K~u 🌸🌸🌸Kokokan ayam jantan berhasil membangunkanku. Aku tertidur di bawah pohon jati. Pagi, apa ini sudah pagi? Mana matahari? Kenapa masih gelap? Aku lihat sekeliling langsung tersadar bahwa aku masih dalam bahaya.Penjahat-penjahat itu ke mana? Apa mereka telah menyerah mencariku?Aku segera bangun dan melanjutkan perjalananku. Meski takut menyelimuti hati. Aku terus berlari menuruni bukit hutan jati ini menembus gelap dan kabut pagi. Suara-suara menakutkan itu yang seperti memanggil-manggil namaku tidak aku pedulikan. Apa pun yang terbang di atasku pun tidak aku pedulikan. Pandanganku fokus ke depan apa pun yang terjadi.Bug!Aku tersangkut akar, bukan akar. Itu ular.“Aaaaa!” Aku teriak sekuat tenaga karena rasa takutku.“Di sana!”Mereka! Ya, Tuhan, mereka masih ada di sekitar sini!Aku lompat melewati ular yang melintas dan mendongakkan kepalanya ke arahku.Aku kembali lari sekuat tenaga. Masuk lebih dalam ke hutan jati ini.“Ha ha ... kamu mau ke mana, manis?” Salah sat
Assalamualaikum selamat pagi semuanya bantu follow akunku yaaa😍🌸🌸🌸Kuamati baik-baik wajah itu yang sedang serius memunguti sayuran yang berceceran ke tanah karena kaget tadi. Iya, benar itu sepertinya memang Reni. Dari postur tubuh dan gerakannya juga suaranya.“Reni istrinya Mas Arman?” tanyaku lagi untuk memastikan.“I—ya, ta—ta—pi ba—gaimana bisa ka—mu ada di sini, Fatki?” jawabnya balik bertanya. Pasti Reni terkejut dengan kemunculanku yang tiba-tiba dan juga penampilanku yang acak-acakan karena dia memperhatikanku dari atas sampai bawah. Lengan bajuku yang robek sampai ke pundak, tidak pakai jilbab dan juga gamisku robek bagian dada hingga braku terlihat.Sejujurnya aku pun malu berpenampilan begini, tapi ini bukan mauku. Laki-laki jahanam itu sudah benar-benar mempermalukanku. Auratku bukan hanya dilihat olehnya, tapi juga oleh ke dua anak buahnya semalam. Andai di padang ilalang tadi aku tertangkap pasti auratku akan nampak jelas sekali. Gamis bagian dadaku robek sampai
“Apa lagi, Bang!” jawab Reni.“Mau tanya jalan ke luar dusun ini lewat mana, ya?”“Keluar ke mana, Bang?”“Ya, keluar dari dusun ini ke dusun lainnya!”“Oh, Abang turun ke bawah lalu ada padang ilalang ambil arah ke timur,” jawab Reni. Sepertinya dia paham sekali daerah sini. Tak kudengar lagi suara penjahat itu, Reni mendorong badanku untuk segera masuk dan dia segera menutup pintunya.Reni menarik lenganku masuk ke dapur. "Tunggu di sini aku panggil Mbah Supeni.” Meski aku mulai kedinginan, tapi tetap mengikuti perintah Reni.Tak lama Reni datang bersama wanita paruh baya.Beliau langsung tersenyum ramah padaku.“Fatki, ini Mbah Supeni, pemilik rumah ini sekaligus yang menolongku.” Reni memperkenalkan perempuan itu. Aku segera menyalami beliau.“Aku Fatki, Mbah,” sapaku. Mbah Supeni mengelus kepalaku dua kali.“Ayo, Neng, ikut Mbah. Kamu harus ganti pakaian kalau tidak bisa masuk angin.” Aku ragu, tapi Reni meyakinkan."Mbah orang baik, jangan takut," ucap Reni.“Nah, ini handuk bar
“Alhamdulillah ... terima kasih, Mbak,” ucapku tulus. Aku benar-benar terharu sekali.Mbah Supeni mengangguk, seraya membelai kepalaku.“Apa mereka anak buah rentenir itu? Kalau benar aku pun terancam,” sahut Reni.“Aku tidak tahu, Ren. Yang jelas aku dalam bahaya. Apa kamu bawa HP aku ingin menghubungi ibuku.”“Ada, tapi tidak ada baterainya. Di sini selain susah signal juga tidak ada listrik yang pakai listrik baru masjid dan balai dusun juga beberapa rumah saja di bawah sana,” jawab Reni.“Biar nanti Mbah yang akan mengisi baterainya atau biar Mbah pinjam HP pak kepala dusun saja ke bawah sana. Ke rumah kepala dusun. Kamu tetap di rumah. Biar Reni ikut Mbah. Jangan bukakan pintu apa pun yang terjadi.”“Memang akan terjadi apa, Mbah?” tanyaku penasaran.“Ya, siapa tahu orang-orang tadi kembali. Kamu tetap di dalam kalau sembunyi di ruangan yang berpintu ada gambar burung Cendrawasihnya itu.”“Insya Allah, Mbah. Boleh aku pinjam mukena aku mau salat Zuhur.”“Boleh. Ayo, Mbah antar wu
