Setelah beberapa jam berlalu, wanita muda itu pun memijat kakinya yang terasa pegal sembari duduk selonjoran di kursi sofa yang berada tak jauh dari kamar baby Griz. Ada rasa lelah yang terasa, namun apalah daya, kerjaan pun sampai sekarang belum juga kelar. Padahal pinggang pun sudah sakit, sedari tadi ia membereskan rumah dan juga menyiapkan makanan. "Lelah sekali hari ini, mana lupa belum makan lagi," gumamnya dengan tangan memijat betisnya.Padahal Kirana baru saja istirahat sejenak, akan tetapi Griz menangis dengan kencang. Ia pun segera bangkit menuju arah kamar yang dimana tak jauh dari kediamannya saat ini."Sayang kamu sudah bangun saja," ucapnya pelan dengan bibir tersenyum sumringah. Walaupun dirinya terasa lelah, namun pada saya melihat Baby Griz, rasa lelah itu berubah menjadi semangat yang tiada Tara.Bagaimana pun Kirana sudah menganggap anak tirinya itu sebagai anak kandung, apalagi Melati yang bayi kandungnya tidak ada disamping. Sebab belum diambil dari kediaman Bu
Wanita muda itu pun tidak ada pilihan, ia terpaksa harus menggendong bayi sembari menggoreng telur ceplok untuk sang mertua. Sejak kedatangan Mama Reza kerumah ini kini beban Kirana bertambah banyak. Bukan hanya Griz yang harus diurusnya melainkan nenek lampir yang bawel lebih banyak kemauan."Sayang kamu jangan nangis ya, sebentar lagi kita mandi, Mama janji," bisiknya pada Baby Griz yang saat ini berada di gendongan Kirana. Mendadak Griz pun tidak mau tau turun dari pangkuan sang ibu tirinya. "Nya, ini sudah siap telur ceplok yang Nyonya minta, sekarang bolehkah aku memandikan Griz terlebih dulu, kasihan dia sudah kegerahan," pinta Kirana tatkala tangan menyodorkan telur ceplok yang barusan dibuatkan untuk mertuanya.Tanpa basa-basi Bu Sinta segera mengambil dan juga menyiapkan telur yang barusan Kirana goreng.Cuih!Beberapa saat makanan itu kembali dimuntahkan, membuat Kirana yang melihat sontak kaget tak menentu."Kamu mau ngerjain saya apa?! Goreng telur pahit begini! Kamu gak
Baru saja wanita muda berparas cantik itu hendak menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Ponselnya tiba-tiba berbunyi. Nama Pak Jamil tertera di layar ponsel dengan panggilan masuk. Namun tatkala tangan Kirana akan mengangkat ponselnya keburu tidak berdering lagi. Pasca Kirana akan menghubunginya balik serentak pesan masuk tetap dari nomor yang sama.[Kirana bapak sedang sakit, bisakah kamu kirim bapak uang untuk berobat,] pesan masuk yang tertera. Ada rasa khawatir menyeruak dalam pikiran, wanita lemah itu sungguh tak tega jika mendengar sang bapak sakit. Apalagi keluarga yang tersisa hanyalah Pak Jamil seorang setelah Ibu kandung Kirana menikah lagi dengan pria lain.[Berapa yang bapak butuhkan?] Segera wanita muda itu membalas, walaupun perasaan tak kuasa dengan rasa haru yang melanda.[Tidak banyak Nak, bapak hanya butuh uang 5 juta saja, untuk berobat,]Kirana pun hanya bisa mengusap bulir-bulir bening yang jatuh pada pipinya. Semoga saat kepulangan sang suami, Reza bisa menge
Sinar matahari terasa hangat menyinari alam semesta, Kirana yang kala itu sedang menjemur pakaian tiba-tiba terhenti pada saat suaminya hendak pergi untuk ke kantor."Mas Reza," sapa wanita muda itu menghampiri. Terdapat Reza sudah siap akan berangkat kerja, ia sudah rapi dengan mengenakan setelan jas dan juga tas kerjanya. "Iya ada apa?" "Mas kamu gak lupa 'kan dengan permintaanku semalam," perkataan Kirana mencoba mengingatkan."Tidak lupa aku sudah menyiapkannya dibawah bantal."Reza pun melanjutkan langkahnya lagi, tanpa pamit ataupun mencium kening istrinya disaat akan pergi. Ia malah bersikap dingin seolah bukan dengan pasangan."Terimakasih banyak Mas," ucap Kirana nampak bahagia, terlihat bibirnya membentuk lengkungan indah di wajah.Bu Sinta yang saat itu berada tidak jauh dari kediaman Kirana merasa ada yang aneh dengan menantunya. "Dibawah bantal? Apa di bawah bantal?" gumam Bu Sinta pelan tanpa terdengar oleh Kirana yang masih mematung memperhatikan langkah sang suami.
