Setelah panggilan teleponku dengan Lightly terputus, aku langsung memanggil Ujang untuk menyiapkan Volent - fly car - hitam milikku. Selama itu pula, seringaian penuh kemenangan tak pernah lepas dari bibirku. Aku sungguh tak bisa bertahan lebih lama lagi. Aku butuh hiburan dan aku tidak akan tahan untuk menunggu lebih lama lagi sedangkan kesempatan itu ada di depan mata.
Segera, aku beranjak menuju kamar pribadiku untuk berganti pakaian. Sebuah
Dua hari berlalu sejak malam itu. Dan hari ini adalah misi pertama yang sebenarnya.Gabriel sudah menghubungiku sejak dini hari untuk mengingatkan apa saja yang harus kulakukan nanti dan itu sangat menyebalkan!"
Jakarta - Indonesia, 22 Mei 2178Grand Hall MallSetelah perjalanan kurang lebih setengah jam lamanya, akhirnya aku samp
Kawasan Grand Mall, Jakarta - Indonesia22 Mei 2178
Dalam lamunanku, samar aku mendengar gumaman Freeze. "Kuharap kau baik-baik saja, Vaea."Aku menoleh, mengernyitkan dahi menatap Freeze yang masih menatap Grand Mall dengan sedikit kosong.
"Ikut aku." Freeze melepaskan pelukannya dan menggandeng tanganku erat. Dia membawaku berjalan mengikutinya."Kita mau ke mana, Free - uhuk uhuk!" Aku menghentikan langkahku, melepaskan genggaman tangan Freeze dan menekan dadaku kuat kuat. Rasa nyeri di dadaku semakin menjadi dan kini menjalar ke perutku.
Tak berselang lama setelah kepergian Freeze, bola mataku telah bisa kugerakkan, dengan perlahan aku membuka kelopak mata.Pemandangan pertama yang kulihat adalah langit-langit yang berwarna putih. Setelah menyesuaikan cahaya lampu yang masuk dalam retina mata, aku beringsut bangun. Pandanganku pun menyapu seisi ruangan tersebut.
Tubuhku reflek bergerak menghindar tatkala merasa seseorang menyentuh bahuku. Aku sudah melompat dan menerjang pada sosok pria asing yang kini berdiri di depanku. Dengan mudahnya, dia menangkis segala seranganku.Setelah mengambil jarak beberapa langkah ke belakang, aku bisa menatap sosok pria itu lekat-lekat. Alisku terangkat naik tanda tertarik, meskipun posisi tubuhku masih dalam kuda-kuda siaga. Sedangkan pria itu menatapku datar. Siapa dia? Apakah teman Freeze?
Baru saja aku menghela napas lega tapi sesaat kemudian mataku fokus kembali menatap layar LED di depanku."Sial!" umpatku saat melihat Freeze ternyata telah berhasil mengejar Xion dan Ly. Di sana, Freeze menghadang Xion dengan gaya angkuhnya. Ia menodong Xion denganhandgunsembari menyeringai lebar. Matanya tampak berkilat marah karena sempat beberapa detik kehilangan targetnya.
Semuanya gelap.Dan hening.
Aku selalu menertawakan teman-temanku saat mereka mengatakan telah jatuh cinta. Bahkan dengan mengatasnamakan cinta mereka sampai rela berbuat hal-hal bodoh.Benar, aku selalu menertawakan mereka. Sampai akhirnya mata hijau itu menatapku.
Aku tidak menjawab karena perhatianku teralih ke arah Gabriel yang masih terisak. Grevio, berjalan ke arah gadis itu dan mengangkat handgunnya."Tidak! Gabriel!"
"Dan sekarang ... aku akan membunuhmu, Sweetheart," bisik Freeze tepat di telingaku, yang entah sejak kapan ia sudah berdiri di belakangku. Sementara sebelah tangannya memeluk pinggangku, tangan yang lain sudah menodongkan sebuah pisau tepat di belakang punggungku.---------------------------------
Ketika kembali di ruangan awal di mana aku meninggalkan Gabriel bersama Vernon tadi, firasatku semakin memburuk. Ruang kerja Gabriel sudah sangat berantakan. Sebagian besar LED transparant yang menunjukkan gambar beberapa sudut keadaan mansion telah rusak dan mati sedangkan sebagian masih menyala.Mataku menyapu ke sekeliling ruangan. Jelas si penyusup sempat menembakkan senjata di sini karena meja kerja Gabriel sudah berlubang.
"Ly, kau baik-baik saja?" Napasku tersengal saat menghampiri gadis itu. Ia duduk di sebuah kursi roda dan baru keluar dari ruang kesehatan. Di sisi kanan dan kirinya ada Lean juga Lian yang mengawasi sekitar. Dan aku sedikit merasa lega karenanya."Aku baik-baik saja. Apa yang terjadi, V?"
Tepat saat itu, suara alarm berhenti. Mataku melirik Vernon, sepertinya ia berhasil mematikan suara alarm sialan yang membuat Gabriel kehilangan fokus.Pria itu membalik mini-padnya, mengarahkannya pada Gabriel. Detik itu juga aku elihat wajah Gabriel semakin memucat ...
Sambil terus berlari menuju ruang kerja Gabriel, otakku terus berpikir cepat. Ada penyusup? Bagaimana mungkin? Karena aku tahu bagaimana canggihnya sistem keamanan di mansion ini.Sial, penyusup itu pasti bukan lawan yang remeh sehingga bisa mengatasi sistem keamanan yang dipasang oleh Gabriel dengan mudah.
RAJA AMPAT – PAPUA"Terimakasih." Aku bergegas membuka pintu mobil. Vasco memang mengantarku sampai tujuan, dari Jakarta sampai ke Raja Ampat—benar-benar sampai di depan pintu mansion Gabriel. Dia memang selalu seperti ini.