“A Ujang, A Ujang! ”
“A, a!”
Aku mendengar suara yang terdengar oleh telingaku pada saat itu, disertai dengan suara kokok ayam dan hawa dingin yang berhembus ke arahku.
Seketika, aku mencoba membuka mataku secara perlahan. Dan terlihat, sebuah bayangan yang ada di depan ku pada saat itu. Aku yang kaget tiba-tiba terbangun dan tanpa sadar aku berteriak.
“Ibuuuuu...!” Kataku.
Namun tidak ada jawaban ketika aku berteriak seperti itu, aku mencoba memandang orang yang berbicara kepadaku dengan lebih jelas. Dan ternyata itu adalah Icha, yang mencoba membangunkanku yang tertidur di depan warung.
Icha terlihat tampak sedih ketika aku berteriak Ibu kepadanya, dia mungkin merasa bahwa
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia WARUNG TENGAH MALAM Jangan lupa pada hari rabu tanggal 16 februari nanti, akan ada live komen bersama saya di Fanspage official Goodnovel di Face**k. pantengin terus media sosial Goodnovel ya, dan persiapkan pertanyaan yang selama ini ingin ditanyakan tentang warung tengah malam karena saya akan jawab semua pertanyaan yang kalian tanyakan di komen tetap dukung dan vote WARUNG TENGAH MALAM ya
Kampung Parigi di malam sebelumnya sangatlah ramai. Kampung yang berdekatan langsung dengan jalur Provinsi yang menghubungkan Jawa Barat hingga ke Pesisir Selatan yang membentang hingga ke Jawa Tengah ini, sangat penuh dengan aktivitas warga yang berkegiatan di malam hari. Tidak seperti Kampung Sepuh yang tampak sepi apabila malam tiba. Di Kampung Parigi ini, banyak sekali pedagang-pedagang kaki lima yang berjualan di bahu jalan. Dengan makanan-makanan yang dijual yang bisa menjadi santapan untuk mengisi perut mereka yang lapar di malam hari. Sehingga, di pinggir jalan Provinsi itu, terlihat banyak sekali dagangan juga aktivitas manusia yang berlalu lalang ketika malam tiba.. Bahkan dua toko retail besar berwarna merah dan biru terlihat dengan warnanya yang mencolok dengan logo besar yang terlihat dari jala
Para Aparat Desa itu kaget ketika Vito mendadak menjatuhkan dirinya ke belakang, bersamaan dengan teriakannya yang keras seperti ketakutan, Vito kini meringkuk di lantai. Dan tangannya menunjuk ke arah Aparat Desa yang sedang duduk dan mendata Vito di depan komputernya. Aparat Desa itu langsung berdiri, dan melihat ke belakang, namun tidak ada apa-apa di belakang sana. Hanya ada tembok yang sudah usang, dengan poster-poster yang menempel tentang tata cara pelaporan untuk pelaku kriminal, juga poster-poster yang lain serta jadwal piket yang menempel rapi di tembok ruangan itu. “Ampun, ampun, jangan ambil nyawaku! ” Vito berteriak-teriak sambil meringkuk di tana
Pagi hari menjelang, sinar matahari yang muncul secara perlahan dari ufuk timur pegunungan. Membuat semua warga yang awalnya tertidur lelap, kini bangun dan mempersiapkan diri untuk menyambut hari baru, dengan segala aktivitasnya yang akan mereka lakukan di hari itu. Suasana tampak ramai di Kampung Parigi, melebihi ramainya para warga di Kampung Sepuh yang akan melakukan aktivitas di pagi itu. Banyaknya suara motor yang sedang dipanaskan oleh pemiliknya di depan rumah terdengar jelas di pagi itu, belum lagi, para ibu-ibu yang sudah berangkat dari rumahnya, untuk membeli sesuatu di sebuah pasar kecil yang selalu ramai dekat Kantor Desa di pinggir jalan raya Provinsi. Sehingga suasana pagi di Kampung Parigi sangat jauh lebih ramai daripada keseharian Kampung Sepuh di pagi hari, apalagi para warga di Kampung Parigi mempunyai pekerjaan yang beragam, dari mulai pe
