Setelah melakukan pencarian selama dua jam lamanya dan tidak menemukan hasil, Rajendra terpaksa mengambil keputusan untuk memberitahukan kabar buruk ini kepada keluarga Eesha: Ishya, Eila dan Amartya. Dalam perjalanan menuju ke rumah Ishya dan Eila, Rajendra kemudian melewati cafe di mana Nanda sedang bekerja. Rajendra yang tahu hubungan yang dimiliki Eesha dan Nanda, kemudian menghentikan mobilnya dan berniat untuk memberitahukan kabar buruk yang menimpa Eesha kepada Nanda lebih dulu.
“Nanda. . .” Rajendra langsung menyapa Nanda ketika masuk ke cafe di mana Nanda bekerja.
“Ah, Pak Rajendra.” Nanda membalas sapaan Rajendra. “Apa yang membawa Bapak datang kemari?”
“Bisakah aku minta waktumu sebentar, Nanda?” Rajendra berbicara dengan nada suara yang sedikit bergetar.
“Tentu. Tentu saja. Mari kemari.”
Nanda kemudian mena
“Apa Paman tidak percaya padaku?” tanya Nanda yang tidak lain adalah Kiran.Rajendra menggelengkan kepalanya dengan ragu. “Jika kamu membicarakan hal ini kepada orang lain, mungkin orang lain tidak akan percaya pada ucapanmu, Nanda. Ah tidak, haruskah aku memanggilmu dengan nama Kiran sekarang?”“Untuk saat ini, tolong panggil dengan nama Nanda saja, Paman. Akan lebih baik jika beberapa orang tidak mengetahui identitasku yang sebenarnya.”“Kenapa?” tanya Rajendra tidak percaya untuk kedua kalinya. “Setelah dua puluh tahun lamanya menghilang, harusnya kamu kembali ke rumah Eila dan Eesha. Setelah dua puluh tahun lamanya terpisah, harusnya kamu kembali ke tempat di mana keluargamu menunggu. Kenapa kamu justru berada di sini dan menyembunyikan identitasmu dari orang-orang yang menunggu kepulanganmu selama dua puluh tahun lamanya?”Nanda menundukk
Percakapan penting antara dirinya dan Nanda kemudian terhenti ketika Rajendra bersama dengan Nanda tiba di sebuah gudang di pinggiran kota. Gudang yang terbengkalai dan berkesan telah terabaikan selama beberapa tahun menjadi lokasi yang pas dan ideal bagi pembunuh yang terkenal dengan nama Hujan Merah.Bersama dengan Nanda, Rajendra kemudian merilis tempat yang ada di gudang itu. Rajendra bahkan memeriksa bagian luar gudang itu, untuk menemukan kemungkinan ada tempat lain yang tidak terlihat yang bisa menjadi tempat persembunyian hujan merah yang tersembunyi Eesha.
“Sandera??” Rajendra yang terkejut mendengar penjelasan Nanda, nyaris saja membuat dirinya bersama dengan Nanda celaka. Tanpa sadar, Rajendra menginjak pedal rem dan membuat mobilnya berhenti dengan tiba-tiba.“Apa yang Paman lakukan?” teriak Nanda yang terkejut dan nyaris saja membenturkan kepalanya ke dashbor mobil milik Rajendra. Nanda langsung menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat bagian belakang mobil. Nanda langsung menghela napas lega, begitu menyadari jika di belakang mobil milik Rajendra tidak ada kendaraan lain. “Syukurlah di belakang jalanan sedang sepi, kalau tidak kita bi-““Ya, aku tahu. Tindakan tadi bisa menyebabkan kecelakaan beruntun karena tiba-tiba menginjak pedal rem dan membuat mobil berhenti tanpa aba-aba.” Rajendra mengusap keringat dingin di keningnya sembari menginjak pedal gas mobilnya lagi. Mobil melaju lagi dengan sedikit perlahan. “Maaf
"Di mana Eesha?" teriak Rajendra.“Paman benar-benar tidak sabaran sekali,” balas Ravindra. “Tidakkah Paman tidak melihat pertemuan mengharukan antara aku dan Kiran?”Rajendra terkejut mendengar ucapan Ravindra. Dia seperti orang yang berbeda. Ravindra yang selama ini saya kenal sebagai asisten Amartya adalah orang yang diam, penurut dan tidak banyak bicara. Tapi Ravindra yang sekarang berdiri di hadapanku terasa seperti orang yang b
