Pria itu kembali tertawa terbahak-bahak, seakan-akan merasa lucu mendengar perkataan dari Wanara.
"Ha ... ha ... ha...."
"Hei! Tertawamu akan membungkam mulutmu, Kawan. Percayalah, sebentar lagi mulutmu akan bungkam dengan sendirinya!" bentak Wanara.
Lagirwa masih tidak berhenti mentertawakan Wanara hingga puas dan berhenti dengan sendirinya.
"Aku tidak percaya dengan ucapanmu, karena kau bukan Dewa," sanggah pria itu bersikap seperti orang yang sudah merasa paling tinggi ilmu dan kemampuannya.
Di antara puluhan pendekar yang berada di lembah itu, Lagirwalah yang paling tinggi ilmu kanuragannya. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan ilmu kesaktian Wanara sungguhlah jauh. Karena Wanara mempunyai ilmu tiga tingkat di atasnya.
Bahkan, di antara para pendekar yang ada di pulau Jowaraka, masih belum ada yang mampu mengimbangi kesaktian yang dimiliki oleh Wanara.
Wanara tampak emosi dengan sikap Lagirwa yang terkesan menyepelekannya. "Baikl
Pada malam itu, setelah makan dan beristirahat, Wanara melihat Wora Saba tengah duduk termenung seorang diri di pendapa padepokan. Wajahnya terlihat mendung, seperti sedang memikirkan sesuatu.Wora Saba memang tidak pernah berseri wajahnya, akan tetapi biasanya wajah Wora Saba tak semendung malam itu. Karena merasa penasaran, Wanara bangkit dari duduknya dan langsung melangkah menghampiri sahabat seperguruannya itu.Setibanya di pendapa, Wanara langsung duduk bersebelahan dengan Wora Saba. Dengan lirihnya, Wanara bertanya, "Kau Kenapa, Wora? Aku perhatikan, wajahmu sangat sedih. Apa yang terjadi denganmu?"Wora Saba menarik napas dalam-dalam, kemudian berpaling ke arah Wanara yang sudah duduk di sebelahnya."Tidak apa-apa, Raden. Aku hanya teringat kedua orang tuaku," jawabnya lirih, suaranya hampir tak terdengar, parau dan tak berirama terhimpit oleh deru napasnya yang memburu.Bertanya lagi Wanara sambil mengamati gerak-gerik Wora Saba yang tampa
Setibanya di barak gurunya, Wanara langsung dipersilahkan untuk duduk oleh Resi Wana yang kebetulan tengah duduk santai seorang diri. Sementara itu, Ki Wirya dan Ki Ageng Jayamena sedang berada di barak mereka masing-masing. "Duduklah, ada hal penting yang ingin aku sampaikan kepadamu!" ujar pria berusia senja itu. Wanara langsung membungkukkan badan seraya memberi hormat kepada sang guru. Setelah itu, ia langsung duduk di hadapan gurunya dengan sikap ajrih. "Akan ada seorang lawan terberat bagimu di kemudian hari, dia adalah seorang pendekar sakti dari negri Jantara," ujar Resi Wana mengawali perbincangannya dengan Wanara. Wanara mengerutkan keningnya. Lalu bertanya, "Maksud, Guru. Dia itu dari golongan pendekar jahat?" "Iya, pendekar tersebut akan segera bergabung dengan para prajurit kerajaan Rawamerta. Ia akan memimpin pasukan khusus yang diberi nama Pasukan Merta Kencana," jawab Resi Wana menuturkan. "Ini semua berdasarkan inform
