Malam semakin larut, namun kali ini tidak ada rasa sepi yang menyelimuti Kampung Sepuh. Yang ada hanyalah suara-suara gaduh yang terdengar hingga seisi kampung.
Namun entah mengapa, seperti tidak ada yang berani keluar rumah untuk melihat kegaduhan yang terjadi di dekat warung, padahal baru beberapa waktu tadi, terdengar banyak teriakan-teriakan yang terdengar hingga ke seluruh kampung.
Hah, hah, hah,
Aku berdiri di depan warung, dengan nafas yang terengah-engah. Badanku kini penuh luka lebam, namun tubuh ini seperti tidak memperdulikan kondisiku yang pada saat itu sangat kesakitan, karena beberapa kali aku mendekati Ki Ba’a namun beberapa kali pula aku terpental kebelakang.
Aki Ba’a hanya terdiam sambil beberapa kali bertepuk tangan, seperti mengejekku dan men
INFO SAAT INI KESEHATAN SAYA SEDANG MENURUN AKIBAT KESIBUKAN YANG BERLEBIH SIANG DAN MALAM, SEHINGGA SAYA HARUS REHAT TERLEBIH DAHULU UNTUK BISA MEMULIHKAN KONDISI TUBUH DAN PIKIRAN SAYA SAAT INI. UNTUK UPLOAD DI HARI BESOK DAN SELANJUTNYA AKAN TETAP BERLANJUT, NAMUN MUNGKIN TIDAK AKAN 2 BAB SEPERTI HARI INI, KARENA SAYA HARUS MEMULIHKAN TUBUHKU SAAT INI UNTUK SEMENTARA JADI MOHON MAAF DAN MINTA DOANYA, SUPAYA SAYA BISA PRODUKTIF KEMBALI DALAM WAKTU DEKAT
Waktu kini sudah melewati tengah malam, namun kegaduhan di depan warung masih belum mereda. Udara dingin yang muncul dari Gunung Sepuh tampaknya tidak terasa lagi olehku, Karena tertutup oleh perasaan marah dan emosi yang masih saja meluap-luap dalam tubuhku ini. Urat-urat di sekitar tangan terlihat, kepalan tangan yang terkepal dari tadi masih belum bisa aku kontrol sepenuhnya. Tinggal satu tangan lagi yang masih mengepal dan bergerak sesuka hatinya, sedangkan seluruh tubuh dan kakiku sudah bisa aku kontrol sepenuhnya, karena kelelahan yang sangat terasa yang membebani tubuhku pada malam itu. Tengkorak-tengkorak yang menahan kakiku kini telah menjauh dariku, setelah aku tendang dengan sekuat tenaga hingga seluruh badannya tercerai berai kemana
Entah sudah jam berapa sekarang, namun gelapnya malam masih terasa di hutan Gunung Sepuh yang menyeramkan ini. Sinar bulan purnama terlihat lebih redup dari sebelumnya, sehingga tidak bisa menyinari hutan di Gunung Sepuh yang gelap gulita ini. Biasanya, ketika malam tiba, Gunung Sepuh ramai dengan suara-suara hewan malam yang saling bersahutan untuk saling berkomunikasi ataupun sedang berburu untuk mencari makanan di sekitar hutan. Namun kali ini, tampaknya terjadi sesuatu yang mengerikan di Gunung Sepuh, yang mengakibatkan seluruh hewan-hewan di Gunung Sepuh tampak berhenti mengeluarkan suara khas nya pada malam itu. Mereka lebih memilih untuk berdiam diri di dalam sarang mereka, seperti sedang menyelamatkan diri dan bersembunyi dari sesuatu.