“Jadi semua yang kamu lakukan, semua pembunuhan itu karena Amartya?” tanya Rajendra tidak percaya. “Apa hubungan Amartya dengan pembunuhan-pembunuhan yang kamu lakukan? Kenapa Amartya, anak yang polos itu kamu jadikan alasan untuk pembunuhanmu itu?” Ravindra tersenyum sembari mendorong kursi roda di mana Eesha masih tidak sadarkan diri dan membawanya duduk di dekatnya. “Karena Tuanku itu terlalu polos, Tuanku hanya melihat Eesha seorang saja. Meski tahu Eesha hanya akan menunggu Kiran kembali, Tuanku masih setia untuk berada di sisi Eesha – sama seperti yang aku lakukan untuk ayah angkatku. Dan wanita-wanita yang jadi korbanku itu adalah wanita yang tidak tahu malu dan berusaha untuk membuat Tuanku berpaling. Aku benci dengan penganggu seperti mereka.”Rajendra menganga mendengar penjelasan di balik alasan pembunuhan yang dilakukan oleh Ravindra.“Kau benar-benar tidak bisa dipercaya. Alasa
Dengan tubuh yang masih dalam keadaan lemah karena obat bius dari Ravindra, Eesha mencoba bangkit dari kursi rodanya dan menjauh dari Nanda dan Ravindra – sesuai dengan perintah Rajendra. Dengan susah payah, Eesha akhirnya bisa berjalan menjauh. Sementara di sisi lain, Nanda dan Ravindra masih terus memukul satu sama lain dan berpindah-pindah tempat dengan sehingga membuat Rajendra yang ingin menjatuhkan Ravindra berulang kali merasa ragu karena takut adalah Nanda. “Paman, jangan menembak!” Eesha berteriak kepada Rajendra sembari berlari ke arah Rajendr
Eesha dan Rajendra yang mendengarkan ucapan Nanda berharap hati Ravindra dapat tersentuh dan menghentikan niatnya untuk membunuh Nanda. Namun ucapan Nanda sepertinya tidak menyentuh hati Ravindra seperti harapan Eesha dan Rajendra. “Kau berbohong padaku, Kiran!” Ravindra meraih pisau miliknya yang sempat terlempar dan langsung mengarahkannya ke leher Nanda. “Kau bohong!”“Aaaaaaaaaaa” teriak Eesha melihat pisau yang mengarah ke leher Kiran dan perlahan melukai leher Kiran. Dalam waktu singkat, cairan berwarna merah kemudian mengalir dari leher Kiran dan membuat Eesha semakin histeris ketakutan. “Ravindra, stop!”“Berhenti Ravindra!” Rajendra yang tadinya sudah menurunkan pistol miliknya kemudian mengarahkan pistol miliknya kembali ke arah Ravindra dan menarik pengaman pada pistol miliknya. Rajendra kini sudah bersiap menarik pelatuk pistolnya dan bersiap
Oktober2020 Eesha sedang berdiri di tengah kerumunan pengunjung mall yang tidak begitu padat dan memandang ke arah papan billboard yang ada di dalam mall yang sedang memutar sebuah video trailer film yang akan ditayangkan minggu depan. Trailer film itu memutar potongan – potongan bagian dalam film dan lagu latar yang akan menjadi andalan dalam film itu. Dengan bibirnya dan dengan lirih, Eesha ikut menyanyikan lagu latar dalam video trailer dengan durasi satu menit dua puluh detik itu. [Lebih baik melihatmu dari jauh, tidak berani berharap bisa bersamamu Dengan hati – hati, kusembunyikan kasih sayang ini di dalam hati Bahkan jika air mata jatuh menjadi hujan Bahkan jika kata – katamu sedingin es Jika kekasih tidak bisa bersama, lebih baik merindukanmu di dalam hati] Eesha menghentikan gerakan bibirnya ketika ponselnya bergetar. Ma
Eesha dan Rajendra yang mendengarkan ucapan Nanda berharap hati Ravindra dapat tersentuh dan menghentikan niatnya untuk membunuh Nanda. Namun ucapan Nanda sepertinya tidak menyentuh hati Ravindra seperti harapan Eesha dan Rajendra. “Kau berbohong padaku, Kiran!” Ravindra meraih pisau miliknya yang sempat terlempar dan langsung mengarahkannya ke leher Nanda. “Kau bohong!”“Aaaaaaaaaaa” teriak Eesha melihat pisau yang mengarah ke leher Kiran dan perlahan melukai leher Kiran. Dalam waktu singkat, cairan berwarna merah kemudian mengalir dari leher Kiran dan membuat Eesha semakin histeris ketakutan. “Ravindra, stop!”“Berhenti Ravindra!” Rajendra yang tadinya sudah menurunkan pistol miliknya kemudian mengarahkan pistol miliknya kembali ke arah Ravindra dan menarik pengaman pada pistol miliknya. Rajendra kini sudah bersiap menarik pelatuk pistolnya dan bersiap
