WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKU
(ketika aku pura-pura bangkrut) BAB 5"Aku gak sangka kamu memiliki watak yang tega, Kinan. Sungguh selama ini aku pikir kamu adalah istri yang penurut, yang lugu dan ….""Dan yang gampang kamu bodoh-bodohi. Begitu kan maksudmu? Aku gak peduli ya kamu atau kalian mau ngomong apa. Di sini aku yang dirugikan, memangnya apa fungsiku sebagai kepala keluarga Mas Fatih? Kerjamu hanya meminta-minta pada suamiku. Bukankah kau tahu kalau dia hanyalah pengangguran berat? Sadar diri seharusnya. Setidaknya kalau mendompleng hidup sama orang lain itu mulut harus dijaga. Bukannya sok seolah-olah kami adalah pengendali segalanya. Kalian pikir aku sapi perah kalian apa? Sudah cukup ya selama setahun ini aku kalian jadikan mesin atm berjalan. Sungguh bodoh kukira awalnya kebaikan kalian adalah ketulusan nyatanya hanyalah modus belaka. Cuih!" "Udah gak usah banyak cingcong, buruan mana uangnya. Kalau gak mau bayar silahkan angkat kaki dari rumah ini. Aku bukan penampungan orang-orang bermental pengemis seperti kalian! Pergi sana!" lanjutku lagi terus menyerocos dengan kekuatan super 2500 volt. Mas Fatih dan mbak Eka rahangnya terlihat mengeras. Mungkin saja mereka merasa harga diri mereka telah terkoyak oleh ucapanku barusan. Hah, bodo amat peduli setan. "Awas kamu kalau aku dan suamiku sudah kaya jangankan mulutmu yang kurang ajar itu bahkan rumahmu yang disita bank pun sanggup aku beli." Aku menyunggingkan senyuman sinis mendengar ucapan jumawa mbak Eka. "Terus gue harus bilang waw gitu? Gak usah banyak bacot! Buktikan saja toh segala sesuatu tanpa bukti itu hoaks. Dengar ya hoaks! Sudah sana pergi! Empet aku lihat muka kalian. Dan kamu, Mas, kalau mau ikut mereka pergi ya silahkan. Siapa tau kamu juga gak tega membiarkan saudaramu menjadi gembel. Gih sana ikuti jejak mereka dengan begitu aku bisa dengan mudah menggugat cerai kamu ke pengadilan.""Kok cerai? Maksudnya kamu mau pisah sama aku?" "Menurutmu? Satu tahun lho kita menikah dan selama itu kamu gak pernah kasih aku nafkah. Dalam buku nikah selama tiga bulan berturut-turut kamu gak nafkahin aku saja aku berhak menggugatmu ke pengadilan. Masih baik aku masih mau bertahan sama pecundang sepertimu."Mas Andra hanya diam dan aku bergegas kembali ke dapur karena pekerjaanku mencuci piring yang belum selesai."Mas, Mbak, sebaiknya kalain ke kontrakannya Ibu dulu saja. Biar nanti aku bujuk Kinan. Atau nanti biar aku minta Kinan untuk menambah uang bulanan yang ia jatah buat Ibu. Kan nanti kalian bisa minta ke Ibu uangnya. Gimana?""Janji ya? Awas kalau bohong! Ingat Andra hutang budimu sama aku itu banyak! Kamu hutang nyawa juga sama aki jadi sudah kewajibanmu sekarang untuk membalasnya karena hutang nyawa juga dibawa sampai mati. Harap kamu paham itu.""Iya, Mas, aku paham. Sudah ya kalian ke rumah Ibu duku. Biar aku bujuk si Kinan dulu. Ini ada sedikit uang untuk pegangan kalian di jalan." "Kok cuma segini? Mana cukup buat naik taksi.""Naik angkot saja dulu kan bisa. Aku gak ada uang lagi. Kan kalian tahu kalau istriku baru saja bangkrut.""Ck! Yaudah aku tunggu janji kamu." Masih dapat kudengar dengan telingaku pembicaraan mereka karena rumah ini hanya berukuran 10x9 meter yang artinya hanya 90 meter saja luas dari rumah ini. Sudah kebayang