POV Kayla.🌸🌸Pagi ini aku sengaja tidak membuka pintu depan, pintu samping, maupun pintu belakang. Aku benar-benar ingin menyendiri karena aku harus menyusun strategi lagi untuk membuat bapak mertuaku k.oSemalam mereka sudah berkumpul di sini dan semua menuduhku yang tidak-tidak dalam hati aku tidak membantahnya karena memang aku melakukan itu semua dan sekarang Mak dalam keadaan kritis, di ruang ICU. Ya, semoga saja Mak lewat karena dengan begitu aku akan dengan mudah bisa menyingkirkan bapak.Aku harus melakukannya dengan cantik karena aku ingin sekal bapak mertuaku mendapatkan balasannya. Ya, terserah saja orang mau bilang aku jahat atau bagaimana yang jelas aku tidak akan pernah tenang sebelum dendamku terbalaskan.Bisa saja orang dengan mudah mengatakan padaku untuk aku bersabar dan memaafkan. Tuhan saja maha pemaaf kenapa aku tidak, mungkin mereka akan berkata begitu, tapi bagiku tidak! Penjahat harus diadili jika hukum yang berlaku tidak bisa mengadili maka aku yang akan me
POV Kayla. “Apa sih, kamu Beb, malu-maluin tahu enggak kalau sampai didengar tetangga teriak-teriak begitu. Kamu ya, tetap istriku, Beb. Aku hanya sedang membujuk Kayla saja. Kita memang harus bicara dengan Kayla karena aku yakin Kayla itu menyembunyikan sesuatu pada kita semua, makanya kita harus bicara baik-baik dengan Kayla. Kamu enggak usah nyolot gitu dong, Beb, lihat itu tetangga sampai merhatiin kita. Aku sayang semuanya, Beb, sayang sama kamu, sayang sama Kayla, karena kalian itu istriku,” jawab Bang Daffa.Apa katanya sayang padaku? Yakin atau hanya modus aja? Apakah rencanaku berhasil aku kan, memang berniat membuat Bang Dafa jatuh cinta padaku agar memuluskan rencanaku. Baguslah kalau itu terjadi artinya aku tidak perlu capek-capek lagi untuk membuat Bang Dafa bertekuk lutut padaku. Sekali libas dua tiga lalat mati.“Apa Mas, kamu sayang sama Kayla? Kan, kamu sudah bilang sendiri sama aku bahwa kamu itu tidak cinta dan tidak sayang. Apa pun itu perasaan kamu ke Kayla tid
POV Kayla. “Terserah akulah, Bang, ini rumah aku, jadi aku bebas melakukan apa pun di rumahku. Kalau aku tidak mau membukakan pintu untuk kamu yang tidak aku undang, ya, jangan maksa, dong! Kamu itu kebiasaan deh, Bang maksa-maksa orang enggak sadar-sadar juga kamu. Sekarang lebih baik kalian pulang, tapi sebelum pulang bersihin dulu teras ini buang airnya, tuh, pakai kain pel di situ dan satu lagi ya, Bang, aku tidak akan bicara kepadamu selagi masih ada perempuan laknat ini,” jawabku tak kalah emosi. Emang dia pikir aku tidak bisa membalas. Memang dia pikir harga diriku ini bisa diinjak-injak oleh mereka seenaknya? Tidak aku bukan perempuan lemah. Aku Kayla dididik keras sejak kecil.“Benar-benar kamu, Kay, kalau kamu tidak di bisa diajak bicara yang baik-baik aku akan memaksamu untuk bicara. Kamu tahu kan, aku orang yang seperti apa, jadi sebelum amarahku bertambah memuncak lebih baik kamu nurut padaku. Dosa kalau istri tidak nurut sama suami,” kata Bang Daffa. Herannya dia tidak
POV Kayla. ~K~u🌸🌸🌸Aku kembali datang ke rumah sakit untuk menjenguk Mak. Kalau di ruang ICU memang untuk masuk ke ruangan harus bergantian rupanya kali ini Kak Siwi terus saja mengawasiku. Bahkan dia hanya memberikan aku waktu 5 menit untuk melihat keadaan Emak.Aku tersenyum puas dengan apa yang aku lihat. Benarlah kata pepatah, kejayaan itu tidak akan pernah abadi jika kita tidak bisa menjaganya dengan baik, begitu juga dengan Mak, kekuasaan dan kejayaannya sudah runtuh Di saat dia tua. Andai Mak, orang baik pastilah itu akan bertahan sampai dia menutup mata apalagi jika anak-anaknya dididik dengan baik oleh emak, kejayaan itu akan terus berlangsung hingga turun temurun.Mak, nikmatilah karmamu. Sudah saatnya Mak, mempertanggungjawabkan semua kesalahan yang sudah Mak lakukan. Baik terhadap keluargaku ataupun orang miskin lainnya yang berada di bawah kekuasaan emak.Ini belum seberapa hukuman yang akan diterima Mak dari dari Tuhan akan jauh lebih pedih apalagi nanti jika ke du
