Assalamualaikum selamat pagi semua Alhamdulillah Fatki sudah tayang bab baru lagi. Yuk, bantu follow akunku.😉Happy reading everyone 💕POV Arman.🌸🌸🌸Hati siapa yang tidak patah kala tahu pernikahannya dengan wanita yang teramat dicintainya kandas?Bukan hanya itu, sayapku seperti terkoyak hingga membuatku tak mampu lagi bangkit untuk menopang tegak berdiri tubuh ini kala tahu apa yang sebenarnya terjadi pada diri ini.Sakit, saat tahu tidak berharganya diri ini.Tuhan, kenapa hukuman untukku begitu perih tak terkira? Tuhan, apa Engkau begitu murka padaku hingga aku terhinakan seperti ini?Tuhan, bolehkah aku minta untuk bisa hidup normal seperti sedia kala, berbahagia bersama dengan orang-orang yang aku cinta? Tolong Tuhan, beri aku kesempatan itu sekali saja. Aku akan perbaiki semua kesalahanku, aku akan jadi seperti ingingMU.Tidak dipungkiri, aku pun sangat menyesalkan kematian adikku satu-satunya. Ditambah lagi ibuku yang sakit tak berdaya.Hanya butuh waktu satu bulan ak
POV Arman. Sejak kematian Intan. Ibu sama sekali tidak mau bicara denganku. Aku tahu ibu jadi begitu karena sakit struknya, tapi harusnya ibu pun tidak mencampakkan aku begitu saja. Semua yang kulakukan saat itu pun mendapat dukungan darinya lantas kenapa ibu malah tidak mau bicara padaku? Intan meninggal memang sudah takdir dan aku pun sadar bahwa akulah yang pantas disalahkan, tapi aku minta janganlah ibu bersikap seperti itu. Duniaku seakan makin runtuh saat mendapati ibu cuek padaku. Surgaku satu-satunya sudah tidak mau menerimaku lantas untuk apa aku masih bertahan? Kenapa aku tidak mati saja menyusul Intan? Malah aku dikasih penyakit seperti ini? “Makan jangan sambil nangis, nanti jadi asin itu lauk dan nasinya,” tegur salah satu teman selku. Tumben dia mau menegurku. Biasanya dia dan anak buahnya akan cuek bahkan membuliku. “Aku tahu kamu sangat menderita, tapi setidaknya nikmatilah dulu itu makananmu. Kami bahkan iri ingin makan seperti kamu, tapi kamu malah makan sambil m
***“Arman, ada kabar gembira. Di depan ada seseorang yang mencarimu. Ayo, keluar!” ucap sipir membuyarkan lamunanku.Untuk pertama kalinya aku tersenyum saat namaku dipanggil. Sipir ini memang baik hati, semua tahanan dipanggil dengan namanya masing-masing padahal sipir-sipir yang lain memanggil kami dengan panggilan nomor yang tertera di baju kami.“Wuah, doa sang pendosa rupanya dikabulkan Tuhan,” sindir ketua geng.“Nanti malam ada yang mimpi indah nih,” sahut anak buahnyaAku buru-buru bangkit dan bersiap untuk dibawa ke depan.Siapa ya, pagi-pagi begini sudah datang mencariku? Biasanya orang-orang akan datang di siang hari ini pagi-pagi sudah di sini.Penuh semangat aku menemui orang itu sekilas kurapikan penampilanku. Kalau yang datang Fatki dan aku berantakan takutnya dia tidak lagi cinta padaku, meski aku tahu dia memang sudah tak lagi cinta.Akan tetapi mulut perempuan siapa yang tahu? Perempuan itu bilang tidak, maka artinya berarti itu iya. Menggemaskan sekali. Aku jadi t
POV Arman. Ya, Tuhan, Reni. Kamu kenapa penyakitnya banyak sekali? Dasar perempuan tidak benar.“Lalu anak kami bagaimana?” tanyaku tak sabar sampai kutarik kerah kemejanya.“Iya, anak Mas selamat. Dia diasuh oleh adik sepupu Mbak Reni,” jawab Mas Fais, tapi aku tetap saja kesal. Harusnya Fatki yang ngasuh bukan orang lain. Tolong katakan pada Fakti untuk mengasuh bayi itu ya, Mas?” kataku lagi.“Iya. Nanti insya Allah saya katakan lagi pada Mbak Fatki.”“Anakku laki-laki atau perempuan, Mas?”“Perempuan. Alhamdulillah juga tidak tertular sakit ibunya,” jawab Mas Fais, eh, buset berarti dia tahu kalau aku sakit? Wah, ini tidak bisa dibiarkan.“Em, terus kabar bahagianya apa, Mas? Apa kamu tahu kabarnya ibuku?” tanyaku lagi sebenarnya aku hanya mengalihkan perhatian. Aku tidak mau ngobrolin Reni lagi.“Ibunya Mas Arman alhamdulillah sudah banyak kemajuan dan kabar gembira yang akan aku sampaikan adalah tentang pernikahanku dan Mbak Fatki yang akan kami gelar esok hari. Mohon doa rest