Dari pihak kerajaan Rawamerta, Senapati Landaka tengah merayakan kemenangan pada hari pertama perang mereka dengan berpesta di perkemahan yang mereka dirikan di perairan timur wilayah kerajaan tersebut.Dari semua kelompok prajurit mulai berdatangan. Kelompok prajurit merah dari selatan dan kelompok prajurit hitam dari utara sudah memenuhi area perkemahan di lepas pantai itu.Bahkan kemudian beberapa pimpinan pasukan koalisi dari kerajaan lain pun tiba untuk mengucapkan selamat sembari menyatakan bersiap membantu Senapati Landaka berperang melawan pasukan kerajaan Tonggon.Butrik mengamati dari kejauhan, ia mendapatkan tugas dari Wanara untuk mengintai gerak-gerik para pasukan kerajaan Rawamerta, agar dapat mengetahui letak kelemahan para prajurit kerajaan Rawamerta."Ini yang menjadi alasan terbesar mereka menarik pasukan yang hendak bertugas memburu Ramanggala dan Wanara," desis Ki Butrik lirih.Senapati Landaka tersenyum hangat menyambut para pe
Ki Ageng Jayamena, Ki Wirya Tama, dan Resi Wana sangat besar harapan terhadap Ki Butrik, agar dapat memelihara keamanan di wilayah-wilayah desa yang berada di sekitar hutan yang kini diberi nama Alas Dewa.Alas Dewa merupakan tempat berdirinya Padepokan Dewa Petir yang tertera dalam kitab Jala akan menjadi pusat pemerintahan kerajaan Rawamerta di masa yang akan datang. Sehingga para petinggi padepokan tersebut, mulai merapatkan barisan untuk melakukan pengamanan yang ketat bagi daerah-daerah yang ada di wilayah tersebut.Gelar terbaik pun diberikan oleh tiga guru sepuh kepada Ki Butrik. Panglima Repeh yang berarti pemimpin senyap, sebuah julukan yang sama dengan Panglima Kedamaian."Kau telah kami berikan gelar Panglima Repeh, oleh sebab itu bekerjalah dengan senyap untuk mengamankan wilayah yang ada di sekitaran Alas Dewa!" ujar Ki Wirya Tama mengarah kepada Ki Butrik."Terima kasih, Guru. Aku akan melakukan yang terbaik bagi padepokan
Demikianlah, Wanara melayang di udara menuju ke arah hutan yang dinamakan Alas Gonda. Secara tidak kasat mata, di dalam hutan tersebut terdapat sebuah kerajaan jin yang dikuasai oleh bangsa siluman ikan.Setibanya di tempat yang dituju Wanara langsung turun ke sebuah dataran tinggi yang ada di Alas Gonda. Wanara mendarat dengan sangat sempurna.Pemandangan yang indah dilihatnya dari atas perbukitan itu. Tanpa ia sadari, saat itu dirinya sudah berada di wilayah kerajaan gaib Alas Gonda, ada banyak sosok prajurit berjajar rapi di bawah kepemimpinan panglima mereka masing-masing."Siapa mereka? Apakah mereka para prajurit kerajaan Alas Gonda?" desis Wanara mengamati ratusan para prajurit yang tampak memperhatikan gerak-geriknya.Kedatangan Wanara disambut tidak baik oleh mereka, para siluman itu segera mengurungnya dengan sikap buas dan mengancam. Para prajurit siluman itu sudah bersiap hendak melakukan serangan terhadap Wanara."Hentikan!" teriak pri
Meskipun sudah terdesak, ternyata para prajurit kerajaan masih tetap bertahan terus. Burma dan Wora Saba berjibaku menghadapi para prajurit tersebut, hingga pada akhirnya mereka pun berhasil membuat jera lawan-lawannya itu.Salah seorang prajurit senior segera memerintahkan kepada para prajurit lainnya untuk membawa jasad pimpinan mereka yang telah dibinasakan oleh Burma. Para prajurit itu pun mematuhi perintah rekannya dengan penuh dukacita.Burma dan pasukannya hanya tersenyum-senyum tanpa melakukan serangan lagi. Ia memerintahkan pasukannya agar mundur dan tidak menghalangi langkah para prajurit tersebut untuk pergi dari tempat itu.Dengan demikian, prajurit senior itu pun menarik pulang pasukannya dari pantai untuk kembali ke istana."Ayo, kita kembali ke istana!" perintah prajurit senior itu mengarah kepada para prajurit lainnya.Bergegaslah para prajurit itu langsung membawa panglima mereka yang telah tewas untuk dibawa pulang ke istana.
