Sinar matahari terasa hangat menyinari alam semesta, Kirana yang kala itu sedang menjemur pakaian tiba-tiba terhenti pada saat suaminya hendak pergi untuk ke kantor."Mas Reza," sapa wanita muda itu menghampiri. Terdapat Reza sudah siap akan berangkat kerja, ia sudah rapi dengan mengenakan setelan jas dan juga tas kerjanya. "Iya ada apa?" "Mas kamu gak lupa 'kan dengan permintaanku semalam," perkataan Kirana mencoba mengingatkan."Tidak lupa aku sudah menyiapkannya dibawah bantal."Reza pun melanjutkan langkahnya lagi, tanpa pamit ataupun mencium kening istrinya disaat akan pergi. Ia malah bersikap dingin seolah bukan dengan pasangan."Terimakasih banyak Mas," ucap Kirana nampak bahagia, terlihat bibirnya membentuk lengkungan indah di wajah.Bu Sinta yang saat itu berada tidak jauh dari kediaman Kirana merasa ada yang aneh dengan menantunya. "Dibawah bantal? Apa di bawah bantal?" gumam Bu Sinta pelan tanpa terdengar oleh Kirana yang masih mematung memperhatikan langkah sang suami.
Setelah kejadian keributan antara Bu Sinta dan Kirana. Akhirnya wanita muda itu pun pasrah jika uang yang diberikan oleh suaminya harus diambil oleh mertuanya. Ia pun duduk ditepi ranjang menunggu Beby Griz yang sedang tidur pulas. Bulir-bulir bening jatuh tanpa permisi, ia melamun memikirkan sang bapak yang keadaannya entah bagaimana. "Semoga kamu baik-baik saja Pak dikampung. Maaf aku tidak berada disisi bapak dalam keadaan bapak sedang sakit. Bahkan membantu bapak saja aku kesusahan Pak," lirihnya merintih meratapi nasib yang begitu pilu. Pernikahan yang dibayangkan akan bahagia, nyatanya hanya bayangan sesaat. Nyatanya hidup ini begitu menderita dengan sikap suami yang dingin ditambah lagi ibu mertua yang begitu membencinya. "Kamu kenapa menangis." Sosok pria berjas hitam bertanya disaat istrinya tengah bersedih sembari mengeluarkan cairan bening dari pelupuk. Kirana pun menoleh ke arah ambang pintu yang dimana ada sang suami yang baru saja datang."Mas, kamu sudah pulang?" S
"Apa kamu bilang Mama mengambil?! Reza mending kamu periksa kamar ibu saja kalau kalian menuduh ibu. Dan kamu Kirana mending periksa lagi kamar kamu, siapa tau terselip atau jatuh kebawah. Jangan menuduh saya yang tidak-tidak dong. Gini-gini juga anakku seorang CEO terkaya dan kamu hanyalah wanita sengsara," ujar Bu Sinta sembari membandingkan anaknya dengan sang menantu yang memang bak bumi dan langit."Benar kata Mama, kamu periksa lagi di kamar Kirana, mungkin terselip atau jatuh ke kolong ranjang," ucap Reza setuju dengan Mamanya."Mau dicari kemanapun ya gak mungkin ketemu Mas, karena Mama yang sudah mengambil. Bahkan tadi Mama ngaku sendiri kok kalau belio yang memang mengambil." Kirana terkekeh. Ia bersikeras menyalahkan mertuanya, Kirana tak sadar bahwa mertuanya yang satu ini begitu cerdik dan juga lihai. "Gimana kalau sekarang kamu cari dulu, dan nanti kamu cari dikamar Mama. Kalau seandainya Mama yang mengambil uang kamu pastinya Mama gak pasrah begini dong. Mungkin Mama
Kini pandangan pria muda itu beralih pada Kirana yang masih terpaku tanpa bicara sepatah katapun. "Maksudnya ada Kirana?" Dengan memperlihatkan wajah serius pria itu bertanya."A-aku tidak bohong Mas," elak Kirana mencoba membela diri. Akan tetapi naas sama sekali Reza malah lebih kecewa karena memang uang itu berada dibawah bantal."Mau sampai kapan kamu mengelak terus, jika kamu tidak suka pada Mama, kamu tinggal ngomong, biar Mama yang akan pergi," lirihnya merintih dibarengi dengan cairan bulir-bulir bening yang jatuh tanpa permisi.Bu Sinta berubah drastis menjadi baik dan lemah sikapnya tatkala berada didekat Reza. Membuat Reza merasa kasihan pada sang Mama yang terlihat tidak bersalah sama sekali. Akan tetapi ia merasa kecewa dengan sang istri yang telah dengan teganya menuduh muridnya itu pencuri."Apa benar kamu tidak suka dengan Mamaku? Sehingga kamu menuduhnya sekeji itu!" tanya Reza penuh penekanan."Mas dengerin penjelasan aku dulu." "Tidak ada yang mesti kamu jelaskan.