“Tidak ada, Bos!” Lapor salah satu dari mereka.“Pasti sudah kabur. Kita buang-buang waktu saja di sini! Mereka berdua sengaja mengulur waktu kita! Cabut!”Lalu terdengar suara deru motor makin menjauh.“Tetap di situ sampai Mbah kembali!” titah Mbah Supeni. Padahal aku lelah sekali badanku juga semuanya terasa sakit.“Istirahat di situ! Ini ada air minum dan lambangsari. Ingat jangan keluar sampai Mbah pulang. Mbah mau ngecas HP Reni sekalian mau pinjam HP kepala dusun. Tulislah nomor yang mau kamu hubungi, Neng dan tulis apa yang akan kamu katakan.”Mbah Supeni memberikan selembar kertas padaku lengkap dengan penanya.“Baik, Mbah. Maaf Mbah ini namanya desa apa, ya? Dan ini ada di mana? Aku tidak tahu ini ada di mana?” Suaraku serak aku ingin sekali menangis.“Dusun Sukomakmur kec. Rumbai. Lampung pesisir perbatasan dengan Provinsi Bengkulu.”Aku tercengang. Bengkulu? Jauh sekali? Pantas saja aku tidak paham daerah sini.“Cepat tulis, Neng!”“Baik, Mbah."081245001002‘Bu, ini Fatki
Assalamualaikum selamat pagi semuanya Alhamdulillah Fatki sudah tayang lagi. Yuk, bantu follow akunku! Bagi yang sudah follow aku ucapkan banyak terima kasih.🌸🌸🌸POV FAIS "Gimana ceritanya kok, bisa Fatki hilang?!” tanya Om Tohir pada Mbak Susanti.“Tadi, sewaktu aku sedang di ruko bekas di tempati mantan suami Mbak Fatki, dia teriak-teriak memanggilku dan memberi tahu kalau Mbak Fatki menghilang.Aku kira bercanda ternyata tidak.“Itu, Om, Mbak Fatki tadi berniat menolong nenek-nenek yang tanya alamat toko penjual sepatu, tapi tidak balik lagi aku sudah menunggu lama lebih dari satu jam dan aku pun tanya sama tukang parkir katanya masuk ke mobil. Karena panik aku langsung pulang untuk memberi tahu ibunya Mbak Fatki, di depan ada Mas Fais langsung aku minta tolong pada Mas Fais,” jawab Mbak Susanti. Dia menangis saja sejak tadi.Belum lagi ibunya Mbak Fatki sampai pingsan dua kali.“Kita ke sana, ayo, sebelum pasar bubar!” ajak om Tohir.Kami berempat dengan Juna langsung melun
POV Fais.[Lacak terus nomor kendaraan itu dan juga nomor ini] Kukirim nomor Mbak Fatki.[Siap, Bos!]“Sudah jangan menangis terus, Mbak, kita salat Maghrib dulu lalu pulang! Kasihan ibunya Mbak Fatki pasti menunggu kabar dari kita,” ajakku.Ting![Mobil dengan plat nomor itu tadi siang melintas, Bos. Ke arah luar provinsi.] Lapor anak buahku.[Bagus. Lacak terus!] jawabku.Pasti mobil itu pun tidak akan benar-benar dipakai sampai lokasi tujuan.[Di tol berikutnya tidak ada, Bos!]Syiit! Benar dugaanku pasti mereka ganti mobil.[Lakukan apa yang aku perintahkan!] Pintaku lagi.[Baik, Bos!]Sopir belok ke halaman Masjid yang sudah iqomat.Mbak Fatki kamu di mana? Aku khawatir sekali.Setelah selesai salat Maghrib kami langsung meluncur pulang.Ting![Nomor ponsel tidak aktif dan terakhir aktif ada di jalan Sudirman Kabupaten Tanggamus.][Apa kemungkinan mereka ke luar provinsi?][Sepertinya iya, Bos. Kami sedang melacak!][Lakukan yang terbaik!]“Aku takut ibunya Mbak Fatki akan marah
POV Fais.~k~u🌸🌸🌸Hari ke dua pencarian Fatki, aku sengaja izin tidak ke kantor.Aku juga bilang pada mamah kejadian kemarin siang. Mamah dan yang lainnya pun tidak kalah panik bahkan kakak sepupuku Mas Fawas langsung mengerahkan anak buahnya padahal dia sedang sakit dan dia terlihat jauh lebih panik dariku.[Mas, kakaknya Mbak Fakti sudah datang.]Begitu membaca WA dari Susanti aku langsung meluncur ke ruko.Menurut anak buahku memang mobil yang dipakai untuk menculik Fatki ganti sampai tiga kali. Mereka benar-benar ahli menghilangkan jejak.Baru saja aku hendak jalan, Risa dan Sekar sudah ada di ruang tamu. Perasaan tadi aku selesai sarapan tidak ada mereka? Ini masih jam 6 pagi. Kenapa art rumah ini bandel sekali masih saja mau menerima mereka datang ke sini?Mamah ke mana? Pasti beliau tidak tahu kalau ada Risa di sini.Minggu depan sidang putusan dan menurut pengacaraku, Hakim akan mengabulkan gugatan cerai Risa.“Mas, tunggu!” panggilnya saat aku hendak menaiki anak tangga. R
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p