Lampu-lampu yang menyala terang dari obor menyala dan menghiasi pasar malam itu, stand-stand makanan berjejer rapi dari tempat Aku dan Aki Karma berdiri hingga ujung mata memandang. Tempat yang tadinya adalah pepohonan di hutan yang lebat, kini menjadi suatu tempat yang terang benderang dengan berbagai macan stand jajanan di kedua sisinya. Sebuah tempat dimana Aku pernah terjebak di dalamnya. Namun kali ini suasananya sangat berbeda, pasar malam ini lebih luas, saking luasnya Aku tidak bisa melihat ujung dari pasar malam ini.
Namun semuanya nampak kosong, tidak ada pengunjung atau para penjaga stand. Yang ada hanya stand-stand yang bejejer rapi dengan lampu yang menyala. Tidak ada suara tertawa yang menghiasi pasar malam itu, tidak ada suara gamelan dan pagelaran wayang yang Aku lihat seperti sebelumnya. Yang ada adalah jalan panjang yang lurus dengan stand – stand di kedua sisinya.
Aku melihat Aki Karma yang sedang berdiri, seperti sedang mengamati sesuatu, dia
Suara-suara nyaring dalam gua itu mengagetkan Aki Karma dan Aku yang sedang ada diluar, di dalam hutan yang gelap dengan pohon-pohon besar di sekelilingnya, terdapat satu cahaya yang begitu terang di dalam gua, cahaya yang diiringi suara gamelan khas sunda dan suara-suara riuh yang seakan-akan mereka sangat senang ada disana. Tidak masuk akal memang, Aku dan Aki Karma hanya terdiam. Melihat cahaya yang merah terang yang keluar dari dalam gua tersebut.“Jang, Aki ingat, itu suara gamelan teman-teman Aki. Jang, Aki harus kesana” Aki Karma berbicara kepadaku dengan bersemangat dia sangat yakin bahwa apa yang dia dengar saat ini adalah gamelan dan suara dari teman-temannya yang meninggal dahulu.“Aki harus kesana Jang” kata Aki Karma begitu bersemangat ingin segera bertemu teman-temannya sembari melangkahkan kaki lebih cepatNamun Aku dengan refleks mencoba menaha
Kok kok kok.....Suara-suara ayam hutan saling bersahutan berkokok, suaranya yang menandakan bahwa malam hari sudah selesai dan beberapa waktu lagi bulan akan tergantikan oleh cahaya matahari dengan sinarnya yang hangat. Bintang-bintang masih terlihat dengan jelasnya, belum saatnya bagi mereka untuk menghilang terkena silaunya matahari pagi, mereka masih berkilauan ditemani oleh cahaya kemerahan yang pelan-pelan muncul di ufuk timur Gunung Sepuh.Terlihat muncul beberapa bayangan yang mengelilingi di depan ku yang sedang tertidur di sebuah pohon besar, mereka serentak menundukan kepalanya kepada ku yang sedang tertidur di depan gua. Bayangan tersebut seperti sedang berterima kasih kepada ku, terlihat dari senyum kecil dari semua bayangan yang mengelilingi ujang di tempat itu. Kemudian salah satu dari mereka menyimpan beberapa lembaran kertas di atas tanganku, beberapa lembar kertas tua yang sudah mengelupas di ujungnya, dengan warna yang kekuningan namun tulisanya masi
