Beranda / Pernikahan / WITHERED / 159. ANGGITA DAN ANAK TANGGA

Share

159. ANGGITA DAN ANAK TANGGA

Penulis: Sisi suram
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-06 13:48:56

Dalam bisu aku bertanya.

Dalam diam aku berkata.

Tapi, telingaku tetap tidak mendengar jawaban dari satu-satunya dzat yang mengenal diriku lebih baik dari pada diriku sendiri.

*

Mataku terpejam meski aku tak tidur. Di dalam kamar yang pendinginnya menyala ini aku mengingat banyak hal.

Hal-hal yang membuatku meremas sprei di bawah selimut yang Ken tutupkan pada tubuhku.

Di rumah ini, rumah yang terasa begitu asing meski semua yang ku ingat masih pada tempatnya, aku hanya bisa menutup rapat mulutku. Sementara hidungku mencium aroma yang membuatku mengingat masa lalu.

"!" Aku yang tubuhnya dipeluk Ken baru sadar tangan yang melingkar di badanku ini terasa berat. Membuatku membuka mata lalu menoleh pada lelaki yang ternyata sudah lelap entah sejak kapan.

Wajah Ken tampak lelah namun damai. Tapi tangannya kaget saat aku berusaha melepaskan diri dari dekapan hangat yang membuatku menatap pintu kamar kami yang rapat tertutup.

Duar!!

Tanpa kilat peringatan, petir menggelegar. Aku yang te
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • WITHERED   160. SEDALAM APA RASAKU

    Zraaasss!!! Suara hujan yang deras memanjakan telingaku yang matanya menatap rintiknya dalam diam. Aku memilih duduk di anak tangga yang jendelanya bisa membuatku melihat taman basah yang diguyur hujan. Taman yang dahulu begitu sering kukunjungi. Meski di saat-saat terakhir, aku hanya akan datang saat butuh suasana baru sekalipun diriku tidak lagi menikmati tawa-tawa dan kelucuan polos anak-anak yang sedang bermain, baik yang datang dengan teman mereka atau keluarganya.'Apa aku bisa bernafas tanpa merasa sesak?'Mataku langsung membesar saat bayangan Rexy tiba-tiba muncul dalam benak. "Hujan sungguh bisa membuatku berpikir tentang hal-hal yang tidak terduga," ucapku menarik nafasku dalam dan memeluk tubuhku sendiri, sementara mataku menatapi anak-anak tangga yang kunaiki lagi saat sadar, tidak ada tempat lain yang bisa kudatangi.Mungkin aku bisa datang ke rumah kos yang sewanya sudah kubayar untuk tiga bulan ke depan. Tapi, bagaimana dengan keperluanku yang lain. Aku hanya mema

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-06
  • WITHERED   161. PUJIAN MENYAKITKAN

    Ciumann Ken terasa seperti sapaan, mungkin karena guyuran hujan yang membasahi kami seakan tak mau berhenti. Ia yang awalnya tampak tidak yakin setelah mengecupku, sekali lagi melakukan hal yang sama.Mungkin Ken ingin memastikan wanita yang hanya diam membiarkan bibirnya ia sentuh, tidak akan menolak atau mendorongnya jauh.Bahkan, saat kecupan ringan yang Ken berikan berubah lebih lama menekan bibirku. Lalu menyusup masuk meski lidahnya hanya memisahkan kedua bibirku yang tak melakukan perlawanan.Di bawah guyuran hujan yang begitu deras juga gemuruh petir yang memekakkan telinga. Aku membiarkan Ken menyapai bibir dan mulutku.Tidak perduli jika air hujan tertelan dan Ken baru berhenti saat aku tak lagi mampu menopang tubuhku sendiri dan baru sadar tanganku melingkar pada pinggangnya.Pinggang yang pemiliknya menahan tubuhku yang lalu ia peluk. Begitu erat dan penuh rasa. Bahkan hatiku yang masih merasakan kehampaan bisa tahu.Aku bisa merasakan detak jantung Ken yang keras kembali

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-06
  • WITHERED   162. TERIAKAN ANGGITA

