"Beneran nih aku boleh marah dan benci kamu seumur hidup?"Eka tampak kikuk. Ia termakan perkataannya sendiri. Bohong kalau ia bilang bersedia dibenci. Meski sebenarnya Eka cuma mau minta maaf dan semua keputusan ada di tangan Kinan."Kalau gak siap dibenci seumur hidup jangan ngomong sembarangan, dong.""E-enggak kok. Kamu boleh marah.""Sudahlah. Aku gak niat kok marah dan benci sama kamu. Sebenarnya aku udah maafin kamu dari lama, sebelum kamu minta maaf.""Beneran?" "Iya. Memangnya kamu gak mau?""Mau kok. Mau."Eka dan Kinan tersenyum, pun dengan Andra. Akhirnya tidak ada lagi benci di antara istri dan kakak iparnya. Andra dan Kinan senang karena Eka telah berubah menjadi pribadi yang lebih baik.Bu Ranti pun tersenyum bangga dari mejanya. Berbuat kesalahan adalah hal yang biasa bagi manusia, tetapi mengakui kesalahan dan meminta maaf adalah sesuatu yang luar biasa. Tidak semua orang bisa melakukannya, dan Bu Ranti senang Eka bisa melakukan hal itu."Terima kasih, Kinan, Andra,"
Hari di mana Selena dan Fatih menjemput Bu Nuri akhirnya tiba juga. Betapa senang hati Bu Nuri saat anak dan menantunya datang menjemput menggunakan mobil mewah.Selena akhirnya akan memboyong Bu Nuri dan juga Fatih ke kediamannya. Rumah yang selama ini memang hanya dia tinggali seorang diri karena sudah tidak memiliki orang tua dan juga karena Selena merupakan anak tunggal.Showroom yang dimiliki Selena pun merupakan hasil dari menjual tanah warisan orang tuanya dan kini hanya menyisakan satu tanah dan rumah peninggalan orang tuanya.Bu Nuri menunggu di depan rumah. Sengaja agar tetangganya tahu dia akan pindahan karena dijemput Selena dan Fatih. Biar mereka tidak julid dan tidak mengatakan kalau selama ini Bu Nuri hanya mimpi belaka. Padahal kenyataannya Bu Nuri memang mendapatkan seorang menantu yang kaya raya."Eh, Bu Nuri tumben udah rapi aja. Mau ke mana, Bu? Ke pasar, ya?" tanya Bu Bunga yang kebetulan baru saja ke luar dari rumahnya.Bu Nuri membuang muka. "Cih, saya mah seti
"Halo, Bu. Perkenalkan saya Selena, menantu Bu Nuri," ucap Selena memperkenalkan diri. Bu Bunga pun segera menyambut uluran tangan Selena.Bu Bunga tampak kikuk. "Ehm, ternyata mantu Bu Nuri emang cantik dan kaya ya. Buktinya pakaian dan tasnya aja branded semua. Udah cantik, wangi pula."Bu Nuri terlihat sangat bersemangat. Melipat kedua tangannya di depan dada dengan sedikit mengangkat dagu. Memandang remeh ke arah Bu Bunga."Lah emang benar apa yang aku bilang. Kamu itu loh mikir aku cuma ngayal dapat mantu cantik dan kaya. Sekarang kamu udah liat kan buktiny?""Iya, Bu Nuri. Maafin saya loh karena udah gak percaya sama ucapan kamu. Tapi sekarang aku udah percaya kok.""Jangan lupa kasih tahu yang lain. Ntar aku dibilangin tukang halu lagi," titah Bu Nuri. Tidak ingin lagi dicap sebagai tukang menghayal yang suka berbohong.Sudah berulang kali Bu Nuri berkoar-koar tentang Selena. Namun, tidak ada satu orang pun tetangganya yang percaya. Bukan tanpa alasan, pasalnya selama ini Bu Nu
"Ibu-ibu semua tenang aja. Nanti kocokan berikutnya kalau aku yang dapat, nanti arisannya diadakan di rumah menantuku aja. Ya yang pasti lah ya, kalau rumah menantuku itu rumah gedongan dan gede. Untuk menampung satu kampung aja muat loh ibu-ibu."Bu Nuri sangat membanggakan rumah Selena. Bu Nuri dan Fatih mang belum pernah diajak Selena ke rumahnya. Akan tetapi, keduanya yakin jika rumah Selena pasti.snagat besar. Secara mobil yang dipakainya saja mewah dan juga seorang pemilik showroom. Rasanya sangat tidak mungkin jika rumahnya sederhana."Iya, Bu Nuri. Liat nanti aja, ya.""Iya, kalau gak sibuk kita pasti datang ya. Itu juga kalau kocokan berikutnya Bu Nuri yang naik sih."Awalnya para tetangga hanya mengiyakan perkataan Bu Nuri saja karena sebenarnya sudah muak dengan kesombongan Bu Nuri. Padahal sejatinya para tetangga tersebut senang karena Bu Nuri pergi dari komplek mereka. Artinya tidak ada lagi tetangga toxic yang suka menggibah dan juga sombong."Bu, ayo naik sekarang," uc
