WANITA KEDUA 17 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraPesan terkirim. Tanpa menunggu lama, kotak pesan pun mendapatkan notifikasi. Mungkin wanita di sana masih dalam masa istirahat. Atau memang sengaja meluangkan waktunya untuk membalas pesan. Thifa[Aku juga enggak apa, Mas ... enggak perlu juga ada yang dimaafkan di sini. Karena mungkin aku adalah orang paling bersalah sebab mempunyai rasa pada pria sepertimu. Bagiku yang penting itu masih bisa tahu kamu ada. Kamu juga baik-baik. Aku juga sayang, sayang, sayang banget sama kamu. Ya udah, ini udah mulai kerja. Nanti lagi, enggak enak kalau ada Pak Lian.] Ada bahagia yang tidak cukup dijelaskan dengan kata memiliki seorang Thifa dalam hidupnya. Ia merasa seperti mendapat rumah yang selalu menyambut ramah. Meskipun tahu bukan tempat untuk menetap, melainkan hanya sekadar singgah. “Sungguh tidak ada niat menjadikan kamu persinggahan. Aku hanya tidak bisa mengendalikan perasaan. Dan aku juga bukan tidak mampu melawan kenyataan, tapi keadaanla
WANITA KEDUA 18 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraLara paling perih dalam ikatan pernikahan memanglah sebuah pengkhianatan. Wanita kedua yang sengaja atau tidak sengaja dihadirkan akan terasa seperti ribuan tikaman belati. Sakitnya mampu membuat diri kehilangan akal hingga berperilaku brutal. Semua itu agar sesak dada tidak menghilangkan kewarasan yang sebelumnya tertata penuh kerapian, juga untuk menyelamatkan kehancuran diri sebab kehilangan seseorang yang sudah terlanjur menawan perasaan. Serena yang baru saja melakukan cara lain untuk memberi peringatan pada wanita di sana seketika berdebar menunggu reaksinya. Karena ia tahu jika Aksa adalah pria miliknya yang sah secara hukum dan negara. Sudah sepantasnya ia mempertahankan hubungan dengan cara sebisanya. “Aku harap bukti yang telah terkirim bisa membuat Thifa sadar bahwa mencintai suami orang tetaplah sebuah kesalahan. Mau setulus apa pun perasaan dan perhatian yang kamu berikan, itu belum cukup untuk menukar takdir Tuhan. Sebab ad
WANITA KEDUA 18 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraThifa yang baru tahu diperhatikan oleh tetamggas sekaligus temankerja seketika mendekat. Ada sorot iba yang terpancar dari bola matanya. “Kamu kenapa lihatnya begitu? Apa aku terlihat begitu menyedihkan?” tanyanya di sela kesibukan yang perlahan-lahan menemukan jeda waktu luang. Yula tersenyum getir, “Bukankah menaruh rasa pada hati yang tidak tepat itu adalah sebuah kesedihan? Kamu itu ibarat merawat bunga layu, tapi pada akhirnya tidak bisa mencium wanginya apalagi menaruh dalam pot dan memilikinya.” “Cobalah untuk melepaskan, Thifa ... karena mau sekuat apa pun kamu berusaha menggenggam, hatimu justru yang akan terluka lebih dalam,” ujarnya lagi masih belum menyerah membuat Thifa memahami bahwa cinta itu bukan hanya tentang berbalas perasaan, melainkan tentang saling melepas untuk merelakan. Kali ini ucapan Yula terdengar menusuk tepat sasaran. Ia tahu segala kemungkinan itu bisa saja terjadi. Bahkan, mungkin tidak akan lama lagi. Na
