âSiapa Mbak yang telepon?ââCitra, sepupunya Mas Arman. Katanya ibuku ditemukan pingsan di ruang tengah.ââKasihan, ih, emang di rumah enggak ada orang?ââEnggak ada kayaknya soalnya Mas Arman enggak jadi bunuh diri, pasti dai pergi kerja. Intan kuliah dan Bapak mungkin sudah pulang ke kontrakannya" jawabku.âRumit he he ... aku yang cuma lihat aja rumit apa lagi kalian yang jalani.ââYa, begitu deh. Kalau tidak mengalami langsung memang orang hanya bisa berkomentar hebat dan kuat, tapi percayalah orang yang mengalaminya justru jauh lebih rapuh. Mereka hanya berusaha untuk tegar. Apalagi korban seperti aku ini dan Ibu. Mau melakukan apa pun jadi serba salah," jelasku.âIya, Mbak. Makanya itu aku nanti sebelum menikah akan buat perjanjian tidak ada yang boleh selingkuh kalau ada yang selingkuh langsung out jangan bawa harta apa pun. Soalnya aku belajar dari pernikahan Mbak Fatki dan Mas Arman.ââJamu berhak menentukan arah kehidupan yang menurutmu baik, San, tapi jangan juga kamu jadik
âYa elah, Mbak, kenapa juga dikasih namanya tanah bukan dikasih nama orangnya.ââMaklum, San. Aku lupa.âSanti turun ke bawah aku segera salat. Tak henti-hentinya aku bersyukur atas pencapaian ini.Kalau ibuku dan juga kakakku tahu pasti mereka senang. Aku si bungsu akhirnya bisa mewujudkan cita-cita yang aku impikan sejak gadis dulu.âMbak, udah selesai belum salatnya? Ada yang nyari, nih!â teriak Santi dari bawah. Itu anak volume suaranya ngalahin TOA masjid. Menggelegar ke segala arah.Tapi siapa ya, yang nyari aku? Kalau orang rumah tidak mungkin, deh! Mereka belum ada yang tahu aku di sini.âSiapa, San? Eh, loh, kok, Mas Fawas?â Dia tersenyum padaku. Aku jadi deg-degan jangan-jangan dia ke sini mau nagih kekurangan dari pembayaran ruko kemarin.âSilakan duduk, Mas, seadanya, ya?â Kusuguhkan minum Aqua gelas padanya. Tanpa rasa canggung Mas Fawas langsung meminumnya hingga tandas. Ini orang aneh. Haus apa doyan?âLagi, Mas?â tawar Susanti.âBoleh,â jawabnya singkat.âHaduh, kalau
âEm, aku permisi dulu ya, Mbak Fatki, Mbak Santi, sudah sore nanti takut dicariin Ibu,â pamitnya lalu buru-buru pergi.Aku dan Susanti saling pandang saja kemudian makan sampai habis tanpa bicara sepatah kata pun.âItu Mas Fawas otaknya lagi konslet kali ya, Mbak. Kelakuannya aneh gituâ tebak Susanti. Kami sedang mengawasi pemasangan kipas angin.âSepertinya iya, aku juga jadi bingung sendiri,â jawabku asal.âTapi, lumayan sih, Mbak, kita jadi makan gratis. Uang kita utuh. Ha ha ....âYa ampun dasar Susanti. Bikin malu aja untung orangnya sudah tidak ada.âMbak, Mbak ... cantik-cantik kok, ketawanya kayak genderowo,â tegur Mas-mas yang sedang masang kipas.âBiarin ah, berisik!â jawab Susanti sewot, tapi sejurus kemudian dia lari ke ruang ganti yang kami sekat pakai gorden.âMbak, emang aku cantik, ya?â tanya Susanti seraya mengamati wajahnya. Aku mengiyakan. Memang Susanti cantik kok, wajahnya mirip artis Lesti Kejora.âEm, maaciiihh ... baru dua orang yang bilang aku cantik selain Em
âFatki, jangan kurang ajar sama ibuku!â hardik mas Arman. âKurang ajar? Sepertinya otakmu dengan otak ibu sudah sama-sama konslet jadi tidak bisa membedakan mana yang kurang ajar dan mana yang tidak,â jawabku santai dan itu sukses membuat Mas Arman kesal. Ditariknya tanganku hingga ke luar dari ruangan ibu. âJangan buat malu, ya, Dik, kalau tidak mau bantu bayar biaya rumah sakit ibu ya sudah tidak apa-apa, tapi jangan permalukan ibuku di depan banyak orang. Aku masih mampu kalau hanya bayar biaya rawat ibuku,â ucap Mas Arman jumawa. âOh, iya? Syukurlah kalau begitu. Permisi!â Aku pulang dengan perasaan lega. Mas Arman dan ibu setelah pulang dari rumah sakit pasti akan lebih syok, karena rumah kosong melompong. Ya semua perabot yang ada di rumah akan aku angkut ke ruko termasuk TV 42â yang aku beli 5 bulan yang lalu. âSusanti malam ini tidur di rumahh Mbak, bisa? Mbak butuh bantuanu untuk packing barang-brang yang akan kita bawa ke ruko,â tanyaku pada Susanti. âBisa, Mbak. A