"Kamu kok gitu sih, Mas, sama ibu sendiri. Ibu ... harga rumah di dalam sana yang pasti milyaran, Bu. Ibu doain Mas Fatih biar banyak rejeki biar bisa beli satu rumah di sana untuk Ibu."Namun, seketika wajah senangnya itu berubah keheranan sebab Selena bukan membelokkan mobilnya ke komplek perumahan mewah itu, melainkan ke jalanan yang terlihat seperti jalanan kampung alias kavling."Eh, eh ... itu. Gerbangnya kok kelewatan. Gerbangnya di sana loh," tunjuk Bu Nuri ke arah perumahan mewah."Kenapa Bu?""Loh, kita mau kemana ini Selena?" tanya Bu Nuri keheranan. Melihat ke kiri dan kanan. Melihat kompleks perumahan mewah yang justru semakin menjauh. "Ya mau ke rumah aku lah, Bu."Sebenarnya Fatih juga cukup terkejut hanya saja dia tidak seheboh ibunya. Fatih juga kaget karena rumah Selena bukannya berada di kompleks perumahan mewah."Kok ke sini? Gak salah kamu Selena? Bukannya ke arah perumahan mewah itu?""Aku gak tinggal di situ. Rumahku di sini kok."Bu Nuri duduk terdiam di tempa
"Ih kamu kalau ngomong suka asal deh, Mas. Jangan bikin takut gitu dong.""Loh aku gak asal ngomong ya. Aku cuma ulangi apa yang ibu bilang.""Ibu lebih baik mati aja, Fatih.""Ah ibu jangan ngada-ngada ah. Tadi bilangnya gak punya muka dan sekarang mau mati. Sebenarnya ibu kenapa sih? Innalillahi?""Kamu itu, Mas, udah deh bantu angkat aja kan kasihan malah kamu ngomongnya gak jelas begitu.""Lah kan aku bener sih omonganku, apanya yang salah coba.""Ck, udah ahh buruan angkat. Terus ambilin minyak angin coba." Fatih pun melakukan apa yang dikatakan oleh Selena. Namun, saat mencari minyak angin seperti mintanya Selena, Fatih tidak menemukannya. "Sel, mana minyak anginnya?" "Itu di dalam kamar. Yang di sebelah ruang tamu ini. Coba kamu ambil di sana, ada di atas meja rias." Fatih mengangguk dan ia pun masuk ke dalam kamar yang ditunjuk oleh Selena. Hidung Fatih kembang kempis setelah masuk ke dalam kamar itu. Baunya seperti minyak nyong-nyong. "Ini kamarnya Selna? Ya ampun kenapa
"Ya gak dikasih apa-apa. Teh kan ya begitu itu memangnya apa yang mau aku kasih?""Fatih! Kenapa hidung Ibu tambah panas ini!""Mas, kamu tadi ngasih kminyak anginnya ke hidung Ibu?" Fatih mengangguk menjawab pertanyaan Selena. "Ya ampun, Mas, itu kan minyak angin panas. Maksud aku tuh cuma dibau-bauin aja gak perlu sampe dioles.""Ya habisnya Ibu gak bangun-bangun. Jadi aku pikir ya aku olesin aja kan itu minyaknya ke hidung Ibu dan nyatanya Ibu langsung bangun kan?""Iya bangun tapi jadinya beliau kepanasan.""Astaga Fatih! Kamu kasih apa hidung Ibu inj!""M-maafkan Fatih, Bu, tadi pikir Fatih biar Ibu cepat bangub gitu makanya Fatih olesin ke wajahnya Ibu.""Dasar anak durhaka! Duh ini gimana dong jadi panas begini."Selena pun bergegas kembali lagi ke dalam kamar mandi dan mengambil air ke dalam baskom. Tanpa pikir panjang lagi Selena segera menyiramkan sebaskom air itu pda Bu Nuri hingga Bu Nuri bajunya menjadi basah. "Astaga Selena apa yang kamu lakukan! Kenapa kamu siram Ibu!
Setelah beberapa menit lamanya akhirnya Bu Nuri pun keluar juga dari dalam kamar mandi dan sudah berganti baju. Ia kembali mendudukkan tubuhnya di atas kursi yang juga terbuat dari kayu jati di rumah Selena itu. Bu Nuri tampak memijat pelipisnya karena masih merasa sangat pusing. "Bu, gimana badannya? Udah enakan?" tanya Selena yang duduk di samping Hu Nuri. "Hemm lumayan. Masih sedikit pusing.""Sebaiknya Ibu istirahat aja dulu. Biar nanti aku yang bereskan saja baju Ibu." Alih-alih mendengarkan ucapan Selena, Bu Nuri malah menatap Selena tajam. "Kenapa, Bu? Kok ngeliatin aku sampai sebegitunya?" tanya Selena. "Selena jawab Ibu, sebenarnya showroom mobil itu milik siapa?" Selena mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan dari Bu Nuri yang menurutnya konyol. "Kenapa Ibu nanya begitu?""Jawab saja, Sel. Showroom itu punya siapa?""Ya punya Selena dong memang punya siapa lagi? Lha itu pemilik tunggal nya ya Selena.""Kamu yakin?""Ya yakin memangnya kenapa sih kan itu yang bangun du