bukan betapa kecilnya rumah yang aku tempati saat ini. Meskipun mereka berbicara lirih tetap saja telingaku masih dapat menangkap percakapan itu. Laras memang sengaja membeli rumah seukuran segini karena target pasarnya adalah masyarakat menengah yang hanya sanggup membayar uang sewa yang tidak terlalu tinggi. Beruntunglah Laras memiliki rumah model begini lumayan banyak sehingga bisa kupakai salah satunya untuk melancarkan sandiwaraku ini. "Ngapain ngeliatin aku begitu?" tegurku pada mas Andra yang kini sudah duduk di kursi makan yang ada di dapur ini. Satu set meja dan kursi makan itu juga Laras yang menyiapkannya. "Sayang, kamu kenapa sih kok tiba-tiba berubah drastis begitu? Keluargaku kan keluargamu juga. Gak sepatutnya lah kamu seperti itu. Kalau gak ada Mas Fatih mungkin kamu gak akan pernah ketemu dan menikah sama aku. Jasa dia dalam hidupku itu besar. Seharusnya kamu hargai itu." Aku menghentikan pergerakan tanganku yang sudah mulai membilas beberapa piring kotor yang tadi sempat tertunda aku cuci karena kedatangan tamu tak diundang. "Dia berjasa dalam hidupmu kan? Bukan hidupku jadi ngapain aku berbasa-basi sama mereka? Kalau mau minta balas nasa ya sama kamu lah ngapain kamu ikutin aku serta? Kalau seandainya kamu hilang nyawa karena gak ditolong sama Masmu dan gak ketemu aku malah yang ada aku bersyukur. Kamu mau tau penyesalan terbesarku adalah aku menerima pinanganmu terlalu cepat tanpa tahu seluk beluk keluargamu hanya karena aku percaya kalau kamu adalah orang baik. Sayangnya semua itu kamu manfaatin aku untuk kamu jadikan sapi perah keluargamu.""Ya bukan begitu maksudnya. Apa salahnya kamu tolong aku untuk balas budi sama Masku itu. Kamu kan istriku kalau bukan sama kamu lalu sama siapa lagi?" "Heh, Mas! Balas budi juga ada aturannya keles. Enggak semua yang mereka minta dan mereka inginkan langsung dituruti. Kamu pikir cari duit gampang? Nyatanya kamu aja disuruh kerja juga gak mau kan? Alasanmu yang inilah yang itulah dan ujung-ujungnya aku juga kan yang berjuang?" "Ya seharusnya kamu itu bersyukur karena mendapatkan suami tampan sepertiku. Kalau aku mau banyak lho yang mau menikah sama aku bahkan yang gadis sekalipun.""Oh jadi menurutmu begitu? Yaudah sana carilah gadis lain dan aku akan dengan senang hati menyerahkanmu secara sukarela sama gadis bodoh itu.""Ck! Dahlah percuma ngomong sama kamu gak ada benarnya aku di mata kamu. Mending aku lanjut tidur lagi.""Cari kerja sana kalau mau nolongin orang! Sok berlagak dermawan tapi uangnya hasil merampas hak istri. Giliran disuruh kerja banyak banget alesanmu! Dasar parasit!" Tidak ada jawaban dari mas Andra. Mungkin saja dia sudah kembali ke kamar dan kembali melanjutkan tidurnya yang terganggu karena kedatangan mas Fatih dan istrinya tadi. "Hah, ingin sekali rasanya aku langsung mengajukan gugatan tapi apa iya kalau hanya bukti dia tidak menafkahiku maka akan langsung dikabulkan sama hakim? Huft, entahlah aku pusing. Biar nanti aku konsultasikan lagi sama Laras."