Sydney, Australia.
Aku tersenyum miring ketika hyperloop telah berhenti. Pintu terbuka secara otomatis dan aku tak berhenti berdecak kagum karena kecepatan hyperloop ini.
Sepuluh menit, waktu yang diperlukan dari Bali ke Sydney. Pada jaman ini semua teknologi memang sudah secanggih itu. Namun, beberapa teknologi yang super cepat hanya bisa di akses oleh kalangan tertentu saja, seperti para perjabat negara atau aparat penegak hukum.
Dan aku? Well, meskipun bukan dari kalangan atas, tetapi dengan Gabriel sebagai partner-ku, aku tentu bisa mendapatkan apa saja.
Setelah beranjak dari kursi dan hendak berjalan keluar, aku menyadari jika aku melupakan satu hal.
Hoverboard--sebuah benda yang mirip dengan papan seluncur. Berbentuk bulat agak pipih, tetapi dengan teknologi paling baru, hoverboard mampu terbang di atas udara dengan kecepatan yang mengagumkan. Sayangnya, benda ini tidak bisa digunakan lebih dari satu jam. Kita perlu men-charge-nya menggunakan wireless tertentu setelah itu.
"Here we go!" ucapku seraya mengambil benda
itu dan keluar dari hyperloop.Aku merasakan angin sejuk dini hari menusuk kulitku ketika telah keluar dari hyperloop. Aku mengabaikan hyperloop itu yang secara otomatis langsung kembali ke dalam laut dan menghilang sama sekali. Sama seperti sebelum-sebelumnya, Gabriel perlu mengamankan segala sesuatunya dari pihak berwajib.
Aku menyinkronkan hoverboard yang kubawa dengan jam tanganku yang mempunyai multi fungsi, kemudian melemparkannya ke tanah dan secara otomatis hoverboard itu telah aktif ditandai dengan benda itu tidak jatuh ke tanah, tapi melayang 2 cm dari tanah.
Aku tersenyum miring sesaat sebelum menaikkan kedua kakiku di atas hoverboard itu. Bagaimanapun, ini pertama kalinya bagiku menggunakan alat ini.
"Jalan!" perintahku pada hoverboard itu. Karena hoverboard itu telah aku sinkronisasikan dengan jam tanganku maka hanya dengan perintah suaraku, hoverboard itu menjalankan perintahku.
Aku sedikit memekik ketika kurasakan hoverboard itu melayang dengan cepat dan semakin tinggi. Bahkan, tubuhku kehilangan keseimbangan karena hoverboard itu melayang dengan cepat.
"SIal!" umpatku sambil bergelayut di ujung hoverboard dengan kedua tanganku. Aku tak menyangka jika menaiki hoverboard lumayan sulit. Biasanya aku melihat Gabriel menaiki dan mengendalikannya dengan mudah meskipun ia hanya menggunakannya di dalam mansion.
Setelah sedikit kesulitan, akhirnya aku pun mulai bisa menguasainya.
Aku berhenti tepat di depan sebuah pintu rumah berwarna putih pucat. Dengan bantuan dari Gabriel yang telah meng-hack sistem keamanan rumah ini, aku bisa membuka pintu dengan mudah dan memasukinya tanpa takut tubuhku terpotong karena sinar laser atau senjata-senjata tajam lainnya yang tersembunyi di balik dinding rumah itu.
Aku pun bergegas naik menuju lantai 2 rumah ini. Dengan langkah perlahan-lahan aku menaiki tangga rumah dan menuju ke salah satu ruang yang kuyakini sebagai tempat tidur utama.
Aku membuka pintu itu pelan lalu menutupnya lagi. Aku pun melihat 2 perempuan -atau lebih tepatnya seorang gadis kecil berumur 5 tahunan dan seorang wanita dewasa yang kuyakini adalah ibunya- sedang tidur pulas.
Dengan langkah santai aku mendekati kasur king size yang tampak sangat mewah itu. Aku mengamati wajah wanita 'calon mainanku' itu sejenak dan tersenyum miring. Karena tanganku sudah gatal sedari tadi, aku mengambil sebuah pisau yang selalu ku bawa kemana-mana dari sarung pahaku.
