“Tu—nggu dulu, aku ikut ya, Mbak Fatki?” Intan menggandeng lengan tangan dan mencubit pinggangku.“Ikut? Kamu, kan, enggak diundang?” jawabku.Wajah Intan seketika memerah bak kepiting rebus pasti dia menahan malu. Ha ha ha makanya jangan main kasar. Emang enak aku kerjain. Kalau enggak mau dicubit jangan nyubit orang duluan.“A—ku mau temanin Mbak Fatki,” ujar Intan lagi. Tidak mau menyerah rupanya. Intan ngebet sekali ikut pasti karena ada pak dosen idolanya. He he he dasar ABG labil.“Enggak bisa, ini sudah malam nanti kita telat datang ke acaranya apalagi kamu dandanya lama banget. Kasihan ini Mas Fais nunggu lama. Iya, kan, Mas?” sahut Susanti.“I—ya, ini umiku sudah kirim pesan menanyakan sudah sampai mana,” jawabnya tanpa menoleh pada kami. Pandangannya sibuk ke ponsel.“Nah, betul sekali. Ayo, kita berangkat!” ajakku.Aku lihat Intan sangat kesal lalu membanting pintu.Aku dan Susanti duduk di bangku belakang. Mobil Mas Fais ini sangat bagus. Honda Civic keluaran terbaru. Mulu
“I—ya, Mbak ... maaf deh!Mas Fais muncul dari sebelah kiri bersama rombongan pengantin pria.Sekarang Mas Fais sudah ganti kostum. Kalau tadi pakai kemeja sekarang dia ganti pakai batik. Itu mungkin yang membuat dia izin sebentar karena mau ganti baju.Mas Fais tersenyum ke arah kami seraya melambaikan tangannya. Susanti ikut melambaikan tangannya. Aku diam saja tengok kanan-kiri takut salah. Sudah ger-er ternyata bukan melambaikan tangannya pada kami.Mas Fais mempersilakan rombongan itu untuk masuk ke dalam lewat pintu khusus untuk tamu laki-laki.Ternyata tamunya di pisah. Antara laki-laki dan perempuan.Setelah mengantar rombongan pengantin itu Mas Fais menghampiri kami.“Maaf ya, Mbak, lama banget ya, nunggunya, tadi rombongan pengantinnya salah jalan alias kesasar jadi, nunggu di depan dulu. Terus kami melaksanakan salat isya dulu di masjid sebelah. Ayo, masuk, sudah ditunggu, Umi,” jawab Mas Fais.“Enggak apa-apa Mas, mau lama kayak apa pun aku tetap setia menunggu,” ujar S
“Mbak benar kan, itu Mbak Lintang? Itu, tu ... lagi ngobrol sama Mas Fais.” Kuikuti arah jari Susanti. Benar saja itu Mas Fais sedang ngobrol dengan Mbak Lintang. Mereka terlihat akrab sekali.“Cocok ganteng dan cantik udah gitu sama-sama tajir melintir, tir, tir,” ujar Santi.“Iya, benar. Memang ya, kalau jodoh itu ada kemiripan.”“Ke sana, yuk, Mbak. Kita belum disapa sama Mbak Lintang.”“Eh, jangan ... enggak usah sok akrab. Mereka orang kaya, beda dengan kita, San.”“Eh, iya, juga, sih, Mbak. Ya, udah kita foto aja, yuk, kita kan, belum foto.”Akhirnya aku dan Susanti foto-foto sendiri dengan berbagai gaya. Di sini tidak ada yang kenal kami, jadi mereka hanya menyapa saja. Sedang tuan rumah masih sibuk.Aku sama sekali tidak mempermasalahkan itu dan aku sangat maklum. Sudah diundang ke sini aja aku bahagia sekali.“Coba lihat, San, fotonya?” Kulihat foto kami berdua. Memang cantik dari biasanya pantas saja di rumah tadi semua orang pangling.“Kirim ke HP-ku ya, San, mau aku kirim
Assalamualaikum selamat pagi semua Alhamdulillah Fatki sudah tayang lagi ... siapa nih, yang sudah nungguin ... btw bantu follow akunku yuk! Biar aku makin semangat nulisnya.Happy reading, wajib like dan komentar 💕🌸🌸🌸Brak!Brak!Kutendang berkali-kali hingga pintu dapur ini benar-benar roboh.Lampu dapur langsung hidup. Ada ibu, Reni, dan Intan yang sudah siap menerkamku. Di tangan mereka masing-masing membawa senjata untungnya sih, bukan senjata tajam hanya sapu dan gebukan kasur saja.“Fatki ya, ampun! Tingkahmu sudah kayak maling saja!” bentak ibu seraya berkacak pinggang. Aku sama sekali tidak takut.“Untung tadi belum kita teriaki maling, Bu. Kalau kita teriaki terus digebukin masa kayaknya seru, biar kapok sekalian!” sahut Intan.“Kelakuan perempuan kok, kayak, gitu! Ibu enggak mau tahu kamu dandanin pintu ini malam ini juga! Kalau tidak kamu tidur di luar!”Aku malas dengar repetan ibu. Gegas aku ambil gelas dan minum. Rasanya haus sekali.“Ini kuping dengar, enggak, sih