âHa ha ... kamu tahu aja, San, tapi tenang aja aku bawa kunci serep kok, jadi aman. Lagi pula sepertinya Mas Arman tidur di rumah sakit sama Bapak. Mungkin yang di rumah Reni sama Intan,â jawabku.Kulirik jam tanganku, ternyata sudah jam 10 malam. Pantas saja sudah lumayan sepi.Setelah belokan lapangan adalah rumahku. Aku dan Susanti memang tetanggaan, tapi tetangga jauh dan rumah Susanti sudah tidak masuk blok perumahan yang aku tempati.âNah, kan, Mbak, itu rumah Mbak lampunya enggak dinyalain. Apa memang enggak ada orang?ââSepertinya begitu, San. Pada minep di ruang sakit semua.âKubuka pintu rumah, tapi di ruang tamu ada moto sports sepertinya aku kenal ini motor milik siapa.âMbak, ini kan, motor bocah culun itu. Ternyata dia minep di sini, Mbak. Wah, enggak bener ini! Pasti mereka lagi main kuda-kudaan,â ujar Susanti lagi.Kami masuk ke ruang tengah yang gelap. Kubuka kamar Reni, ada dia sudah tidur pulas. Lalu pindah ke kamar Intan. Dikunci, tapi tidak ada suara apa pun. Aku
âAku enggak tahu sumpah! Tapi, wajar aja lah, Fatki. Mereka kan, pacaran sudah gitu saling suka. Anak muda zaman sekarang udah biasa begitu. Banyak loh, di luar sana yang justru sewa hotel. Makanya gaul, biar tahu!â jawab Reni.Aku dan Susanti seperti dikomando menoyor kepala Reni berbarengan.âOtak, dipakai. Sudah sana Tan, ambil motor pacarmu di rumah Pak RT, ajak sekalian itu pacarmu enggak usah takut palingan juga dinikahin,â ucapku.âEnggak mau! Pokoknya Mbak Fatki yang ambil, titik!â teriak Intan dia panik dan ketakutan.âOgah, ambil aja sendiri.ââAssalamuâalikum ....ââNah, itu dia Pak RT datang!â pekik Susanti. Intan makin panik.Brug!Pacar Intan jatuh pingsan.âYa elah ini cowok benar-benar enggak berbobot. Tidak berani menghadapi kenyataan. Baru ketemu Pak RT saja sudah pingsan apa lagi ketemu bulian orang sejagat raya. Untung aku sudah putus denganmu,â ucap Susanti.~K~U đ¸đ¸đ¸Intan akhirnya disusul oleh Citra dan abang-abangnya. Setelah sebelumnya kami susah sekali mem
Bantu follow akunku ya, Guys. Wajib like dan komentar biar aku semangat update đHappy reading â¤ď¸đ¸đ¸đ¸âMbak, bangun, sudah jam 7!â teriak Susanti.Aku tersentak kaget langsung mengingat-ingat apakah tadi sudah salat subuh atau belum.âMbak, sadar! Buruan ayok, turun!â ucap Susanti lagi.Otakku masih ngebleng kupejamkan mata. Alhamdulillah ... aku tadi sudah salat subuh dan ketiduran lagi saat membereskan bajuku ke dalam kardus dan koper.âKamu juga baru bangun, San?â tanyaku.âMbak pikir? Lihat saja aku masih awut-awutan gini ya, berarti aku belum mandi, dan berati aku juga baru bangun!â jawab Susanti sambil menyisir rambutnya yang panjang dan lurus.âYa, sudah gegas sana kamu mandi aku bereskan kasur dulu,â titahku.âEnggak mau, ah, aku malu. Tadi aku buka pintu mereka semua sedang sarapan.â Tumben ini anak tahu malu. Biasanya juga malu-maluin.âAyok, Mbak juga mau mandi!" ajakku.Kami ke luar kamar. Di meja makan sudah ada Mas Arman, Intan, dan juga Reni.Tunggu dulu, itu kenapa
âArman, dengar kamu! Ibu tidak mau menunggu lama-lama. Hari ini Ibu mau kocokan arisan. Ibu harus datang kalau tidak nanti enggak dapat jika nama Ibu yang keluar!â Mas Arman kesal, dia langsung mematikan telepon.âMinta saja ke Bapak, kan, Ibu istrinya Bapak pasti diusahakan ada. Kalau tidak ada ya, harus ada. Orang untuk kawin lagi aja ada masa untuk nebus istri di rumah sakit enggak ada,â kataku lagi.âEnggak usah ngajarin aku!â bentak Mas Arman.âEnggak Bapak, enggak anak sama saja tukang kawin. Miskin, tapi belagu,â sindirku.Mas Arman dan Intan diam saja.Selesai sarapan aku gegas mandi dan Reni membereskan cucian piring, tapi hanya bekas kami saja. Aku yang menyuruhnya. Biar orang-orang di rumah ini tidak seenaknya sendiri dan tidak jorok.âEnggak mau, Mas! Aku sudah kasih uang ibumu setiap gajian kok, ini minta lagi. Ini perhiasan juga bukan dari kamu. Aku beli sendiri pakai uangku sendiri, jadi siapa pun tidak ada yang boleh ganggu gugat.âItu Reni pasti sedang dirayu untuk j