WANITA KEDUA 19 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMendapat sebuah bukti untuk satu hal yang memang kesalahan diri pastinya menumbuhkan banyak tanda tanya. Entah itu mulai dari bagaimana bisa, dapat dari mana, dan masih banyak lagi pertanyaan yang tiba-tiba hadir seperti peluru telah melumpuhkan musuh. Antara menyerah, bertahan atau mati akan tergantung caranya menerima tembakan tersebut, juga kondisi hati dan mental menjadi pengaruh utama. Thifa menggenggam erat ponselnya. Pikiran mendadak buntu, tidak tahu harus membalas pesan tersebut atau mengabaikannya. Ia tidak ingin gegabah lagi seperti kemarin. Akan tetapi, pesan sang pria untuk mengurangi komunikasi sementara membuatnya dilema. “Aku harus gimana? Enggak mungkin kalau aku kaaih tahu Mas Aksa tentang ini. Tapi, aku juga bingung harus menjawab apa,” batinnya yang terus diselimuti kegelisahan. Sementara Yula menjadi khawatir melihat perubahan wajah sahabatnya. Wajah yang semula secantik rembulan tiba-tiba berubah mendung seperti aw
WANITA KEDUA 19 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraPesan dengan gambar hasil tangkapan layar seketika menyedot penuh perhatian seorang Yula. Apalagi nama pengirimnya terbaca sangat jelas. Ia bahkan tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Ternyata apa yang ia takutkan sejak dulu akhirnya terjadi. Bayangan buruk akan nasib sahabatnya mendadak mengusik gelisah. “Jadi, Mbak Rena udah tahu kalau suaminya sama Thifa?” tanyanya dalam hati. Tidak dipungkiri ada keresahan memotong ketenangan. “Ini namanya udah bukan lagi peringatan, tapi ancaman. Meskipun mencari alasan atas segala tindakan tetap tidak akan ada pembelaan apalagi pembenaran untuk Thifa,” batinnya lagi sembari memikirkan cara untuk menyelamatkan Thifa dari beban jiwa yang kemungkinan menghantam hebat mentalnya. Ketika tengah membaca berulang kali pesan yang ada, Thifa kembali dengan dua gelas teh manis hangat di tangannya. Kemudian ikut duduk di sebelah wanita yang tahu dari awal bagaimana kisah asmaranya berjalan. “Kamu udah ba
WANITA KEDUA 20 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMendapat pemberitahuan pesan kedua kali untuk satu pertanyaan yang sama pasti rasanya seperti tertahan jalan buntu. Mau berniat membalas tapi belum mempunyai jawaban, ingin mengabaikan pun takut menjadi kesalahan semakin tidak terhindarkan. Menghadapi penuh kesadaran adalah jalan terbaik untuk satu keputusan. Wanita yang perlahan memasrahkan segala garis hidupnya pada ketetapan semesta menarik napas begitu dalam. Lalu sedetik kemudian mengembuskannya perlahan. “Yula benar. Lebih baik aku menghadapi kesalahan ini dan mengakui kebenaran. Jika perlu, aku akan memohon maaf karena memiliki rasa untuk Mas Aksa. Misal nanti tetap melakukan ancaman terbuka, aku akan menyiapkan diri menanggung resikonya. Termasuk menjadi pengangguran,” ucap Thifa yang sudah memiliki keputusan meski hanya mengandalkan perasaan, bukan logika. Dengan tekad yang sudah memcapai akad, Thifa mencoba memberanikan diri merangkai pesan balasan untuk wanita di sana. Baga
WANITA KEDUA 20 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraWanita pemilik raga seorang Aksa Gautama tertawa getir membaca pesan yang mungkin benar adanya. Tentang hati memang akan selalu menjadi kehendak-Nya. Akan tetapi, logikanya masih terus menolak bahwa perasaan itu masih bisa dikendalikan oleh kenyataan dan kesadaran. Bahkan ketika takdir Tuhan terlanjur diperankan, pikiran tetap bisa mengalah pada kenyataan. Karena sejatinya kenyataan adalah pengubur impian yang terkadang sengaja terlupakan. Serena sekali lagi menuangkan cara pikir dan usahanya memperjuangkan hubungan yang sudah dijalani sekian tahun. Bukan waktu yang sebentar baginya berjalan bersama hingga detik ini. Meskipun kenyataan menampar impiannya memiliki keharmonisan dalam berumah tangga. Ia sendiri baru tahu jika prianya menjadi nahkoda karena sebuah utusan orang tua, bukan karena perasaan. Akan tetapi, setiap sentuhan tangannya sungguh terasa seperti sungguhan. “Aku lebih baik memiliki ragamu utuh meski hanya kepura-puraan. Da
