POV Kayla. Ya, Tuhan! Ini kejutan! Oo, jadi ternyata begitu ceritanya. Pantas saja Risa mati-matian mau memusnahkan Fatki dari dunia ini. Gila ini perempuan, demi cinta, ambisinya mematikan begitu. Jadi, ini pula yang menjadikan Risa malam itu datang mengintai ke rumah Risa. Aku sekarang paham permasalahannya. Mereka terlibat percintaan yang rumit. Duhai, cinta, sungguh kamu membuat insan di dunia ini banyak yang lupa dengan akal sehatnya. Fatki, kuncinya ada pada perempuan cantik itu. Dia luar biasa, membuat para lelaki kaya ini jatuh cinta padanya bahkan rela bertaruh harta dan nyawa. Harusnya dokter gila ini belajar dari Fatki, agar dia pun bisa mendapatkan hati dari laki-laki yang dicintainya bukan malah seperti orang kehabisan obat. âHeh, ini otak makin enggak mikir kalau mau ngomong sama orang tua! Pake banding-bandingkan Mak, sama mantan mertuamu itu. Kalau dia baik kenapa juga kamu tidak jadi mantunya untuk selamanya! Malah kamu ngejar-ngejar anak Emak!â bentak emak p
POV Kayla. âBaik, akan Mak usahakan secepatnya. Atau besok pagi kita ke notaris bersama,â jawab Mak. Dari sorot matanya, beliau terlihat tidak begitu tulus padaku pasti emak agak ragu mengambil keputusan ini. âKaâlau, Mak, engâgak yakin pun tidak apa-apa. Biar saja aku pinâdah dari sini,â ucapku lagi. âEh, tidak-tidak. Bukan begitu, Kay, hanya saja Mak, merasa kalau tidak yakin.â âTuh, kan, Emak saja tidak bisa menyingkirkan Risa bagaimana denganku yang tidak punya kuasa apa pun. Setidaknya aku ada kuasa atas rumah ini,â ujarku lagi. âHem, baiklah. Mak yakin dan percaya pada rencana kamu. Ya, sudah jangan sedih gitu. Besok kita ke notaris.â âBeneran, Mak? Ini rahasi kita loh, Mak?â âIya, benar.â âMakasih, ya, Makku sayang. Aku akan telepon ibuku dulu untuk mengabarkan ini agar ibuku tahu kalau mertuaku sayang padaku.â âNah, bagus itu. Ya, sudah, Mak juga mau masuk ke dalam untuk siapkan berkas-berkasnya biar besok tidak buru-buru lagi.â Aku mengangguk. Segera kututp jendela
POV Kayla. Risa pasti menyesal sudah selingkuh dengan Bang Dafa dan meninggalkan suaminya sedang Bang Dafa pasti kesal karena tidak bisa mendapatkan hati Fatki. Sungguh manusia-manusia aneh. âYuk, lah, Mas, kita mandi. Jangan dengerin si udik ini!â Risa menggandeng lengan Bang Dafa masuk ke kamar. Aku segera melenggang pergi ke rumah mertuaku. Sampai sini rumah sepi, padahal tadi Emak bilang mau siapakan berkas-berkasnya. âMak! Mak!â panggilku. Karena tidak ada sahutan aku langsung saja masuk ke dalam. Tampak bapak sedang tidur pulas di depan TV. Ponselnya menyala, rupanya bapak sedang nonton video. âPak, Bapak!â panggilku. Bapak benar-benar tertidur pulas rupanya. Aku segera beranjak ke kamar utama. âMak!â teriakku. Tidak ada sahutan. Baiklah karena pintu kamar tidak dikunci aku segera masuk ke dalam. Oo, rupanya Emak sedang mandi. Buru-buru aku periksa semua laci yang ada di kamar ini. Aku mencari surat tanah dan rumah ini. Suara gemericik air di kamar mandi berhenti. P
POV Kayla. âTidak ada sih, hanya saja kemarin ada orang miskin dapat lamaran fantastis sampai dapat mobil segala itulah kenapa Bapak beli baru lagi yang sama persis merk dan tipenya. Lah, juragan dilawan,â ucap bapak lagi. O, aku tahu sekarang. Orang tua Bang Dafa tidak mau kalah dengan Fatki. Sebenarnya ada apa kok, sampai bersaing begini? Perasaan mereka orang baik dan sederhana. âPak, gimana kalau kita umroh satu keluarga. Aku dengar mereka akan haji dan umroh?â âTidak kalau untuk itu, mendingan kita beli tanah atau kebun lagi agar seluruh kampung ini jadi milik Bapak,â jawabnya seperti tidak suka. Jelas saja dulu pergi haji pun bapak di sana tidak bisa apa-apa dan tidak fokus ibadah. Naâuzhubillah. Jamaah haji yang lain cerita kebetulan berangkat bareng saudaraku. âTapi, Pak. Ke Mekah itu enak loh?" âIya, enak, tapi cukup sekali saja bapak ke sana,â sahutnya lagi. âKatanya kalau di sana kita ditampakkan dosa-dosa kita ya, Pak. Misalnya kita di sini jahatin orang, bunuh, or