Dengan tubuh yang masih dalam keadaan lemah karena obat bius dari Ravindra, Eesha mencoba bangkit dari kursi rodanya dan menjauh dari Nanda dan Ravindra – sesuai dengan perintah Rajendra. Dengan susah payah, Eesha akhirnya bisa berjalan menjauh. Sementara di sisi lain, Nanda dan Ravindra masih terus memukul satu sama lain dan berpindah-pindah tempat dengan sehingga membuat Rajendra yang ingin menjatuhkan Ravindra berulang kali merasa ragu karena takut adalah Nanda. “Paman, jangan menembak!” Eesha berteriak kepada Rajendra sembari berlari ke arah Rajendr
“Jadi semua yang kamu lakukan, semua pembunuhan itu karena Amartya?” tanya Rajendra tidak percaya. “Apa hubungan Amartya dengan pembunuhan-pembunuhan yang kamu lakukan? Kenapa Amartya, anak yang polos itu kamu jadikan alasan untuk pembunuhanmu itu?” Ravindra tersenyum sembari mendorong kursi roda di mana Eesha masih tidak sadarkan diri dan membawanya duduk di dekatnya. “Karena Tuanku itu terlalu polos, Tuanku hanya melihat Eesha seorang saja. Meski tahu Eesha hanya akan menunggu Kiran kembali, Tuanku masih setia untuk berada di sisi Eesha – sama seperti yang aku lakukan untuk ayah angkatku. Dan wanita-wanita yang jadi korbanku itu adalah wanita yang tidak tahu malu dan berusaha untuk membuat Tuanku berpaling. Aku benci dengan penganggu seperti mereka.”Rajendra menganga mendengar penjelasan di balik alasan pembunuhan yang dilakukan oleh Ravindra.“Kau benar-benar tidak bisa dipercaya. Alasa
"Di mana Eesha?" teriak Rajendra.“Paman benar-benar tidak sabaran sekali,” balas Ravindra. “Tidakkah Paman tidak melihat pertemuan mengharukan antara aku dan Kiran?”Rajendra terkejut mendengar ucapan Ravindra. Dia seperti orang yang berbeda. Ravindra yang selama ini saya kenal sebagai asisten Amartya adalah orang yang diam, penurut dan tidak banyak bicara. Tapi Ravindra yang sekarang berdiri di hadapanku terasa seperti orang yang b
“Sandera??” Rajendra yang terkejut mendengar penjelasan Nanda, nyaris saja membuat dirinya bersama dengan Nanda celaka. Tanpa sadar, Rajendra menginjak pedal rem dan membuat mobilnya berhenti dengan tiba-tiba.“Apa yang Paman lakukan?” teriak Nanda yang terkejut dan nyaris saja membenturkan kepalanya ke dashbor mobil milik Rajendra. Nanda langsung menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat bagian belakang mobil. Nanda langsung menghela napas lega, begitu menyadari jika di belakang mobil milik Rajendra tidak ada kendaraan lain. “Syukurlah di belakang jalanan sedang sepi, kalau tidak kita bi-““Ya, aku tahu. Tindakan tadi bisa menyebabkan kecelakaan beruntun karena tiba-tiba menginjak pedal rem dan membuat mobil berhenti tanpa aba-aba.” Rajendra mengusap keringat dingin di keningnya sembari menginjak pedal gas mobilnya lagi. Mobil melaju lagi dengan sedikit perlahan. “Maaf
Percakapan penting antara dirinya dan Nanda kemudian terhenti ketika Rajendra bersama dengan Nanda tiba di sebuah gudang di pinggiran kota. Gudang yang terbengkalai dan berkesan telah terabaikan selama beberapa tahun menjadi lokasi yang pas dan ideal bagi pembunuh yang terkenal dengan nama Hujan Merah.Bersama dengan Nanda, Rajendra kemudian merilis tempat yang ada di gudang itu. Rajendra bahkan memeriksa bagian luar gudang itu, untuk menemukan kemungkinan ada tempat lain yang tidak terlihat yang bisa menjadi tempat persembunyian hujan merah yang tersembunyi Eesha.