POV Fawas.🌸🌸🌸[Tiada yang lebih indah dari dua raga yang saling menjaga, tidak bertemu namun saling menunggu, tidak berpapasan namun saling mendoakan.]Cih, kubaca story WA Ilham dengan penuh emosi. Lebai banget sih, seperti anak baru gede saja padahal sudah tuiiir sudah seharusnya punya anak banyak. Eh, tapi, apa Ilham sedang puber ke dua, ya?Aku tahu sih, hati dia sedang berbunga-bunga karena cintanya bersambut. Tidak seperti sebelum-sebelumnya yang selalu bertepuk sebelah kanan. Ah, itu juga kalau bukan Susanti pasti tidak ada yang mau dengan dia. Susanti kan, anak baru gede yang sedang labil-labilnya, jadi ketemu dengan Ilham yang berparas tampan langsung diterima saja. Norak memang mereka berdua.Sudah kupastikan Susanti pasti senang sekali baca story WA-nya Ilham. Aku bisa bayangkan betapa bahagianya dia seraya tersenyum-senyum menatap HP. Norak!Gara-gara baca ini aku jadi tidak semangat lagi padahal moodku tadi sudah baikan. Kalau begini ceritanya pasti Susanti tidak mau
POV Fawas. “Terus menurut kamu gimana, Mas! Kasihan kan, Ilham dan Susanti?”“Mungiin itu sudah suratan takdir mereka atau ini pertanda bahwa mereka tidak berjodoh, makanya banyak sekali rintangannya. Ya, kalau kataku sih, benar. Lebih baik karir dulu lagi pula masih banyak perempuan macam Susanti di luar sana.”“Kok, kamu jawabnya gitu sih, Mas! Jahat banget. Oh, aku tahu pasti kamu mau nikung Ilham, kan? Kalau suka sama Mbak Susanti kenapa tidak dari dulu kamu bilang!” seru Wulan tepat di depan wajahku.“Apaan sih, kamu, Lan, kok, malah marah-marah enggak jelas sama aku?”“Ya, habisnya kamu jawabnya gitu, Mas!”“Tadi diam salah, sekarang ngomong pun salah. Memang ya, perempuan itu aneh sekali. Sudahlah sana kamu pergi saja. Aku ingin sendiri.” Usirku.“Eh, malah ngusir. Aku sengaja ke sini mau jagain kamu, Mas. Biar kamu enggak bete sendirian kalau butuh apa-apa juga aku bisa bantu. Sudah sana kamu istirahat jangan mikirin yang aneh-aneh.”“Ada suster yang bisa bantu aku. Sudahlah
POV Fawas. “Iya, Lan. Tolong suruh mereka datang ke sini, ya?” Wulan mengiyakan, dia langsung menelepon orang rumah. Aku tahu dia sedih aku pun tahu dia menangis dalam diam. Maafkan aku, Lan. Bukan aku tidak ingin sembuh, tapi aku benar-benar sudah putus asa. Aku lelah sungguh lelah. Ini bukan hanya sekali dua kali terjadi dalam hidupku, tapi berkali-kali sepanjang hidupku.“Sudah Mas, nanti sepulang sekolah mereka dibawa ke sini.”“Masih ada waktu. Aku masuk ruang operasi jam 9 malam. Semoga saja jalanan tidak macet agar aku bisa lama-lama dengan anak-anakku.”Wulan kembali diam. Dia membelai wajahku lalu menciumi punggung tanganku.“Aku yakin, Mas Fawas akan sehat lagi. Ayo, semangat demi anak-anak! Mereka masih butuh Papahnya. Apalagi Jingga, dia butuh Papahnya untuk jadi wali nikahnya nanti. Memang Mas Fawas enggak mau lihat betapa cantiknya si Jingga pas nikah nanti? Pasti dia mirip mamahnya.”“Mau Lan, sangat mau, tapi ya, aku pun tidak tahu apakah bisa atau tidak.”“Ish, Mas n
POV Fawas. “Ooo, jadi Mas Fawas minta beliin bakso Sony untuk Mbak Susanti, aku kira untuk dimakan sendiri ya, enggak aku kasih!” seru Wulan. Duh, dia buka kartu lagi.“Kamu mau bakso Sony? Kenapa tidak bilang kan, kita bisa beli dulu tadi,” sahut Ilham.“Em, itu karena si Mas Fawas yang bilang mau kasih kalau beli lagi kan, mubazir,” jawab Santi.“Huuh, dasar tukang modus!” celetuk Wulan lagi. Ilham menatapku tajam. Kalau tidak sakit sudah kutantang dia.“Sudah-sudah jangan dibahas lagi. Sini duduk!” Susanti dan Ilham duduk di sebelah ranjangku.“Ingat Mas, bohong itu dosa. Kamu itu ya, tukang bohong. Bisulan baru tahu rasa!” Susanti memarahiku. Aku bisa apa memang nyatanya baksonya tidak ada. Rupanya bakso jauh lebih penting dari pada keadaanku. Nasib ... nasib ....“Ham, kamu katanya mau berangkat S3 apa tidak sayang tuh, jodoh sudah di depan mata ditinggal gitu aja. Kalau disambar orang lain gimana?” kataku pada Ilham. Aku sengaja mengalihkan pembicaraan Susanti kalau tidak begi
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p