Share

Permintaan Maaf

Penulis: Nailin RA
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Maafkan aku Laras. Malam itu, entah ada apa dengan diriku. Namun aku begitu menginginkannya. Jika bukan padamu, pada siapa lagi kusalurkan?” ucap Mas Danu saat mengantarku kontrol kandungan.

Aku terdiam. Pasti ia menyesal, karena melakukan sesuatu di bawah pengaruh obat. Rahasia itu terus kusimpan hingga ibu meninggal.

“Laras, jika kamu menginginkan sesuatu, katakan saja. Kamu sudah berkorban untuk ibuku. Merawatnya sedemikian rupa. Bahkan aku, anak tunggalnya, tak bisa setelaten kamu untuk merawat ibu,” ujar Mas Danu setelah anak pertama kami lahir.

Aku tengah sibuk mengurus bayi satu tahun, namun tak abai pada ibu mertuaku yang sakit keras akibat sel kanker menggerogotinya.

“Apa lagi yang kuinginkan? Selama Mas di sini, itu sudah cukup.”

Pria tampan itu menunduk.

“Mungkin, kamu ingin memperoleh kebebasan?”

Itukah yang bermain di benaknya?

Aku menggeleng halus. “Tidak Mas, bahkan sampai mati, aku ingin mati sebagai istrimu. Aku senantiasa berdoa, kelak Mas bisa memperlakukanku selayaknya suami kepada istri.”

Kulihat air mukanya berubah. Terlihat rasa bersalah.

Sekeras apapun dia berusaha, aku sadar, aku bukan seseorang yang didambakannya.

***

Anak kedua kami lahir setelah ibu wafat. Kala itu, Mas Danu yang berduka berat, kupeluk erat. Air matanya tumpah ke dadaku. Membuat muara yang lama menggenang, akhirnya melaju ke samudera indahnya.

Tak bisa kulupakan malam kedua kami, yang seharusnya terjadi pada malam pertama. Mas Danu memperlakukanku dengan lembut. Mungkin sejak itulah, keberadaan Mas Danu jadi candu bagiku. Trauma hilang, berganti senang saat ia datang. Meski aku tahu, nafkah batin itu sebatas pemenuhan hasrat baginya. Namun bagiku, itu adalah awal cinta buta ini bermekaran.

Saat aku mengandung anak kedua, aku mulai memberanikan diri bermanja-manja padanya. Lantas Mas Danu menarik keras garis batas, agar aku berhenti melakukan hal-hal seperti itu. Karena hal-hal seperti itu, hanya membuatnya merasa bersalah dan terbebani.

“Aku menghargaimu karena kamu ibu anak-anakku. Menghargaimu karena kamu menantu pilihan ibuku. Menghargaimu karena kamu wanita yang baik dan tulus. Tapi jangan berharap lebih. Jangan menggangguku dengan pesan-pesan singkatmu. Jangan menggangguku dengan rengekan manjamu. Jangan menggangguku dengan hasratmu. Aku tak punya waktu. Aku sibuk bekerja dan perasaanku padamu masih sama seperti dulu kala.”

Hancurlah hatiku untuk kesekian kali. Kapan aku bisa menghuni hatinya? Semenjak itu, aku berhati-hati dengan semua sikapku. Tak ingin membebani atau mengganggunya dengan perhatianku yang dirasanya percuma. Meski aku masih sama, melayani setiap kebutuhannya dengan paripurna. Tak ingin kudengar ia mengeluhkan pelayananku, karena aku terlalu takut kehilangannya.

***

Hari-hari yang suram seakan tak pernah bosan menaungi rumah tangga kami. Setiap kucuci bajunya, ada aroma parfum wanita lain menempel di sana. Jika kulihat teleponnya berbunyi, ada satu nama misterius di layar gawainya. Mawar. Belakangan aku tahu, Mawar itu adalah Sekar. Wanita yang dicintai suamiku, sejak dulu kala.