"Wake up, honey ...." bisikku sambil menempelkan pisau menyusuri sisi wajah kanan hingga ke dagunya.
Wanita itu tampaknya terkejut ketika merasakan pisau dinginku menyentuh wajahnya. Matanya mengerjap sebelum akhirnya terbuka lebar karena mengetahui ada orang asing sedang berdiri di sampingnya dengan menempelkan sebuah pisau tajam ke wajahnya.
"Siapa kau?" tanyanya dengan wajah pucat.
"Aku? Bukan siapa-siapa."
Ia menatapku datar, berusaha keras menyembunyikan rasa takutnya. "Jangan bercanda!"
Aku tersenyum miring. Bagaimanapun aku menyukai sikapnya saat ini. Bayangkan saja, seseorang yang saat ini pura-pura tidak terlihat takut tetapi aku tau jauh di dalam hatinya, ia bagaikan seorang tikus yang sedang bersembunyi dari terkaman seekor kucing. Menarik.
"Aku... kekasih suamimu," jawabku.
Kini, wajah pucat yang tadinya ia tampakkan telah berubah sama sekali. Matanya memicing tajam, menatapku penuh curiga. "Jangan bercanda!" sentaknya. "Xander tidak pernah tertarik dengan wanita manapun!"
Aku menaikkan sebelah alis, bertanya-tanya apa maksud wanita ini.
Ia melipat kedua tangannya ke depan dada, bersikap menantang.
Oke... jadi ia ingin bermain-main denganku?
"Xander adalah pria yang sangat pemilih," ia mengamati penampilanku dari ujung kaki hingga kepala. "Seleranya tidak mungkin wanita sepertimu. Lihat saja penampilanmu. Tidak elegan sama sekali."
"Apa?!" Oke, lupakan permainan. Bolehkah aku langsung mencabut mata merendahkannya itu?
"Bagaimana kau bisa masuk?" tanyanya kemudian. Ia mungkin heran dengan aku yang bisa dengan mudah masuk kerumahnya padahal rumahnya sudah dilindungi dengan keamanan teknologi yang cukup canggih.
"Sudah kubilang aku ini kekasih suamimu." Entah kenapa aku ingin menggoda wanita sok ini. "Ia bilang ia muak denganmu. Dan aku di sini, karena ia menyuruhku untuk melenyapkanmu."
"Kau pikir aku percaya padamu?"
Oke, mungkin aku akan memulai dengan menjambak rambutnya.
"Well, jika kau tidak percaya, terserah. Kau bisa menanyakannya pada suamimu itu."
Pernahkah aku mengatakan pada kalian satu hal yang paling aku benci? Berurusan dengan wanita yang cemburu.
Dengan kecepatan bagaikan dewa, wanita itu menjambak rambutku!
Bangke!
Untung saja, pengalamanku lebih banyak dari dia. Dengan sigap, aku menggoreskan pisauku ke lengannya. Ia memekik terkejut, melihat darah membasahi piyamanya.
"Kau!" geramnya. "Berani-beraninya kau--"
Tidak ingin mendengar kata lain keluar dari mulutnya itu, aku langsung menarik rambut panjangnya hingga dia jatuh dari kasurnya. Tak kupedulikan jeritan kesakitannya. Aku terus saja menyeretnya ke tengah ruang. Kakinya menendang tak tentu arah memberontak. Oh, aku paling suka memberi pelajaran pada wanita-wanita semacam ini. Lihat saja apa yang akan kulakukan padanya nanti.
"Siapa kau?" langkahku terhenti ketika tiba-tiba mendengar suara orang lain. Aku menoleh dan mendapati seorang gadis kecil.
"Mommy?" dia memanggil ibunya dengan ekspresi polos bertanyanya.
"Helen ...." ucap ibunya dengan menitikkan air matanya yang membuatku memutar bola maataku. Aku pun membanting tubuh wanita itu dengan keras hingga terdengar 2 teriakan keras yang memekakkan telinga.
"Dengar gadis kecil ... lebih baik kau tidak ikut campur. Aku hanya ingin sedikit bermain dengan ibumu. Jadi ...," gadis kecil itu -atau tadi ibunya menyebutnya dengan nama Helen- langsung berlari memeluk ibunya yang masih mengerang kesakitan. Sialan! Ia tidak mendengarkanku? umpatku dalam hati.