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.âAbang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. âKamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!â usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu âkan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.âCepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!â usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.âLepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!â bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.âKamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!â Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.âDasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!â teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja âtoh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. âWah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!â kata Kak Siwi lagi. âKalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,â jawabku. Kak Siwi bengong.âDasar nggak waras! LAWANG!â umpat Kak Siwi.âKok, orang gila ngatain gila, sih!â kataku lagi.âDiam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!ââEnggak takut! Lakuin aja kalau bisa,â jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.âMak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. âHalo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,â sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.âEh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?â kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.âApa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!â protesku.âAku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!â jawabnya.âOh ... iya? Yakin?â jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.âAww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!â jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.âDuh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!â ucapku.âEmph! Emph!â Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.âKenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. âOo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!ââDokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!ââNamanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!ââAmit-amit naâuzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.ââSekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!ââIya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!ââPelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!ââIya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!ââIya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!ââJangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!ââPendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!ââMakanya itu harus belajar adab juga.ââDokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. âKurang ajar kamu, ya, Kayla!â Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.âAww! Sakit-sakit! Lepaskan!â teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.âMbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!â seru para suster.âRasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,â makiku pada Risa.âKamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!â Risa masih saja playing victim.âOoh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!â kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.âAww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!â teri
POV Kayla. âKayla, tolong panggil suster untuk membantuku!â pinta Bang Daffa.âMales, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!â tolakku sinis.âAstaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!â pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.âNah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!â seruku.âKayla, cepat bantu sini! Tolong ini!â pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.âApaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,â jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.âDasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. âPak, hei jangan mati dulu!â seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.âPaaakk!â Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.âPak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?âKulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p