***"Kinan! Andra! Buka pintunya!"Aku yang baru saja rebahan sembari menonton televisi seketika terkejut mendengar suara teriakan dari arah luar sana. Rumah ini memang ada pintu gerbangbya dan selalu aku kunci karena takut jika ada orang iseng yang masuk dan berniat jahat. Mencegah tentu lebih baik daripada mengobati bukan?Kutajamkan kembali pendengaranku saat suara itu kembali terdengar. "Ibu? Mau apa dia ke sini?" Aku pun beranjak dari tempatku dan bergegas membukakan pintu karena aku yakin pasti jika dibiarkan maka suara Ibu akan semakin keras dan bisa-bisa semua tetangga pada datang karena terjadi kericuhan di sini. "Ada apa sih, Bu? Teriak-teriak kayak di hutan aja?! Bisa gak sih datang ke rumah orang itu yang sopan?!" "Suka-suka Ibulah! Ini kan rumah anak Ibu!" "Rumah siapa? Ini kan rumah kontrakan dan lagi aku yang bayar.""Halah sama saja kamu kan istrinya Andra jadi ya apa yang kamu lunya ya milik dia juga.""Terserah Ibu aja lah mau ngomong apa. Ada apa kesini?""Mana sini uangnya." Ibu mengekoriku masuk ke dalam rumah karena pintu gerbang sudah aku buka. Aku menoleh ke arahnya dengan kening berkerut. "Uang? Uang apa ni?" "Uang bulanan Ibu lah. Kamu kan bulan ini belum kasih Ibu uang bulanan.""Kok minta sama aku? Minta sama anakmu lah. Kan dia yang punya tanggung jawab.""Ya kamu kan istrinya. Wajar kalau aku minta sama kamu sebagai menantu dn sudah seharusnya kamu berbakti.""Idih, ogah. Noh minta sama anakmu yang masih sibuk ngorok daritadi. Kalah sama ayam yang sejak subuh udah patok-patok cari makan.""Jangan sembarangan kamu ya bandingin anakku sama ayam! Dasar menantu durhaka!" "Lalu Ibu apa! Mertua zalim? Jadi Ibu mau minta uang kan?" Ibu mengangguk dengan penuh keyakinan sedangkan aku sudah menyunggingkan senyum meski samar. Seketika ide jahilku kumat dan akan aku lakukan kali ini meski sedikit ekstrim. "Baik, tunggu di sini ya lalu nanti ikut aku.""Mau apa sih?" "Liatin aja dulu gak usah banyak tanya."Aku bergegas menuju ke belakang dan masuk ke dalam kamar mandi. Ibu mengernyitkan dahi saat melihatku membawa ember dengan air separuh di dalamnya. "Kamu mau apa sih?" "Udah deh liatin aja! Ribet bener sih toge kisut!" "Kurang ajar kamu ngatain aku toge kisut!""Ya kan memang Ibu sudah kisut. Tuh kulitnya udah pada keriput begitu ya sadar diri aja lah."Ibu terus menyerocos tanpa jeda sudah kayak kereta kelebihan bahan bakar. Aku kembali meninggalkan Ibu menuju kamar yang digunakan mas Andra untuk tidur. Di rumah ini memang ada dua kamar dan masing-masing kamar sudah ada isinya lengkap kasur dengan lemari yang tentu saja sudah dipersiapkan oleh Laras. "Apa yang mau kamu lakukan!" "Kita hitung saja ya, Bu, satu, dua, tiga!"Byur …."Banjir bandang! Tolong aku tenggelam, tolong!" Pletak! Aku mengayunkan ember yang sudah kosong ke kepala mas Andra. "Bangun hei koreng nangka! Itu si toge kisut udah nyerocos aja dari tadi minta duit!"Byur …. "Banjir bandang! Tolong aku tenggelam, tolong!" Pletak! Aku mengayunkan ember yang sudah kosong ke kepala mas Andra. "Bangun hei koreng nangka! Itu si toge kisut udah nyerocos aja dari tadi minta duit!" Mas Andra mengerjapkan matanya berkali-kali mungkin saja dia mencoba mengumpulkan nyawanya yang belum terkumpul. Maafkan aku ya Tuhan, aku tahu kalau tidur bukanlah hal yang patut untuk dibuat mainan tapi aku gedeg banget, Tuhan. Kenapa satu keluarga otaknya minus semua gak ada positifnya sama sekali. Huft, aku serahkan semua padamu kalau memang gak jodoh semoga disegerakan kesempatanku untuk menggugat cerai Mas Andra. "Kamu apa-apaan sih, Kinan?! Kenapa aku kamu siram!" "Itu si nyonya besar yang juga badannya besar minta duit! Bangun jangan molor aja kerjaanmu! Kamu kira di sini lagi ngadain lomba tidur apa!" "Ck! Ya tinggal kamu kasih aja kenapa sih! Lagian bulan ini kan memang kita belum kasih uang bulanan ke Ibu?!" "Enak betul kalau ngomong. Kamu kira aku gudang dui