Ayam jantan baru saja berkokok di luar, menandakan jika subuh pun berlalu. Wanita muda berparas cantik itu pun masih terdiam dibalik pintu yang dimana di dalam kamar tersebut ada Reza.Kriet! Pada akhirnya Reza keluar dan hendak membuka pintu. Ternyata disana sudah terdapat istrinya yang saat ini ia benci.Tak banyak bicara dan bersuara, Reza pun hendak melangkah tanpa menyapa istrinya yang jelas berada di sebelah."Mas, tunggu! Aku hanya ingin bicara denganmu sekarang." Wanita muda itu mencoba menahan tangan Reza dengan kuat."Ada apa lagi? Bukankah semalam sudah jelas jika kamu tidak menyukai Mamaku, lantas untuk apa kamu kesini?" tanya Reza ketus."Terserah kalau kamu tidak percaya! Yang jelas aku sama sekali tidak menuduh siapapun, apalagi ibumu! Jika kamu menyangka kalau aku yang mengada-ngada, maka itu hak kamu untuk membenciku selamanya juga!" "Lantas apa lagi?" ucap Reza heran."Ada yang lebih penting lagi yang ingin aku tanyakan padamu Mas, apa benar kamu menikahiku hanya
"Mas, boleh aku bertanya padamu sekarang? Apa kamu ada waktu untukku saat ini?" Wanita cantik berambut panjang lurus itu melangkah menghampiri kediaman suaminya yang baru saja menyimpan tas kerjanya diatas nakas, yang berada dikamar."Ada apa Kirana? Sekarang aku mau mandi. Bisakah kamu nanti bertanya ya?" sergah pria muda itu menolak.Reza membuka kancing baju satu persatu, untuk dibukannya. Tak ada rasa penasaran tentang pertanyaan sang istri."Mas, aku ingin sekarang." Wanita muda berparas cantik itu mencoba memegang tangan Reza kuat, sehingga mampu menghentikan langkah Reza seketika."Kirana apa kamu tidak lihat, aku berkeringat begini. Badanku sudah bau karena seharian aku kerja. Bisakah kamu menanyakan hal ini nanti saja," bentak pria muda itu kesat disaat Kirana memaksanya untuk bicara.Pada akhirnya Kirana pun tak mau mengalah, walaupun suaminya tetap menolak untuk bicara, akan tetapi wanita muda itu nekad memegang tangan Reza begitu erat."Sebentar saja, aku hanya ingin bic
Sikap Reza yang jutek serta dingin itu membuat ibu satu anak ini tidak mau menyerah begitu saja. Walaupun keluarga tidak harmonis rumah tangga orang lain tapi Kirana tak ingin kalau sebelum perang. Gegas ia belanja kebutuhan dan juga pakaian yang serba baru. Uang pemberian dari Reza ia belanjakan semuanya. Kebetulan Bu Sinta tak mengetahui kalau baru-baru ini wanita mudah bertubuh tinggi itu diam-diam menerima nafkah pemberian suaminya. Jika biasanya Bu Sinta yang mengambil, lantas sekarang Kirana pun tak mau selalu dan selalu mengalah terus menerus."Pakaian sudah, kecantikan pun sudah. Alat-alat mandi sudah, berarti apa lagi ya?" Gumamnya memikirkan apa lagi yang harus dibelinya. Mungkin jika dirinya merubah penampilan demi agar sang suami mau dan terkesima dengan kecantikan natural yang ia miliki selama ini. Usaha, apa boleh buat. Yang penting jarang menyerah, terus berjuang mendapatkan hati suami.Rambut panjang yang lurus serta menghitam pekat, membuat wajah Kirana semakin can
"Apa aku tidak salah dengar Mas? Sejak kapan kamu mencari anakmu, bukankah kamu sama sekali tidak mau mengakui dan tidak mau bertanggung jawab ya, selama ini?"Gegas Kirana menjawab dengan nada amat marah. Bagaimana bisa seorang Alvin yang sombong dan juga angkuh sekarang bisa-bisanya menanyakan anak yang sama sekali tidak mau diakui dulu. Padahal sudah jelas hanya dia ayahnya seorang diri. "Kirana, aku mohon pertemukan aku dengan gadis kecilku. Sekarang aku percaya kalau anak yang dulu kamu kandung itu adalah anakku. Aku menyesal sebab telah mencampakkan kamu dulu," sahut Alvin menggenggam tangan Kirana sembari bersimpuh padanya. Memohon agar wanita yang dulu ia sia-siakan mau menerima dan memaafkan kesalahannya."Lepaskan tanganku! Jangan sekali-kali kamu berani menyentuhku lagi!" Lagi-lagi wanita muda itu menepiskan tangan Alvin dengan reaksi wajah yang amat marah. Amarahnya sudah tak terbendung lagi, kebenciannya selama ini telah memuncak sehingga Kirana tak akan dengan mudah me