Sepulang dari kerajaan gaib Alas Gonda, Wanara terbang dari ketinggian bukit Alas Gonda, ia meluncur ke bawah dan mendarat sempurna di ujung desa kecil yang berbatasan dengan hutan tersebut."Apakah aku masih berada di alam jin, atau sudah berada di alam manusia?" Wanara bertanya-tanya dalam hati sambil mengamati suasana di sekitaran tempat tersebut.Kemudian, ia melangkah perlahan menuju ke arah desa itu. Ketika Wanara sedang berjalan, di hadapannya mendadak muncul sesosok siluman berkepala harimau dan bertubuh manusia yang tiba-tiba saja mencegatnya."Sampurasun, Raden," ucap siluman itu, kemudian wujudnya berubah menjadi sesosok pria paruh baya yang berpenampilan layaknya seorang pendekar.Wanara menghentikan langkahnya dan merasa kaget dengan kemunculan sosok manusia harimau itu. Lantas, ia pun menjawab ucapan salam dari siluman yang sudah menjelma menjadi seorang pria paruh baya itu, "Rampes.""Kau ini siapa? Kenapa kau bisa merubah w
Wanara berpikir apa yang disuguhkan oleh para siluman itu bukanlah makanan yang layak baginya. Tetapi Wanara tidak pernah kekurangan akal, ia tetap bersikap biasa-biasa saja dan tidak menampakkan sikap curiganya terhadap makanan yang sudah tersaji di hadapannya itu.Namun, Guliwang sepertinya sudah mengetahui kecurigaan tuannya itu. Sehingga, ia pun segera memberikan keterangan terkait makanan yang dihidangkan oleh para pelayan di rumahnya itu."Sekarang Raden makan saja dulu! Jangan khawatir, ini bukan makanan jin! Tapi, ini semua adalah makanan untuk manusia," kata Guliwang tersenyum-senyum."Baiklah, aku percaya ucapanmu." Dengan demikian, Wanara pun sudah tidak merasa ragu lagi. Ia langsung melahap makanan dan minum tersebut.Usai makan, Wanara meminta tempat yang nyaman kepada Guliwang untuk sekadar melepas lelah dan beristirahat sejenak setelah melakukan perjalanan yang sangat melelahkan dari kerajaan Alas Gonda menuju desa tersebut."Aku ing
Setelah berhasil mengalahkan siluman-siluman tersebut, Raja Wanara langsung mengajak para senapatinya untuk kembali ke tenda saat itu juga. Sementara itu, kedua permaisurinya pun sudah terjaga dari tidur mereka, dan tengah menunggu kedatangan suami mereka dengan perasaan cemas. Setibanya di perkemahan, sang raja segera memerintahkan kepada para prajuritnya agar tidak lengah dan bersiaga penuh secara bergiliran. Karena, sang raja khawatir akan datang kembali teror dari para siluman utusan Raja Nainggolo. "Sebaiknya, kalian tetap bersiaga dan berjaga secara bergiliran!" kata sang raja mengarah kepada salah seorang prajurit senior yang bertanggung jawab atas tugas keamanan di perkemahan tersebut. "Baik, Baginda Raja. Hamba akan segera mengaturnya," jawab prajurit senior itu. Malam terasa semakin dingin, suasana pun sudah mulai sepi. Tidak terlalu gaduh oleh hilir-mudik para prajurit, karena sebagian dari mereka sudah terlelap tidur. Dan hanya men
Siluman itu sangat tangguh. Ia dapat bertarung dengan sebaik-baiknya. Meskipun usianya sudah tua, namun ia memiliki pengalaman dan kemampuan memancing Raja Wanara dengan gerak tipu yang diperagakannya."Kau telah melumpuhkan kawanku, maka terimalah pembalasan dariku ini!" bentak siluman itu bersuara keras dan terdengar parau."Berhentilah! Jangan kau menganggu kami!" Raja Wanara pun balas membentak sambil meloncat tinggi dan memukul keras kepala makhluk tersebut.Sontak tubuh siluman itu terhempas jauh hingga membentur batu padas yang ada di sekitaran tempat tersebut. Akan tetapi, ia tidak menyerah begitu saja. Siluman itu bangkit dan menggeram sambil menatap tajam wajah sang raja, dari mulutnya menyemburkan api bak seekor naga."Hati-hati, Baginda Raja!" teriak Senapati Jasena tampak khawatir melihat pemandangan seperti itu.Raja Wanara hanya tersenyum sambil meloncat tinggi demi menghindari serangan dari siluman tersebut yang menyemburkan api dar