Melihat adegan tersebut, membuatku mendengus. Huh, drama! Sangat menjijikkan dan membosankan. Akhirnya akupun memutuskan untuk menghubungi El.
"Aku bosan, El. Wanita ini hanya berteriak tidak jelas dan membuatku sakit telinga. Apa aku boleh membunuhnya saja? Kau tadi bilang terserah?" ucapku setelah panggilan videoku diangkat oleh Gabriel.
"Tunggu dulu, V. Aku sedang ingin bermain-main dengan makhluk tak tahu diri." Aku berdecak saja mendengar jawabannya. Memang ia pikir hanya dia yang ingin bermain-main?
"Gabriel! Jika kau seinchi saja menyakiti mereka, akan kulaporkan kau ke polisi cyber!" aku mendengar suara berat orang lain di seberang layar Gabriel. Oh, rupanya pria itu, Xander, masih hidup?
Aku hanya mendengarkan ketika melihat mereka berdua berdebat. Ha! Mereka berdua sudah gila. Bukankah dulu mereka saling bekerja sama? Dan sekarang mereka bermusuhan? Ckckck ....
"V, do it!" aku menyeringai senang mendengar perintah itu. Dan tanpa pikir panjang aku mematikan video callku.
"Waktunya berma-" Sialan! Saking asiknya memperhatikan perdebatan El dengan pria yang bernama Xander itu, aku hampir melupakan kenyataan bahwa ada orang lain disini.
Wanita itu -entah mendapatkannya dari mana- mengayunkan kapak besar ke arahku. Aku memekik karena terkejut, tapi aku bisa menghindarinya dengan mudah dan berbalik menendang tubuh wanita itu hingga wanita itu jatuh tersungkur.
Aku menginjak dada wanita sialan itu hingga dia menjerit kesakitan. Kedua tangannya memegang pergelangan kakiku berusaha mengangkatnya dari tubuhnya.
"Jadi kau ingin bermain-main dulu?" ucapku dengan nada tinggiku.
"Baiklah, aku akan sedikit bermain-main denganmu." ucapku sambil menyeringai.
Aku mengambil kapak yang tergeletak di lantai dengan masih menginjak dada perempuan itu.
Jresssh
"AAARGH!" wanita itu menjerit keras ketika aku memotong sebelah tangannya. Aku tertawa dengan keras melihat darah keluar mengucur deras.
Jrassh
Aku memotong tangannya yang satunya, dan darah pun muncrat kemana-mana. Bahkan, sekarang wajahku sedikit terkena percikan darahnya.
Aku tertawa sekali lagi melihat ekspresi kesakitan dari wanita itu. Aku menurunkan kakiku yang tadi menginjak dadanya dan menuju kakinya.
Mataku berbinar melihat kaki yang menendang-nendang tidak tentu arah itu. Dan samar-samar aku juga mendengar kata 'ampun' dari bibir wanita itu. Bagian mana lagi yang tidak lebih menyenangkan dari pada ini?
Aku mengayunkan kapakku sekali lagi dan lagi, hingga dua kakinya telah putus. Ah, bonekaku yang malang. Sekarang dia tidak punya tangan dan kaki. Akan lebih lengkap jika aku juga memotong kepalanya? Batinku.
Mata wanita itu tampak sayu ketika aku mendekat ke arah kepalanya. Bibirnya menggumamkan kalimat yang tidak jelas, membuatku makin tertantang untuk segera memisahkan kepala ini dari tubuhnya.
"Good bye, honey ...." akupun mengayunkan kapakku hingga akhirnya kepala wanita itu benar-benar putus dari tubuhnya. Darah mengucur deras dari sana. Ah, tidak, saat ini bahkan darahnya sudah menutupi seluruh tubuhnya. Aku tersenyum, menghirup dalam-dalam bau anyir dari darah itu. Ah, ini sangat menyenangkan!
To be Continue ....
______________________________________
How
withthispart?Jangan lupa kritik, saran dan rate-nya ya!
See you next chapter!
apter!
Sebelumnya, terimakasih kepada teman sayawinter_yukiyang telah memberikan ide tentang part ini. Jadi, sebelum membully Author, bully dia dulu yah.. Wkakakakak..