U u u u a a a a a a a Kesunyian yang ada di Gunung Sepuh mendadak menjadi sangat gaduh. Karena ada satu manusia yang dengan santainya menghilangkan nyawa orang lain di depan mereka, yaitu Vito yang sedang menumbalkan jiwa untuk para makhluk Gunung Sepuh. Mereka semua tertawa, bahkan sampai bertepuk tangan dengan meriah. Meskipun yang muncul di depan Vito hanyalah sesosok makhluk berbentuk monyet besar berwarna putih dengan mulutnya yang bertaring dan matanya yang melotot. Namun di belakangnya ternyata banyak makhluk yang diam-diam memperhatikan atas apa yang dilakukan Vito pada malam itu. Salah satu hal yang membuatnya menjadi lebih kejam daripada makhluk yang tinggal di Gunung Sepuh dengan seg
Di antara semua warga Kampung Sepuh yang tinggal pada saat itu, ada beberapa orang yang suka sekali menjelajahi Gunung Sepuh dan gunung-gunung di sekitarnya untuk mencari madu untuk menghidupi keluarganya yang tinggal di Kampung Sepuh.Madu-madu hutan yang bisa mereka ambil dari pepohonan yang tinggi atau tebing-tebing di sekitaran gunung, untuk mereka olah sedemikian rupa sehingga dikemas menjadi botol-botol kecil, dan mereka jual ke Kota dengan harga yang tinggi.Madu-madu yang berada di Jawa Barat bagian selatan memang sudah terkenal, seperti layaknya madu-madu yang dijual di wilayahi Banten. Karena memprosesnya sama, bukan madu dari hasil peternakan, namun secara alami di hasilkan oleh hutan.Mang Dadang dan Mang Uha, dua orang warga dari Kampung Sepuh yang sering kali mencari madu di hutan. Kedua orang ya
Matahari pagi yang berwarna kemerah-merahan yang menandakan bahwa hari sudah berganti, secara perlahan-lahan muncul dibalik Gunung Sepuh yang secara perlahan mengusir gelapnya malam, dengan cahaya merahnya yang perlahan menyinari langit di sekitaran Kampung Sepuh.Cahaya yang datang dan pergi setiap harinya. Dan tidak memperdulikan atas apa yang terjadi di Gunung Sepuh dan Kampung Sepuh akan kegaduhan yang terjadi pada malam sebelumnya. Cahaya matahari itu datang dan mengingatkan bahwa malam telah berakhir, dan semua kegaduhan yang terjadi pada saat malam hari dari dua tempat yang berbeda itu secara perlahan-lahan menghilang secara bersamaan.Aku tampaknya masih terbaring di depan warung, namun aku bukan tidak sadar lagi kali ini. namun seperti tertidur karena kelelahan yang sangat parah karena apa yang terjadi kepadaku dan Ki Ba’a pada malam hari di depa
Siang itu, suasana Kampung tampak gaduh. Banyak orang yang datang ke rumah dan ke warung, untuk sekedar melihat seseorang yang tidak sadarkan diri di dalam rumah. Seperti Biasa, para warga pasti menyempatkan waktunya untuk sekedar membantu di rumah apabila terjadi sesuatu. Ibu yang tadi menemani orang itu kini sudah mengganti bajunya dan memakaikannya selimut agar hangat, sebelumnya ada orang dari puskesmas datang ketika Mang Darman panggil di Kampung Parigi. Untuk mengecek kesehatan dari wanita itu. Dan menurut mereka dengan segala keterbatasan peralatan yang mereka bawa, mereka hanya bisa menunggu wanita ini sadar. Dan hanya bisa mengobati luka-luka memar yang ada di sekujur tubuhnya. Aki Karma kebetulan sedang keluar kampung untuk suatu urusan. Katanya, dia datang untuk menjemput Pak Ardi, karena rumah bekas A