Pada malam harinya, Raja Wanara dan ketiga senapatinya tengah berbincang santai di depan tenda sambil menikmati sajian sederhana yang tersedia di hadapan mereka.Sementara itu, Santika dan Sekar Widuri sudah terlelap tidur di dalam tenda dengan dikawal ketat oleh para prajurit wanita yang menjadi pengawal pribadi sang ratu."Susana malam ini sangat dingin sekali. Akan tetapi, langit sangat cerah dan bulan pun bersinar terang. Sungguh indah luar biasa," desis Senapati Yandradipa mengangkat wajahnya menatap keindahan langit yang tampak cerah itu."Mungkin ini pertanda akan datangnya musim kemarau, setelah lama kita mengalami musim Siak," sahut sang raja sambil menikmati hidangan sederhana yang disajikan oleh para pelayannya.Kemudian, Senapati Jasena menyahut pula, "Iya, Baginda. Sepertinya ini memang sudah waktunya pergantian musim."Raja Wanara menghela napas dalam-dalam, kemudian mengangkat wajahnya dan memandangi langit yang tampak cerah itu, ser
Ketika matahari sudah terik dan terasa panas menyengat. Maka, Senapati Jasena langsung menyeru kepada para prajuritnya untuk segera beristirahat dan mendirikan tenda di sebuah hutan yang ada di bawah perbukitan dekat dengan lembah Kalen Laes yang masih masuk ke dalam wilayah kerajaan Bayu Urip bagian timur."Sebaiknya kita beristirahat saja dulu! Ini adalah tempat yang bagus, sang raja pasti menyukai tempat ini!" seru Senapati Jasena. "Kalian segera dirikan perkemahan dan persiapkan makanan untuk sang raja dan permaisurinya!" sambung Senapati Jasena kepada para prajurit dan juga para pelayan yang ikut dalam rombongan tersebut."Baik, Gusti Senapati," sahut salah seorang pimpinan pelayan tersebut menjura kepada sang senapati.Setelah itu, mereka pun langsung membagi tugas dengan mendirikan tenda terlebih dahulu untuk dijadikan tempat penyimpanan bahan-bahan makanan. Setelah itu, mereka segera mempersiapkan kebutuhan untuk memasak dengan dibantu oleh puluhan p
Setelah kematian Rosapati, akhirnya para pendekar dari gerombolan tersebut, merasakan bahwa mereka telah dikelilingi oleh beberapa prajurit yang kuat. Mereka menyerang dengan begitu semangat dari berbagai penjuru.Demikian pula dengan Senapati Yamadaka dan Senapati Yandradipa, mereka memiliki ketangkasan dalam memainkan pedang mereka. Sehingga lawan-lawannya tidak pernah berhasil menyentuh tubuh kedua senapati itu dengan ujung senjata mereka."Kita sudah akal dan cara untuk mengalahkan para prajurit itu, kita tidak bisa lagi melanjutkan perlawanan terhadap mereka. Sebaiknya kita lari saja dari tempat ini! Kau lihat sendiri, Rosapati pun sudah binasa!" ujar salah seorang pendekar dari kelompok pemberontak itu. Ia mulai ragu melihat pemandangan seperti itu.Kawannya itu hanya dapat menggeram dan menahan kemarahan karena ia dan kawan-kawannya tidak dapat membebaskan diri dari cengkraman para prajurit kerajaan Bumi. Lawannya yang mereka hadapi ternyata memiliki
