”Cih! Makhluk licik!” gerutu Charless marah dan memerintahkan peliharaannya untuk memakannya.
”Sialan! Dia mulai berani!” murka Leo dan memerintahkan Sang singa untuk cepat membunuhnya. ”Sst ...! Jangan bersuara. Aku juga mendengar sesuatu di atas!” pinta Aroon mulai melihat sekeliling.Julie memperhatikan dengan teliti, melihat satu celah retakan. Dia fokus, terlihat ada bentuk kecil tajam keluar. Seperti kaki kecil yang bergerak-gerak sedang menggali atap itu. Sang peliharaan mendengar perintah tuannya. Serigala menekan gigi-giginya, makhluk itu pun meronta-ronta kesakitan. Dia melemparkannya ke atas dan menghantam tanah. Dia menghampiri makhluk yang tergeletak tidak berdaya. Tadinya ingin di cincang diurungkan niatnya. Karena jika dipotong-potong pasti hidup kembali. Charless memutuskan untuk membakarnya dengan api neraka yang bisa keluar dari peliharaannya. Charless tarik napas dalam-dalam, Serigala Cerberus mengumpulkan api di mulutnya. Dia mengarahAloria pun sadar, mulai bangkit menyeret badannya. Barlder pun langsung menggendongnya. Tiba-tiba dari arah belakang kerumunan itu berkumpul. Membentuk ombak besar yang ingin menyapu bersih orang yang ada dihadapannya. Charless melihat hal itu dengan sigap memanggil dua serigala agar membakar mereka dengan api neraka. Charless tanpa berpikir panjang penuh kemarahan. Serigala sudah mengumpulkan api di mulut menunggu perintah tuannya. Barlder berlari cepat menghindari ombak itu. Aloria menggapainya perlahan semua tubuh masuk ke dalam pelindung. Mereka terselamatkan, tepat selisih beberapa detik saja mungkin benar-benar akan mati. ”Sekarang bakar mereka! Sampai tidak tersisa cepat!” murka Charless tanpa memikirkan dampak dari pemusnahan ini. ”Tu-tunggu du-dulu. Charless jangan!” teriak Leo. Sudah terlambat api membumbung tinggi, membakar seluruh ruangan ini. ”Tidak! Pasti kita mati!” serentak Serenity dan Julie berteriak melihat api di mana-mana. Merasakan
Eleanor menahan amarahnya, dengan kesal melampiaskannya ke roh yang terus menghalanginya. Dia mengeluarkan kilat petir berkekuatan dua kali lipat, membuat daya ledaknya meningkat. Alhasil terpendal jauh dan semua musnah dalam satu serangan. Eleanor berjalan dan berhenti di depan pintu mengetuknya tiga kali. Suaranya menggema di seluruh ruangan itu. Mereka terkejut saling menatap dan merasakan ketakutan. Mereka terdiam mendengar berapa jumlah ketukan itu. Jasmine bersembunyi di belakang tubuh Angellia. Anggellia dengan tangan gemetar hebat, lantas membuka pintu itu. Mereka melihat sesosok wanita yang telah menyelamatkannya. Ada kelegaan yang membawa kebahagiaan, Jasmine menghela napas panjang dan tersenyum. ”Kalian baik-baik saja?” tanya Eleanor sedikit cemas sambil menutup pintu. ”Ka-kami baik-baik saja dan Tante si-siapa?” tanya Angellia masih penasaran melihat-lihat dari ujung kaki hingga ujung rambut. ”Baguslah, perkenalkan namaku Eleanor Bertilda sa
Semua orang saling bertatapan kebingungan, melihat tingkah Leo. Barlder dan Aroon menepuk-nepuk bahu Leo. Serenity masih sibuk menangani Aloria yang satu persatu lukanya harus dijahit. Seluruh tubuh Aloria harus dibasahi cairan NaCl, membuat rasa sakit yang bertubi-tubi. Selang infus dan kantong darah menancap di kedua tangan Aloria. Terdengar jelas setiap jarum dan benang bergesekan dengan daging juga kulit. Tetesan keringat membanjiri tubuh Aloria, suntikan anti nyeri tak ada gunanya. Cairan antibiotik pun sudah disuntikkan. Diberikan obat bius? Sangat berbahaya untuk digunakan ke orang dalam keadaan kritis. Mengapa tidak menggunakan sihir? Tentu hal bodoh bila dilakukan dengan keadaan seperti itu. Energi Elenaor sudah terkuras habis, semua kekuatan sihirnya pun sama. Jadi butuh waktu dalam pemulihannya.Julie keluar dari kamar mandi melihat kedua kakaknya saling berpelukan. Dia berlari dan memeluk erat mereka. Tiga bersaudara itu tenggelam dalam tangisan pilu. Aroon berk
