POV Kayla. Pernikahan yang aku impikan sesuai rencanaku nyatanya menjadi neraka bagi kami bertiga . Aku tidak akan pernah diam saja ketika ditindas. Ibu dan bapakmu mengajarkan aku untuk melawan, jika tidak maka aku akan terus menjadi korban bulian. Lebih baik aku istirahat dulu sebelum nanti bertarung lagi dengan si Risa peâak itu. Prediksiku dia akan terus mencari masalah denganku. Kuambil ponselku, sedari pagi aku sama sekali tidak membuka HP. Sibuk sekali, hari ini ada dua pasien yang melahirkan untungnya semua sigap jadi selesai tepat waktu. Biasanya kalau selesai kerja aku ingin cepat sekali pulang ke rumah, tapi hari ini berbeda. Rumah ini bukan lagi seperti tiga bulan yang lalu di mana hanya ada tawaku dan Bang Dafa. Bukan lagi tempat aman bagiku, kalau saja bukan tujuan utamaku sudah kutinggalkan dari kemarin. Ada pesan dari Bang Dafa setelah beberapa panggilan teleponnya tidak aku jawab. Kenapa dia marah-marah padaku? [Hapus, story WA kamu itu, Kay! Kurang ajar kamu n
POV Kayla. Aku beranjak ke meja riasku. Mengambil album foto ketika kecil dulu. Bapak, ibu, semoga kalian tenang di sana. Anakmu di sini baik-baik saja. Bahkan sangat baik. Bibi dan paman menjagaku dengan baik, bahkan memperlakukan aku seperti anak kandung mereka. Aku diberi kehidupan layak dan aku disekolahkan sampai perguruan tinggi. Bapak, ibu, doaku selalu semoga ibu dan bapak diampuni segala dosa dan khilaf oleh Allah. Buk, Pak, aku sangat rindu kalian. Andai kalian ada di sini pasti kalian akan bangga pada anakmu ini. Pak, buk ... aku akan membalaskan dendam keluarga kecil kita. Pada orang yang sudah menghancurkan keluarga bahagia kita. Pak, Bu ... selangkah lagi aku akan berhasil, lihatlah anak kecil yang lemah ini sudah berubah menjadi wanita dewasa yang kuat. Aku janji, akan membuat mereka jera dan sakit. Maaf, Pak, Buk, aku tidak bisa menuruti nasihat kalian untuk jadi orang baik. Sekali lagi aku tidak bisa. Luka itu terlalu dalam hingga sulit untuk disembuhkan. Kucium
POV Kayla. Aku yang saat itu masih kecil dan tidak bisa berbuat apa pun hanya bisa menangis. Sebenarnya aku ingin sekali lari keluar mencari bantuan, tapi mana ada orang desa yang percaya padaku? Juragan orang yang sangat disegani dan dipercaya. Setelah bapak memberikan isyarat padaku, beliau langsung melakukan perlawanan, tapi tenaga bapak sudah tidak kuat lagi dan akhirnya bapak tumbang. Mereka mengikat bapak dan ibu lalu memasukan mereka ke dalam mobil. Aku diam-diam mengikuti mereka, ternyata mereka menenggelamkan mobil itu di danau tak jauh dari tempat tinggal kami. Apalah dayaku. Tangisan dan teriakanku tidak akan bisa mengembalikan ke dua orang tuaku. Mereka tetap tenggelam dan meninggalkan aku untuk selamanya. Dua hari setelah kematian orang tuaku mereka datang kembali. Aku sangat terkejut dan tidak menyangka bahwa mereka akan kembali. Andai aku tahu itu, sudah kupastikan aku tidak akan lagi ada di rumah. Begitu melihatku yang sedang ketakutan karena kedatangan mereka. J
POV Kayla. Games ini kita mulai dan aku yang akan memenangkannya. Maaf Bang Dafa, aku harus pakai kamu untuk melancarkan aksiku. Andai kamu ada di posisiku mungkin juga akan melakukan hal yang sama. Ting! WA dari Bang Dafa. [Bersiaplah, Kay, Setelah ini kita pergi jalan berdua.] Berdua? Tumben? Apa ini semacam jebakan agar aku mau bersikap baik lagi padanya. [Tidak mau, Bang. Aku lelah. Aku mau istirahat saja.] jawabku. Hanya dibaca saja. Sore ini sebenarnya aku ada rencana lain. Aku harus melakukan sesuatu untuk membuat kesehatan bapaknya Bang Dafa semakin memburuk. Sebenarnya aku bisa saja langsung memberikan racun pada tua bangka itu, tapi itu tidak akan aku lakukan karena terlalu mudah mati dengan meminum racun. Dia harus merasakan sakit seperti aku dulu. âKay, buka pintunya!â Loh, itu suara emak, ngapain emak ke sini? Ke mana Risa, kok, sepi? Klek! Wanita tua ini tersenyum manis saat aku menyembulkan kepalaku. âAda apa, Mak?â tanyaku. âSegera bersiap kita akan perg
