Aku berada di posisi yang sangat tidak diuntungkan. Di dalam warung ada Pak Ardi yang kini kondisinya tidak sadarkan diri, dengan darah yang terlihat membekas di sekitar mulutnya.
Dan aku juga melihat di depan warung, ada Sima dengan kondisi yang penuh luka di sekujur tubuhnya, bulu-bulu putih yang ada padanya kini memerah. Menandakan, banyaknya luka yang diterima olehnya.
Juga di beberapa bagian, terdapat luka bakar yang membekas di sekujur tubuhnya.
Nafasnya juga kini terengah-engah, sepertinya Sima sudah bertarung habis-habisan dengan banaspati yang ada di depannya, dan beberapa serangan dari banaspati itu nampaknya terkena Pak Ardi yang tidak tahu apa-apa. Sehingga menyebabkan dirinya muntah darah seperti itu.
Sima sepertinya tidak memperdulikan aku dan Pak Ardi yang berada di dalam warung, dia seperti ini semata-mata menjaga Ibu dari gangguan santet yang mungkin saja akan menjadi target oleh banaspati itu.
Sebuah pengorbanan yang besar sebagai
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia WARUNG TENGAH MALAM Jangan lupa support WARUNG TENGAH MALAM di dalam event Goodnovelvaganza di media sosial resmi .. tata cara supportnya ada dipostingan tersebut.. Vote dan Komen bintang lima ya supaya saya masih tetap semangat untuk uploab bab terbaru terima kasih.
Buta atau dalam bahasa sanskerta disebut Bhuta, adalah sebutan bagi para makhluk yang mempunyai tubuh raksasa yang sangat besar, buta digambarkan sebagai makhluk penculik anak kecil dalam cerita-cerita rakyat, dan buta juga digambarkan sebagai makhluk yang jahat di dalam pewayangan.Buta dalam filosofi sunda adalah seseorang yang gelap mata atas semua kejahatan yang dilakukannya, dia tidak melihat apa yang terjadi di dalam lingkunganya, dan semua yang dia lakukan hanyalah untuk kesenangan dia semata. Tidak peduli dengan orang lain yang menderita.Namun apa yang kulihat adalah buta yang sebenarnya bukan seorang manusia yang jahat sehingga menjadi gelap mata, buta yang tinggi besar melebihi pepohonan yang tinggi yang berada di depan warung.Sebuah raksasa, yang hanya dengan satu hempasan tangannya saja, mungkin
Braaakkk Kala menabrak pepohonan yang berada di seberang jalanan dan tersungkur di semak-semak yang berada di sana. Aku yang belum mengerti atas apa yang terjadi pada tubuhku hanya bisa terdiam. Aku tidak tahu kenapa Kala bisa terpental seperti itu, padahal aku tidak menyentuhnya sama sekali. Yang kulihat hanyalah sebuah cahaya biru dari badanku yang menjalar ke arah tangan dan kemudian menghilang secara sekejap, namun sesaat cahaya itu menghilang tiba-tiba setelah Kala terpental dan tersungkur di semak-semak di seberang warung. Namun aku tidak terlalu lama memikirkan hal itu, aku langsung berlari ke arah Sima yang tersungkur dengan luka bakar di sekujur tubuhnya, asap hitam yang mengepul di dalam tubuhnya terlihat jelas dan bau gosong dari luka bakar yang menjalar ke seluruh badannya tercium olehku pada saat itu. Aku mencoba untuk mengangkatnya dan membawa ke dekat warung, namun rasa panas dari badannya masih terasa. Sehingga aku kesulitan un
Ruangan kecil yang menjadi tempat Mbah Walang melakukan ritual santet kini tidak tampak rapi lagi, semua barang-barang dan ornamen yang ada di sana berserakan kemana-mana. Bunga tujuh rupa yang berserakan juga tiba-tiba layu dan terbakar dengan sendirinya. Dan terlihat sebuah lubang besar menganga di ruangan itu. Seperti ada yang berusaha masuk ke dalam ruangan dan mendobrak dinding sehingga hancur. Namun tampaknya Mbah Walang tidak terlihat kembali di sana, yang terlihat hanyalah tetesan darah yang menetes keluar ruangan. Ruangan itu bukanlah sebuah ruangan yang berada di dalam rumah. Tapi ruangan khusus yang Mbah Walang buat di tengah-tengah hutan bambu yang jauh dari permukiman penduduk tempat dia tinggal. Sehingga segala aktivitas p
