menjadi ajudan Si Kembar. Aroon mengurungkan niat untuk menjadikan Vincent ajudan Ke-3 istrinya. Karena kurang efektif dan keahliannya lebih cocok untuk Si Kembar. Sean Pearl menjadi ajudan Leo untuk membantu dan melindungi
"Oke, baguslah. Hati-hatilah, jaga Leo dengan baik. Dia keluarga Albiano dan keluarga Pierce juga." Charless menepuk-nepuk bahu Sean. Sean pun mengangguk dan memberi hormat ke Charless dan Leo. "Angel! Dekati saja. Sana!" teriak Arthur yang mendorong Angellia yang terus menatap dalam Vincent. Vincent yang membalas tatapan itu dengan senyuman manisnya. "Ada apa, Nona?" tanya Vincent dengan lembut. Angellia terdiam dan tersipu malu. "Ja-jangan panggil nona. Panggil saja nama. Boleh? Bisa?" tanya Angellia yang memegang lengan kekar itu. Vincent melirik Aroon dan dijawab dengan mengangguk setuju. "Baik, Angellia? Atau Angel?" Vincent mengedipkan mata. Angellia langsung meleleh dan Arthur merasa kesal. "Hm, Angel saja. Asik! Punya kakak baru lagi!" teriak Angellia dengan memeluk Vincent. Vincent terkejut dan membalas pelukan itu. "Boleh? Aku anggap kakak juga?" Angellia mendongak. Membuat pria tinggi besar itu tersentuh dan meng