Pulau Tasmania - Australia.Setelah membersihkan diri di vila yang berada di Pulau Tasmania (Jangan heran jika aku memiliki banyak vila di mana-mana. Karena hobi dan jenis pekerjaan yang diberikan oleh Gabriel tidak terbatas, aku harus mempunyai banyak tempat tinggal yang tersebar di berbagai pulau ataupun negara-negara bagian lain), kubaringkan tubuh sejenak di kursi santai. Dan tak butuh waktu lama, aku sudah terlelap dalam dunia
Pulau Tasmania - Australia.Langit mulai berwarna oranye, angin sore bertiup cukup kencang di pantai itu, menandakan jika sebentar lagi matahari akan terbenam.Aku tersenyum miring, me
" ... dan kupikir kita memiliki hobi yang sama ..." Freeze tersenyum penuh arti lalu mendekatkan bibirnya ke telingaku. "Psikopat."---------------Mataku terbelalak seketika. Bangke! Benar dugaanku jika dia bukan pria biasa! Dia adalah pria yang m
RajaAmpat,Papua,Indonesia.Membosankan. Itulah satu kata yang
Akukembalifokus,melihatkearahlayarLEDGabriellagiyangsudahmulaimenampakkankeseluruhan
"Elhacker,akuinginmenggunakanmuuntukmemberantasmakhluktakberguna.SeorangkepalaDivisiKeuangan
"Miss... "SreeetCring
Semuanya gelap.Dan hening.
Aku selalu menertawakan teman-temanku saat mereka mengatakan telah jatuh cinta. Bahkan dengan mengatasnamakan cinta mereka sampai rela berbuat hal-hal bodoh.Benar, aku selalu menertawakan mereka. Sampai akhirnya mata hijau itu menatapku.
Aku tidak menjawab karena perhatianku teralih ke arah Gabriel yang masih terisak. Grevio, berjalan ke arah gadis itu dan mengangkat handgunnya."Tidak! Gabriel!"
"Dan sekarang ... aku akan membunuhmu, Sweetheart," bisik Freeze tepat di telingaku, yang entah sejak kapan ia sudah berdiri di belakangku. Sementara sebelah tangannya memeluk pinggangku, tangan yang lain sudah menodongkan sebuah pisau tepat di belakang punggungku.---------------------------------
Ketika kembali di ruangan awal di mana aku meninggalkan Gabriel bersama Vernon tadi, firasatku semakin memburuk. Ruang kerja Gabriel sudah sangat berantakan. Sebagian besar LED transparant yang menunjukkan gambar beberapa sudut keadaan mansion telah rusak dan mati sedangkan sebagian masih menyala.Mataku menyapu ke sekeliling ruangan. Jelas si penyusup sempat menembakkan senjata di sini karena meja kerja Gabriel sudah berlubang.
"Ly, kau baik-baik saja?" Napasku tersengal saat menghampiri gadis itu. Ia duduk di sebuah kursi roda dan baru keluar dari ruang kesehatan. Di sisi kanan dan kirinya ada Lean juga Lian yang mengawasi sekitar. Dan aku sedikit merasa lega karenanya."Aku baik-baik saja. Apa yang terjadi, V?"
Tepat saat itu, suara alarm berhenti. Mataku melirik Vernon, sepertinya ia berhasil mematikan suara alarm sialan yang membuat Gabriel kehilangan fokus.Pria itu membalik mini-padnya, mengarahkannya pada Gabriel. Detik itu juga aku elihat wajah Gabriel semakin memucat ...
Sambil terus berlari menuju ruang kerja Gabriel, otakku terus berpikir cepat. Ada penyusup? Bagaimana mungkin? Karena aku tahu bagaimana canggihnya sistem keamanan di mansion ini.Sial, penyusup itu pasti bukan lawan yang remeh sehingga bisa mengatasi sistem keamanan yang dipasang oleh Gabriel dengan mudah.
RAJA AMPAT – PAPUA"Terimakasih." Aku bergegas membuka pintu mobil. Vasco memang mengantarku sampai tujuan, dari Jakarta sampai ke Raja Ampat—benar-benar sampai di depan pintu mansion Gabriel. Dia memang selalu seperti ini.