Aki Karma yang tampak panik seketika langsung turun dari mobil yang dia kendarai pada pagi itu, dan ternyata seseorang yang menstop mobil Aki Karma adalah Pak Ardi. Dengan bajunya yang lusuh dan penuh darah dia berlari mencari bantuan kepada warga, dan orang yang pertama kali dia temui adalah Aki Karma dengan mobilnya yang memasuki Kampung Sepuh pada pagi itu. “Pak Ardi kenapa? Kenapa penuh darah seperti itu? ” Kata Aki Karma yang kaget melihat Pak Ardi yang penuh darah di bajunya. “Ujang Ki, Ujang. Kumpulkan para warga di kampung, Kita harus bantu Ujang segera! ” Kata Pak Ardi yang tampak panik. “Tunggu, tunggu sebentar, aku coba parkirin mobil terlebih dahulu di tanah lapang seberang ruma
Semua warga yang berada dalam kerumunan tersebut tampak kaget, atas apa yang dikatakan Pak Ardi pada pagi itu. Ekspresi para warga terlihat tidak percaya, dan juga banyak warga yang berbisik kepada warga di sebelahnya dan membicarakan tentang Pak Ardi yang berada di depannya. Aki Karma hanya bisa terdiam ketika Pak Ardi berbicara tentang hal itu, para warga mungkin menyangka bahwa Pak Ardi melakukan ritual di Gunung Sepuh yang mengakibatkan aku yang tidak sadarkan diri. “Tapi...." Seketika Pak Ardi kembali berbicara, dia mencoba menarik perhatian dari para warga yang sedang berkerumun di sana. “Apa yang terjadi kemarin malam, akan saya beritahu
KringKringKringTiba-tiba telepon berbunyi dari saku celana Pak Ardi yang sedang duduk di depan warung yang ditemani Aki Karma. Aki Karma pun mempersilahkan Pak Ardi untuk mengangkat telepon itu terlebih dahulu di tengah-tengah obrolan yang sedang berlangsung dari mereka berdua.“Pak, Pak, halo Pak. Nyambung gak Pak? ”Terdengar suara Agus yang berteriak-teriak di dalam telepon yang terdengar keras di speaker HP Pak Ardi.“Kresek, kresek Gus. Tapi kedengeran meskipun tidak jelas, gimana gus? Sudah bawa temanmu yang Dokter itu?” Kata Pak Ardi sembari duduk dan merokok di depan wa
Pak Caca sebenarnya tidak suka dengan semua warga yang tinggal di Kampung Sepuh, atas semua rumor yang beredar di masyarakat luas tentang keangkeran Gunung Sepuh dengan segala ritual yang terjadi di dalam nya, serta peraturan tentang kampung yang tidak boleh berkegiatan di malam hari. Karena atas rumor negatif yang sudah tersebar itulah. membuatnya sebagai namanya sebagai Kepala Desa tercoreng di depan para Kepala Desa yang lain, karena Kepala Desa yang lain beranggapan bahwa dirinya memelihara dan mengelola suatu tempat yang dipakai untuk sesuatu yang diluar dari ajaran yang mereka anut. Namun apa daya, Pak Caca sendiri ketakutan ketika berhadapan dengan orang-orang di Kampung Sepuh, karena dia juga takut apabila dia warga Kampung Sepuh tidak menyukainya, dan tiba-tiba mengirim ses
Persawahan di sore hari sangatlah berbeda dengan persawahan di siang hari, dengan jarang manusia yang melewati jalanan setapak itu. Kecuali para petani yang bekerja disana, selebihnya hanya ada sawah dan kebun yang membentang luas yang membelah dua kampung yang berjauhan. Hati Oha pada saat itu sangat tidak karuan, bagaimana tidak. Dia terlalu asyik bermain bola bersama teman-temanya yang berada di persawahan Kampung Parigi, sehingga pada sore hari tiba, dia baru pulang ke rumahnya ketika malam tiba. Dia sering kali diceritakan tentang angkernya Kampung Sepuh ketika gelap oleh Bapaknya, Pak Asep, dan setiap kali dia bermain di Kampung Parigi, dia harus segera pulang dan sampai ke Kampung Sepuh sebelum hari gelap. Karena dia tidak mau ketika di jalan bertemu dengan makhluk-makhluk yang biasanya berkeliaran di sek