Sebuah perjanjian dari seorang manusia kepada para makhluk untuk tujuan menggapai segala keinginannya di dunia ini, semuanya mempunyai risiko yang sama. Yaitu mengorbankan dirinya sendiri untuk menjadi budak para makhluk itu cepat atau lambat. Apalagi menyangkut tumbal, yang menjadi salah satu persyaratan terpenting ketika para manusia melakukan perjanjian dengan para makhluk yang ada di sekitar mereka. Karena dibalik semua itu, ada aturan tidak tertulis tentang apa yang terjadi, ketika mereka tidak memenuhi persyaratan tumbal yang mereka sepakati sebelumnya. Yaitu tubuh mereka sendiri, sehi
Hari semakin siang, rupanya matahari di siang ini tidak memancarkan sinarnya dengan sempurna. Cahayanya yang terang rupanya tertutup oleh awan tebal dan kabut tipis yang menutupi seluruh Kampung Parigi pada siang itu. Rasa dingin mulai terasa, terutama bagi para dokter forensik yang datang dari kota, bersamaan dengan para dokter dan perawat puskesmas yang ikut membantunya. Mereka memakai pakaian khusus dengan masker yang mereka pakai. Baru kali ini juga para warga kampung yang berkerumun harus dibubarkan secara paksa oleh para dokter itu, selain menjaga protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus juga agar tidak mengganggu proses penyelidikan dari para dokter yang didatangkan langsung oleh Pak Ardi. Semua petugas, bahkan Pak Ardi, Aki Karma dan Icha sekalipun kini harus memakai masker. Atas saran dokter forensik itu. Bahkan kini, kantor Aparat Desa di segel dan tidak membiarkan seorangpun masuk, kecuali Aparat Desa yang kini dibantu oleh aparat dari ke
Kabut tebal yang menutupi Kampung Sepuh pada sore itu menutupi pandanganku, sehingga aku tidak bisa melihat siapa yang berbicara kepadaku pada sore itu. Hawa dingin yang menusuk kulit kini mulai terasa, meskipun aku terbiasa dengan hawa dingin yang seperti ini. Tapi tetap saja, aku harus memakai jaket untuk membuatku hangat. Tapi aku sepertinya malas untuk mengambil jaket di dalam rumah, aku malas melakukan apa-apa hari ini. Pikiranku masih saja kacau, aku baru merasa benar-benar kehilangan ketika warung ini seharusnya di jaga oleh ibuku pada siang hari. Dan kali ini, hanya ada aku sendiri yang menjaga warung ini sendirian. Terkadang di saat hari beranjak sore seperti ini, ibu menyiapkan teh hangat dan juga beberapa gorengan untuk ku santap, ibu tahu betul kalau aku di jam segini sudah kelaparan sedangkan waktu makan malam masih lama. Dengan senyumnya yang khas membuatku merasakan kehangatan dari seorang Ibu. Tapi kini sudah tidak ada, kini aku hanya hidup se
Malam Itu, Mang Rusdi Seperti biasanya diam dirumah sambil menonton sinetron kesayanganya di TV. Sinetron tentang romansa rumah tangga yang menjadi populer di Kampung Sepuh saat ini, tak jarang ibu-ibu setiap pagi pasti membicarakan sinetron yang mereka tonton kemarin malam, dengan menebak-nebak adegan selanjutnya yang akan ditontonnya pada episode malam berikutnya. Begitupun juga para suami yang awalnya terpaksa harus menonton sinetron itu karena berebut remote TV dengan istrinya, dan perlahan-lahan para suami seperti Mang Rusdi akhirnya ketagihan menonton sinetron setiap malam. “Mah makanan nya sudah siap?” Teriak Mang Rusdi dari ruang tengah ke arah dapur. “Iya Pak sebentar lagi, ini sedang masak telur kesukaan Bapak,” Teriak Bu Ani istrinya Mang Rusdi dari dapur Trang trang trang Terdengar suara masakan yang sedang dimasak di wajan, tercium juga bau harum dari masakan yang sudah ditiriskan dari arah dapur, masakan yang sederhana namun meng