”Tidak, ada apa-apa. Sebaiknya kalian ke bawah saja. Tinggalkan aku, ayahmu, dan Aloria. Aku akan memperbaiki rumah ini. Tapi tunggu 10 menit lagi.” Eleanor memerintahkan Charless membawa semuanya ke lantai satu. Ruangan itu hanya tersisakan tiga orang. Dia memulai perdebatan itu yang menentukan langkah selanjutnya. ”Iya, aku tau tapi bila tidak melakukan hal itu. Kita sama saja bunuh diri. Dia pasti menyiapkan pasukan ratusan mungkin ribuan atau miliyaran. Kamu tau sendirikan! Dia sangat hebat dalam merekrut." kata Eleanor yang bangkit dan duduk berdampingan. "Sudah berapa korban, takluk oleh wanita itu? Lalu harus diam? Atau tetap memaksakan anak-anak yang masih belum kuat ini untuk berperang? Kamu ingin membunuh mereka?” seru Eleanor menahan tangis sambil merangkul pinggang dan menyenderkan kepala di dada suaminya. Barlder mulai berpikir. ”Aku tidak mau mengambil resiko itu. Pasti wanita jalang itu sudah mempersiapkan pasukan lebih banyak. Sayang, ko
Walau Angellia tidak memiliki ke istimewaan dalam penglihatan. Dia memiliki sensor firasat yang sangat sensitif. Dapat merasakan aura jahat, sifat jahat, dan perilaku jahat pun bisa. Angellia gemetar perlahan mundur dan bersembunyi di balik tembok. Aura jahat itu sepertinya tidak asing bagi Angellia tapi siapa. ”Di dalam ada Jasmine? Cepat buka pintunya!” seru Serenity. Serenity baru jarak beberapa sentimeter ingin menyentuh pegangan pintu. Perlahan dari warna besi berubah menjadi warna merah api. Begitu panas luar biasa dan tangan dia ditarik oleh Charless. Kalau telat sedikit mungkin kulitnya sudah menempel dan melepuh. ”Jangan sentuh pintu. Bahaya! Lebih baik kalian semua diam di ruang makan. Tunggu saja! Kami yang akan mengurus hal ini,” perintah Charless untuk menghindari korban lagi. Dia berinisiatif seperti itu. Mereka setuju dengan rasa cemas saat meninggalkan tempat. ”Terima kasih, Charless. Baiklah kami mengerti. Jaga Jasmine baik-b
”Tidak apa-apa, Bu! Hanya saja aku berpikir kalau Aloria yang mengalami hal tadi. Bagaimana? Aku sangat takut, Bu,” lirih Charless menatap dalam Aloria dan mengelus lembut rambutnya. Sang adik hanya membalas dengan senyuman manis. Aloria mengerti Charless sangat menyayangi dan melindungi adiknya. ”Kan aku punya Kakak. Sang Manusia Serigala yang selalu melindungiku. oke, ibu! Aku akan menyembuhkan Jasmine. Ibu fokus saja untuk memperbaiki rumah ini,” tegas Aloria. Lalu memeluk erat Charless. Aloria bangkit dan dituntun kakaknya menuju meja makan. ”Dasar kalian! Tidak akan terjadi Charless. Tenang dia kuat. Baiklah aku akan kembali ke lantai dua. Jaga baik-baik, Jasmine. Ingat itu!” perintah Eleanor yang berlalu dan mengajak suaminya untuk membantu proses perbaikan rumah itu.Aloria mendekati meja dan duduk di kursi paling tengah bersebelahan dengan Leo. Aloria menoleh padanya hingga saling bertatapan dengan Leo. Sesaat mereka berbalasan dengan senyum mani