"Dih najis! Kalau mau duit ya kerja! Kencing aja bayar, kalian mau makan dan hidup enak kok mental gratisan! Tuh sana kalau merasa masih punya otak silahkan dilepas terus dicuci pake detergen atau bayclin biar kinclong. Dah ah, aku mau ke kios baruku dulu mau beres-beresin warung sekalian belanja bahan-bahan. Tuh di meja aku tadi udah masak. Aku masih berbaik hati melayanimu sebagai seorang suami. Jangan lupa tuh kasur dijemur. Awas aja kalau aku pulang masih basah!" "Ini kan kamu yang bikin basah, masa Mas yang haru beresin?""Jadi mau nolak? Mau aku bawain lagi pisau daging biar aku cincang kamu punya kaki sama tangan?"Mas Andra menelan salivanya, ia tampak tegang mendengar aku akan membawakannya pisau daging kembali. "Ah, enggak usah. Iya nanti biar Mas jemur kasurnya. Hehehehe. Makasih ya sudah mau masakin Mas." "Hemm." Aku pun meninggalkan Mas Andra dan Ibu yang masih melihatku bergerak kesana dan kemari persis seperti kutu loncat. Entahlah badanku ini terbuat dari apa. Rasa
WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKU(ketika aku pura-pura bangkrut) Pov author"Oh Mbak Eka. Tau darimana aku jualan di sini?" Kinan sebetulnya cukup terkejut karena kedatangan Eka yang secara tiba-tiba. Entah darimana perempuan berstatus ipar dari Kinan itu tahu kalau Kinan berjualan di situ. "Lagi lewat aja, tuh sama Mas Fatih. Biasalah weekend begini ya enaknya jalan-jalan. Memangnya kamu yang sibuk sama kerjaan mulu. Betewe ini kios punya kamu?" "Menurut Mbak?""Tapi bukannya kamu bangjrut? Kalau menurut Mbak sih bukan punya kamu ya. Pasti punya teman kamu ini kan? Secara tempatnya di dekat mall begini. Kamu pasti hanya ngejalanin doang. Ya kan? Tapi baguslah setidaknya kamu cepat ada pemasukan lagi biar gak jadi beban buat suami kamu nantinya.""Kalau asumsi Mbak seperti itu ya terserah aja. Ini mau ayammya yang apa nih?""Paha aja semuanya. Buruan ya gak pake lama."Sembari membuatkan pesanan Eka, Kinan sejak tadi saling lirik dengan Laras. Mungkin mereka berpikiran yang sama. Apakah
"Huh si Kinan bikin kesel! Memang bener-bener deh dia! Sekarang sudah berubah semenjak dia bangkrut dia jadi pelit!" Eka terus saja menggerutu sepanjang jalan hingga membuat telinga Fatih berdengung. "Ck! Kamu bisa gak sih diam dulu? Berisik tau gak sepanjang jalan dari sana hingga mau sampai ke rumah Ibu nyerocos aja gak berhenti-berhenti.""Ya habisnya aku kesel! Kita gagal deh makan ayam gratis! Mana Ibumu cuma masak tempe goreng sama sayur bayam doang!" "Ya kamu juga bodoh! Kenapa tadi gak kamu langsung bawa aja itu ayamnya pergi? Kan udah di tangan kamu tadi. Malah diam aja waktu si Kinan ambil lagi.""Ya enggak sempet, Mas, orang cepet vanget gerakan tangannya. Lagian kalau nanti dia barbar lagi gimana? Di gerai nya pasti punya pisau daging. Hih gak maulah aku kalau dicincang nanti.""Ya kali dia berani nyincang kita beneran? Gitu aja kok takut.""Halah nyatanya kamu tadi pagi juga takut kan? Kenapa malah diam aja? Gak ada ngelawan waktu si Kinan nancepin itu pisau di meja.""