Bagaimana jika dia memilih bercerai demi Sekar? Apakah aku siap menjadi single parent tanpa dia sebagai tulang punggungnya? Apakah aku siap kehilangan suami semaskulin dia, yang dengan melihatnya tidur di sisiku saja, telah menerbitkan kelopak-kelopak bunga? Apakah aku siap hidup tanpa bisa menyentuhnya, menghirup aroma tubuhnya, tenggelam dalam senyumnya, atau membeku dalam tatapannya. Ternyata aku tak bisa. Membayangkan itu saja sudah habis seluruh tenaga. Remuk tak bersisa. Kehilangan dia dalam beberapa hari saja untuk alasan kerja sudah terlalu sulit dan sakit bagiku. Apalagi kehilangan untuk selamanya.

***

“Laras. Maafkan aku. Sudah lima tahun kita bersama. Tapi aku belum mampu membahagiakanmu,” kata Mas Danu malam ini sambil menggenggam jemariku. Ini ulang tahun pernikahan kami yang kelima. Apakah sudah saatnya? Saat ia akan belajar mencintaiku seutuhnya? Apakah ketulusanku telah mampu menyentuh hatinya?

“Sudah saatnya kita berpisah, Laras. Aku akan melepasmu agar kau bisa mengejar bahagia,” ujar Mas Danu dengan paras berteruhkan duka.

Langit seolah runtuh. Bumi seolah terbelah. Ke mana aku harus lari dan bersembunyi kini? Seharusnya, makan malam ini menjadi makan malam yang romantis. Seharusnya, aku bisa menduga kenapa ia mengajakku keluar makan malam berdua untuk pertama kalinya. Seharusnya, aku di rumah saja. Seharusnya aku terlahir tuli, agar tidak ada kata-kata yang bisa melukaiku dengan hebatnya.

“Jangan ada kata pisah, Mas,” pintaku sambil menahan air mata. “Percayalah, aku bahagia! Aku bahagia sebagai istrimu. Aku bahagia jadi ibu anak-anakmu. Aku bahagia karena memiliki keluarga setelah nenek tiada. Aku tak mau berpisah Mas. Jika memang harus berpisah, biarlah kematian yang memisahkan.”

Bulir-bulir bening menetes tanpa bisa dicegah. Ratusan malam dingin tak mengapa, asal kami bisa selalu bersama. Dengan begitu, aku bisa menanam harapan bahwa di kemudian hari, Mas Danu bisa mencintaiku pada akhirnya.

“Aku sudah memiliki seseorang Laras. Seseorang yang selama ini menghuni hatiku. Seseorang yang selama ini menungguku. Karena aku telah berjanji, suatu hari akan jadi milik dia seutuhnya,” ungkapnya.

Tidak!!! Aku berharap ia merahasiakan fakta itu dariku, selamanya. Aku sudah tahu, namun tak ingin tahu darinya. Biarlah aku pura-pura tak tahu, asal dia tetap di sisiku.

“Aku tak ingin tahu siapa yang saat ini di hatimu, Mas. Namun di hatiku, hanya ada Mas Danu. Dari pertama dan kuingin selamanya.”

“Aku telah mengkhianatimu, Laras. Bagaimana bisa kamu memaafkan itu?”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri Hartati
cinta memang seindah memaafkan.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Wanita Berhati Baja   Dicap Bodoh

    “Aku selalu bisa memaafkanmu, Mas. Bukankah kamu sudah tahu itu? Berapapun banyaknya air mata yang kau pinta dariku, aku rela. Akan kuberi semua yang kupunya dengan sukacita.” Walau aku sadar, aku tak punya apa-apa.“Kenapa harus menyiksa diri? Kita berhak bahagia. Namun, kita tidak akan bisa bahagia jika terus bersama.”“Bahagiaku jika ada di sisimu. Mas tak perlu melakukan apa-apa. Cukup izinkan aku terus di sisimu. Itu sudah lebih dari cukup.”“Jangan memaksa, Laras! Mari kita akhiri saja.”Aku menggeleng kuat-kuat. Air mata terus terburai. “Apa salah ku, Mas? Kenapa kamu tak mengizinkanku? Jika Mas ingin menikahi dia, nikahilah, Mas. Tapi aku tak mau bercerai darimu!”“Kenapa kamu sebodoh itu, Laras? Wanita mana yang sanggup dimadu?”“Jika itu satu-satunya jalan agar aku bisa mempertahankan pernikahanku, maka aku sanggup, Mas. Akan kulewati setiap badai demi keutuhan rumah tangga kita.”Bagiku madu itu lebih baik dar

