"Itu belum seberapa, Pak! Dibandingkan penderitaanku selama ini! Bapak sebut aku wanita murahan, Bapak panggil aku pelacur! Bapak lupa? jika Bapak lah yang menjadikan aku seorang pelacur!" ucap Nisa menatap tajam kearah Bapak.
"Berani-beraninya kamu menjawab! Kamu pikir, kamu itu siapa, hah?" sahut Bapak penuh emosi. "Apa perlu aku menjelaskan siapa aku, Pak? Bapak lupa, Saat Mas Anton tidak ada di rumah, apa yang Bapak lakukan padaku? Berulang kali Bapak menodai ku! Bapak jadikan aku budak nafsu Bapak. Bapak tidak ingat dengan itu semua?" seloroh Nisa menggebu-gebu. "Bangs*t!" teriak Bapak hendak menampar wajah Nisa. Dengan cepat tanganku menghadangnya."Pergi kamu dari sini pelacur!" hardik Bapak lagi.
"Sudah, Pak! Sudah! Cukup! Ibu sudah capek, Pak. Lebih baik Bapak mengaku saja, agar semuanya cepat selesai," ucap Ibu berusaha menarik tangan Bapak.
Bapak tetap saja kekeh tidak maPov BapakIni benar-benar diluar dugaanku, kenapa Nisa dan Anton bisa bekerja sama untuk menghancurkan ku. Sepertinya ada yang tidak beres! Ini tidak boleh dibiarkan. Jika besok mereka berdua melakukan tes DNA dan ternyata hasilnya menunjukkan bahwa aku adalah Ayah biologis bayi yang dikandung Nisa, ini bisa berabe!Aku tidak mungkin menikahi Nisa! Bagaimanapun juga anak itu harus lahir dengan status sebagai anaknya Anton. Kalau tidak, rencanaku bisa gagal. Tuan Romi pasti tidak akan memberikan setengah sahamnya untuk ku.Aku harus melakukan sesuatu, aku harus membuat hasil tes itu menunjukkan bukan aku Ayah biologis nya. Aku harus menyusun rencana. Malam ini, aku tidak akan pulang ke rumah. Lebih baik aku tidur di hotel untuk malam ini.***Pagi hari aku sudah membuat rencana untuk bertemu dengan Tuan Romi. Aku akan menemuinya di anak cabang perusahaan miliknya. Hari ini aku berencana untuk meminta sejumlah uang
Setelah mendengar ajakan dari perawat, Bapak pun langsung bergegas masuk ke ruangan periksa mengikuti instruksi perawat yang menunggunya di depan pintu.Sedangkan Nisa yang baru saja keluar dari ruang periksa, langsung berjalan menghampiri kami bertiga."Mas! Alhamdulillah, semuanya lancar! Ternyata proses tes DNA nya tidak seseram yang aku bayangkan." ucap Nisa padaku. Membuat Desi semakin bingung, tampak dari raut wajahnya yang penuh tanya. Namun, aku hafal betul dengan karakter Desi. Ia bukan tipe orang yang selalu ingin tahu urusan orang lain, ia tidak akan ikut campur dengan masalah yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya."Ini--istri kamu, Mas?" tanya Desi ramah.
Tidak seperti biasanya, malam ini Bapak tidak keluar rumah. Dari sore Bapak masih betah dirumah. Mungkin karena besok pagi jadwalnya untuk mengambil hasil tes DNA itu. Sepertinya Bapak tidak ingin ketinggalan berita, dia pasti ingin memantau ku dan memastikan jika rencananya akan berhasil."Ton, besok pagi jam berapa kamu ke rumah sakit untuk mengambil hasil tes DNA nya? Ibu pengen ikut!" ucap Ibu memulai obrolan saat makan malam bersama."Jam 10 pagi, Bu! Tapi sebaiknya Ibu tunggu dirumah saja! Biar Anton dan Nisa saja yang ambil. Lagian, bukannya besok Ibu ada jadwal arisan dengan Ibu-Ibu komplek yah?" sahutku pada Ibu."Tapi, Ton! Ibu pengen tau, Ibu juga penasaran!" jawab Ibu lagi."Nanti setelah Anton dapat hasil tes DNA nya, Anton dan Nisa segera pulang ke rumah. Anton juga tidak sabar, ingin memastikan siapa Ayah dari anak yang dikandung Nisa!" ucapku menatap tajam ke arah Bapak.Kulihat Bapak tersenyum si
Pov AntonAku segera menyalakan motor sport milik Arjuna dan bersiap untuk segera pergi. Namun, tiba-tiba Ibu memanggilku dari balik pintu. Ibu membuka pintu lalu bertanya dengan cemas."Anton! Kamu mau kemana? Kenapa buru-buru! Tadi siapa yang menelpon?" tanya Ibu khawatir.Sebenarnya aku tidak ingin Ibu tahu masalah ini, aku takut ia semakin ngedrop. Tapi tidak ada pilihan lain. Aku takut Ibu semakin kecewa jika aku berbohong padanya."Anton mau menemui Nisa dan Arjuna, Bu! Mereka berdua dirampok di jalan! Tadi Nisa yang telpon Anton. Dia memberitahu jika saat ini Arjuna terluka parah. Jadi Anton harus segera kesana!" jelas ku pada Ibu. Seketika Ibu ambruk di lantai, tubu