    Dug! Dug! Dug dug!!Aku yang rambutnya masih Ken keringkan menatap keluar. Mataku seakan menembus pintu kamar yang tertutup. Dug! Dug! Dug dug!Bahkan suara hujan yang deras tak mampu meredam gedoran di pintu yang terdengar begitu sepenuh hati dan tak ingin menyerah."Ken-"Aku yang melihat jadi sedingin apa wajah Ken, menelan lagi kalimatku. Rasanya aku bisa menebak siapa yang sedang berdiri di depan pintu, tak perduli jika tangannya memerah ataupun sakit."Apa kamu mau keluar bersamaku, Yang?"Aku yang tak menyangka akan mendengar ajakan Ken jadi menunduk. Hal terakhir yang kuingat dari Anggita adalah peringatannya agar aku menjauh dari Ken. Wanita yang tak merasa menyesal sedikitpun sudah meninggalkan tiga sundutan baru di punggung Banyu.Tiga sundutan yang membuatku merasa sangat bersalah pada bocah kecil yang kuharap akan terus terlelap dan hanya mendengarkan suara hujan dalam tidurnya yang lelap.Cklek! Bunyi pintu yang terbuka langsung di dorong tangan Anggita yang kulitnya

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-06
  • WITHERED   163. MELAKUKAN DOSA

    Zraaasss!!!Suara hujan yang belum mereda kalah dengan detak jantung Banyu. Petir yang sesekali berbunyi pun, tak mampu membuat bocah yang pipi gembilnya menekan ceruk leherku mengangkat wajahnya.Sementara aku terus berdiri di anak tangga dengan jendela besar yang bisa membuatku melihat sudah sebasah apa genangan dipermukaan."Banyu," panggilku mengusap lengan kecil yang begitu eart memeluk leherku dan belum mau menunjukan wajahnya yang tersembunyi. Aku yang sudah berhenti melangkah jadi bisa benar-benar merasakan jadi sekencang apa debaran jantung kecil Banyu yang seakan mengetuki dadaku yang terasa sesak. Ucapannya tentang Anggita yang mungkin akan memberinya rokok, membuatku menggigit kuat bibir bagian dalamku.Kurasa aku tak perlu bertanya, sesering apa Anggita memberinya sundutan yang bekasnya bisa kulihat.Pun, tak perlu bertanya kenapa Banyu yang melihat mamanya seperti itu, bisa berpikir Anggita akan memberinya sundutan baru.Aku tidak akan pernah bertanya sesering apa Angg

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-06
  • WITHERED   164. YANG HARUS KUBAYARKAN

    "Om Reno?" Ucapku mengingat lelaki paruh baya yang begitu disambut hangat ibu dan ayah mertuaku saat kami semua bertemu di dalam mall. 'Pantas saja,' batinku dalam diam menatapi ibu Anggita yang berjalan dengan lelaki yang pasti suaminya. Lelaki paruh baya yang sampai hari ini wajahnya bahkan begitu kuingat karena seluruh kesadaranku serasa ingin memperhatikannya. Dua orang yang tak melihatku itu menghampiri lift.Ding!Dan langsung masuk begitu pintunya terbuka. Meski diam, aku tahu ada bagian dari diriku yang bertanya, 'apa yang terjadi setelah orang tua Anggita bertemu putrinya dan Ken.'Apa mereka marah dan menyalahkan siapa saja yang ingin mereka salahkan? Ataukah langusng membawa putrinya pergi ke mana saja melihat sehisteris apa Anggita yang emosinya terlihat tak stabil. "Haa," aku menghembuskan nafas dengan rasa yang dipenuhi tanya. Sekalipun tak ingin, otak dan pikiranku berkelana kemana pun mereka mau, tidak perduli pada keinginan hatiku yang tak ingin memikirkan apapun

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-06
  • WITHERED   165. ORANG TUA ANGGITA

    Klekk! Aku yang duduk di sofa menatap Ken, lelaki yang menjauh dari pintu kamar Banyu lalu duduk di sampingku. Mata kami yang bertemu memancarkan banyak kata. Tapi, aku sedang tidak ingin mencari tahu apa yang diucapkan sorot mata Ken ataupun mengatakan apa yang sedang kurasakan."Ken, aku tak bisa tidur denganmu."Ken hanya diam beberapa saat sebelum ia mengangguk."Aku bisa gunakan sofa ini, lagi pula ini rumahmu."Kali ini, aku bisa melihat manik hitam pekat Ken berkikat, sementara wajahnya menunjukan penolakan untuk kalimatku."Kamu tidurlah di dalam, Yang, biar aku tidur di sofa ini. Jika menolak, maka kita akan tidur di kamar yang sama."Aku yang bisa melihat sorot mata Ken tak akan menerima penolakan, menoleh pada kamar kami. Kamar yang pernah menjadi kamarku dan kamar Ken. Ruangan yang membuatku meremas tanganku sendiri karena banyak hal terjadi di kamar itu. Rasa yang pasti di simpan dinding dan kasur bisu. Rasa tulusku untuk suami yang bisa berbagi segala rasa meski pada