Gerbang Gunung Sepuh yang terlihat menyeramkan sudah kami lewati, dengan pepohonan besar dengan akar-akarnya yang menutupi cahaya matahari untuk masuk ke dalam gunung. Membuat beberapa warga bergidik ketakutan. Meskipun mereka adalah warga Kampung Sepuh, tidak semua warga berani masuk kedalam hutan. Kecuali Mang Dadang dan Mang Uha, mereka tahu seluk beluk Gunung Sepuh dari segala sisi. Kecuali puncak Gunung Sepuh yang menurut mereka sangat dilarang untuk didaki, karena jalanannya yang semakin terjal ketika ke atas. Juga mereka tidak mau terjadi apa-apa ketika sampai ke puncak Gunung Sepuh atas apa yang mereka kerjakan selama ini di dalam gunung. Mang Dadang dan Mang Uha tahu segala resikonya ketika memasuki Gunung Sepuh, bahkan tak jarang, mereka melihat para makhluk yang sedang berkegiatan di hutan, bahka
Hawa sejuk pegunungan terasa olehku dan para warga yang ikut mencari seseorang yang sedang melakukan ritual di dalam gunung, yang dengan teganya ingin mengorbankan seseorang yang ditemukan oleh Mang Uha dan Mang Dadang. Mereka menganggap, ini sudah masuk ke arah kriminal. Dan mereka tidak mau, reputasi Kampung Sepuh yang sudah jelek di mata masyarakat diluar kampung kini bertambah. Akibat tragedi percobaan pembunuhan yang terjadi di dalam gunung. Memang kasus-kasus seperti ini pasti ada, mereka juga tidak menyangkal akan hal itu. Karena sebuah tuntutan tumbal akibat perjanjian dengan para makhluk dengan manusia dengan segala keperluannya untuk bisa menjadi apapun yang mereka inginkan dalam waktu yang sanga
Waktu semakin malam, aku dan Iman kini berjalan melewati rumah-rumah di Kampung Sepuh menuju warung. Sekarang para warga bisa berjalan dengan santainya pada malam hari, bahkan tanpa bantuan senter sekalipun, karena baru beberapa bulan yang lalu jalanan Kampung Sepuh dipasangin lampu jalan bertenaga surya untuk penerangan. Ya siapa lagi kalau ada andil Pak Ardi di dalamnya, Pak Ardi benar-benar ingin merubah Kampung Sepuh agar bisa disamakan dengan kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Sehingga apapun yang dia lakukan agar Kampung Sepuh bisa terlihat lebih modern dan bisa diterima oleh masyarakat yang masih menganggap Kampung Sepuh itu adalah Kampung Keramat. Ketika aku sampai, rupanya Ujang sudah duduk di depan warung. dengan aura yang kini tampak berbeda dari yang aku temui di siang hari. Aku yang baru sampai dipersilakan untuk duduk dan bersila, dan akupun secara tidak sadar mengikuti apa yang dia perintahkan. “Aku akan menunjukan A Sidik sesuatu.
Obrolan yang sangat panjang di depan warung tersebut membuatku terkesima, oleh cerita-cerita Ujang yang dia dapatkan dari pengalamannya sendiri ataupun dari para warga yang mengalami kejadian-kejadian diluar nalar yang terjadi di Kampung Sepuh ini.Setelah perjanjian yang mengikat mereka terputus, para warga mulai beradaptasi kembali dengan suasana malam. Dan sekarang mereka sudah terbiasa dengan malam hari di Kampung Sepuh yang kini sedang aku kunjungi.Disana pula aku mendapatkan beberapa cerita yang tidak aku tulis dalam cerita, cerita-cerita yang menyeramkan terutama ketika menyangkut Ujang pada masa kecil dengan mitos-mitos dan pantangan-pantangan yang ada di sekitar mereka.Pulau Jawa bagian selatan masih penuh misteri, dengan landscape pegunungan yang membentang hingga ke Pantai Selatan. Membuatnya banyak mitos dan kejadian-kejadian yang diluar nalar, yang sering kali bersinggungan dengan manusia yang hidup di dalamnya.Dan bagiku, itu adalah penga