  • Wanita Berhati Baja   Tamu Cantik

    Dia melihat padaku, bangkit berdiri, tersenyum dan memberi salam dengan menundukkan kepalanya singkat. Kenapa ia bisa santai menghadapiku, sementara aku langsung panas dingin gara-gara kedatangannya. Apakah ia sedang meninjau istana yang akan jadi singgasananya? Seketika aku takut dan berharap semua yang ia lihat hanyalah keburukan, sehingga ia tak berhasrat merenggut apa pun dari kami.Mengerahkan segenap kekuatan yang ada, kuingin tegar menghadapi apa pun sebagai konsekuensi tanggung jawabku sebagai istri, ibu, serta menantu yang membuat mertuaku bahagia di ujung menutup mata. Aku tak boleh lemah ataupun goyah, karena kebahagiaan anakku dipertaruhkan. Juga demi wasiat mertua agar aku bertahan menghadapi setiap cobaan.“Maaf mbak, aku datang pagi-pagi sekali. Bisakah kita bicara sebentar? Ini penting,” pintanya dengan suara yang merdu mendayu.Sekar Diandrasukma memiliki semua yang diinginkan seorang pria pada wanita. Bagaimana aku bisa mencegah Mas Danu berhenti mencintainya, jika w

  • Wanita Berhati Baja   Malam yang Menyakitkan

    Sekar menggelengkan kepala. Kini raut wajahnya memucat. Barangkali ia tak menyangka aku akan berkata demikian.Kata-kata itu, adalah kata-kata yang sering bergema dalam pikiranku selama ini. Akhirnya kumuntahkan pula kepada biangnya. Seseorang yang mengancam keharmonisan rumah tanggaku. Seandainya harus kalah, aku ingin kalah setelah ikhtiar maksimal. Aku tak akan menyerah begitu saja, apalagi jika ada hak-hak anakku yang terbawa.Aku berjuang bukan hanya untuk hatiku yang selalu merindu, namun juga untuk hati putra putriku yang membutuhkan orangtuanya bersatu.Sekar pamit pulang dengan wajah tertekan. Tampak air mata menggantung di wajahnya yang mendung. Mungkin dia datang untuk menakuti, memancingku agar marah dan meminta cerai dari Mas Danu. Padahal perceraian adalah hal yang paling kubenci. Tak akan terjadi, meski untuk itu aku harus terbakar api.***Mas Danu pulang dengan raut kusut. Bajunya semrawut. Ada beban menggumpal di dadanya yang tidak bisa ia curahkan padaku, istrinya.

  • Wanita Berhati Baja   Perhatian Bapak

    Mentari pagi ini, seolah enggan bersinar. Berganti pekatnya tetesan air mata yang terpaksa kusembunyikan di balik senyuman.Mas Danu masih terlelap. Di hari libur, ia banyak menghabiskan waktu di rumah bersama anak-anak. Mengukir kenangan bagi dua balita yang menjadi tumpuan harapan, pewaris masa depan.“Bu, dipanggil Tuan Besar.”Bapak mertuaku bukan tipikal orang yang banyak bicara. Selama menjadi menantunya, tak banyak kata yang ia lontarkan untuk menyapa atau menasihati dengan aneka hikmah kehidupan. Hubungan bapak dengan Mas Danu, juga tak semesra hubungan Mas Danu dengan kedua anak kami. Bapak adalah orang yang banyak merenung, banyak berpikir, serta banyak berkegiatan di luar rumah. Mungkinkah, bapak merasa kurang enak badan sehingga membutuhkanku untuk merawatnya? Mengapa beliau memanggilku?Perlahan, kupenuhi panggilan bapak mertua di teras samping rumah. Tempat di mana ia melihat ikan-ikan piaraannya di kolam. Berenang lincah menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Secangkir weda