Rintik-rintik hujan kembali menemani malamku di Kampung Sepuh, sudah beberapa hari ini hujan terus-terusan datang dan membasahi Kampung Sepuh dengan lebatnya, bahkan kabut gunung tak jarang datang dari siang hari sehingga mengurangi pandangan ku ketika Aku berjalan. mungkin bagi sebagian orang terutama untuk orang-orang yang tinggal di kota, kabut tebal dari siang hari jarang sekali terjadi. Namun berbeda dengan Kampung Sepuh, karena Kampung Sepuh berada lereng gunung, sehingga tak jarang kabut akan datang sebelum hujan sehingga membuat cuaca semakin dingin. Aku sudah beberapa hari ini memakai jacket tebal, rasa dingin yang menusuk tulang yang semakin terasa setiap malamnya membuatku harus memakai pakaian yang tebal, juga sarung yang setia menemaniku sebagai pengganti selimut saat Aku tertidur di warung. Sudah tiga hari Aku menjaga warung semenjak Aku pergi bersama Aki Karma ke Gunung Sepuh, namun tidak ada kejadian aneh dan makhluk yang menyeramkan yang datang ke wa
15 Maret 1891Sudah hampir berjalan selama tiga bulan, namun pekerjaan untuk pembukaan lahan tidak kunjung selesai, semenjak meninggalnya 50 orang pekerja secara misterius, banyak pekerja yang bekerja kepada Adriaan memutuskan untuk pulang, banyak yang melarikan diri ketika malam hari tiba, secara diam-diam mereka keluar satu persatu dan tidak kembali ke esokan harinya.Adriaan sedang terdiam di tempat meja kerjanya, yang hanya di terangi lilin di ruangan itu, terlihat beberapa kertas yang berserakan di atas mejanya, juga 2 botol tinta yang sudah dibuka yang akan digunakan untuknya menulis beberapa jurnal atau laporan yang nantinya akan dikirim ke Belanda.Namun dirinya kini nampak kebingungan, terlihat dari tanganya yang sedang memegang kepala, sedangkan tangan satunya lagi sedang memegang pena berbulu di atas sebuah kertas yang kosong.Dia sendirian sedang memikirkan solusi atas apa yang terjadi selama beberapa bulan ini, hanya kurang l
Lampu-lampu obor menyala dengan terangnya, orang-orang sibuk dengan kegiatanya di malam hari, banyak yang dari mereka sedang mengobrol dengan sesamanya di teras rumah, juga anak-anak kecil yang tak terhitung jumlahnya berlarian melintasi tenda Adriaan, ada juga yang sedang berlari-lari saling mengejar satu sama lain. Rumah tersebut berupa panggung yang terbuat dari anyaman bambu dan beratapkan rumbia. Dengan tiang-tiang yang dibuat dari bambu dan di ikat oleh tali yang terbuat dari kulit pohon dan di ikatkan satu sama lain membentuk rangka rumah. Dan rumah-rumah itu berjajar satu sama lain dengan rapi sehingga terlihat asri. Adriaan dan Amang saling memandang satu sama lain, begitu pula ke empat para pekerja yang mengikuti mereka, mereka berdiri dan melihat sekeliling mereka, mereka sadar ketika kabut turun mereka masih dihutan yang dipenuhi dengan pepohonan yang sangat besar dengan jalan setapak yang sulit dilalui, namun ternyata semuanya mendadak berubah ketika mal
Malam itu di Kampung Sepuhtidak seperti biasanya suara orang-orang berjalan begitu terdengar tergesa-gesa tanpa ada satu orang pun yang berbicara, hening hanya suara langkah mereka yang melangkah ke tujuan yang sama, suasana punmendadak ramai di salah satu rumah warga, mereka sedang berduka. Karena salah satu warga mereka meninggal di hari ini.Sudah menjadi salah satu tradisi di Kampung Sepuh, apabila ada yang meninggal, mereka ikut membantu untuk proses pemakamanya.Sudah hari ke sepuluh Kampung Sepuh dilanda kepanikan, setiap hari mereka mendapati tetangga, kerabat atau teman mereka terbujur kaku dan tidak bernyawa, semua kasusnya sama dengan mata yang melotot dan dengan kondisi tubuh yang terbujur kaku secara tidak wajar, mereka seperti telah ketakutan melihat sesuatu ketika ajalnya tiba.Kampung Sepuh sekali lagi kehilangan salah satu warga mereka. Sudah hampir 3 bulan Kampung Sepuh menjadi gaduh, banyak kejadian aneh yang menimpa Kampung