”Hmm, kalau dalam buku ini menunjukan tempat gua, pasti ada senjata itu di sini. Mana mungkin salah. Benar, kan, Arthur?” tanya Leo lalu menoleh menunggu jawaban dari Arthur. ”Yup! Benar dan butuh waktu yang lama mencarinya. Bagaimana kalau kita berpencar menjadi dua kelompok? Untuk mempersingkat waktu.” Arthur bertanya ke semua dan serempak menjawab setuju. Tim 1; Jasmine, Arthur, Angellia, dan Barlder. Tim 2; Leo, Charless, Eleanor, dan Aroon. Semua tim pun berpencar mencari senjata legenda. Pedang sakral sangat susah mendapatkannya. Tapi, ke tempat itu adalah harapan terakhir. Arthur yang mulai menyadari mereka menyusuri dalam gua. Dia memutuskan untuk mengikuti tim satu yang ada dirinya. Dalam lamunannya terbesit satu kata, melintasi dimensi waktu. Berarti kejadian sekarang adalah masa depan yang akan terjadi. "Dalam masa ini, kita tidak bisa merubah apa pun. Bila melakukan perubahan sekarang, maka akan merubah masa depan yang selanjutnya," gumam A
”Hmm, Kamu siapa? Aku ada di mana? Mana Istriku?” tanya Arthur membuka mata dan bangkit menjauhi Edward. ”Apa? Nak, tidak mengenalku? Kamu ada di sarang iblis! Kamu tidak memiliki Istri. Tatap mataku!” murka Edward sambil menatap dalam mata Arthur. Edward tidak percaya, melihat bola mata anak itu sudah berubah warna menjadi hitam pekat. Arthur terhipnotis oleh Meliai. Untung hanya di alam bawah sadarnya. Kalau di dunia nyata entah apa yang akan terjadi. ”Tidak! Siapa kamu? Menjauh dariku, sarang iblis? Ini Istanaku. Oh, iya aku Raja. Sedangkan, Ratu adalah Meliai istriku!” Arthur berteriak melangkah mundur mencari-cari Istrinya itu. ”Arthur! Sadarlah! Jangan mau tertipu oleh wanita jalang itu. Ini aku. Ayah sahabatmu! Kamu belum menikah dengan siapa pun.” jerit Edward mencoba mendekati lagi tetapi tetap Arthur mundur menghindarinya. “Kamu yang harusnya sadar. Ini Istanaku! Berani-beraninya memerintah dan membentakku! Aku tidak mengenalmu! Istr
"Sudah siap, Leo? Ingat, jangan ragu! Salah sedikit kita bisa adu tembak," pinta Sean yang sedang merapikan kemeja berdasi hitam itu, lalu memakai jaket coat panjang berwarna hitam. "Huh! Siap! Baiklah, aku paham. Tapi, jujur saja. Aku gugup, Kak Sean." Leo mengambil batu sihir dan menyerahkan satunya lagi ke Mayor. "Pasti, tapi tenang ada aku di sampingmu. Lakukanlah sesuai latihan kita tadi. Jangan lupa, aku jadi Steven dan kamu Lavier!" Sean mengambilnya sambil menjinjing tas kotak silver berisi uang banyak. "Hmm, oke-oke. Pengalaman pertama yang mendebarkan." Leo merapikan rambut blonde-nya dan memakai jaket coat pendek berwarna abu-abu. Lalu, menggunakan kacamata bertangkai emas. Mereka pun menggunakan mobil mewah yang sudah Sean sewa kemarin. Sean menggunakan cincin bermata biru dan Leo bercincin berlian dengan inisial L. Pakaian yang bermerek dari ujung leher sampai kaki menghiasi dua pria itu. Leo yang terus mengendalikan emosi dan ket
"Di mana ini? Perasaan aku tidur di sofa!" batin Leo yang syok melihat sekitarnya ada pohon pinus. "Di hutan? Tidak ada cahaya matahari! Kabutnya tebal juga," keluh Leo yang terus mengucek mata dan bangun. "Leo ... kemari ... Leo, sini kita main!" ajak suara gadis kecil dari arah samping Leo, tapi wujudnya tidak ada. Leo semakin tidak percaya melihat tangan yang mengecil. "Siapa kamu? Keluar! Hah, tubuhku mengecil?" teriak Leo yang meraba-raba tubuh tidak berotot itu. Dia seperti anak berumur 14 tahun. "Ayo, kita bermain petak umpet di sini. Leo ... lihat aku!" teriak gadis yang perlahan muncul di sampingnya dan merangkul tangan Leo. "Zena? Zena!" panggil Leo yang langsung menoleh dan menggenggam erat kedua bahu gadis itu. "Iya, lalu siapa lagi? Di sini hanya kita saja. Ayo, main." Zena yang masih muda dan cantik dengan rambut panjang berwarna putih. Dia tersenyum manis dan berjalan ke pohon pinus yang tinggi. "Ka