“Apa Paman tidak percaya padaku?” tanya Nanda yang tidak lain adalah Kiran.Rajendra menggelengkan kepalanya dengan ragu. “Jika kamu membicarakan hal ini kepada orang lain, mungkin orang lain tidak akan percaya pada ucapanmu, Nanda. Ah tidak, haruskah aku memanggilmu dengan nama Kiran sekarang?”“Untuk saat ini, tolong panggil dengan nama Nanda saja, Paman. Akan lebih baik jika beberapa orang tidak mengetahui identitasku yang sebenarnya.”“Kenapa?” tanya Rajendra tidak percaya untuk kedua kalinya. “Setelah dua puluh tahun lamanya menghilang, harusnya kamu kembali ke rumah Eila dan Eesha. Setelah dua puluh tahun lamanya terpisah, harusnya kamu kembali ke tempat di mana keluargamu menunggu. Kenapa kamu justru berada di sini dan menyembunyikan identitasmu dari orang-orang yang menunggu kepulanganmu selama dua puluh tahun lamanya?”Nanda menundukk
Setelah melakukan pencarian selama dua jam lamanya dan tidak menemukan hasil, Rajendra terpaksa mengambil keputusan untuk memberitahukan kabar buruk ini kepada keluarga Eesha: Ishya, Eila dan Amartya. Dalam perjalanan menuju ke rumah Ishya dan Eila, Rajendra kemudian melewati cafe di mana Nanda sedang bekerja. Rajendra yang tahu hubungan yang dimiliki Eesha dan Nanda, kemudian menghentikan mobilnya dan berniat untuk memberitahukan kabar buruk yang menimpa Eesha kepada Nanda lebih dulu.“Nanda. . .” Rajendra langsung menyapa Nanda ketika masuk ke cafe di mana Nanda bekerja.“Ah, Pak Rajendra.” Nanda membalas sapaan Rajendra. “Apa yang membawa Bapak datang kemari?”“Bisakah aku minta waktumu sebentar, Nanda?” Rajendra berbicara dengan nada suara yang sedikit bergetar.“Tentu. Tentu saja. Mari kemari.”Nanda kemudian mena
“Dia tidak ingin mengakui bahwa dirinya adalah Kiran. Kiran menyembunyikan identitasnya dan bertindak seolah tidak mengenaliku, Paman.”“Kenapa begitu? Kamu tidak bertanya pada Kiran kenapa dia melakukan hal itu? Selama dua puluh tahun ini, ke mana saja Kiran? Kenapa tidak pulang ke rumah dan menemui ibunya?”“Aku tidak bisa bertanya padanya, Paman. Aku tahu dengan baik sifat Kiran. Ketika dia tidak ingin bilang maka dia tidak akan bilang. Kiran adalah anak yang seperti itu, Paman. Aku menduga hal ini ada hubungannya dengan Hujan Merah yang muncul setelah dua puluh tahun lamanya menghilang.”“Katakan pada Paman, di mana Kiran sekarang! Biar Paman yang bertanya langsung pada Kiran. Paman adalah detektif di kepolisian, Paman akan menjamin nyawa Kiran, jika sesuatu yang buruk bisa saja menimpa dirinya. . .”Eesha menggelengkan kepalanya dengan sedikit ragu.