WANITA KEDUA 21 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMenjadi peran utama dalam kehidupan memang terkadang melemahkan perasaan dan kekuatan. Apalagi jika harus berlakon yang jauh dari harapan. Mau sesusah apa pun itu tetap harus diperankan hingga Tuhan memberi tanda selesai pada kisah cerita yang telah tertulis. Percaya saja akan selalu ada hikmah pembelajaran dari setiap kejadian. Meskipun bayangan kebahagiaan menjadi sebuah akhir yang dirahasiakan. Pria yang tengah mempertanyakan perannya itu membaca pesan kedua wanita dalam hidupnya dengan perasaan bingung. Aksa tidak pernah berpikir bahwa Thifa mampu mengakui semuanya dan merendahkan diri untuk hubungan yang tidak memiliki kepastian. Akan tetapi, situasi membuatnya terlanjur membawa wanita di sana pada keadaan yang ternyata menjadi rumit. Bahkan, hal itu perlahan mengurung resah dalam jeruji salah. “Semoga kamu baik-baik saja, Thifa ... lagian kenapa kamu harus begitu jujur di sini? Apa kamu tidak pernah memikirkan perasaanmu sendiri?”
WANITA KEDUA 48 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mayasha semakin tidak mengerti. Sebab prianya sama sekali tidak berkata apa pun akan tamu yang datang dan tinggal bersama. Apalagi bercerita tentang silsilah keluarganya. Sebab ia hanya tahu tentang Lian dan ibunya. "Kamu panggil Lian pakai sebutan om? Apa kalian masih saudara?" tanya Mayasha sedikit bingung karena kehadiran pria asing. "Kurang lebih seperti itu, Tante. Saya saudara dari pihak ayahnya Om Lian," jawab Ezra sedikit malu. Wanita yang mulai mengerti pun mempersilakan Ezra masuk selayaknya tamu. "Kamu tidur di kamar tamu, ya? Kalau mau istirahat juga tidak apa. Anggap saja seperti rumah sendiri. Kalau butuh bantuan, bisa panggil saya. Kamarnya ada di lantai atas," ujar wanita yang memang memiliki kebaikan dalam hatinya sejak dulu. Pria yang diam-diam terpukau kecantikan wajah wanita di depannya mencoba mengangguk mengerti. Ya, Ezra sekarang paham bagaimana pria itu bisa tergila-gila pada wanita tersebut. Selain kec
WANITA KEDUA 48 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mendengar ada orang yang berbicara hal-hal buruk pastinya membuat hati merasa terjebak amarah. Apalagi jika mengenai orang yang memiliki tempat istimewa di hati. Tentunya hal itu semakin menambah beban jiwa dan perasaan bersalah. Pria yang tidak tahu harus menanggapi bagaimana hanya bisa menatap sekeliling. Aksa tidak mampu membela apalagi menghentikan omongan yang sudah terlanjur menjadi perbincangan. "Aku minta maaf, Thifa ... aku tidak pernah tahu jika kamu mengalami hal ini. Kamu pasti tertekan dengan semua yang mereka katakan. Tapi, kamu malah berpura baik-baik saja dan tetap berangkat kerja. Kenapa harus kamu yang jadi omongan orang, Thifa?" lirihnya sembari menatap langit biru untuk menahan rintik gerimis turun membasahi pipi. "Seharusnya aku yang menanggung semua ini. Tolong jangan buat dia semakin terluka, Tuhan ... cukup aku saja yang jadi pisau untuknya. Jangan ditambah lagi kesakitan itu dari sisi lainnya," imbuhnya den