Ki Wisesa kemudian memperkenalkan diri kepada mereka, sembari tersenyum ramah dia memperkenalkan diri dan memberitahukan bahwa dirinya adalah penduduk Kampung Sepuh, Kampung yang menjadi tujuan Adriaan dan Amang. Setelah memperkenalkan diri tiba-tiba mengangkat tangannya. Di tengah hutan yang rimbun dan gelap dia membaca beberapa mantra sembari menutup matanya, Adriaan melihat ke Amang karena tidak mengerti dengan yang dilakukan Ki Wisesa tapi bahkan Amang pun hanya bisa melihat Ki Wisesa, mereka tidak tahu yang diucapkan Ki Wisesa pada malam itu. Namun tiba tiba Wussssshhhh Sebuah angin terasa menuju ke arah Adriaan dan Amang. Sebuah angin tipis yang menerpanya, namun angin itu terasa sangat sejuk, bahkan tak sadar rasa capek Adriaan dan Amang setelah dia berlarian di kampung yang menyeramkan itu seketika hilang setelah merasakan angin sejuk dari Ki Wisesa. “Kamu berdua bisa berdiri sekarang, tidak perlu takut, mereka sek
Siang hari di Kampung Sepuh nampak sibuk, banyak pedati yang ditarik oleh sapi keluar masuk kampung dengan membawa beberapa kayu dan beberapa kotak peralatan untuk membantu warga memperbaiki rumahnya, juga ada beberapa kereta kuda yang datang dengan beberapa pekerja yang akan membantu para warga Kampung Sepuh untuk memperbaiki segala kerusakan yang terjadi. TRAK TRAK SREET, SREETT TOK, TOK, TOK Suara-suara kayu yang dipalu di atas atap yang roboh dan suara kayu yang sedang di gergaji membuat Kampung Sepuh kali ini ramai, banyak warga dibantu para pekerja pembukaan lahan teh saling bahu membahu memperbaiki kerusakan rumah-rumah mereka, mereka akhirnya senang, rumah-rumah yang rusak kini diperbaiki kembali. Sudah beberapa hari ini warga kampung tidur di rumah yang kondisi nya hancur sehingga angin malam masuk ke rumah bahkan pada saat hujan turun rumah yang bocor menyebabkan seluruh isi rumah basah dan beberapa sampai menginap di rumah tet
Waktu semakin malam, aku dan Iman kini berjalan melewati rumah-rumah di Kampung Sepuh menuju warung. Sekarang para warga bisa berjalan dengan santainya pada malam hari, bahkan tanpa bantuan senter sekalipun, karena baru beberapa bulan yang lalu jalanan Kampung Sepuh dipasangin lampu jalan bertenaga surya untuk penerangan. Ya siapa lagi kalau ada andil Pak Ardi di dalamnya, Pak Ardi benar-benar ingin merubah Kampung Sepuh agar bisa disamakan dengan kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Sehingga apapun yang dia lakukan agar Kampung Sepuh bisa terlihat lebih modern dan bisa diterima oleh masyarakat yang masih menganggap Kampung Sepuh itu adalah Kampung Keramat. Ketika aku sampai, rupanya Ujang sudah duduk di depan warung. dengan aura yang kini tampak berbeda dari yang aku temui di siang hari. Aku yang baru sampai dipersilakan untuk duduk dan bersila, dan akupun secara tidak sadar mengikuti apa yang dia perintahkan. “Aku akan menunjukan A Sidik sesuatu.