đ¸đ¸đ¸ Malam panjang kami begitu indah. Seumpama bulan, Mas Fais mampu menyinari segenap jiwa ragaku yang kelam. Dia sosok suami yang sempurna tidak salah jika Dokter Risa benar-benar menyesal telah meninggalkannya. Tugasku sekarang, menjaga cinta kami. Tidak akan aku biarkan siapa pun meleburnya, meski nyawa sebagai taruhannya. Kupandangi wajah tampan Mas Fais yang sedang terlelap. Mempesona dan tiada celah. Sampai saat ini aku pun seperti masih belum percaya bahwa aku memiliki suami seperti dia. Aku akan, patuhi inginmu, Mas. Aku akan ikuti maumu. Bagiku sekarang, kamulah tersegalanya bagiku. Surgaku ada padamu. Kucium pipi Mas Fais yang ditumbuhi jambang tipis. Hidungnya mancung, bibirnya merah. Kurebahkan diri di dada bidang suamiku, memeluknya dalam tidurku. Tuhan, semoga ini tidak hanya kebahagiaan semalam saja. Lindungi kami dari jin Dasim yang selalu siap memporak-porandakan kami. Kutarik selimut, memejamkan mata dalam pelukan hangat suamiku tercinta. âWidiihh ... peng
âTapi, saudara sepupuku habis malam pertama pada cerita.â âMungkin mereka tidak tahu, nah, sekarang kamu kan, sudah tahu, jadi tidak boleh lagi ya, mendengarkan apalagi menceritakan masalah ranjangmu pada orang lain.â âIya, Mbak. Paham.â Tak lama terdengar suara salam. Mas Fais pulang. Aku segera menyambutnya. Ibu sudah menyiapkan teh panas untuk kita semua, kubawa bagian Mas Fais ke kamar. âMas, ini tehnya. Di sini sangat dingin. Kalau minum teh panas begini bisa menghangatkan badan,â kataku seraya kuberikan teh itu pada Mas Fais. âTerima kasih, Dinda ... aku tidak merasa dingin kok, kan, ada kamu,â jawab Mas Fais. âDih, gombal!â sahut Susanti dari ruang tengah. Ya, ampun aku lupa menutup pintunya. âSanti, ih, jahil ya, kamu!â teriakku. Dia bersama ibu tertawa. Segera kututu pintu. Bisa gawat kalau Santi tahu. âLoh, Mas kok, dikunci?â âYa, dikunci nanti takut ada yang masuk malah ganggu kita,â jawab Mas Fais. Dia melepas baju kokonya. âPakai kaus saja, Dinda. Kita jalan-j
âSiâapa, Mas?â tanyaku takut. Aku belum pernah melihat Mas Fais semarah ini pada siapa pun. Aku takut dugaanku benar. âMas Fawas. Dia menyalahkan aku karena anaknya tidak juga bisa diam. Mas Fawas berpikir kalau aku yang sudah menyiakan-nyiakan anaknya dan tidak mengizinkan tinggal bersama dan akhirnya bicara melebar ke mana-mana.â Benar dugaanku dan aku bingung harus bagaimana menanggapinya. Aku yakin itu hanya akal-akalan Mas Fawas saja karena tidak suka melihat kebahagiaan kami dan pasti ada sesuatu sampai Mas Fawas makin nekat begitu. âBesok, kalau kita sudah pulang kita jelaskan ke Mas Fawas, Mas, sudah jangan dipikirkan lagi,â kataku. Jujur aku takut salah bicara. âTidak, Dinda ... aku tidak memikirkannya hanya saja kesal sepertinya Mas Fawas memang sengaja menganggu kita. Dia tidak suka dengan kebahagiaan kita.â Ternyata apa yang aku pikirkan sama dengan Mas Fais. âDinda ... ingat, nanti kalau di rumah kita dan Mas Fawas bertamu jangan kamu kasih ruang kalau tidak ada aku.