âMenikah itu bukan hanya perkara pestanya seperti apa dan maharnya berapa? Lebih dari itu ... karena yang sesungguhnya pernikahan itu adalah sesudah ijab kabul, menjalani hidup berdua. Saling menerima. Saling mengingatkan dan juga saling menjaga. Apa yang diterima? Kekurangan masing-masing. Apanya yang saling diingatkan? Ibadahnya, salahnya, khilafnya. Dan apa yang dijaga? Kehormatannya. Suami bajunya istri begitu juga sebaliknya, jadi apa pun keburukan yang nampak pada ke duanya harus dijaga.â Kudengarkan baik-baik tausiah dari ustaz. Pengajian yang diadakan pada malam Pangarip-arip ini alhamdulillah lancar. Banyak tetangga dan sanak keluarga yang datang. Semoga aku bisa menjadi istri dan juga anak menantu yang jauh lebih baik lagi dari sebelumnya. âMbak, ustaznya masih muda. Bujang apa sudah punya istri?â tanya Susanti. O, dia dari tadi anteng karena lihat ustaznya bukan karena dengarin ceramahnya. Dasar ababil. âTidak tahu, San, coba saja kamu tanyakan pada jamaâahnya.â âKirai
âBu, Bos awas!â teriak anak buah Mas Fais seraya berlari menghampiriku dan Susanti yang memang duduk bersebelahan. Aku kaget dan panik. Susanti mendorongku sampai aku tersungkur begitu juga dengan dia. Anak buah Mas Fais terluka di bagian tangan karena menangkis senjata tajam yang hendak diayunkan ke arahku. Anak buah yang satunya lagi mengamankan orang itu lalu berdatangan anak buah Mas Fais yang lain. Gamis putihku terpecik darah anak buah Mas Fais yang terluka. Keadaan yang semula aman tentram, jadi ribut dan kacau. Ibu-ibu yang bantu-bantu, berteriak histeris. Bapak-bapak juga langsung membantu untuk mengamankan tersangka. Dua orang anak buah Mas Fais yang lainnya mengamankanku dan juga Susanti. Kami digiring sampai kamar. âTetap di tempat. Jangan tinggalkan kamar ini,â titahnya. Aku dan Susanti mengangguk. Kang dekor di kamarku langsung kebingungan karena mereka tak luput dari pemeriksaan. âMaaf, Mas. Kami harus lakukan ini. Permisi!â ucapnya seraya menggeledah boks-boks ala
âMas, nanti minta tolong sama anak buah Mas Fais untuk mengantarkan bidannya. Kasihan ini sudah malam loh, sudah hampir jam 1.â âIya, Dik. Nanti Mas sama mereka yang akan antar.â Aku harus memberi tahu Mas Fais tentang keadaan di sini. Meski aku tahu dia sudah dapat laporan dari anak buahnya, tapi tidak ada salahnya kalau aku juga memberinya kabar. Setelah data internet kuaktifkan ada beberapa pesan masuk dan panggilan tak terjawab dari nomor Mas Fais, Reni, dan juga nomor baru. Aku penasaran dengan WA dari Reni, jadi aku lebih dulu membuka WA dari dia. [Assalamualaikum ... Fatki?] Dikirim tadi pukul 18.45 WIB. Lalu dua kali panggilan tak terjawab. [Calon pengantin sepertinya sangat sibuk, ya, sampai nomornya tidak aktif?] [Lihat ini anakku sudah lahir, Fatki. Lahir kemarin pagi jam 9 pas. Perempuan. Alhamdulillah.] Aku gegas mendownload foto yang dikirimkan Reni. Masya Allah baby ini cantik sekali. Mirip dengan ayahnya. Tak terasa aku menangis. Andai saja Mas Arman tahu past
[Kembali kasih, Dinda.] Kututup ponselku dan mematikan datanya. Aku harus istirahat kalau tidak aku bisa sakit. âSanti, temani Mbak ke belakang, yuk!â âAyok, aku juga mau makan Mbak. Lapar banget.â âNgambil yang banyak ya, San. Mbak juga lapar.â Sebenarnya masih ramai orang, tapi aku malu kalau keluar kamar sendirian. Di ruang tengah masih ada beberapa anak buah Mas Fais. Mereka menemani temannya yang sedang dijahit lukanya. Kasihan untung saja hanya tangannya yang kena bacok. Aku tidak bisa bayangkan kalau yang kena misal kepala atau dadanya. âPak Tupai, maaf sekali karena aku, Bapak jadi terluka begini,â ucapku tulus. Tak disangka justru mereka malah tertawa bahkan sampai memukul bahu yang sedang dijahit lukanya. âPak Tupai. Merasa terhormat kita dipanggil Bapak. Ha ha ....â sahut mereka. Ooo, rupanya mereka menertawakan panggilanku. âSantai saja, Bu Bos. Ini hanya luka kecil setelah dijahit dan minum obat pasti lekas sembuh,â jawabnya. âIya, benar. Ini hanya luka kecil