POV Arman.Fatki, Fatki, ini tidak mungkin!Sampai siang hari dan pembagian jatah makan siang aku belum juga berhenti dari keterpurukanku.Rasanya aku ingin mati saja.Aku tidak mau makan. Biarlah hidup pun rasanya percuma saja.“Makan, Man. Ini gue ambilin jatah, lu!” Aku tetap diam saja.Air mataku ini rasanya tidak kering-kering padahal caku sudah menangis sejak tadi jam 11.Besok Fatki akan menikah dan hidup bahagia sedang aku di sini merana.Aku tidak bisa bayangkan bagaimana pernikahan mereka. Pasti sangat mewah pasti Fatki tampil sangat cantik.Ya, Tuhan, aku benar-benar cemburu tingkat dewa.Fatki wanitaku kenapa dia menikah dengan pria lain? Bagaimana nanti dia tidur bersama suami barunya! Aku tidak bisa tinggal diam. Aku sakit hati, aku cemburu. Fatki hanya milikku selamanya!“Kamu patah hati, Man? Hari gini masih patah hati. Biasalah itu kalau istri ditinggal pergi suami pasti kawin lagi. Apalagi istrimu itu kamu madu, pastilah dia makin balas dendam padamu. Lagi pula kamu
Assalamualaikum selamat pagi semuanya Alhamdulillah Fatki sudah tayang bab baru lagi. Semoga kalian sehat dan bahagia selalu.Happy reading everyone💕🌸🌸🌸“Mas, ada apa?” tanyaku pada Mas Fais yang pastinya dia juga tidak tahu karena kami ada di dalam kamar. Kami dikagetkan dengan suara teriakan yang saling bersahutan di luar. Kulirik jam dinding sudah menunjukkan angka 2 dini hari. Suara jerit tangis di luar membuat kami bergegas untuk melihat apa yang sedang terjadi di luar sana.“Pakai kerudungmu, Dinda, kamu ikut keluar.”“Iya, Mas.”Kusambar kerudung dan memakainya asal jadi lalu keluar.“Ada apa, Mah?” tanya Mas Fais. Ustazah Zahra ternyata sudah di luar juga."Nak, tadi Mamah sedang salat terus Budemu teriak histeris pas keluar sudah pada ke bawah. Itu papahmu ikut turun kita tunggu kabar dari Papahmu saja,” jawab beliau. Kami berdua mengangguk.Astaghfirullah ... Mas Fais! Lagi-lagi dia pakai baju kebalik, pantas saja mamah mertuaku seperti tidak enak begitu melihat ke a
“Tapi, kalau Dinda capek tidak apa-apa besok lagi aja. Kan, kita mau honey moon. Katakan ada apa?”“Barusan Susanti telepon , Mas. Dia bilang ada seseorang di kamarnya yang meminta tolong sama dia, aku bilang nanti ke sana setelah salat subuh. Susanti benar-benar memintaku untuk ke sana. Aku jadi khawatir.”“Siapa yang meminta tolong?”“Susanti tidak bilang, aku pun tidak tanya. Dia juga seperti ketakutan gitu jelas banget dari suaranya.”“Harusnya tidak ada yang boleh masuk kamar hotel yang disewa orang dengan sembarangan. Aku ke sana sekarang.”“Aku ikut, Mas!”“Iya, ayo!”Aku bergegas mengganti mukenaku dengan jilbab dan ikut turun ke bawah. Kamar Susanti ada di lantai 3 sedang kamarku ada di lantai 7.HP Mas Fais kembali berdering. Dia berbicara dengan seseorang.“Astaghfirullah ... kenapa bisa begini,” gumam Mas Fais.Aku mengeratkan gandengan tanganku.“Cari sampai ketemu, kalian jangan lukai dan tetap waspada. Sepertinya Mas Fawas bawa senjata."Aku mengerutkan keningku. Mas Fa
“Astaghfirullah ....”“Astaghfirullah ....”Aku dan Susanti terus saja beristighfar.“Mas Fawas jahat sekali. Dia kenapa si, jadi gila begitu!” ucap Susanti kesal.“Aku pun tidak habis pikir, orang yang kukira baik hati ternyata bisa berbuat nekat bahkan melukai orang lain,” sahutku.“Dia harus dihukum!” kata Susanti lagi.“Mbak, pakai baju ini. Seadanya yang penting bersih tidak ada darahnya. Semoga team medis segera datang,” kataku seraya memberikan baju tunik Susanti.“Pelan-pelan Mbak, sakit,” ucapnya.Aku menggantikan pakaian Mbak Gina dengan sangat hati-hati. Lukanya benar-benar mengerikan.Brak! Brak! Brak!Kami terlonjak kaget saat pintu kamar Susanti digedor-gedor. Kulihat jam 10 menit lagi azan subuh.Aku dan Susanti bergegas mendorong meja dan sofa untuk mengganjal pintu.Tok!Tok! Tok!Ceklek!Ceklek!Ceklek!Handle pintu berusaha dibuka.Aku segera menelepon Mas Fais. Nihil tidak dijawab karena azan sudah berkumandang.“Ssstt ... sepertinya orangnya pergi,” bisik Susanti
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p