Mang Rusdi mendadak emosi, sepertinya ayam-ayam tersebut bukan di ambil secara paksa oleh seseorang, tapi mungkin dimangsa oleh anjing hutan yang sengaja turun ke kampung untuk mencari makan. Gunung Sepuh memang masih banyak terdapat hewan-hewan liar yang hidup di sana, dan biasanya, para hewan itu tidak akan berani untuk turun ke kampung. Karena makanan mereka sudah cukup di dalam hutan. Namun, pada malam ini, ketika Mang Rusdi melihat ayamnya mati dengan penuh luka, darah bercucuran dan gigitan di sekujur tubuhnya itu. Dia yakin bahwa ini adalah ulah hewan liar yang tinggal di Gunung Sepuh, dan mereka datang ketika malam hari untuk mencari makan. Mang Rusdi kemudian mencabut parang dari sarungnya, tangannya mengepal dengan keras, parang itu di acungkan dengan emosi yang muncul ketika dia melihat kondisi ayam-ayamnya. Mang Rusdi sangat yakin apabila ini ulah dari anjing liar yang tinggal di hutan, dan bukan ulah dari para makhluk yang seringkali muncul di Ka
Waktu semakin malam, aku dan Iman kini berjalan melewati rumah-rumah di Kampung Sepuh menuju warung. Sekarang para warga bisa berjalan dengan santainya pada malam hari, bahkan tanpa bantuan senter sekalipun, karena baru beberapa bulan yang lalu jalanan Kampung Sepuh dipasangin lampu jalan bertenaga surya untuk penerangan. Ya siapa lagi kalau ada andil Pak Ardi di dalamnya, Pak Ardi benar-benar ingin merubah Kampung Sepuh agar bisa disamakan dengan kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Sehingga apapun yang dia lakukan agar Kampung Sepuh bisa terlihat lebih modern dan bisa diterima oleh masyarakat yang masih menganggap Kampung Sepuh itu adalah Kampung Keramat. Ketika aku sampai, rupanya Ujang sudah duduk di depan warung. dengan aura yang kini tampak berbeda dari yang aku temui di siang hari. Aku yang baru sampai dipersilakan untuk duduk dan bersila, dan akupun secara tidak sadar mengikuti apa yang dia perintahkan. “Aku akan menunjukan A Sidik sesuatu.
Obrolan yang sangat panjang di depan warung tersebut membuatku terkesima, oleh cerita-cerita Ujang yang dia dapatkan dari pengalamannya sendiri ataupun dari para warga yang mengalami kejadian-kejadian diluar nalar yang terjadi di Kampung Sepuh ini.Setelah perjanjian yang mengikat mereka terputus, para warga mulai beradaptasi kembali dengan suasana malam. Dan sekarang mereka sudah terbiasa dengan malam hari di Kampung Sepuh yang kini sedang aku kunjungi.Disana pula aku mendapatkan beberapa cerita yang tidak aku tulis dalam cerita, cerita-cerita yang menyeramkan terutama ketika menyangkut Ujang pada masa kecil dengan mitos-mitos dan pantangan-pantangan yang ada di sekitar mereka.Pulau Jawa bagian selatan masih penuh misteri, dengan landscape pegunungan yang membentang hingga ke Pantai Selatan. Membuatnya banyak mitos dan kejadian-kejadian yang diluar nalar, yang sering kali bersinggungan dengan manusia yang hidup di dalamnya.Dan bagiku, itu adalah penga