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-06
  • WITHERED   166. MENYELAMI KEHIDUPAN KEN DAN ANGGITA

    Aku yang duduk di atas lantai akhirnya berdiri dengan nampan di tangan. Kakiku menghampiri ranjang luas yang seluruh diriku ingat. Rasa femiliar yang kurasakan, bercampur dengan rasa asing meski saat aku berbaring di atasnya, aroma yang kuingat merasuk tidak hanya pada paru-paruku tapi juga pada otak dan hatiku."Sama," ucapku merasakan hidungku langsung terbiasa dengan aroma lelaki yang mungkin saat ini masih terjaga di atas sofa. Aku yang berbaring membalikan badanku, menatap plafon kamar yang juga tak berubah. Seolah aku tidak pernah pergi selama lima tahun, tapi hanya beberapa hari.Semuanya masih di tempat yang sama bahkan aroma parfum yang biasa kupakai menyatu dengan ruangan yang sudah tak kumasuki bertahun-tahun lalu. Parfum yang tidak lagi kupakai, 'kupakai? Aku bahkan tak lagi membeli pengharum badan kecuali sabun dan shampo.'Sreek! Bunyi rambutku yang bergesekan dengan sprei terdengar begitu keras. Mungkin karena hanya ada aku seorang di dalam kamar yang membuatku mere

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-06
  • WITHERED   167. TIDAK MAMPU MENOLAK

    Duniaku masih sama saja. Mungkin karena aku tidak ingin menatap ke arah lain. Menoleh pada tempat yang mungkin tidak terlalu membuatku sesak saat bernafas.'Tapi, adakah tempat seperti itu untuk wanita sepertiku? untuk wanita yang bahkan tidak tahu di rahimnya sedang tumbuh jabang bayi yang akan menjadi bakal manusia. namun, karena ketidak pekaanku ....'Aku menarik nafasku dalam, begitu dalam. Rasaku tidak perna biasa setiap kali mengingat anak yang mati dalam pernikahan kami.Aku tidak mampu membiasakan diri untuk merasa biasa saja."Ken, kita punya anak."Andai saja aku bisa benar-benar mengatakan kalimat yang hanya akan terus terucap dari seluruh diri kecuali mulutku, karena anakku yang tak lahir itu hanya akan terus menjadi anakku seorang. 'Hanya anakku.'Aku yang pinggangnya masih tak dilepas tangan Ken memilih menyandarkan tubuh. Nyatanya, duduk dengan punggung tegak sepanjang waktu tetap membuat tubuhku protes. "Seharusnya aku protes padamu, Ken," ucapku dengan suar pelan."

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-06

Bab terbaru

  • WITHERED   210. APA MEREKA BAHAGIA?

    ***********************Selembar surat.Hai, onty Mira.Well, emm... Aku sudah lulus sekolah per-surat ini sampai padamu. Sementara Ben masih sedang mempersiapkan diri untuk ujian penerimaan siswa baru hmmm... kuharap ia diterima. Well, aku dan Muray mommy tahu ia akan berusaha yang terbaik.Oh, apa rajutan baju dan syal yang Rose kirim sudah sampai padamu? Ia menanyakan satu hal itu setiap hari. Sampai aku bosan rasanya (just kidding lol).Apa kau tahu onty? Sidney hamil anak ke 3 dan uncle Carter begitu senang sampai tak perduli pada gosip yang beredar tentang seproduktif apa dirinya. Huh! Sungguh para penggosip tua yang suka sekali membicarakan orang lain!Jika kota kecil ini bukan tempat yang indah, kurasa aku dan Ben tidak akan betah tinggal di sini (this is a BIG lie, ok?) Karena aku suka sekali dengan sandwich tuna buatan nyonya Li. Ia titip salam untukmu by the way.Oh, apa kau tahu onty? Banyak turis yang datang untuk bermain ski berkat resort baru milik kakakmu. Hmm... Ia

  • WITHERED   209. WITHERED

    Hujan masih saja turun dengan deras. Rintiknya begitu ruah bahkan tak mau berhenti saat tubuh tanpa nyawa ditimbun tanah merah yang juga basah.Apa dunia sedang ikut berduka untuk terlepasnya sebuah nyawa dari raga? Siapa yang tahu. Yang jelas, empat orang penggali makam akhirnya bisa pulang ke rumah mereka dengan mengantongi lembaran rupiah.Senyum syukur yang mereka pancarkan tidak ada hubungannya dengan punggung sepi yang menatapi makam dengan nisan baru. Obrolan mereka yang meninggalkan area makam, tak memiliki korelasi apapun dengan sorot mata yang sedang lelaki pemilik barisan gigi paling rapi tunjukan. Mungkin satu-satunya penghubung mereka dengan lelaki itu hanya cipratan air yang membawa tanah pada sepatu pun ujung celana.Entah kalimat apa yang ia ucapkan pada makam yang diguyur hujan itu. Rintik dan tetesan air dari langit seolah tak membiarkan telinga manusia mendengar apa yang lelaki pemilik barisan rapi itu sampaikan.Pun, gerakan tubuhnya yang akhirnya berbalik lal