Ketika rombongan Raja Wanara sudah tiba di sebuah hutan yang berada di luar wilayah kerajaan Bumi. Tepatnya di sebuah alas yang masuk ke dalam wilayah kedaulatan kerajaan Bayu Urip, tenyata rombongan tersebut sudah dihadapkan dengan sebuah ancaman dari kelompok kecil yang sering melakukan teror di wilayah kerajaan Bayu Urip. Mereka berusaha untuk melakukan tindakan penghadangan terhadap rombongan Raja Wanara.Para prajurit yang mengawal sang raja tampak siap dalam menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Karena mereka sudah diberi tugas secara langsung oleh Senapati Jasena pada setiap kelompok yang ada di bawah pimpinan panglima masing-masing. Senapati Jasena telah memerintahkan para prajuritnya untuk melawan siapa saja yang dianggap berbahaya terhadap keselamatan sang raja dan kedua permaisurinya."Siapa mereka?" tanya sang raja mengerutkan kening sambil mengamati puluhan orang bersenjatakan pedang berbaris rapi menghadang di tengah jalan.Kemudian,
Keesokan harinya, Senapati Jasena dan para prajuritnya langsung melakukan persiapan jelang keberangkatan mereka pada hari itu menuju ke wilayah kerajaan Buana Loka, dalam rangka kunjungan persahabatan dari pihak kerajaan Bumi kepada pihak kerajaan Buana Loka yang merupakan sebuah kerajaan sahabat yang kini menjadi sekutu kerajaan Bumi.Dengan gagahnya, ia melangkah menuju ke barak para pelayan yang berada di belakang barak prajurit. Sang senapati langsung menghampiri salah seorang kepala pelayan yang hendak ikut dalam rombongan Raja Wanara."Selamat datang di barak kami, Gusti Senapati," ujar seorang pria berusia sekitar 30 tahun dengan sikap ramahnya menjura kepada sang senapati.Senapati Jasena hanya tersenyum, lalu berkata, "Sebaiknya pedati yang mengangkut barang logistik kebutuhan makanan dan lainnya langsung dikeluarkan sekarang! Tunggu di depan istana, sebentar lagi kita akan segera berangkat!" perintah Senapati Jasena kepada para pelayan istana dan kusir yang
Satu hari menjelang keberangkatan rombongan sang raja. Maka, Senapati Jasena dan dua senapati lainnya yang hendak ikut mengawal sang raja sudah mempersiapkan segalanya yang tentu akan dibutuhkan dalam melakukan perjalanan jauh tersebut."Apakah kita perlu membawa pasukan panah, Senapati?" tanya Senapati Yandradipa mengarah kepada Senapati Jasena yang merupakan panglima senior di kerajaan Bumi."Aku rasa mereka sangat penting untuk dilibatkan dalam pengawalan ini. Kau siapkan 50 prajurit panah yang benar-benar memiliki kemampuan tinggi! Sisanya bawa saja para prajurit campuran dan jangan lupa sertakan lima orang kusir pedati yang akan membawa barang-barang keperluan logistik dan peralatan lainnya!" jawab Senapati Jasena menuturkan.Dengan demikian, Senapati Yandradipa dan Senapati Yamadaka langsung meluncur ke barak prajurit yang berada di belakang istana utama, untuk menyiapkan para prajuritnya yang akan diperintahkan untuk mengawal sang raja dan kedua perma
Pagi itu, Panglima Yandradipa dan Yamadaka sudah berada di ruang utama istana kerajaan Bumi. Mereka datang memenuhi undangan dari sang raja, bahkan dijemput langsung oleh utusan istana yang diperintahkan oleh sang raja menjemput kedua punggawanya ke istana kepatihan Waraya timur."Aku sangat senang mendapat kabar tentang keberhasilan kalian," ujar sang raja tampak semringah. "Oleh sebab itu, kalian aku minta untuk datang ke istana ini. Karena, sang guru sepuh memintaku untuk menganugerahkan gelar kepada kalian berdua," sambung sang raja menyampaikan maksud dan tujuannya dalam mengundang kedua punggawanya tersebut.Panglima Yandradipa dan Yamadaka saling berpandangan, raut wajah mereka tampak semringah. Dengan kompaknya mereka menjura kepada Raja Wanara dan Maha Patih Ramanggala."Terima kasih, Baginda Raja. Ini merupakan bentuk penghormatan Baginda terhadap kami berdua," sahut Panglima Yandradipa sambil membungkukkan badan di hadapan sang raja.Raja Wan