Sebuah warung kecil, yang awalnya aku tuangkan dalam Kata-kata yang menjadi cerita hingga saat ini. Kini aku lihat sendiri bentuknya, sebuah warung yang dulunya hanya berada dalam imajinasiku sendiri. Kini, aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri.Bekas-bekas runtuhnya warung yang aku ceritakan masih tersisa, dengan banyaknya genteng-genteng yang rusak karena hangus terbakar disusun dan disimpan di rumah Ujang. Warung itu tampak baru, karena setelah kejadian yang menimpa Ujang. Pak Ardi dan para warga sepakat membangun kembali warung tersebut.Warung yang kini aku lihat ini, adalah salah satu point utama dalam ceritaku. Dimana, banyak kejadian yang silih berganti muncul dan harus di hadapi oleh Ujang dan warga Kampung Sepuh.“Kang!” Kataku sambil berdiri dan menyapa Ujang yang mendekatiku.Ujang hanya tersenyum, sifatnya yang agak pendiam terlihat jelas olehku. Ujang tidak setampan atau setinggi orang-orang yang menjadi karakter utama di da
“Dik, rumah orang tua kamu dimana sih, aku dah nungguin di Alf*mart deket rumah kamu. ” Sebuah text W* tiba-tiba muncul di HP ku pada pagi itu. Dan ketika aku baca, ternyata Iman sudah sampai di Ciwidey tempat dimana orang tua ku tinggal. Hari ini adalah hari minggu di akhir Februari. Dan pada hari ini, aku sengaja mengosongkan jadwalku untuk berkunjung ke Kampung Sepuh bersama dengan Iman, anak dari Mang Rusdi yang kini bekerja di tempat yang sama denganku. Aku berkunjung ke Kampung Sepuh, semata-mata untuk bersilaturahmi kepada semua warga yang ada disana. Karena sudah memberiku izin untuk membuat cerita tentang mereka, termasuk dengan segala yang terjadi di dalamnya. Iman dan Mang Rusdi adalah dua orang yang namanya sama dengan cerita yang aku buat. Sedangkan sisanya, aku sengaja memberi nama baru. Dan itu sudah sesuai dengan kesepakatan mereka ketika aku membuat cerita ini. “Ok, tunggu nanti aku kesana, beli aja makanan ama minuman buat ol
Kini,Semuanya kembali normal, Tidak semua orang tahu akan cerita ini. Bahkan hanya beberapa orang yang aku percaya yang mengetahui tentang apa yang terjadi tentang pertarunganku dan Kala pada saat itu.Karena apabila aku bercerita kepada semua orang, pasti banyak orang yang tidak percaya. Karena menganggap itu hanyalah fantasi dan ilusi semata dari seseorang yang kehilangan kakinya di Gunung Sepuh.Namun, berbeda dengan Mang Rusdi dan Mang Darman. Yang kini sering kali menghabiskan waktunya untuk menemaniku di dalam warung, bahkan istri Mang Rusdi sering kali membantuku di rumah untuk sekedar membersihkan rumah dan memastikan aku bisa makan dengan lahap di hari itu.Karena mereka sadar, aku kini hanya sendirian di Kampung Sepuh. Sudah tidak ada lagi orang tua yang menjadi panutanku saat ini. Sehingga mereka secara sukarela membantuku dan menganggapku sebagai bagian dari keluarga mereka yang tidak boleh mereka abaikan.“Mang, nongkrong wae di
Dua minggu kemudian.Warung yang sudah hancur akibat aku bakar, kini kembali berdiri. Lengkap dengan etalase yang sudah diperbaiki dan barang-barang yang dagangan yang mengisi penuh etalase dan rak-rak dagangan di warungku ini.Dan suasana sore hari yang penuh dengan hilir mudik warga kampung yang pulang dari sawah dan ladang terlihat olehku yang kini menjaga lagi warung yang sudah aku buat kembali bersama para warga dengan bantuan modal dari Pak Ardi.Aku seperti biasa kini sedang duduk dan bercengkrama dengan Mang Rusdi dan Mang Darman yang baru pulang dari berkeliling kampung untuk berdagang. Canda dan tawa menghiasi obrolan-obrolan tersebut karena sesekali Mang Darman berceloteh dan bercanda atas apa yang dia lakukan.Mereka berdua sudah mengetahui kejadian yang menimpaku di tempat itu, bahkan pertarungan ku dengan Kala di Gunung Sepuh. Dan itu membuat mereka tercengang karena mereka tidak mengetahui bahwa ada makhluk yang seperti itu di Gunung Sepuh.