"Aku cuma mau ambil yang kecil-kecil aja dulu. Eh tapi aku pikir-pikir lagi aku mau ambil motornya aja dulu deh. Lumayan buat bolak-balik nanti dari kontrakan ke gerai.""Nah itu ide yang bagus. Tapi yakin cuma kita berdua aja? Ntar kalau kakak iparmu yang laki-laki itu nyegah gimana?""Hemm? Tenang aja dia mah cemen! Yuk ah keburu malam."Kinan dan Laras pun bergegas menaiki mobil yang Laras bawa menuju kediaman sang ibu mertua. Hanya perlu menempuh waktu beberapa menit saja karena jaraknya juga tidak terlalu jauh, akhirnya mobil yang dikendarai Laras pun sampai di depan rumah kontrakan Bu Nuri."Itu mobil siapa, Ka? Apa kamu ada janjian sama teman kamu itu?" tanya Bu Nuri pada Eka. "Hemm? Enggak ah, aku belum ada bikin janji sama dia.""Lha terus itu mobil siapa?""Gak tau, Bu, coba aja yuk keluar." Bu Nuri dan Eka pun beriringan berjalan menuju teras, tetapi sesampainya di pintu utama keduanya terjatuh karena sangking semangatnya ingin melihat siapakah gerangan yang datang membua
Pak Rt hanya tersenyum menjawab ucapan Kinan sedangkan Kinan sudah melenggang pergi dengan santainya membawa motor N-mux pergi dari kontrakan Bu Nuri. ***"Kinan! Kenapa kamu ambil motornya Ibu?!" Suara tinggi Andra sudah menyambut kedatangan Kinan dengan motor besarnya itu. Kinan tidak langsung menghiraukan ucapan Andra dengan kondisi rahang yang sudah mengeras. Ia terlebih dahulu memarkirkan motor besar itu di halaman rumahnya. Tidak lupa Kinan mengunci pintu gerbang karena hari mulai gelap dan takut kalau ada maling motor yang mengincarnya. "Kinan kamu dengar aku gak sih?!" Andra lagi-lagi mengeraskan suaranya di hadapan Kinan hingga membuat wanita yang memiliki rambut panjang sebahu itu menoleh ke arahnya. "Kamu kenapa kayak kebakaran jenggot begitu? Apa kamu bilang tadi? Motor Ibumu? Motorku, Mas! M O T O R K U! Kamu gak tuli kan?" Kinan melenggang meninggalkan Andra dengan napasnya yang naik turun dan masih berdiri di teras rumah kontrakannya. "Kinan aku belum selesai bicar
WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKU(ketika aku pura-pura bangkrut) "Ya, aku paham. Aku akan terus meraih surga itu, sampai kapan pun Ibu memang berhak atas diriku. Sudah ya, aku mau istirahat dulu, kepalaku tiba-tiba saja sakit.""Tidurlah, jangan lupa besok ke rumah Ibu karena besok Ibu dan Mbakmu akan membicarakan rencana kita ini.""Hemmm."Setelah sambungan telepon dimatikan, Andra langsung menuju ke kamarnya yang ternyata di dalam sana sudah ada Kinan. Entah sejak kapan Kinan masuk ke dalam kamar karena Andra sama sekali tidak mengetahuinya. Andra terlalu fokus pada obrolannya bersama sang Ibu di telepon. Andra memang anak yang baik dan sangat berbakti pada orang tuanya, tetapi karena baktinya itu yang terlalu over dosis menjadikan ia tidak bisa memiliki prinsip hidup untuk dirinya sendiri. Sejak kecil memang Andra sudah didoktrin untuk selalu berbakti pada orang tuanya. Orang tua yang selalu menganggap kalau anak adalah aset. Aset di masa tua yang kelak harus membuat orang tua hidup
"Astaga kutil naga, ondel-ondel dari planet antah berantah mana yang Mbak Eka jodohkan sama aku?" "Andra! Sini! Ngapain malah bengong di situ?" Eka memanggil Andra yang masih mematung karena cukup shock dengan bentuk si Selena. "I-iya, Mbak." Andra pun berjalan mendekati di mana Eka dan Selena berada. "Nah ini, Beb, adik ipar aku yang mau aku kenalin sama kamu. Gimana? Ganteng kan?" Eka memperkenalkan diri Andra pada Selena. Selena dengan wajah sumringahnya mengulurkan tangan pada Andra. Andra pin menyambut tangan itu setelah diberi kode oleh Eka. Selena semakin melebarkan senyumannya yang membuat Andra lagi-lagi merasa menangkal sesuatu pada mulut Selena. Andra kembali memfokuskan penglihatannya di sekitar bibir Selena dan ternyata ia menemukan ada cabai di sela-sela gigi Selena. Ditambah ada karang gigi yang sudah kekuningan di bagian sela-sela gigi bawah. Tiba-tiba saja Andra bergidik melihat pemandangan itu. "Hai Mas ganteng. Kenalin namaku Selena gak pakai gomes. Kalau kamu?
WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKUHari yang dinanti-nantikan oleh semua orang pun tiba. Kinan berkali-kali melihat jam, memastikan kapan waktu yang tepat baginya untuk menyuruh semua orang yang sedang sarapan itu untuk berkemas.Di sisi lain, dia tidak sabar untuk segera melihat orang-orang itu bergegas berangkat, tapi di sisi lainnya, Kinan tidak enak hati untuk membuat semuanya jadi tidak bisa menikmati makanannya.Andra yang peka terhadap air muka istrinya yang cemas itu pun menyudahi acara makannya dan mencuci kedua tangannya. "Sayang?" panggil pria tampan itu sambil meletakkan kedua tangannya di bahu Kinan dari belakang."Eh?!" respon Kinan terkejut. "Maaf udah ngagetin kamu, ya," ucap Andra. Kinan membalik badannya dan menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. "Nggak apa-apa, kok," ucap perempuan itu lirih "Nggak apa-apa kok keliatan cemas gitu? Kenapa, Sayang?" tanya Andra dengan penuh kesabaran.Sebenarnya, dari gerak-gerik sang istri, Andra itu sudah tahu bahwa pasti Kinan seda
WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKUWajah Selena begitu geram. Digelandang masuk ke dalam mobil polisi bersama dengan dua orang yang membuatnya naik pitam itu rasanya seperti disuruh memakan makanan kotor yang ingin segera dimuntahkan keluar sampai habis.Sejak dikawal menuju ke mobil polisi, Selena terus memperhatikan dua mobil polisi yang berada di belakang.Dia melihat Fredy yang memasuki satu mobil polisi dan Jane memasuki satu mobil lainnya. Di dalam mobil, baik Jane maupun Fredy diapit oleh dua orang petugas kepolisian di kanan dan kiri mereka. "Masuk Nyonya! Kami tidak mau bertindak kasar pada anda. Jadi tolong bersikap kooperatif pada kami."Seorang anggota kepolisian yang berdiri di belakangnya dan sedang memperhatikannya dengan tatapan kesal tampak mulai kehilangan kesabarannya melihat Selena yang berdiri di depan pintu mobil sejak tadi sambil memperhatikan dua mobil polisi lainnya yang juga membawa dua orang yang telah menimbulkan keributan tadi, tanpa berniat untuk masuk ke dala
WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKUKeesokan harinya, Fatih berniat mengajak Andra untuk pergi ke showroomnya guna mewujudkan apa saja yang telah mereka bahas kemarin malam. Kebetulan dia juga sudah membuat janji dengan salah satu supplier truck yang menyediakan jasa modifikasi food truck.Eka yang mendengar obrolan keduanya pun segera berjalan menyambangi Fatih dan Andra untuk kemudian kembali mengutarakan keinginan yang tiba-tiba terlintas di pikiran."Boleh aku ikut membahasnya bersama dengan kalian?" tanya Eka sedikit basa-basi. Fatih dan Andra pun bersamaan menoleh akibat kedatangan Eka yang menurut mereka begitu tiba-tiba."Memang sudah seharusnya seperti itu, kan?" balas Fatih seraya tersenyum dan menggeleng pelan dengan pertanyaan aneh sang istri."Sepertinya nanti kami sangat butuh saran-saran lain darimu," jawab Andra yang juga tak luput dengan senyumannya."Aku juga mau ikut!" seru Kinan yang juga baru saja datang. Andra yang mendengar itu pun menaikkan sebelah alisnya sekilas."Ak
WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKUSepasang mata itu mulai menyipit, memandang ke arah sepasang pria yang begitu ia kenal dengan baik tengah berduaan.Kerutan pada kening Selena bahkan mulai bermunculan ...."F-fredi?? S-siapa yang duduk dengannya??"Seketika, rasa sesak di dadanya kian hebat, debaran jantungnya kini berdetak tak karuan, amarah yang kian mencuat bahkan tangan terkepal sempurna, mendapati sang pujaan hati tengah menjalin kasih dengan wanita lain.Betapa tidak? Fredi terlihat tengah asyik berduaan dengan sosok wanita berpenampilan hedon, beberapa perhiasan mahal menghiasi kedua pergelangan tangan, jari jemari, leher dan juga sepasang telinganya.Selena benar-benar dibuat geleng-geleng kepala melihat kemesraan yang terjadi saat ini."Ck! Sialan, bisa-bisanya dia melakukan ini padaku."Saat itu pula amarahnya mulai meledak! Tanpa berpikir panjang wanita itu lekas melangkahkan kaki menghampiri mera Fredy."Ah! Kamu bisa aja, Say.""Serius Jane, kamu benar-benar terlihat cantik se
WAJAH ASLI KELUARGA SUAMIKUSelena menghentakkan kakinya dengan perasaan kesal. Wajahnya tampak masam terlihat. Ia juga heran kenapa Fatih dan juga Eka tidak mau menggubrisnya lebih jauh. Karena sudah diabaikan begitu saja, Selena pun pada akhirnya memutuskan untuk pergi. Rasa kesal yang ia rasakan masih juga belum surut. Sepanjang jalan, ia terus mengomel tak jelas. Tentunya merutuk pasangan suami istri tersebut.Sejak perceraian itu, Selena sudah tak mau menganggap Eka sebagai teman lagi. Karena menurutnya, Eka adalah wanita perusak kebahagiaannya. Padahal jika ditelisik dari fakta, justru dialah wanita yang merebut kebahagiaan sahabatnya sendiri.“Kenapa sampai sekarang aku tidak bisa melupakan Fatih, ya? Padahal aku sudah dapat pengganti yang tampan seperti Fredy,” keluh Selena dengan suara lirih.Ya, begitulah Selena. Ia masih terkurung dengan dilemanya sendiri. Jika tidak berada di dekat Fatih, ia bisa meredam rasa cintanya. Namun, akan sangat berbeda bila jarak mereka dekat, S
"Kenapa kamu duduk di depanku dan bukannya di sampingku?" Kinan mengernyitkan dahi tak mengerti."Kalau aku duduk di sampingmu, kita memang bisa dekat dan mesra-mesraan. Tapi, kalau aku duduk di depanmu, aku bisa puas liatin kamu. Sambil makan liatin kamu pasti bikin aku makin berselera."Seketika rona merah menjalar di wajah Kinan. Meski telah lama bersama, tetapi mendapat rayuan dari sang Suami tetap saja membuatnya malu dan salah tingkah."Ah, kamu bisa aja, Mas."Andra tersenyum dan berkata, "Makasih ya, Sayang. Udah buat dan bawa bekal buat aku.""Iya, sama-sama. Dimakan dong.""Hm, ini nikmat banget, Sayang. Kamu emang paling jago masak. Rasa masakannya gak ada duanya dan paling enak di dunia ini."Mendapat pujian seperti itu lagi-lagi membuat Kinan merasa senang bercampur malu. Ia senang karena suaminya benar-benar telah berubah menjadi pribadi yang jauh lebih baik dari sebelumnya."Bicara Mulu, nanti kamu keselek loh.""Ya gak dong, Sayang. Lagian aku kan cuma memuji istriku y