Sebuah warung kecil, yang awalnya aku tuangkan dalam Kata-kata yang menjadi cerita hingga saat ini. Kini aku lihat sendiri bentuknya, sebuah warung yang dulunya hanya berada dalam imajinasiku sendiri. Kini, aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri.Bekas-bekas runtuhnya warung yang aku ceritakan masih tersisa, dengan banyaknya genteng-genteng yang rusak karena hangus terbakar disusun dan disimpan di rumah Ujang. Warung itu tampak baru, karena setelah kejadian yang menimpa Ujang. Pak Ardi dan para warga sepakat membangun kembali warung tersebut.Warung yang kini aku lihat ini, adalah salah satu point utama dalam ceritaku. Dimana, banyak kejadian yang silih berganti muncul dan harus di hadapi oleh Ujang dan warga Kampung Sepuh.“Kang!” Kataku sambil berdiri dan menyapa Ujang yang mendekatiku.Ujang hanya tersenyum, sifatnya yang agak pendiam terlihat jelas olehku. Ujang tidak setampan atau setinggi orang-orang yang menjadi karakter utama di da
“Dik, rumah orang tua kamu dimana sih, aku dah nungguin di Alf*mart deket rumah kamu. ” Sebuah text W* tiba-tiba muncul di HP ku pada pagi itu. Dan ketika aku baca, ternyata Iman sudah sampai di Ciwidey tempat dimana orang tua ku tinggal. Hari ini adalah hari minggu di akhir Februari. Dan pada hari ini, aku sengaja mengosongkan jadwalku untuk berkunjung ke Kampung Sepuh bersama dengan Iman, anak dari Mang Rusdi yang kini bekerja di tempat yang sama denganku. Aku berkunjung ke Kampung Sepuh, semata-mata untuk bersilaturahmi kepada semua warga yang ada disana. Karena sudah memberiku izin untuk membuat cerita tentang mereka, termasuk dengan segala yang terjadi di dalamnya. Iman dan Mang Rusdi adalah dua orang yang namanya sama dengan cerita yang aku buat. Sedangkan sisanya, aku sengaja memberi nama baru. Dan itu sudah sesuai dengan kesepakatan mereka ketika aku membuat cerita ini. “Ok, tunggu nanti aku kesana, beli aja makanan ama minuman buat ol
Kini,Semuanya kembali normal, Tidak semua orang tahu akan cerita ini. Bahkan hanya beberapa orang yang aku percaya yang mengetahui tentang apa yang terjadi tentang pertarunganku dan Kala pada saat itu.Karena apabila aku bercerita kepada semua orang, pasti banyak orang yang tidak percaya. Karena menganggap itu hanyalah fantasi dan ilusi semata dari seseorang yang kehilangan kakinya di Gunung Sepuh.Namun, berbeda dengan Mang Rusdi dan Mang Darman. Yang kini sering kali menghabiskan waktunya untuk menemaniku di dalam warung, bahkan istri Mang Rusdi sering kali membantuku di rumah untuk sekedar membersihkan rumah dan memastikan aku bisa makan dengan lahap di hari itu.Karena mereka sadar, aku kini hanya sendirian di Kampung Sepuh. Sudah tidak ada lagi orang tua yang menjadi panutanku saat ini. Sehingga mereka secara sukarela membantuku dan menganggapku sebagai bagian dari keluarga mereka yang tidak boleh mereka abaikan.“Mang, nongkrong wae di
Dua minggu kemudian.Warung yang sudah hancur akibat aku bakar, kini kembali berdiri. Lengkap dengan etalase yang sudah diperbaiki dan barang-barang yang dagangan yang mengisi penuh etalase dan rak-rak dagangan di warungku ini.Dan suasana sore hari yang penuh dengan hilir mudik warga kampung yang pulang dari sawah dan ladang terlihat olehku yang kini menjaga lagi warung yang sudah aku buat kembali bersama para warga dengan bantuan modal dari Pak Ardi.Aku seperti biasa kini sedang duduk dan bercengkrama dengan Mang Rusdi dan Mang Darman yang baru pulang dari berkeliling kampung untuk berdagang. Canda dan tawa menghiasi obrolan-obrolan tersebut karena sesekali Mang Darman berceloteh dan bercanda atas apa yang dia lakukan.Mereka berdua sudah mengetahui kejadian yang menimpaku di tempat itu, bahkan pertarungan ku dengan Kala di Gunung Sepuh. Dan itu membuat mereka tercengang karena mereka tidak mengetahui bahwa ada makhluk yang seperti itu di Gunung Sepuh.