Aku kembali berdiri, di tengah-tengah hamparan rerumputan yang luas. Dengan salah satu pohon besar yang ada di puncak yang terlihat olehku dari kejauhan. Rerumputan itu kini tampak lebih hijau dari sebelumnya, dan tidak terlihat lagi ilalang-ilalang yang tinggi menjulang hingga menutupi badanku saat itu. Panas yang terik, dengan angin segar yang berhembus dari pegunungan membuatku merasakan suatu perasaan yang sangat lega. Entah mengapa. Hatiku kini terasa sangat tenang ketika berada di tempat ini. Aku pun berjalan, melewati rerumputan tersebut dengan kakiku yang tidak memakai alas kaki sama sekali. Mencoba untuk berjalan dan duduk kembali di pohon besar yang berdiri di tengah-tengah rerumputan di atas sana. Jalanan yang kulalui sangat begitu mulus, tidak ada serangga-serangga yang menggigit kakiku, tidak ada jalanan yang becek bercampur lumpur. Juga tidak ada lagi lubang yang membuatku terperosok. Semuanya sangatlah berbeda, aku seper
Pandangan ku tiba-tiba gelap, aku sudah tidak bisa merasakan apapun lagi. Aku yang sudah pasrah kini hanya bisa membiarkan tubuhku yang tertutup oleh tanah yang menimpaku seketika dari atas sana. Dan para warga yang menyaksikan hal itu secara langsung tiba-tiba panik dan langsung berteriak memanggilku. “UJANGGGGGGGG!!!” Mang Rusdi yang pertama berlari ke arah tanah longsoran tersebut dan memindahkan batu, ranting-ranting dan tanah untuk mencariku dengan kedua tangannya. Begitu juga dengan Aki Karma, Mang Dadang, dan Mang Uha serta warga-warga yang lainnya yang membantu memindahkan semua material longsor yang menutupi tubuhku, dan berharap aku masih bisa bertahan dengan tubuh yang tertutup oleh longsoran tanah tersebut. Sedangkan Pak Ardi, dia langsung menelpon anaknya dan Pak Caca untuk segera meminta bantuan. Karena kini situasinya sangat berbeda, Pak Ardi membutuhkan lebih banyak orang agar bisa lebih cepat menyelamatkan aku yang berada di d
Mereka semua berlari masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh yang masih terlihat gelap dan menyeramkan, dengan aura mistis yang kental dan terasa oleh semua warga Kampung Sepuh pada pagi itu.Meskipun waktu itu adalah waktu di mana pagi akan menjelang, namun tetap saja. aura-aura mistis yang terasa oleh para warga yang sedang berlari ke dalam sangatlah terasa.Apalagi dari mereka semua, hampir sebagian besar belum pernah keluar pada dalam gelap semasa hidupnya, mereka sudah terbuai oleh bantal dan selimut tebal dari mereka lahir hingga saat ini, dan mereka mematuhi larangan untuk keluar rumah hingga pagi tiba. Sehingga mereka tidak mengetahui rasanya masuk ke dalam hutan pada saat-saat seperti ini.“JANGGGG, UJANGGGG!!!!!”Mang Rusdi berteriak-teriak sambil berlari. Senternya di arahkan ke segala arah, mencoba mencariku di dalam gelapnya hutan Gunung Sepuh yang luas tersebut. Para warga lainnya juga melakukan hal yang sama, mereka berlari sambil men