WANITA KEDUA 47 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Seketika wanita yang memang ingin berdamai dengan nasibnya sendiri terdiam tanpa kata. Meskipun tidak begitu mengingat seperti apa pria bernama Ezra itu, tetapi Athifa mencoba memahami tindakan sahabatnya memilki tujuan baik untuk dirinya. Hanya saja memang hatinya yang sedang mengalami masalah. "Aku tahu maksud kamu baik, Yula. Tapi, saat ini memang belum mau memikirkan tentang pria. Apalagi cinta. Entah kenapa rasanya semua hasrat itu padam," jawab Athifa sembari menatap Yula dengan pandangan hampa. "Tapi anehnya dia tahu tentang kamu menjalin hubungan dengan Aksa. Entah tahu dari mana, dia tidak mau mengaku. Cuma katanya bukan dari orang sembarangan," cerita Yula sedikit panjang dan melebar. Athifa hampir kesulitan menelan ludahnya sendiri mendengar ucapan sahabatnya. "Dia tahu kalau aku suka sama suami orang?" tanyanya dengan mata membulat. Yula mengangguk, "Iya. Tapi kamu tidak perlu cemas. Dia mau diam, kok." "S
WANITA KEDUA 47 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Kata maaf memang tidak selamanya bisa menyembuhkan luka. Namun, setidaknya satu kata tersebut bisa sedikit menyamarkan perih. Selain itu juga mengajarkan hati untuk berlapang dada pada kejadian yang telah digariskan sang pemilik alam semesta. Wanita yang belum terlalu kuat berdamai dengan luka dan kata maaf itu menatap dua pria di hadapannya secara bergantian. Meskipun rasanya ingin berlari sejauh mungkin dari kenangan dan kenyataan, tetapi suka tidak suka tetap harus menghadapinya. "Kamu tidak perlu minta maaf, Mas. Sebab aku sendiri juga tidak tahu harus menjawab apa. Mungkin juga sudah menjadi peran yang harus aku mainkan. Aku ingin berdamai dengan luka ini. Kalau kamu merasa bersalah, maka hiduplah dengan perasaan itu selamanya. Dan aku juga tidak menyesal pernah mengenal dan jatuh cinta padamu," jawab Athifa sembari mengepalkan kedua tangan untuk mengumpulkan segenggam kekuatan. "Aku tidak membencimu, Mas. Karena bagaima
WANITA KEDUA 46 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Lagi. Aksa menatap wanita yang terlihat begitu mudah berbicara tanpa kegugupan sama sekali mengenai masalah dirinya. Meskipun ia menyadari jika ucapan Serena adalah benar adanya. "Aku akan mencoba mencari waktu yang tepat. Entah dia mau memaafkan atau tidak, itu haknya. Karena aku sendiri juga merasa tidak pantas mendapat kata maaf," jawabnya, lalu menunduk menatap kakinya yang terlalu lemah untuk mengambil keputusan. Ketika dua manusia itu sedang belajar menjadi pasangan yang sebenarnya, tiba-tiba orang tua Aksa berdiri di hadapan dengan wajah penuh ekspresi. "Kenapa kamu tidak pantas mendapat kata maaf?" tanya pria yang tidak lain adalah ayahnya Aksa. Aksa dan Serena seketika berdiri dan menyambut kedatangan orang tua yang jarang bertemu setelah acara pernikahan dulu. "Ayah? Kok, tidak bilang mau ke sini?" tanya pria yang sedikit terkejut melihat sang ayah. "Iya. Kalau bilang, kan, kita bisa menyiapkan sesuatu, Yah
WANITA KEDUA 46 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mengetahui suatu kabar yang berusaha dirahasiakan dari khalayak ramai ternyata melebar luas tentunya membuat khawatir dan gelisah. Bukan karena mereka tahu semuanya, tetapi ada kondisi hati yang harus dijaga sebisa mungkin. Pria bernama lengkap Aksa Gautama itu terus menatap heran. Ia terus berpikir bagaimana pria di sebelahnya bisa mengetahui kisahnya bersama wanita kedua yang berhasil membuat terjatuh dalam cinta. "Sebelumnya maaf ... bagaimana Anda bisa tahu tentang saya dan Athifa? Padahal sepertinya kita baru bertemu?" tanya Aksa dengan wajah bingung dan gelisah sekaligus. Ezra tersenyum getir mendapat pertanyaan yang menurutnya lucu. "Kita memang baru bertemu. Tapi, saya sudah sedikit tahu tentang masnya. Pria yang berhasil membuat seorang Athifa jatuh cinta. Ya, meskipun itu bukan cinta yang sebenarnya. Masnya pasti paham apa maksud saya," jawabnya tanpa keraguan sedikit pun. "Kalau kita baru pertama bertemu, baga