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.âAbang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. âKamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!â usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu âkan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.âCepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!â usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.âLepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!â bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.âKamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!â Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.âDasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!â teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja âtoh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. âWah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!â kata Kak Siwi lagi. âKalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,â jawabku. Kak Siwi bengong.âDasar nggak waras! LAWANG!â umpat Kak Siwi.âKok, orang gila ngatain gila, sih!â kataku lagi.âDiam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!ââEnggak takut! Lakuin aja kalau bisa,â jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.âMak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. âHalo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,â sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.âEh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?â kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.âApa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!â protesku.âAku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!â jawabnya.âOh ... iya? Yakin?â jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.âAww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!â jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.âDuh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!â ucapku.âEmph! Emph!â Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.âKenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. âOo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!ââDokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!ââNamanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!ââAmit-amit naâuzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.ââSekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!ââIya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!ââPelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!ââIya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!ââIya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!ââJangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!ââPendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!ââMakanya itu harus belajar adab juga.ââDokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. âKurang ajar kamu, ya, Kayla!â Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.âAww! Sakit-sakit! Lepaskan!â teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.âMbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!â seru para suster.âRasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,â makiku pada Risa.âKamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!â Risa masih saja playing victim.âOoh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!â kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.âAww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!â teri
POV Kayla. âKayla, tolong panggil suster untuk membantuku!â pinta Bang Daffa.âMales, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!â tolakku sinis.âAstaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!â pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.âNah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!â seruku.âKayla, cepat bantu sini! Tolong ini!â pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.âApaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,â jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.âDasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. âPak, hei jangan mati dulu!â seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.âPaaakk!â Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.âPak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?âKulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p