Tak lama pemilik resto yang tadi menyapa kami datang dan menyuruh Dokter Risa pergi.“Lepas! Aku bisa jalan sendiri!” bentaknya.“Mas, kita pulang juga, yuk! Sudah selesai kan, makannya. Aku takut akan terjadi keributan lagi,” ajakku.Di jalan aku dan Mas Nanang diam saja. Mas Fais bentar-bentar berhenti karena menelepon seseorang. Sepertinya dia sangat marah sekali. Aku jadi tidak enak gara-gara ada aku, Mas Fais dan Dokter Risa bertengkar setiap bertemu.“Untuk kejadian tadi aku benar-benar minta maaf. Entah apa maunya Risa, semua permintaan dia sudah aku penuhi, tapi tetap saja tidak berubah. Mbak Fatki, aku benar-benar minta maaf karena aku, malah kamu jadi ikutan terjebak dalam masalah pribadiku,” ucap Mas Fais. Saat ini kami sudah sampai rumah.Aku tadi belum jadi beli kebab sebab hujan dan Mas Fais ngebut jadi tidak enak kalau minta mampir-mampir.“Iya, Mas. Mungkin sebaik memang kita ....”“Tidak, aku tidak mau!”Lah, ini orang lucu. Aku pun belum selesai bicara sudah dipotong
💕“Nak, kenapa ya, kok, ibu dari semalam rasanya cemas sekali,” ucap ibu saat kami sedang sarapan.“Mungkin ibu terlalu mengkhawatirkan Mas Nanang?” jawabku. Kemarin sore Mas Nanang pulang, tapi susah dihubungi, tapi tengah malam tadi istrinya memberi tahu kami bahwa Mas Nanang sudah sampai dan benar saja ternyata HP-nya lowbat. Mungkin karena itu kecemasan ibu berlanjut. Namanya juga lansia jadi apa-apa terlalu dipikirkan.“Bukan loh, Nak, Ibu seperti mereka akan ada sesuatu yang terjadi gitu, jadi takut, deh!” ucap ibu lagi.“Banyak istighfar, Bu, setelah ini istirahat saja, ya? Barang kali memang Ibu capek karena sudah beberapa hari ini bantu kami lembur sampai selesai semua jahitannya.”Alhamdulillah dua hari yang lalu setelah pulang dari rumah sakit untuk memberikan keterangan pada dokter bahwa Reni tidak bisa datang karena kabur aku dan Susanti langsung ke pasar beli mesin jahit satu lagi seharga 4 juta rupiah. Kini mesin jahitku sudah ada 3 dan itu membuat kami lembur selama d
[Sama-sama Mbak, ya, udah dulu ya, Mbak. Aku mau bantu Ibu jualan. Ini ada kiriman video dari Mas Juna nanti aku teruskan ke Mbak.]Tak lama ada video masuk setelah kudownload ternyata video Mas Arman yang sedang marah-marah tidak jelas bahkan dia memaki-maki semua orang yang dikenalnya namaku pun tak luput dari makiannya. Mas Arman ini bukannya semakin sadar malah semakin menjadi.Aku benar-benar tidak menyangka kalau Mas Arman lelaki yang dulu pernah sangat aku cintai jadi seperti ini. Aku kira kami akan abadi, tapi ternyata cara Tuhan memisahkan kami sangat menyayat hati.Mungkin kalau aku masih bertahan, meski sebentar saja aku akan menjalani takdir lain lagi.Mas Arman berubahlah, taubatlah. Allah masih beri kamu kesempatan. Aku tidak mau kamu jadi orang yang semakin terpuruk begitu. Mungkin hukum manusia tidak bisa mengampunimu, tapi hukum Allah jelaslah lain. Allah maha pemaaf bagi semua hambanya yang mau bertaubat.Ting![Selamat pagi Mbak, boleh saya mampir?] Kiriman foto ruk
“Permisi, Nak, mau tanya toko ini sebelah mana, ya?” tanya seorang nenek padaku. Dia memberikan secarik kertas padaku bertuliskan alamat toko sepatu.Aku celingukan barang kali dia bersama seseorang.“Nenek sendirian?” Beliau mengangguk.“Nenek, mau beli sepatu untuk cucu di rumah. Tadi dia tidak ikut karena belum pulang sekolah.”“Oh, coba Nenek tanya sama tukang parkir di sana pasti tahu. Kalau aku belum begitu paham karena hanya belanja kain saja,” jawabku.“Cari siapa dia, Mbak?”“Tanya toko sepatu, San.”“Nek, coba tanya sama tukang parkir saja sana. Kami juga sibuk mau belanja,” ucap Susanti.Nenek itu mengangguk lalu berjalan menjauh.“San, kasihan loh, ih, kamu itu. Tunggu sini, ya? Aku antar nenek itu ke tukang parkir.” Susanti mengangguk aku berlari menyusul nenek itu.“Nek, tunggu!” teriakku. Nenek itu sepertinya tidak dengar dia terus berjalan ke arah sebuah mobil. Lah, orang kaya rupanya. Pasti dia diantar sopirnya. Kenapa belanja di pasar tidak di mol saja?“Nenek, mau n