  • Wanita Berhati Baja   Make Over

    “Mbakyu... senang akhirnya bisa bertemu lagi denganmu. Aku penasaran banget, bagaimana seseorang bisa bertahan pada cinta yang menyakitkan. Coba ajari aku?” canda Caca, saat akhirnya aku menghubunginya. Ia datang bertandang kala Mas Danu pergi bekerja.Tersenyum masam mendengarnya. Bagaimanapun ... bagi orang lain, aku hanya wanita bodoh yang menempel pada pria yang sama sekali tak peduli bagaimana perasaanku ini.“Mbak, jangan khawatir. Kita make over mbak ya, jadi dalam sebulan ini, kita buat Mas Danu benar-benar melihat mbak dengan tatapan yang berbeda.” Imbuh wanita dengan lesung pipi manis ala Pretty Sinta.“Apakah cukup dengan mengubah penampilan saja?” Jika iya, rasanya sia-sia. Secantik apapun diriku berdandan, tak akan mampu menyaingi kecantikan Sekar Diandrakusuma.“No.. No.. No..” Caca menggeleng. “Enggak dong. Bapak sudah memberikan posisi buat mbak bekerja di perusahaan. Mbak akan terlihat jauh berbeda setelah bekerja. Wawasan mbak akan kian terbuka. Mbak juga akan terlih

  • Wanita Berhati Baja   Mentor Tampan

    Tugas di kantor bapak mertuaku bener-benar pekerjaan yang ringan. Bisa dibilang aku tidak sungguh bekerja. Tugasku sebagai resepsionis di meja depan. Menyapa orang datang dan pulang. Di sela-sela kerja, aku diberi tugas untuk memperdalam kemampuan berbahasa Inggris dan komputer. Sebelumnya aku sudah minta ijin Mas Danu. Ia diam. Tak mengiyakan juga tak melarang. Namun, protesnya langsung dilayangkan ke mertua.“Kenapa bapak ikut campur urusanku dan Laras?”Aku yang hendak ke ruang kerja bapak mengantar wedang jahe, mendengar percakapan mereka dengan dada berdebar kencang. Rupanya Mas Danu keberatan. Kenapa tak langsung ia sampaikan padaku?“Bukankah sudah waktunya bapak ikut campur? Setelah kamu mencoba bermain gila dengan wanita itu di tempat kerja?”“Hubunganku dengan Sekar, tak akan jadi begini jika kalian tak ikut campur.”“Kalian? Lancang omonganmu Danu. Ibumu bisa menangis mendengar ucapanmu!”“Bukankah aku sudah mengorbankan cintaku untuk berbakti pada ibu? Setelah ibu tiada, m

  • Wanita Berhati Baja   Tak Mudah Goyah

    Bak tawanan menanti hari eksekusi, setiap hari kecemasan memenuhi isi hati. Setiap Mas Danu terlambat pulang, aku dilanda insomnia. Padahal kamar kami berbeda. Namun jika tak kudengar langkah kaki, serasa sunyi tak terperi.Sudah dua hari ia tak pulang. Setiap mencoba meneleponnya, panggilanku dijawab operator ponsel. Apakah ia bersama Sekar? Sampai kapan ia baru bosan pada wanita itu? Konon katanya, pesona wanita simpanan lebih kuat dibanding istri sah. Tetapi, itu tidak akan lama. Prasangka itu terus kutanam agar bertumbuhan. Menghidupkan doktrin bahwa Sekar hanya gulma, dan aku adalah inangnya. Pada akhirnya, inanglah yang menang saat pemiliknya menyadari. Semoga Mas Danu bisa segera sadar dan kembali padaku. Kapan pun itu, ku ‘kan sabar menanti. Hal terberat adalah saat anak-anak bertanya ke mana ayahnya, tak urung jiwaku meronta. Kenapa mereka harus ikut menderita sepertinya ibunya? Kehilangan cinta dari pria yang seharusnya membuat kami utuh dan bahagia.***“Mister Mike, kala