Leo yang mendengar teriakan itu langsung menoleh ke arah kerumunan. Saat Leo baru melangkah, ponselnya berdering dan melihat layar yang terpampang nama Jasmine. Sang kakak baru ingat sudah dua hari tidak menghubungi Jasmine. Leo yang hanya melihat kerumunan tadi langsung bubar. Dia hanya melihat wanita yang sedang di seret paksa pria paruh baya. Dia mengangkat telepon dan mendengar kemarahan Sang adik yang terus mengomel. Leo hanya terdiam dan tersenyum lebar, baru saja dua Minggu ditinggalkan sudah merindukan semuanya. Dia cekikikan yang membuat lawan bicaranya merengek dan mengeluh dengan jadwal latihan yang semakin sulit. Charless yang terus menyebalkan dan jahil. Tentu, keluhan soal Leo melanggar janjinya yang harus setiap hari berkomunikasi dengan Jasmine. "Oke-oke, maaf. Maaf, Sayang. Aku sibuk sampai lupa," jelas Leo yang melirik Sean yang masih memilih daging. "Kakak! Aku juga sibuk masih bisa kirim pesan dan menelepon tuh!" gerutu Jasmine yang istirahat
"Hah, terserah kamu saja. Aku paham! Tapi ... aku tidak bisa meninggalkan tempat ini!" seru Pedro yang terlihat cemas bila ikut melakukan pencarian bersama-sama. "Takut sama musuhmu? Atau kamu tidak ingin bertemu dengan Haden?" tanya Sean yang membuat Pedro terdiam. "Bukan, iya. Aku tidak bisa menatap wajah anak itu. Aku tidak sanggup." Pedro termenung mengingat kenangan lampau. Saat Pedro melepas tangan kecil Haden. Anak kecil yang merengek dan menangis kencang karena ditinggal pergi Pedro. "Kalau kamu menghindar terus. Haden akan semakin membencimu. Mau?" Sean menatap tajam Pedro yang menahan tangis. "Ingat, mungkin pertemuanmu yang sekarang akan membuat Haden marah besar." Sean menghela napas panjang. "Tetapi, kamu harus jelaskan alasannya agar kesalahan pahaman tidak terjadi lagi. Dia sudah besar sekarang pasti akan mengerti." Lanjut Sean sambil memanggil Leo untuk kembali ke kursi. "Kalau hal ini berat untukmu. Aku tid
Sean dan Leo jalan perlahan menyusuri anak tangga yang panjang ke bawah. Anak tangga yang berputar tanpa ujung, hawa mencekam dengan hanya di sinar satu cahaya di depan saja. Leo melihat ke bawah dan sampingnya hanya gelap gulita. Sean yang tetap fokus dan menajamkan instingnya. Dari kejauhan terdengar suara riuh orang-orang yang berjalan dan berbicara. Tiba-tiba diujung tangga itu cahaya tadi semakin bersinar menyilaukan mata. Sean dan Leo menutup mata, kedua pria itu syok diam diantara kerumunan orang yang sibuk bekerja di pasar lokal. Mereka bingung ada di mana, sayup-sayup terdengar suara bisikan, "ikuti anak panah itu." Suara pria nan dingin. Sean menolah ke tuannya dan saling mengangguk paham. Leo mencari anak panah yang dimaksud bisikan itu. Dia menemukan satu di dinding penjual ikan laut. Dia menarik Sean dan berjalan ke sana. Anehnya orang-orang di pasar itu tidak terganggu atau tidak melihat beradaan Leo dan Sean. Mereka saling melirik dan mengangkat bahu, berjal