âJangan cemberut, aku terima Dinda apa adanya. Kita bertemu di waktu yang berbeda dan tentunya pada waktu yang tepat. Aku pun sudah bekasan dia, aku bukan perjaka lagi dan aku bersyukur sekali dengan memiliki Dinda. Risa itu hanya memancing keributan saja. Jangan sampai hal-hal begini justru yang akan membuat hubungan kita jadi renggang. Percayalah Dinda, saat ini dan untuk selamanya di hati dan pikiranku tidak akan pernah terlintas perempuan lain. Bagiku, Dinda sempurna,â jelas Mas Fais. Lagi-lagi dia mencium pipiku mesra sekali. Tuhan, jaga dia, suamiku, saat aku jauh darinya karena penjagaanMUlah yang sebaik-baiknya penjagaan. Saat kami bersama saja Dokter Risa masih tidak tahu malu menggoda Mas Fais dengan pertanyaan begitu apalagi saat kami tidak bersama. [Malam pengantin kami mantap!] Balas Mas Fais sambil senyum-senyum. âMas, ih, kok, dibalas nanti makin menjadi loh, Dokter Risanya,â kataku tak enak. âBiar dia tahu rasa,â jawab Mas Fais lagi. [Mantap ya, Mas? Duh, jadi ngi
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.âAbang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. âKamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!â usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu âkan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.âCepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!â usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.âLepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!â bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.âKamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!â Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.âDasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!â teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja âtoh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. âWah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!â kata Kak Siwi lagi. âKalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,â jawabku. Kak Siwi bengong.âDasar nggak waras! LAWANG!â umpat Kak Siwi.âKok, orang gila ngatain gila, sih!â kataku lagi.âDiam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!ââEnggak takut! Lakuin aja kalau bisa,â jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.âMak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. âHalo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,â sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.âEh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?â kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.âApa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!â protesku.âAku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!â jawabnya.âOh ... iya? Yakin?â jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.âAww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!â jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.âDuh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!â ucapku.âEmph! Emph!â Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.âKenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. âOo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!ââDokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!ââNamanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!ââAmit-amit naâuzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.ââSekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!ââIya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!ââPelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!ââIya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!ââIya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!ââJangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!ââPendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!ââMakanya itu harus belajar adab juga.ââDokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. âKurang ajar kamu, ya, Kayla!â Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.âAww! Sakit-sakit! Lepaskan!â teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.âMbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!â seru para suster.âRasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,â makiku pada Risa.âKamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!â Risa masih saja playing victim.âOoh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!â kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.âAww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!â teri
POV Kayla. âKayla, tolong panggil suster untuk membantuku!â pinta Bang Daffa.âMales, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!â tolakku sinis.âAstaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!â pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.âNah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!â seruku.âKayla, cepat bantu sini! Tolong ini!â pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.âApaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,â jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.âDasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. âPak, hei jangan mati dulu!â seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.âPaaakk!â Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.âPak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?âKulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p