  • Wanita Berhati Baja   Pesta Perusahaan

    “Datanglah ke peresmian perusahaan baru. Siapkan dirimu! Jangan terlambat!” perintah bapak mertuaku. Ini kali pertama aku diundang acara kantor di luar jam kerja. Mereka bilang, grand opening adalah pestanya orang berada. Semua bisa berdandan dengan aneka gaun mewah layaknya artis yang mendatangi festival film dan berjalan di atas red carpet.Penampilan harus maksimal, karena akan berkumpul banyak orang sukses di sana. Kesuksesan itu tercermin dari busana yang dikenakan. Apakah itu merek terkenal atau bukan? Apakah itu aksesoris mahal atau bukan? Apakah kamu bisa membawa diri dengan anggun atau malah norak? Semua itu dicerocoskan Caca tanpa henti sejak tahu bahwa aku termasuk yang diundang untuk datang.“Enggak semua bisa datang, Mbak. Umumnya karyawan rendah tidak diundang. Semua ditangani EO, jadi rapi. Acara semacam itu tidak melibatkan karyawan yang malah bisa bikin rese. Malah ada yang saking culunnya, sengaja bawa plastik keresek untuk mengantongi makanan. Ha

Bab terbaru

  • Wanita Berhati Baja   WBB 122

    “Usahamu ‘kan masih bisa berjalan dengan baik, Mas. Dulu, Mas tak mau bekerja di perusahaan Bapak. Memilih berdikari di atas kaki sendiri. Mengapa sekarang harus mengandalkan harta Bapak untuk sukses?”“Dulu aku punya Sekar yang membantuku memenangkan banyak tender. Dia pintar melobi orang. Sekarang aku sering tak beruntung.”Hatiku retak mendengar jawabannya. Mengapa harus mengungkit jasa wanita itu dalam hidupnya. Itu seperti menyindirku yang tak bisa melakukan apa-apa untuk membantunya, kecuali berdoa.“Maaf, Sayang. Aku tidak bermaksud membuatmu cemburu dengan ceritaku. Aku hanya ....”“Sudahlah, Mas. Tak perlu kaujelaskan. Semua terang bagiku. Dia adalah batu berlian, sementara aku batu kerikil.”“Bukan begitu ... bukan begitu maksudku. Maafkan aku salah bicara. Seharusnya tak kusebut-sebut namanya saat bersamamu.”Senyum tipis kuberikan. Sekadar menenangkan. Sekalipun aku tak tenang, merasa tak berguna sebagai pasangannya.Dia memandangku dengan tatapan yang aneh. Tatapan yang m

  • Wanita Berhati Baja   WBB 121

    Ini cinta yang berat, juga rumit. Di sisi hati, aku benci. Di sisi lain begitu mencintai. Di satu waktu, aku ragu. Di lain waktu, begitu menggebu. Adakah aku akan tetap berdiri di sisinya sekuat baja?___Kugandeng tangan Mas Danu. Membawanya menjauh dari rubah betina itu. Namun, kaki suamiku seolah terpaku. Tak bergerak dari tempatnya berdiri. Mungkinkah, dia jatuh cinta lagi?Mas Danu melepas pegangan tanganku, berjalan mengejar wanita itu, lalu memegang tangan Sekar hingga wanita itu berbalik. Menatapnya dengan pandangan penuh kebahagiaan. Ia menang. Sekali lagi ... dia menang dan menempatkan diriku sebagai pecundang. Rasa sakit melihat itu, membunuhku. Aku tak mampu bertahan lagi dengan siksa batin ini.Sekar langsung bergerak hendak memeluk Mas Danu, hingga aku tak sanggup memandang dan memilih memejamkan mata. Terkatup bersama bulir kristal bening yang merembes, membasahi pipi.“Jangan! Hubungan kita sudah berakhir.” Suara Mas Danu terdengar jelas. Segera kubuka mata untuk melih

  • Wanita Berhati Baja   WBB 120

    Biarlah yang lalu terbawa angin, agar yang sekarang bisa hidup dengan tenang, tanpa beban, ataupun penyesalan.___“Siapa, Mas?”Masih bergeming. Mas Danu mendadak beku. Tak dihiraukannya lagi ponsel yang terjatuh ke lantai. Apalagi menjawab pertanyaanku.Kuputuskan menghampiri dan menggoyang tubuhnya. Ia pun tersentak kaget. Kedua tangannya mencengkeram tubuhku erat.“Kamu tidak akan percaya ini, Laras. Dia ....”Aku melihatnya kebingungan. Sebenarnya apa yang terjadi?Apakah ini tentang Caca? Mas Danu tak tahu bahwa aku sudah memegang separuh rahasia Bapak.“Pemilik rumah ini adalah ....” Mas Danu sulit sekali berkata-kata. Mengusap wajahnya berulang-ulang. Lalu memegang dadanya dengan pandangan nanar. Siapa?“Dia ... Sekar.” Lirih suaranya, tapi dahsyat akibatnya.“Sekar, Mas?” Tanganku mencengkeram sisi meja agar tidak jatuh pingsan. Dia, wanita itu kembali setelah sekian lama. Tak mungkin rumah ini menarik baginya. Pasti ada hal lain yang hendak dia rebut dariku. Mas Danu.Kugele

