POV Dafa.~k~u🌸🌸🌸“Ini dia yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga!” seru Kayla saat aku datang.Dia bergegas menghampiriku dan menggandeng lenganku masuk ke dalam.“Nah, gitu kan, senang lihatnya. Akur dan serasi,” sahut emak.Kulihat Robi terbaring lemah di sofa. Entah sakit beneran atau tidak. Rasanya kok, ada yang lain. Dia bahkan sepertinya malas sekali melihat ke arahku. Apa ini karena perdebatan kami tempo hari?“Sakit apa, lu, Rob?” tanyaku basa-basi seraya kupukul pahanya. Aneh di rumah saja pakai celana panjang begitu biasanya juga pakai bokser doang.“Sakit!” teriaknya. Ooh, rupanya dia terluka.“Kenapa lu, jatuh?” tanyaku lagi.“Bukan urusan, lu,” jawabnya ketus.“Robi, kalian ini selalu saja begitu kalau ketemu. Jawab itu Abangmu tanya,” tegur ibunya Robi.“Lagi, males aja, Bu. Itu si, Dafa resek,” jawab Robi.Aku hanya nyengir kuda saja. Mau kubantah ucapan Robi, tapi tidak enak ada keluarga besar.“Gimana kabar kamu, Nak? Kok, sepertinya jadi kurus. Apa pekerjaan k
POV Dafa.“Entah, deh, gue juga tidak paham yang jelas gue akan cari tahu siapa penculiknya. Kasihan dia pasti hidupnya tidak tenang.”“Salah sendiri. Mungkin ada yang sakit hati sama dia. Lu, tahu kan, dia itu sok jual mahal. Sudah janda juga, tapi begitu.”“Entahlah. Lu, cepet sembuh. Gue mau cari tahu siapa ada apa tujuan penculik itu.”Robi diam saja. Sepertinya dia pun tidak konsentrasi aku ajak ngobrol. Tangan dan matanya fokus ke layar HP.Apa mungkin Robi sedang putus cinta dengan pacarnya? Sampai dia begini? Atau ada yang lain sampai-sampai dia sama sekali tidak meletakan HP-nya ke meja. Robi mengabaikan kami semua.[Lu, gimana, sih! Mastiin begitu saja tidak bec*s! Bisa gawat kalau Mas Dafa sampai tahu!]Aku membaca notif WA di HP-ku. Ini dari Risa. Kok, bunyinya begitu, ya?Saat aku buka dan mau membaca sialnya sudah dihapus.[Maaf Sayang, aku salah kirim.]Tidak kubalas hanya kubaca saja.Aku tahu itu salah kirim. Orang kalau panik memang cenderung akan salah dalam bertin
POV Dafa Sebelum ada yang mencariku gegas aku memeriksa semua yang ada di kamar ini.Rapi dan sepertinya tidak ada yang mencurigakan.Srek ....Aku menendang secarik kertas kecil seperti struk.Kupungut ternyata benar, struk bukti transfer dengan nominal cukup banyak. Namanya asing. Keluarga kami tidak ada yang bernama Adul.Aku duduk di pinggir ranjang. Mengamati sekiranya ada yang menjawab tingkah aneh Robi hari ini.Tunggu dulu, itu parfum kok, seperti parfumku?Aku gegas menuju meja. Kuambil botol mungil itu.Benar ini parfum milikku. Masih baru karena banyak. Sejak kapan Robi suka parfumku. Bukankah dulu dia bilang aromanya norak? Kuletakkan kembali parfum itu pada tempatnya. Kali ini mataku tertuju pada jaket kulit yang tergantung di belakang pintu kamar ini. Sejak kapan pula Robi menggantung pakaian? Dia bahkan termasuk orang paling rajin di keluarga kamiJaket ini bau parfumku. Pasti dia habis pakai, tapi tadi di bawah dia tidak pakai parfum ini. Dia pakai yang seperti biasan
POV DAFAHappy reading everyone 💕"Resek lu, ya! Gue di kamar dan enggak mau ketemu lu orang! Selama lu di sini jangan lu telepon gue ataupun nunjukin sesuatu yang mencurigakan. Paham enggak, lu, Ris!”“Heh, bukan, gue cemen ataupun letoi, ya, Ris! Gue begini cari aman! Lu, juga pasti enggak bakalan mau kan, ketahuan!”“S*tan! Bukan gitu maksud gue! Terserah lu, Ris. Lu, kalau enggak mau dengerin apa kata gue. Pasti lu akan nyesel. Ingat Ris, gue bisa lakukan apa pun demi repotasi dan karir gue tetap bagus. Gue bisa menghilang dari sini dan membiarkan Lu membusuk di penjara!”“Kesepakatan? Kesepakatan yang mana? Memang lu mau ikutin apa kata gue? Kalau lu, mau ikutin kata gue kesepakatan itu gue ikutin. Sudahlah capek ngomong sama lu, enggak ngerti-ngerti sama sekali. Bebal!”“Ini semua bukan mutlak kesalahan gue, Ris!”“Pokoknya gue tidak mau tahu Ris. Kita melakukan ini berdua, maka kalau sampai gue masuk penjara, lu juga bakal gue seret!”"Hah, enggak usah ngelawak lu, Ris. Paling