WANITA KEDUA 45 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Aksa yang tiba-tiba bingung langsung mengulangi pertanyaannya. "Mas ... jadi pesan, enggak?" tanyanya sembari mengayunkan telapak tangannya di hadapan pria yang baru kali ini bertemu. Pria yang terjebak lamunannya sendiri pun tersadar. "Aku mau sayur kangkung sama ikan bakar.. "Siap. Sambil menunggu pesanan, Anda bisa duduk manis. Mau melihat pemandangan dari kaca jendela juga bagus," ujar Aksa, kemudian melangkah pergi menuju dapur untuk memberitahu ada pesanan baru. Aksa sendiri masih menatap lekat sampai pria itu menghilang dari pandangan. Ia juga melihat pemandangan sekeliling restoran yang cukup cantik dari segi konsep dan tatanannya. "Keren juga sih, konsep restorannya. Sederhana tapi unik. Apa aku buka restoran aja, ya? Trus bahannya ngambil di swalayannya Om Lian. Kayaknya masuk buat jadi rencana jangka panjang. Tapi aku enggak punya bakat apa pun di bidang kuliner," gumamnya dalam hati. Ketika tengah asyik merencanaka
WANITA KEDUA 45 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mengobati luka seseorang itu memang bukan hal mudah. Akan ada usaha dan niat yang harus seluas jagad raya. Apalagi jika ada tekad tersembunyi untuk menggantikan posisi tersebut. Tentunya membutuhkan banyak kesabaran dan pengorbanan. Pria yang memiliki tujuan tersebut menatap Yula sekali lagi. Ezra sadar jika jalannya untuk mendapatkan sang pujaan mungkin akan lebih sulit dari sebelumnya. Ya, wajah sahabatnya sudah menjelaskan semua tanpa harus menjawabnya. "Kok, diam, La? Apa kamu juga mengenal yang punya restoran itu?" tanya Ezra kedua kali sembari memancing wanita di depannya untuk bicara. Yula pun tersadar dan menjawab, "Kenal banget sih, enggak. Tapi cukup tahu. Mending jangan tanya soal itu dulu, ya? Aku lagi enggak mau bahas soalnya." "Emang kenapa? Apa karena pria itu ada hubungan dengan Thifa?" Ezra mencoba membuka inti obrolan yang sebenarnya. Kedua mata Yula seketika membulat. Rasanya tidak percaya jika pria di depann
WANITA KEDUA 44 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Lian berpikir sejenak. Sebenarnya ia tidak begitu membutuhkan karyawan baru. Selain itu tabungan Ezra pun pasti masih banyak dan cukup untuk hidup juga membuka usaha."Kamu yakin? Uang kamu sudah habis, kah? Sampai minta bekerja di sini?" goda Lian yang membuat Ezra semakin lucu. "Ayolah, Om ... ini bukan masalah uang. Ini masa depan. Dan sekalian aku juga belajar mengelola swalayan sama Om. Siapa tahu nanti aku buka sendiri dan mengajak bersaing," ujar Ezra berusaha merayu. Lian seketika menarik napasnya dalam dan mengembuskannya kasar. Bagaimanapun hatinya tidak bisa menolak keinginan pria di depannya. Bukan hanya karena urusan ketidaktegaan, tetapi ada persaudaraan yang memang lebih dari segalanya. "Iya sudah. Besok kamu boleh mulai berangkat. Kalau mau, kamu juga boleh tinggal di rumah Om. Biar Mayasha ada teman ngobrol. Soalnya kadang Om pulangnya malam," jawabnya yang terdengar seperti suara malaikat tidak bersayap. "Wah, seriu