  • Wanita Berhati Baja   WBB 119

    Aku pernah menentang niat baik istriku yang hendak menjadikan kamu menantu. Keberadaanmu menyiksaku. Namun, kamu tahu apa yang dikatakan istriku? Dia bilang, “Justru aku harus berada di dekatnya, sebab jalan takdir kalian tak akan jadi serumit ini jika malam itu aku tidak menemuimu.”Di situ aku terenyak. Menyadari istriku sengaja datang. Dia membaca surat-suratku untuk ibumu. Ia bilang, “Aku jatuh cinta padamu, lewat kata yang kau untai untuk sahabatku.” Jadi dia sengaja datang ke tempat seharusnya aku bertemu ibumu. Dia ingin menghiburku. Tanpa tahu aku sudah memilih alkohol untuk menemaniku.Dia merasa, dirinya yang membuat hidup kita berantakan. Pernahkah kamu melihat cinta sebodoh itu? Cobalah bercermin. Karena cinta yang bodoh itu, juga pernah kamu rasakan untuk anakku. Juga pernah kurasakan pada ibumu. Juga pernah dirasakan Danu pada Sekar. Hampir dari kita semua, pernah menjadi bodoh karena cinta. Merasa cinta adalah segalanya. Padahal, itu hanya ilusi. Hanya sebuah perasaan y

  • Wanita Berhati Baja   WBB 118

    “Sebaiknya kita kembali ke rumah kita, Mas. Di sini banyak duka yang membayang.” Setelah Mas Danu pulih sempurna, aku segera mengajukan keinginan yang lama terpendam. Rasanya tak betah terus berada di rumah ini. Penuh foto Bapak yang membuatku muak.“Duka itu ada di hati, terbawa ke mana pun kita pergi.” Ia duduk di balkon favoritnya untuk membaca koran. Secangkir wedang jahe—kesukaan Bapak—tersaji. Padahal, dulu Mas Danu tak suka minum wedang jahe. Ia lebih suka minum teh atau kopi. Semakin hari, ia semakin mirip dengan Bapak mertuaku itu. Mungkinkah ini hanya bayanganku saja?“Aku sudah menghubungi pihak bank. Rumah ini masuk daftar lelang. Jadi, bukan sehari dua hari ini terjadi. Semua sudah dijalankan diam-diam sejak lama oleh Caca. Aku akan merebut kembali semua milikku.” Dingin dalam suara itu membuatku kembali teringat almarhum Bapak. Akankah suamiku berubah menjadi pria ambisius yang mencintai bisnis dibanding keluarga?“Tak bisakah Mas relakan? Kita masih punya banyak hal ber

  • Wanita Berhati Baja   WBB 117

    Kuambil tisu dan menyeka beberapa keringat di wajahnya. Padahal AC mobil menyala, tapi bisa-bisanya ia berkeringat.“Jangan pikirkan hal-hal berat dulu, Mas. Kamu baru keluar dari rumah sakit. Sebaiknya kita pulang dan istirahat. Apa gunanya banyak harta jika tubuh sakit?”Dia diam, tak bersuara. Masih memijat kepalanya dengan wajah meringis menahan sakit. Segera kupasangkan seatbelt ke tubuhnya dan menyetir pulang.Meski dipaksa beristirahat, Mas Danu tetap gelisah dalam tidurnya. Ini memang tak mudah bagi kami. Tiba-tiba saja, kemewahan yang kami nikmati selama ini direnggut paksa. Bagai penduduk pribumi yang didepak kompeni. Kami tertipu oleh serigala berbulu domba.“Tidak, Bapak ... Bapak ... kembali. Kembalilah! Jangan pergi!” Mas Danu mengigau dalam tidurnya. Kusentuh keningnya, panas. Dia kembali demam. Kepanikan melanda diriku yang bingung harus bagaimana dalam situasi semacam ini. Suamiku yang kuharapkan bisa berdiri tegak, justru berulang kali jatuh sakit. Masalah bertubi-tu