Obrolan yang sangat panjang di depan warung tersebut membuatku terkesima, oleh cerita-cerita Ujang yang dia dapatkan dari pengalamannya sendiri ataupun dari para warga yang mengalami kejadian-kejadian diluar nalar yang terjadi di Kampung Sepuh ini.Setelah perjanjian yang mengikat mereka terputus, para warga mulai beradaptasi kembali dengan suasana malam. Dan sekarang mereka sudah terbiasa dengan malam hari di Kampung Sepuh yang kini sedang aku kunjungi.Disana pula aku mendapatkan beberapa cerita yang tidak aku tulis dalam cerita, cerita-cerita yang menyeramkan terutama ketika menyangkut Ujang pada masa kecil dengan mitos-mitos dan pantangan-pantangan yang ada di sekitar mereka.Pulau Jawa bagian selatan masih penuh misteri, dengan landscape pegunungan yang membentang hingga ke Pantai Selatan. Membuatnya banyak mitos dan kejadian-kejadian yang diluar nalar, yang sering kali bersinggungan dengan manusia yang hidup di dalamnya.Dan bagiku, itu adalah penga
Sebuah warung kecil, yang awalnya aku tuangkan dalam Kata-kata yang menjadi cerita hingga saat ini. Kini aku lihat sendiri bentuknya, sebuah warung yang dulunya hanya berada dalam imajinasiku sendiri. Kini, aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri.Bekas-bekas runtuhnya warung yang aku ceritakan masih tersisa, dengan banyaknya genteng-genteng yang rusak karena hangus terbakar disusun dan disimpan di rumah Ujang. Warung itu tampak baru, karena setelah kejadian yang menimpa Ujang. Pak Ardi dan para warga sepakat membangun kembali warung tersebut.Warung yang kini aku lihat ini, adalah salah satu point utama dalam ceritaku. Dimana, banyak kejadian yang silih berganti muncul dan harus di hadapi oleh Ujang dan warga Kampung Sepuh.“Kang!” Kataku sambil berdiri dan menyapa Ujang yang mendekatiku.Ujang hanya tersenyum, sifatnya yang agak pendiam terlihat jelas olehku. Ujang tidak setampan atau setinggi orang-orang yang menjadi karakter utama di da
“Dik, rumah orang tua kamu dimana sih, aku dah nungguin di Alf*mart deket rumah kamu. ” Sebuah text W* tiba-tiba muncul di HP ku pada pagi itu. Dan ketika aku baca, ternyata Iman sudah sampai di Ciwidey tempat dimana orang tua ku tinggal. Hari ini adalah hari minggu di akhir Februari. Dan pada hari ini, aku sengaja mengosongkan jadwalku untuk berkunjung ke Kampung Sepuh bersama dengan Iman, anak dari Mang Rusdi yang kini bekerja di tempat yang sama denganku. Aku berkunjung ke Kampung Sepuh, semata-mata untuk bersilaturahmi kepada semua warga yang ada disana. Karena sudah memberiku izin untuk membuat cerita tentang mereka, termasuk dengan segala yang terjadi di dalamnya. Iman dan Mang Rusdi adalah dua orang yang namanya sama dengan cerita yang aku buat. Sedangkan sisanya, aku sengaja memberi nama baru. Dan itu sudah sesuai dengan kesepakatan mereka ketika aku membuat cerita ini. “Ok, tunggu nanti aku kesana, beli aja makanan ama minuman buat ol
Kini,Semuanya kembali normal, Tidak semua orang tahu akan cerita ini. Bahkan hanya beberapa orang yang aku percaya yang mengetahui tentang apa yang terjadi tentang pertarunganku dan Kala pada saat itu.Karena apabila aku bercerita kepada semua orang, pasti banyak orang yang tidak percaya. Karena menganggap itu hanyalah fantasi dan ilusi semata dari seseorang yang kehilangan kakinya di Gunung Sepuh.Namun, berbeda dengan Mang Rusdi dan Mang Darman. Yang kini sering kali menghabiskan waktunya untuk menemaniku di dalam warung, bahkan istri Mang Rusdi sering kali membantuku di rumah untuk sekedar membersihkan rumah dan memastikan aku bisa makan dengan lahap di hari itu.Karena mereka sadar, aku kini hanya sendirian di Kampung Sepuh. Sudah tidak ada lagi orang tua yang menjadi panutanku saat ini. Sehingga mereka secara sukarela membantuku dan menganggapku sebagai bagian dari keluarga mereka yang tidak boleh mereka abaikan.“Mang, nongkrong wae di
Dua minggu kemudian.Warung yang sudah hancur akibat aku bakar, kini kembali berdiri. Lengkap dengan etalase yang sudah diperbaiki dan barang-barang yang dagangan yang mengisi penuh etalase dan rak-rak dagangan di warungku ini.Dan suasana sore hari yang penuh dengan hilir mudik warga kampung yang pulang dari sawah dan ladang terlihat olehku yang kini menjaga lagi warung yang sudah aku buat kembali bersama para warga dengan bantuan modal dari Pak Ardi.Aku seperti biasa kini sedang duduk dan bercengkrama dengan Mang Rusdi dan Mang Darman yang baru pulang dari berkeliling kampung untuk berdagang. Canda dan tawa menghiasi obrolan-obrolan tersebut karena sesekali Mang Darman berceloteh dan bercanda atas apa yang dia lakukan.Mereka berdua sudah mengetahui kejadian yang menimpaku di tempat itu, bahkan pertarungan ku dengan Kala di Gunung Sepuh. Dan itu membuat mereka tercengang karena mereka tidak mengetahui bahwa ada makhluk yang seperti itu di Gunung Sepuh.