  • WITHERED   208. NILAINYA

    Pernahkan kamu merasa ingin mati sampai tak bisa melihat dirimu membayangkan hari esok? Pernahkan kamu dikhianati duniamu sampai bernafas saja terasa sesak?Pernahkan kamu merasa dirimu jadi manusia paling bodoh hanya karena mengikuti kata hatimu? Pernahkah kamu merasa sendirian diantara tawa menggema yang bahkan matamu lihat dan menyentuh kulit telingamu yang tipis?Jika tidak pernah, jangan berani-beraninya menyalahkan pilihan yang ku ambil. Aku adalah anak yang tumbuh dengan tuntutan orang tua yang lupa jika sentuhan hangat itu hal yang penting. Aku adalah anak yang tidak diajari untuk mengasihi orang lain jika orang itu tidak mampu memberiku sesuatu.Aku adalah anak yang diajari semua yang kumiliki ada harganya termasuk kehidupan nyaman yang merenggut senyum polosku. Apa aku melawan? Tidak! Karena menjalani hidup seperti itu adalah apa yang dunia kenalkan padaku! Sampai datang hari dimana seseorang bertanya, 'apa aku bahagia?'Ah, andai saja aku tidak diam seolah kalimatnya

  • WITHERED   207. EPILOQUE

    PRANGG! Bunyi cangkir yang jatuh bersama isinya itu membiat suster Yuli menoleh pada wanita yang berdiri langsung menatapi pintu.Suster yang dengan senang hati menerima tawaran Arga untuk merawat Anna ini, menatap Anna yang tangannya terkepal saat Arga masuk membawa tubuh wanita yang tangannya lunglai di udara. Tanpa kata, Arga langsung meletakkan tubuh Arini di atas lantai dingin di hadapan Anna. Wanita paruh baya yang dulu mengambil dirinya sebagain anak dengan syarat, Arga harus melupakan masa lalu. Hal yang tidak akan pernah bisa Arga lakukan meski ia begitu pandai bermain lakon."Aku ingin ibu mengenalnya, Bu," ucap Arga mengusap pipi Arini. Begitu lembut dan penuh rasa.Tatapan yang tidak pernah Anna lihat dari anak yang ia rawat dan besarkan dengan segala tuntutan kesempurnaan tanpa cela."Namanya Arini, Bu, usianya 28 tahun," ucap Arga masih menatap Arini dengan pandangan yang begitu lembut.Pandangan yang masih tersisa saat ia mendongak menatap sang ibu yang menahan nafany

  • WITHERED   206. MEREKA HARUS MENGENALMU

    Aku tidak lagi bisa melihat Banyu karena mobil yang kunaiki tenggelam semakin dalam, sementara air yang masuk dari celah-celah mobil sudah menenggelamkan separuh lututku.Bohong jika aku tidak merasa takut saat air dingin danau semakin menenggelamkan kakiku. Dan akan terus naik sampai tak ada lagi ruang tersisa untuk udara.Menenggelamkan apa pun yang ada di dalamnya termasuk diriku.Aku bisa merasakan punggungku berkeringat meski seluruh tubuhku merasa dingin. Rambut-rambut halusku berdiri sementara tanganku yang gemetar kutahan untuk menurunkan jendela karena itu satu-satunya jalan keluarku.'Apa aku menyerah pada hidupku?'Kurasa iya, aku menyerah untuk hidup. Tapi, bukan karena aku ingin mati. "Ingin mati?" Ucapku menatapi tanganku yang gemetaran. Bahkan tremor yang kulihat tidak berhenti ketika kedua tanganku, kusatukan. Rasanya ... rasanya aku bisa melihat akan berakhir seperti apa diriku. Sendirian di dalam mobil yang akan jatuh ke dasar danau. "Apa akan ada orang yang menem