  • Wanita Berhati Baja   WBB 116

    “Mungkin kamu tak sadar, tapi ciuman tadi adalah kemesraan pertama kita setelah Bapak tiada.” Lirih suara Mas Danu terdengar seperti pria yang lama menanti pujaan hati. Rasa bersalah menghantam, menggoyahkan nurani.Masalah ini membuat kami menyatu kembali. Setelah sebulan lebih aku membentengi diri karena dendam yang tiba-tiba menyulut hati. Surat Bapak telah menjadi tembok tinggi bagi hubungan kami. Sering tiba-tiba terlintas dalam hati, meninggalkan Mas Danu untuk lepas dari bayang masa lalu. Merasa bersalah pada kedua orang tuaku, telah hidup berbahagia dengan orang yang membuat keluarga kami sengsara. Kakek nenek, mereka mungkin juga mengutuk diriku yang mencintai keturunan pria penghancur keluarga. Namun, aku bisa apa jika hati selalu tergerak untuk mencinta?“Ini seperti petualangan di gunung yang curam. Aku harus mendaki, mencari misteri yang tersembunyi di gelapnya hutan. Saat Bapak masih hidup, semua terlihat normal. Namun, begitu pasak itu dicabut, tenda kita ikut berguncan

  • Wanita Berhati Baja   WBB 115

    Aku tak sempat memikirkan masa lalu. Hanya masa depan kami yang kupikirkan. Bagaimana nasib anak-anak ke depan jika kerajaan bisnis Bapak tumbang? Aku tak ingin melihat anak-anakku hidup kekurangan seperti yang dulu kurasakan.“Aku akan cari tahu, Laras. Benar dia atau orang lain yang mengendalikannya. Tak akan kubiarkan rumah ini berpindah tangan.” Mata Mas Danu menjelajah ruang. Melihat aneka barang yang tertata seperti saat Ibu tiada. Tak banyak yang berubah. Bahkan, foto pernikahan kami yang dihelat demikian mewah, terpanjang di dinding dengan bingkai emas. Berjajar dengan foto Bapak dan Ibu yang duduk berdampingan di sofa besar. Foto itu diambil di ruang keluarga rumah ini. Sejenak, netra suamiku berdiam di sana. Menatap kedua wajah orang tuanya yang menyunggingkan senyum.“Rumah ini dipenuhi kenangan mereka ....” Suara pria berkulit bersih itu bergetar. Bola matanya berkaca-kaca, bak kristal lampu yang dari Eropa yang melengkapi desain rumah berarsitektur Mediteran.“Aku tumbuh

  • Wanita Berhati Baja   WBB 114

    Di akhir hayat ini, aku tersadar bahwa hal yang banar-benar bisa dibawa pulang ke kampung akhirat hanyalah amal. Jadilah anak soleh yang menjadi amal jariyah bagi bapak dan ibu, sekalipun aku malu meminta itu darimu.Semoga kamu bisa jaya dengan kemampuanmu sendiri, hingga kamu bisa menghargai setiap proses. Semoga dengan ini, kamu juga bisa menguji sedalam apa cinta Larasati. Apakah hanya karena materi, atau sungguh cinta murni? Mampukah dia bertahan dalam kesetiaan saat ujian menerpa rumah tangga kalian dengan dahsyatnya? Sudikah dia memulai dari nol bersamamu jika tak ada sepeser pun warisan bapak yang jatuh pada kalian? Ataukah dia pergi ke pelukan pria lain yang menawarkan sesuatu yang lebih menggiurkan?Bagaimana pun arah peta hidup kamu selanjutnya, bapak berdoa semoga kamu bangga jadi diri sendiri. Semoga surat ini menjadi penjelas, jika nanti notaris datang membacakan surat wasiatku dan tak banyak yang bisa Bapak wariskan untuk kalian. Segera urus aset-aset yang memang bisa

DMCA.com Protection Status