"Hah, ranselnya berat sekali. Tante, Paman. Alat sihirnya kenapa banyak sekali?" keluh Leo yang memasukan alat sihir ke kantung ajaib yang diberikan Eleanor. "Ini pasti akan berguna. Karena kita tidak bisa membantu dengan cepat. Setidaknya benda-benda ini bisa menolongmu di situasi genting," jelas Elanor yang mengelus rambut Leo. "Nak, bawa obat-obatan medis ini. Komandan Tommy, memberitahu barang tambahanmu," ucap Serenity sambil terisak-isak menahan tangisnya dan menyodorkan kotak medis lengkap lalu dimasukan ke dalam ransel. "Oh, iya. Terima kasih, Tante dan Ibu Serenity. Kalian jangan menangis dong. Aku makin sedih." Leo menghampiri dua wanita dewasa yang tidak kuasa menahan tangisan. Leo memeluk erat kedua orang yang sudah dianggapnya sebagai ibu. "Aku akan baik-baik saja. Ada Kak Sean bersamaku. Kalian jaga kesehatan dan aku titip adik-adikku, ya. Kalau nakal pukul dan hukum mereka, oke." Leo mengecup kedua kening dan pipi Eleanor dan Serenity. Leo juga menghapus air mata m
"Oh, Zena Blitz, kan? Aku ingat sekarang. Dia juga bilang sudah tidak punya keluarga lagi selain ayahnya. Oh, anak yang malang." Leo membekap mulutnya dan merasakan kesedihan itu. "Kalau yang dibicarakan Pedro, aku lupa-lupa ingat namanya. Tapi, wajahnya aku ingat." Lanjut Leo yang sedang berpikir keras. "Sama aku pun. Yang aku ingat anak itu menyebalkan! Paling sombong dan arogan," seru Charless yang menepuk bahu Leo. Leo hanya tersenyum dan mengangguk. "Oh, orang itu. Aku ingat yang rambutnya cokelat muda hampir ke blonde gitu. Hmm ... Haden Lodern! Yah, itu!" teriak Arthur yang menghampiri Leo dan Charless. "Ah, itu! Aku ingat! Pria paling menyebalkan," seru Angellia yang mengingat hal itu lagi. Memori yang kelam saat dijahili dan ditinggalkan di ruangan gelap oleh Haden itu. "Yah, sudah. Leo dan Mayor Sean bersiap-siaplah. Bawa semua perlengkapan. Jika ada yang kurang hubungi Komandan Tommy. Nanti makan siang bergabung lagi," per
"Oke, baguslah. Hati-hatilah, jaga Leo dengan baik. Dia keluarga Albiano dan keluarga Pierce juga." Charless menepuk-nepuk bahu Sean. Sean pun mengangguk dan memberi hormat ke Charless dan Leo. "Angel! Dekati saja. Sana!" teriak Arthur yang mendorong Angellia yang terus menatap dalam Vincent. Vincent yang membalas tatapan itu dengan senyuman manisnya. "Ada apa, Nona?" tanya Vincent dengan lembut. Angellia terdiam dan tersipu malu. "Ja-jangan panggil nona. Panggil saja nama. Boleh? Bisa?" tanya Angellia yang memegang lengan kekar itu. Vincent melirik Aroon dan dijawab dengan mengangguk setuju. "Baik, Angellia? Atau Angel?" Vincent mengedipkan mata. Angellia langsung meleleh dan Arthur merasa kesal. "Hm, Angel saja. Asik! Punya kakak baru lagi!" teriak Angellia dengan memeluk Vincent. Vincent terkejut dan membalas pelukan itu. "Boleh? Aku anggap kakak juga?" Angellia mendongak. Membuat pria tinggi besar itu tersentuh dan meng
"Argh! Sakit!" jerit salah satu kandidat, yang berbohong dan menerima hukuman setrum kejut listrik yang dipasang seluruh tubuh. Tubuhnya berasap dan kelojotan keberbagai arah. Dia jatuh dari kursi dan semakin kejang-kejang. "Sudah kamu cek?" tanya Aroon yang menatap sinis orang dihadapannya itu. "Sudah, Pak. Betul, dia berbohong." Komandan menekan terus tombol on off setrum kejut listrik itu. "Hah! Padahal dia bisa jadi ajudan ke-3 istriku. Tambah dayanya! Jangan dibangkitkan lagi. Bunuh!" perintah Aroon yang memukul meja. Dia kesal masih saja kecolongan dapat penyusup dan pengkhianat. Tinggal dua orang lagi, dua-duanya lolos dengan nilai terbaik. Hanya beda 5 poin diantara mereka. Kandidat nama 012 alias Vincent Peach akan menjadi ajudan Si Kembar. Aroon mengurungkan niat untuk menjadikan Vincent ajudan Ke-3 istrinya. Karena kurang efektif dan keahliannya lebih cocok untuk Si Kembar. Sean Pearl menjadi ajudan Leo untuk membantu dan melindungi