“Entah deh, enggak janji. Tergantung Fatki mau bersikap manis atau tidak. Sudah kamu jangan seperti orang bodoh begitu. Nikmati saja peranmu. Kamu kan, ganteng, jadi wajar kalau punya istri dua. Lagi pula kamu itu jangan hanya menyalahkan Ibu saja. Ini sudah terlanjur. Kita kan, sudah sepakat. Lagi pula kamu suka juga kan, sama Reni.”“Suka, Bu, tapi aku tidak cinta padanya.”“Halah, persetan dengan cinta. Nanti kalau anakmu sudah lahir juga kamu bakalan cinta sama dia.”“Entahlah, Bu. Tapi, hidupku tanpa Fatki rasanya hambar sekali. Apalagi tadi Fakti pergi sama dosennya Intan. Itu ancaman banget untukku, Bu.” Curhat Mas Arman.“Halah, enggak usah khawatir dan kamu itu enggak usah terlalu dramatis, Man. Mana mungkin itu dosen terpikat sama Fatki. Meski, dia itu cantik, tapi yang laki-laki butuhkan itu bukan hanya cantik. Keturunannya pun dibutuhkan. Ibu yakin itu laki-laki bujang enggak mau sama Fatki. Mahasiswinya saja banyak yang cantik, tajir, pintar, dan juga subur.”“Iya, aku ta
“Kok, kamu bawa-bawa masalah pribadi kita sih, Dik. Aku kan, hanya menegur dia saja supaya bersikap sopan di rumah ini,” elak Mas Arman.“Sama saja, Mas. Karena ini bukan urusan Mas Arman, jadi Mas dilarang ikut campur. Lagi pula sejak kapan Mas Arman jadi sok peduli begitu padaku?”“Aku ini suamimu! Jelas aku peduli.”“Ck, basi, Mas. Apa madumu itu sudah pahit atau malah sudah busuk, jadi kamu bersikap begini padaku?”“Fatki! Aku sudah bilang aku hanya menegur anak itu saja! Jangan lantas kamu hubungkan dengan masalah kita!” bentak Mas Arman. Dia sepertinya sangat marah.Ibu yang sedang asyik nonton TV pun tergopoh-gopoh menghampiri kami.“Apa sih, Man, kok, malah marah-marah begini? Kamu juga Fatki pasti kamu kan, yang sudah buat suamimu marah begini?” ucap ibu.“Iya, memang benar Bu, aku yang buat Mas Arman marah, lantas Ibu mau apa?” tanyaku kesal.Sumpah demi apa pun aku kali ini tidak bisa mengontrol emosi. Hatiku benar-benar panas.“Eh, dasar bocah gendeng! Ini otak dipakai. Sa
Assalamualaikum selamat siang semuaaa Alhamdulillah Fatki sudah tayang lagi. Yuk, bantu follow akunku biar aku makin semangat nulisnya ☺️Happy reading everyone wajib like dan komentar.🌸🌸🌸POV Reni“Mbak, mau tanya kalau kita mau ke kota karang itu lewat mana, ya?” tanyaku pada Mbak yang tadi menegurku. Syukurlah dia belum pergi.“Itu jauh banget naik bus saja 6 jam perjalanan. Emang Mbaknya mau ke tempat siapa?”“Mau ke rumah saudara. Jemput mamaku di sana,” jawabku berbohong. Aku tidak mungkin menceritakan masalahku ke sembarang orang. Takutnya nanti malah ada orang jahat padaku.“Oh, gitu, apa ada alamatnya?” tanyanya penasaran.“Ada, aku ingat alamatnya karena mamaku semalam telepon.”“Oh. Biasanya sih, kalau mau ke sana suka ada bus yang isi bensin di sini. Nah, nanti kamu ikut saja,” jelasnya. Pandangannya tak luput dari tas ransel yang kubawa.“Busnya warna apa, Mbak?”“Enggak tentu si, warna apa aku tidak paham, tapi yang jelas di kaca belakang bus ada tulisannya kok, Raja
“Iya, Mbak enggak apa-apa. Kita ngobrol di sini saja. Oh, iya, bajuku ada yang basah karena tadi hujan di jalan. Boleh saya masuk kamar mandinya lagi untuk cuci bajuku?” Kulihat dia gelisah, tangannya meraba-raba kantong celananya. Aku tahu pasti dia enggak ada uang untuk membayarkan sewa kamar mandiku.“Tenang saya bayar sendiri, Mbak. Saya kalau duit recehan ada tadi sebelum berangkat aku bongkar celengan,” kataku lagi seraya tertawa sumbang. Tiga kali sudah aku berbicara pada gadis baik hati ini.“I—iya, bukan maksudku begitu. Anu, saya ternyata enggak ada uang,” katanya lagi seraya menggaruk pipinya yang kurasa tak gatal.Aku segera masuk ke kamar mandi mencuci bajuku yang basah karena kehujanan semalam. Untung tadi aku beli perlengkapan mandi sekaligus sabun cuci jadi aman.“Mbak, jemurnya di mana?” tanyaku lagi. Aku berasa jadi orang paling merepotkan hari ini.“Di sana aja Mbak, bawah pohon mangga tadi. Aman kok,” jawabnya ramah.Aku istirahat di teras masjid Pertamina ini m
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p