“Kita lewat tol saja. Capek gue kalau lama-lama di perjalanan begini.”“Sabar ini gue masih cari jalan yang dekat menuju tol.”“Lagi pula Bos ini ngapain lah, nyulik orang dibawa jauh-jauh segala.”“Protes aja, lu! Diam! Berisik tahu enggak! Yang penting kita kan, dapat duit banyak. Apalagi tugas kita gampang cuma bawa sasaran saja ke tempat yang sudah kita sepakati dari pada sebelum-sebelumnya kira disuruh bunuh dulu. Mana bayarannya lebih banyak ini dari pada kerjaan kita sebelumnya.”Hening, mereka berdua diam lalu menyetel musik kuat-kuat. Kupingku rasanya mau jebol, tapi aku bisa apa? Tangan, kaki, mulu, mata semua tak luput dari sasaran mereka diikat.Aku sejak tadi menunggu obrolan mereka tentang siapa bosnya, tapi sayangnya mereka tidak menyebutkan nama sama sekali. Sekarang mereka malah asyik karaukean tidak jelas.“Hati-hati jalanan becek dan licin. Ck, kalau gini caranya gue akan minta ongkos lebih besar dari yang kita terima. Enak saja jauh, hujan, lapar, kok dibayar dikit
Assalamualaikum ... yuk, lanjut lagi bantu follow akunku yaaa ... terima kasih 🙏Happy reading everyone 💕POV Reni.🌸🌸🌸"Permisi, Bu, tahu alamat ini? Rumah Bu Supeni.” Aku bertanya pada seseorang yang tidak aku kenal.“Oh, ini Eneng lurus saja, nanti ada pertigaan belok kanan, lurus lagi lalu ada perempatan belok kanan lagi, nah rumahnya paling ujung agak naik ke bukit,” jelasnya, meski aku tidak terlalu paham, tapi untuk arah yang pertama dan patokannya aku mengerti. Di sini masih langka sekali rumah dan jaraknya lumayan jauh-jauh yang dibilang ibu yang kutanya barusan yang katanya dekat, tapi kurasa itu sangat jauh. Aku terus berjalan menyusuri jalanan tanah merah ini.Aku ada di dusun Sukomakmur. Jauh sekali dari pusat kota. Ini dusun perbatasan dengan Provinsi Bengkulu. Perjalanan pun seharian lebih.Di sini masih sangat alami, listrik sudah masuk, tapi hanya beberapa saja yang pakai seperti Masjid dan balai desa.Semalam aku menginap di Masjid tanpa sepengetahuan penduduk
POV Reni.Di sini juga susah sekali signal. Hanya dapat signal 1 biji, tapi lumayanlah ini bisa untuk menghubungi ibuku.Benar kan, apa yang aku bilang? Jaraknya jauh sekali. Aku harus lebih cepat jalan agar cepat sampai. Konon Mbah Supeni orangnya baik sekali semoga saja dia mau menerimaku apa adanya.Aku benar-benar ingin sembuh, meski kata dunia medis penyakitku ini tidak ada obatnya. Ah, terserah saja yang penting aku berusaha dulu. Andai si bangs*t bapak tiriku tidak mencabuliku pasti aku tidak akan menderita penyakit seperti ini. Aku yakin sekali dia yang menularkannya padaku.Kalau aku tertular begini pasti ibuku tertular juga, apa ibu sakit-sakitan karena ini? Ibu pun makin hari makin kurus, bedanya wajah ibu tidak memburuk, tapi kenapa wajahku memburuk? Apa susuk yang aku pakai sudah luntur? Kan, aku tidak melakukan pelanggaran. Apa karena aku ceroboh jadi secara tidak sengaja aku melanggar sendiri? Kalau wajahku burik begini akan menyulitkanku untuk mencari pekerjaan lagi na
POV Reni. Nikmat sekali makanan ini aku sudah habis dua. Biasanya aku tidak doyan makanan kampung seperti ini bagiku dulu pantang sekali makan makanan orang desa. Tidak level bisa menurunkan derajatku. Kali ini aku tidak mau mati kelaparan jadi terpaksa memakannya dan ternyata rasanya juga enak sekali. Mbah Supeni, terlihat memperhatikanku bukan hanya itu sepertinya sedang mengamatiku. Pasti dia heran aku bisa jelek begini. Dia saja sudah nenek-neneknya masih cantik lah, aku yang masih mudah sudah seperti nenek-nenek. “Kalau sudah selesai makannya, Neng mandi saja dulu di belakang ada kamar mandinya. Sepertinya kalau mandi badan Neng kembali segar.” “Iya, Mbah, eh, Bu. Aku memang sangat lelah dan ingin mandi dari kemarin aku tidak mandi,” jawabku. “Hati-hati licin di sini masih tanah merah juga tanah liat. Kalau kamu tergelincir kasihan anakmu yang di dalam perut.” “Iya, Mbah, eh, Bu. Em, anu, itu aku mau tanya apa Mbah Supeni benar-benar orang sakti yang bisa mengobati penyakit?
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p