  • WITHERED   205. TERTAWA BERSAMA

    ****************"Kenapa kau begitu keras kepala bertahan untuk hidup?"Suara yang terdengar begitu putus asa itu terdengar di dalam kamar penuh barang pecah yang sengaja di banting, dilempar, dihempaskan semau tangan yang memegangnya.Tangan gadis muda dengan wajah kuyu yang terlihat begitu lelah apalagi saat memandang perutnya yang membuncit."Kenapa kau begitu keras kepala untuk hidup?" Ulang gadis muda itu dengan mata menatap perutnya sendiri. Ia seolah sedang mengajak bicara bakal manusia yang tumbuh dengan sangat baik meskipun sudah banyak cara dan usaha ia upayakan agar janin yang tumbuh sehat di dalam rahimnya mati. "Apa yang kau harapkan dariku? Aku tidak akan pernah menerima kehadiranmu, aku tidak akan mau menerima keberadaanmu dan aku tidak ingin kau hadir dalam kehidupanku.""Apa yang kau harapkan dengan bertahan, hah? Kenapa kau tidak mati saja?"Anna, gadis dengan wajah begitu kuyu itu menatap wanita lain yang masuk ke dalam kamarnya setelah men

  • WITHERED   204. FORGET ME NOT

    "Kamu harus menghilang, Arini."Aku yang matanya membesar hanya bisa menatap Anggita dengan waspada. Sementara Anggita berjalan mendekati dapur, mengambil pisau yang membuat ku berteriak seperti orang kesetanan saat ia menghampiri kamar."JANGAN, ANGGITA! JANGAN LAKUKAN! AKU AKAN PERGI! AKU AKAN PERGI! ANGITA!"Brug! Aku yang berteriak bahkan jatuh tersungkur bersama kursi yang membuatku makin tak bisa bergerak saat Anggita mengangkat tubuh bulat Banyu yang tangannya jatuh lunglai."KEN! KEN!"Sampai aku tidak tahu kalimat apa saja yang kuteriakkan dalam ketakutan saat Anggita mengangkat tubuh kecil Banyu lalu menggendongnya dan menghampiriku yang terus memohon."Kenapa kamu menangis, Arini? Aku tidak akan menyakiti Banyu."Aku berusaha menghentikan isakku. Sementara mataku menatapi Anggita dengan permohonan yang terpancar dari seluruh diri. "Aku hanya membawa Banyu agar kamu tidak macam-macam."Aku benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang Anggita katakan, saat tangannya yang m

  • WITHERED   203. AKU HARUS MENGHILANG

    Nyut!!Kepalaku begitu sakit. Mungkin karena aku belum tidur sama sekali.Nyut!!Tidur? Ah, iya. Aku baru tidur tiga jam kurang sejak kemarin malam. Pantas saja kepalaku berdenyut-denyut.Nyut!"Kemarin?" Rasanya aku mengucapkan kalimat itu dengan otak yang berpikir, sementara mataku masih terpejam rapat.Bukan hal biasa, karena setelah aku menelan obat agar bisa tidur, tubuhku akan terbangun lebih dahulu dibandingkan mata. tapi, aku yang masih belum mampu membuka mata merasakan rasa tak biasa. Rasa yang membuat seluruh diriku merasa waspada.'Waspada? Waspada pada apa?' Aku yang rasanya tidak bisa menggerakkan tubuh ingin membuka mata. Tapi, mataku yang rapat terpejam terasa begitu berat sekedar untuk kuangkat.'Apa yang terjadi?' Aku yang kesadarannya belum sepenuhnya bangkit, bisa merasakan dahiku berkeringat. Sementara dadaku berdetak begitu cepat. Otakku menggali memori. Aku yang keluar dari rumah Arga bertemu dengan Nabila juga wanita tua yang kembali terkejut menatapiku, 's

  • WITHERED   202. WARNING

    Aku yang memutuskan memejamkan mata, bisa merasakan langit gelap semakin cerah. Dan benar saja saat aku membuka mata, langit pagi yang mendung sudah lebih terang. "Ga," panggilku pada lelaki yang kepalanya sudah bersender pada kepala sofa. Sementara tangannya yang memeluk pundakku sudah meregang.Aku menarik nafasku dalam, menatapi lelaki dengan barisan gigi rapi yang masih lelap tertidur. "Aku pulang dulu, terimakasih sudah mau mendengarkan ceritaku," ucapku menyentuh pipi Arga lalu bangun dari sofa yang membuatku sadar bokongku kebas. Aku menghampiri pintu yang semalam kubuka dengan password yang Arga berikan padaku, lalu membuka pintu yang otomatis tertutup begitu aku sudah keluar. Lorong tidak begitu sepi, aku bisa melihat dua anak berseragam SD berdiri di depan lift sementara empat orang dewasa di samping mereka bercengkrama. Dari lorong lain aku bisa mendengar suara langkah terburu-buru yang lalu bergabung dengan kumpulan manusia yang sudah berkumpul menunggu lift terbuka.

DMCA.com Protection Status