"Masih mau jadi saksi? Ibu liat sendiri kan kalau di sini tertulis nama saya," tunjuk Kinan ke arah tulisan namanya yang berada di bagian bawah tupertuper.Meski Bu Eli sudah berusaha menghentikan aksi Kinan itu, pada akhirnya gagal juga. Situasinya sedang tak berpihak kepada Bu Eli.Bu Ana–saudara Bu Eli dari kampung–terkejut dan sontak memandang Bu Eli, seolah-olah meminta penjelasan. Namun, Bu Eli hanya bisa menunduk dan diam seribu bahasa. Ia benar-benar sangat malu karena ketahuan tupertuper itu bukan miliknya."Kok, kamu gak bilang kalau itu bukan punyamu?!" bisik keluarga Bu Eli dengan penuh penekanan.Kinan cekikikan mendengar perkataan wanita tersebut. "Ya, gimana mau bilang, Bu. Wong tadi udah koar-koar kalau wadah mahal itu kepunyaan dia. Kalau dia jujur, mau taruh di mana mukanya."Kinan tampak tak peduli dengan raut wajah Bu Eli yang sudah berubah merah. Kesal karena Kinan begitu gamblang berbicara. Padahal tadi Bu Lei sudah berkoar-koar tentang betapa mahalnya wadah tem
Bukannya bersyukur mendapat makanan gratis, malah menggerutu tidak jelas. Bu Eli lantas berjalan menuju ke terasnya. Melihat kalau-kalau Kinan masih membagikan makanan dan tetangganya sudah sepi."Kalau masih ada sisa aku mau minta lagi ah."Bu Eli masih mengintip dari rumahnya. Namun, susunan box makanan sudah tidak ada, yang tersisa hanya Eka dan Kinan yang masih berada di teras rumahnya."Eh, masih ada kotak yang dipegang si Kinan dan iparnya. Samperin, ah." Bu Eli pun bergegas menuju ke rumah Kinan."Kinan!""Iya, kenapa, Bu Eli?""Acara bagi-bagi makanannya udah selesai?""Iya, emangnya kenapa, Bu?""Siap tahu makanannya masih sisa, kan kasian nanti bisa mubazir. Kalau makanannya sisa dan basi kan jatuhnya malah dosa bukannya dapat pahala. Seperti itu," tunjuk Bu Eli ke arah kotak yang dipegang Kinan."Wah, benar-benar gak tahu malu ya tetanggamu ini Kinan. Heh, Bu Eli! Kotak yang dipegang Kinan itu untuk makan siangnya. Malah mau minta juga. Tadi kan Bu Eli udah dapat.""Halah,
Hari itu Kinan mengadakan sedekah jumat seperti biasa. Makanan yang akan dibagikan sudah tersusun rapi di teras rumah agar lebih mudah dibagikan nanti. Ia tidak sibuk di dapur, karena yang akan dibagikan adalah makanan dari gerai."Semuanya sudah turun semua, Sayang," ucap Andra kepada Kinan setelah menurunkan kotak terakhir."Terima kasih, Sayang." Kinan tersenyum hangat ke arah sang Suami."Kita bagikan selepas Jumat atau sebelum?" Eka memastikan."Sebelum Jumat aja. Mbak jadi kan bantuin aku? Soalnya Mas Andra mau balik ke gerai lagi."Yah, Eka memang sengaja datang hari itu. Ia diminta tolong oleh Bu Nuri untuk mengantarkan rujak buatan ibu mertuanya itu untuk Kinan. Bu Nuri sengaja bikin karena Kinan sedang mengandung. Bahagia hati Kinan karena kini mertua dan iparnya bisa akur dengan dirinya. "Jadi dong."Setelah kepergian Andra kembali ke gerai, Kinan dan Eka kembali menghitung ulang jumlah makanan yang akan mereka bagikan. Totalnya ada seratus lima puluh box. Namun, ada yang