Pov AntonSudah dua jam aku mencari Bapak di tempat teman-temannya, tapi Bapak tidak ada disana. Kira-kira, dimana Bapak saat ini? Kalau bukan karena Ibu dan nyawa Arjuna, aku tidak sudi repot-repot mencari keberadaan Bapak.Apa mungkin saat ini dia sedang di hotel tempat uang menginap selama ini? Tapi, di Jakarta banyak sekali hotel. Tidak mungkin aku mendatangi satu persatu hotel yang ada di Ibu kota ini.Berulang kali aku mencoba menghubunginya, tapi tetap saja nomornya tidak aktif. Aku pastikan dia akan menyesal jika sampai terjadi apa-apa dengan Arjuna."Kring! Kring!" Dering ponselku berbunyi. Sebuah panggilan masuk dari Ibu. Dengan cepat aku mengusap tombol jawab di layar."Halo, Bu! Anton masih di jalan! Anton masih belum menemukan Bapak! Sudah mencari ke rumah teman-teman Bapak, tapi Bapak tidak ada!" jelasku memulai pembicaraan. Aku tahu, saat ini Ibu pasti sangat mengharapkan kehadira
Pov AntonIbu menangis histeris, ia tak percaya bahwa Arjuna telah tiada. Ini adalah cobaan yang berat untuk Ibu. Disaat ia sedang menerima kenyataan pahit mengenai Bapak yang telah berzina dengan Nisa, dan saat ini, Ibu harus ikhlas kehilangan anak bungsunya.Arjuna adalah anak kesayangan Ibu. Aku yakin, Ibu pasti sangat terpukul. Berkali-kali ia berusaha mengguncang-guncangkan tubuh Arjuna agar Arjuna bisa terbangun.Tapi itu mustahil, karena dokter telah memastikan, jika nyawa Arjuna tidak bisa tertolong karena kehabisan banyak darah. Dan sampai Arjuna menghembuskan nafas terakhir, pihak rumah sakit masih belum menerima pendonor darah AB.Seandainya Bapak tidak mematikan ponselnya, mungkin ini semua tidak akan terjadi.Tadi sebelum Arjuna menghembuskan nafas terakhirnya, aku sudah berhasil menelpon Bapak dan memberi tahu soal kondisi Arjuna. Mungkin saat ini Bapak tengah di perjalanan kemari.
Pov BapakKedua polisi itu berlari menghampiri ku, mereka memborgol tanganku, lalu menggandeng ku masuk ke mobil polisi. Aku tidak bisa lagi berlari. Rasa sakit akibat peluru yang bersarang di kaki ku membuatku terpaksa pasrah di bawa oleh mereka.Mobil berhenti, pertanda kita sudah tiba di tujuan. Mereka membawaku ke klinik kantor polisi untuk mengobati luka di kaki ku. Kemudian menyuruhku berjalan seperti biasa menuju ruang pemeriksaan."Duduk!" ucap salah satu petugas berbadan tegap itu padaku.Aku pun menarik kursi di hadapan petugas yang duduk di hadapan komputer.Ia memberiku banyak pertanyaan, hampir 3 jam aku di periksa. Hingga akhirnya aku pun digiring masuk ke sel tahanan.Ini bagaikan mimpi buruk bagiku, aku tidak bisa melihat pemakaman anak kandung ku Arjuna. Aku juga terpaksa harus mendekam di jeruji besi sampai proses sidang dimulai dan hakim memberikan putusan.
Pov AntonTidak terasa sudah satu minggu Arjuna pergi meninggalkan kita semua. Ibu masih terlihat sedih, walaupun dia sudah mulai bisa beraktivitas seperti biasa, tapi dia masih sering melamun seorang diri dikamar Arjuna. Hari ini adalah acara tahlilan 7 hari kepergian Arjuna.Para tetangga komplek dan teman-teman arisan Ibu datang membantu menyiapkan acara tahlilan."Mas!" suara Nisa membangunkan lamunanku. Iya, sudah satu minggu semenjak kepergian Arjuna, Nisa kusuruh tinggal dirumah ini untuk sementara waktu. Agar ada orang yang bisa bantu-bantu di rumah ini. Lagian, jika Nisa tidak ada disini, nanti akan jadi pertanyaan besar oleh para tetangga."Iya, Nis! Ada apa?" jawabku tanpa menoleh ke arahnya."Dari pagi Ibu belum makan, Mas! Nisa sudah mencoba membujuk Ibu. Tapi, Ibu tetap tidak merespon. Apa tidak sebaiknya, Mas Anton yang coba bujuk Ibu agar dia mau makan, Mas!" jelas Nisa padaku.&n