Aku kembali berdiri, di tengah-tengah hamparan rerumputan yang luas. Dengan salah satu pohon besar yang ada di puncak yang terlihat olehku dari kejauhan. Rerumputan itu kini tampak lebih hijau dari sebelumnya, dan tidak terlihat lagi ilalang-ilalang yang tinggi menjulang hingga menutupi badanku saat itu. Panas yang terik, dengan angin segar yang berhembus dari pegunungan membuatku merasakan suatu perasaan yang sangat lega. Entah mengapa. Hatiku kini terasa sangat tenang ketika berada di tempat ini. Aku pun berjalan, melewati rerumputan tersebut dengan kakiku yang tidak memakai alas kaki sama sekali. Mencoba untuk berjalan dan duduk kembali di pohon besar yang berdiri di tengah-tengah rerumputan di atas sana. Jalanan yang kulalui sangat begitu mulus, tidak ada serangga-serangga yang menggigit kakiku, tidak ada jalanan yang becek bercampur lumpur. Juga tidak ada lagi lubang yang membuatku terperosok. Semuanya sangatlah berbeda, aku seper
Pandangan ku tiba-tiba gelap, aku sudah tidak bisa merasakan apapun lagi. Aku yang sudah pasrah kini hanya bisa membiarkan tubuhku yang tertutup oleh tanah yang menimpaku seketika dari atas sana. Dan para warga yang menyaksikan hal itu secara langsung tiba-tiba panik dan langsung berteriak memanggilku. “UJANGGGGGGGG!!!” Mang Rusdi yang pertama berlari ke arah tanah longsoran tersebut dan memindahkan batu, ranting-ranting dan tanah untuk mencariku dengan kedua tangannya. Begitu juga dengan Aki Karma, Mang Dadang, dan Mang Uha serta warga-warga yang lainnya yang membantu memindahkan semua material longsor yang menutupi tubuhku, dan berharap aku masih bisa bertahan dengan tubuh yang tertutup oleh longsoran tanah tersebut. Sedangkan Pak Ardi, dia langsung menelpon anaknya dan Pak Caca untuk segera meminta bantuan. Karena kini situasinya sangat berbeda, Pak Ardi membutuhkan lebih banyak orang agar bisa lebih cepat menyelamatkan aku yang berada di d
Mereka semua berlari masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh yang masih terlihat gelap dan menyeramkan, dengan aura mistis yang kental dan terasa oleh semua warga Kampung Sepuh pada pagi itu.Meskipun waktu itu adalah waktu di mana pagi akan menjelang, namun tetap saja. aura-aura mistis yang terasa oleh para warga yang sedang berlari ke dalam sangatlah terasa.Apalagi dari mereka semua, hampir sebagian besar belum pernah keluar pada dalam gelap semasa hidupnya, mereka sudah terbuai oleh bantal dan selimut tebal dari mereka lahir hingga saat ini, dan mereka mematuhi larangan untuk keluar rumah hingga pagi tiba. Sehingga mereka tidak mengetahui rasanya masuk ke dalam hutan pada saat-saat seperti ini.“JANGGGG, UJANGGGG!!!!!”Mang Rusdi berteriak-teriak sambil berlari. Senternya di arahkan ke segala arah, mencoba mencariku di dalam gelapnya hutan Gunung Sepuh yang luas tersebut. Para warga lainnya juga melakukan hal yang sama, mereka berlari sambil men