Setelah kejadian keributan antara Bu Sinta dan Kirana. Akhirnya wanita muda itu pun pasrah jika uang yang diberikan oleh suaminya harus diambil oleh mertuanya. Ia pun duduk ditepi ranjang menunggu Beby Griz yang sedang tidur pulas. Bulir-bulir bening jatuh tanpa permisi, ia melamun memikirkan sang bapak yang keadaannya entah bagaimana. "Semoga kamu baik-baik saja Pak dikampung. Maaf aku tidak berada disisi bapak dalam keadaan bapak sedang sakit. Bahkan membantu bapak saja aku kesusahan Pak," lirihnya merintih meratapi nasib yang begitu pilu. Pernikahan yang dibayangkan akan bahagia, nyatanya hanya bayangan sesaat. Nyatanya hidup ini begitu menderita dengan sikap suami yang dingin ditambah lagi ibu mertua yang begitu membencinya. "Kamu kenapa menangis." Sosok pria berjas hitam bertanya disaat istrinya tengah bersedih sembari mengeluarkan cairan bening dari pelupuk. Kirana pun menoleh ke arah ambang pintu yang dimana ada sang suami yang baru saja datang."Mas, kamu sudah pulang?" S
"Apa kamu bilang Mama mengambil?! Reza mending kamu periksa kamar ibu saja kalau kalian menuduh ibu. Dan kamu Kirana mending periksa lagi kamar kamu, siapa tau terselip atau jatuh kebawah. Jangan menuduh saya yang tidak-tidak dong. Gini-gini juga anakku seorang CEO terkaya dan kamu hanyalah wanita sengsara," ujar Bu Sinta sembari membandingkan anaknya dengan sang menantu yang memang bak bumi dan langit."Benar kata Mama, kamu periksa lagi di kamar Kirana, mungkin terselip atau jatuh ke kolong ranjang," ucap Reza setuju dengan Mamanya."Mau dicari kemanapun ya gak mungkin ketemu Mas, karena Mama yang sudah mengambil. Bahkan tadi Mama ngaku sendiri kok kalau belio yang memang mengambil." Kirana terkekeh. Ia bersikeras menyalahkan mertuanya, Kirana tak sadar bahwa mertuanya yang satu ini begitu cerdik dan juga lihai. "Gimana kalau sekarang kamu cari dulu, dan nanti kamu cari dikamar Mama. Kalau seandainya Mama yang mengambil uang kamu pastinya Mama gak pasrah begini dong. Mungkin Mama
Kini pandangan pria muda itu beralih pada Kirana yang masih terpaku tanpa bicara sepatah katapun. "Maksudnya ada Kirana?" Dengan memperlihatkan wajah serius pria itu bertanya."A-aku tidak bohong Mas," elak Kirana mencoba membela diri. Akan tetapi naas sama sekali Reza malah lebih kecewa karena memang uang itu berada dibawah bantal."Mau sampai kapan kamu mengelak terus, jika kamu tidak suka pada Mama, kamu tinggal ngomong, biar Mama yang akan pergi," lirihnya merintih dibarengi dengan cairan bulir-bulir bening yang jatuh tanpa permisi.Bu Sinta berubah drastis menjadi baik dan lemah sikapnya tatkala berada didekat Reza. Membuat Reza merasa kasihan pada sang Mama yang terlihat tidak bersalah sama sekali. Akan tetapi ia merasa kecewa dengan sang istri yang telah dengan teganya menuduh muridnya itu pencuri."Apa benar kamu tidak suka dengan Mamaku? Sehingga kamu menuduhnya sekeji itu!" tanya Reza penuh penekanan."Mas dengerin penjelasan aku dulu." "Tidak ada yang mesti kamu jelaskan.
Ayam jantan baru saja berkokok di luar, menandakan jika subuh pun berlalu. Wanita muda berparas cantik itu pun masih terdiam dibalik pintu yang dimana di dalam kamar tersebut ada Reza.Kriet! Pada akhirnya Reza keluar dan hendak membuka pintu. Ternyata disana sudah terdapat istrinya yang saat ini ia benci.Tak banyak bicara dan bersuara, Reza pun hendak melangkah tanpa menyapa istrinya yang jelas berada di sebelah."Mas, tunggu! Aku hanya ingin bicara denganmu sekarang." Wanita muda itu mencoba menahan tangan Reza dengan kuat."Ada apa lagi? Bukankah semalam sudah jelas jika kamu tidak menyukai Mamaku, lantas untuk apa kamu kesini?" tanya Reza ketus."Terserah kalau kamu tidak percaya! Yang jelas aku sama sekali tidak menuduh siapapun, apalagi ibumu! Jika kamu menyangka kalau aku yang mengada-ngada, maka itu hak kamu untuk membenciku selamanya juga!" "Lantas apa lagi?" ucap Reza heran."Ada yang lebih penting lagi yang ingin aku tanyakan padamu Mas, apa benar kamu menikahiku hanya