Aku kembali berdiri, di tengah-tengah hamparan rerumputan yang luas. Dengan salah satu pohon besar yang ada di puncak yang terlihat olehku dari kejauhan. Rerumputan itu kini tampak lebih hijau dari sebelumnya, dan tidak terlihat lagi ilalang-ilalang yang tinggi menjulang hingga menutupi badanku saat itu. Panas yang terik, dengan angin segar yang berhembus dari pegunungan membuatku merasakan suatu perasaan yang sangat lega. Entah mengapa. Hatiku kini terasa sangat tenang ketika berada di tempat ini. Aku pun berjalan, melewati rerumputan tersebut dengan kakiku yang tidak memakai alas kaki sama sekali. Mencoba untuk berjalan dan duduk kembali di pohon besar yang berdiri di tengah-tengah rerumputan di atas sana. Jalanan yang kulalui sangat begitu mulus, tidak ada serangga-serangga yang menggigit kakiku, tidak ada jalanan yang becek bercampur lumpur. Juga tidak ada lagi lubang yang membuatku terperosok. Semuanya sangatlah berbeda, aku seper
Pandangan ku tiba-tiba gelap, aku sudah tidak bisa merasakan apapun lagi. Aku yang sudah pasrah kini hanya bisa membiarkan tubuhku yang tertutup oleh tanah yang menimpaku seketika dari atas sana. Dan para warga yang menyaksikan hal itu secara langsung tiba-tiba panik dan langsung berteriak memanggilku. “UJANGGGGGGGG!!!” Mang Rusdi yang pertama berlari ke arah tanah longsoran tersebut dan memindahkan batu, ranting-ranting dan tanah untuk mencariku dengan kedua tangannya. Begitu juga dengan Aki Karma, Mang Dadang, dan Mang Uha serta warga-warga yang lainnya yang membantu memindahkan semua material longsor yang menutupi tubuhku, dan berharap aku masih bisa bertahan dengan tubuh yang tertutup oleh longsoran tanah tersebut. Sedangkan Pak Ardi, dia langsung menelpon anaknya dan Pak Caca untuk segera meminta bantuan. Karena kini situasinya sangat berbeda, Pak Ardi membutuhkan lebih banyak orang agar bisa lebih cepat menyelamatkan aku yang berada di d
Mereka semua berlari masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh yang masih terlihat gelap dan menyeramkan, dengan aura mistis yang kental dan terasa oleh semua warga Kampung Sepuh pada pagi itu.Meskipun waktu itu adalah waktu di mana pagi akan menjelang, namun tetap saja. aura-aura mistis yang terasa oleh para warga yang sedang berlari ke dalam sangatlah terasa.Apalagi dari mereka semua, hampir sebagian besar belum pernah keluar pada dalam gelap semasa hidupnya, mereka sudah terbuai oleh bantal dan selimut tebal dari mereka lahir hingga saat ini, dan mereka mematuhi larangan untuk keluar rumah hingga pagi tiba. Sehingga mereka tidak mengetahui rasanya masuk ke dalam hutan pada saat-saat seperti ini.“JANGGGG, UJANGGGG!!!!!”Mang Rusdi berteriak-teriak sambil berlari. Senternya di arahkan ke segala arah, mencoba mencariku di dalam gelapnya hutan Gunung Sepuh yang luas tersebut. Para warga lainnya juga melakukan hal yang sama, mereka berlari sambil men