POV Dafa.“Mana tadi celana panjang gue. Kalau Dafa sampai tahu luka ini pasti dia akan bawel mulutnya banyak pertanyaan seperti perempuan,” gumam Robi.Oh, ternyata dia cari celana panjang yang tadi dipakainya untung saja tadi celana itu di taruh begitu saja di kasur.Drrtt ....“Sayang, aku sudah sampai nih, aku juga sudah beli sesuai pesanan kamu. Buruan keluar sambut aku.]Syiit! Cepat sekali sih, Risa sampainya. Robi juga kenapa lama sekali pakai celana saja hampir lima menit.[Lama amat si, lu, Rob!]Tidak dibaca dia buru-buru ke jendela dan menyibak gorden. Pasti dia tahu kedatangan Risa.Pelan-pelan aku ke luar dari balik pintu.“Loh, kok, lu, malah ke sini sih, Daf. Kan, gue sudah bilang tunggu di taman!” tegur Robi. Untunglah saat Robi tahu aksiku, pas banget aku sudah di ambang pintu.“Lu, kelamaan. Enggk lihat tah, gue sudah WA, lu?” jawabku spontan.“Ya, sorry tadi gue ke kamar mandi dulu. Itu Risa datang lu, yang undang dia?” tanya Robi syok tidak tahu.“Iya, gue yang un
POV Dafa. [Son, diam aja!] Kukirim pesan pada anak buahku.[Iya, Bos, kita orang lagi beraksi tolong dong, Bos, transfer duit.][Oke, gue kasih, tapi dengan syarat, lu harus berhasil bawa kuar sandera itu ke markas dan harus dalam keadaan hidup!][Beres, Bos!]“Mak, kami jalan dulu, ya, ada beberapa hal yang harus kami urus.” Izinku pada emak.Aku harus selesaikan ini segera. Risa harus aku beri pelajaran.“Ke mana? Aku ikut dong, Bang?” pinta Kayla.“Apaan sih, kamu ganggu orang aja!” bentak Risa.“Beb, bentar ya, aku mau pipis dulu.”Aku mengangguk. Aku sudah malas bicara dengan Risa.Aku tahu itu hanya alasannya saja mau ke toilet kok, ke lantai dua dia pasti mau menemui Robi.Gegas aku ikuti dia. Aku harus dengar apa yang mereka bicarakan."Sudah gue bilang jangan ke sini kenapa pula lu malah nyimpen gue!" tegur Robi saat Risa nyelonong masuk ke dalam kamarnya. Percakapan mereka terdengar jelas karena aku sengaja menguping pembicaraan mereka."Gue harus mastiin kapan ana
POV Dafa.Andai ada yang bilang aku ini lelaki plin-plan memang benar aku plin-plan dan pecundang. Tidak bisa menjaga hati dan tidak bisa menetapkan hati pada satu wanita padahal itu pilihan sendiri.Kunikmati celotehan riang Risa mungkin ini untuk yang terakhir kalinya. Kutatap wajahnya lekat-lekat, mungkin senyum itu, wajah cantik itu, tidak akan bisa lagi aku lihat.Tidak ada yang kurang dari Risa. Dia wanita kuatkan, hebat, cerdas, dan juga cantik. Hanya aku saja yang tidak pandai menjaga hatiku sendiri."Mas, jangan lihat aku gitu, dong! Aku kan, jadi malu," ujarnya. Pipinya seketika memerah. Oh, Risa, maafkan aku.Aku hanya tersenyum saja menanggapinya. Kubelai wajah cantiknya dan mungkin ini untuk yang terakhir kalinya."Kamu cantik, Beb," ucapku."Yeee ... Baru tahu? Apa baru nyadar? Kan, memang aku cantik dari dulu, Mas," jawabnya seraya tersenyum lebar.Tak kujawab lagi. Aku harus memantapkan hatiku.Sesampainya di pantai dia langsung lari-lari kecil dan mainan air
POV Dafa.“Lakukanlah jika itu menurutmu baik.”Aku yakin, Risa tidak akan pernah lakukan itu. Dia wanita cerdas dan berkarakter. Jadi, tidak akan mungkin dia mengakhiri hidupnya. Aku tidak akan terkecoh dengan ancamannya.“Mas, kamu anggap aku main-main?”“Berhentilah membual, Ris. Selamatkan dirimu, ambil cuti pergilah ke luar negeri. Aku akan bersihkan namamu.”“Percuma kamu bersihkan namaku kalau kamu pun tidak bisa aku miliki, Mas! Aku benci sama akmu!”“Jangan bebal. Ikuti apa yang aku suruh. Jangan sampai keluarga Sultan itu tahu. Karirmu bisa hancur seumur hidupmu.”“Biar saja, Mas. Biar saja hancur! Aku tidak peduli yang aku mau saat ini hanyalah kamu. Tolong, Mas, jangan bikin aku jadi gila. Aku tidak mau berpisah denganmu. Apa kata dunia Mas, bahkan aku sudah memposting segalanya tentang kita dan tentang rencana pernikahan kita.”“Ris! Dengar! Aku lakukan ini demi kebaikan kita bersama. Pulang dan segeralah berkemas lalu pergi ke luar negeri. Kamu akan aman kalau menurut pa
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p