POV Reni.Di sini juga susah sekali signal. Hanya dapat signal 1 biji, tapi lumayanlah ini bisa untuk menghubungi ibuku.Benar kan, apa yang aku bilang? Jaraknya jauh sekali. Aku harus lebih cepat jalan agar cepat sampai. Konon Mbah Supeni orangnya baik sekali semoga saja dia mau menerimaku apa adanya.Aku benar-benar ingin sembuh, meski kata dunia medis penyakitku ini tidak ada obatnya. Ah, terserah saja yang penting aku berusaha dulu. Andai si bangs*t bapak tiriku tidak mencabuliku pasti aku tidak akan menderita penyakit seperti ini. Aku yakin sekali dia yang menularkannya padaku.Kalau aku tertular begini pasti ibuku tertular juga, apa ibu sakit-sakitan karena ini? Ibu pun makin hari makin kurus, bedanya wajah ibu tidak memburuk, tapi kenapa wajahku memburuk? Apa susuk yang aku pakai sudah luntur? Kan, aku tidak melakukan pelanggaran. Apa karena aku ceroboh jadi secara tidak sengaja aku melanggar sendiri? Kalau wajahku burik begini akan menyulitkanku untuk mencari pekerjaan lagi na
POV Reni. Nikmat sekali makanan ini aku sudah habis dua. Biasanya aku tidak doyan makanan kampung seperti ini bagiku dulu pantang sekali makan makanan orang desa. Tidak level bisa menurunkan derajatku. Kali ini aku tidak mau mati kelaparan jadi terpaksa memakannya dan ternyata rasanya juga enak sekali. Mbah Supeni, terlihat memperhatikanku bukan hanya itu sepertinya sedang mengamatiku. Pasti dia heran aku bisa jelek begini. Dia saja sudah nenek-neneknya masih cantik lah, aku yang masih mudah sudah seperti nenek-nenek. âKalau sudah selesai makannya, Neng mandi saja dulu di belakang ada kamar mandinya. Sepertinya kalau mandi badan Neng kembali segar.â âIya, Mbah, eh, Bu. Aku memang sangat lelah dan ingin mandi dari kemarin aku tidak mandi,â jawabku. âHati-hati licin di sini masih tanah merah juga tanah liat. Kalau kamu tergelincir kasihan anakmu yang di dalam perut.â âIya, Mbah, eh, Bu. Em, anu, itu aku mau tanya apa Mbah Supeni benar-benar orang sakti yang bisa mengobati penyakit?
POV Reni.Satu, dua, tiga, empat, ada banyak nisan di sini. Tertata rapi. Iya, ini kuburan yang memang dengan sengaja sepertinya disiapkan untuk orang-orang yang datang ke sini. Ngeri sekali. Aku tidak mau di sini. Aku tidak mau mati!âNeng! Ngapain kamu di sana, ayo, masuk! Anginnya kencang!â teriak Mbah Supeni membuyarkan lamunanku. Aku gegas naik ke atas lagi meninggalkan rasa penasaranku tentang kuburan-kuburan itu.Saat aku masuk Mbah Supeni sedang menuangkan bubur sumsum di mangkok. Harum sekali bau pandannya. Duh, perutku meronta lagi.âAyo, dimakan, Neng, biar kenyang kasihan anakmu yang di dalam perut dia juga pasti kelaparan.âAku menyendokkan bubur ini ke mulutku. Hangatnya jahe menghangatkan tenggorokan dan perutku.âAlhamdulillah ... ini enak sekali, Mbah,â ucapku.Mbah Supeni senyum-senyum.Tunggu dulu barusan aku ngomong apa? Alhamdulillah? Bahkan seumur hidupku jarang sekali aku mengucapkan kalimat toyibah itu.âHabiskan, kalau masih lapar ada nasi sama sayur terong di
âJangan kurang ajar! Lepas!â teriakku. Sekuat tenaga. Kutendang dadanya, tapi meleset yang kena justru bahunya. Dia mental lalu tertawa terbahak-bahak.Lagi-lagi aku berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan ikatan tanganku ini.âMau kamu apa, hah? Jangan jadi pecundang!â makiku.âMasih, saja galak! Sama seperti dulu. Lakukan lagi, ayo! Justru aku suka dengan caramu berontak begini!â serunya.âAku mau kamu. Nikamtilah malam ini malam kita berdua,â ucapnya ngawur.âKamu pikir aku sudi bersama kamu?! Sampai aku mati pun tidak akan pernah mau! Dasar banci beraninya dengan perempuan lemah!ââLemah? Bagiku, kamu itu tidak lemah. Kamu keras kepala, menantang dan juga mematikan!ââOmong kosong! Dasar banci!â umpatku lagi. Aku benar-benar tidak bisa mengontrol emosiku.Dia melempar pisau itu tepat di depanku. Aku tahu pasti dia sengaja tidak melukaiku dia hanya mengancamku.âPisau itu tajam dan siap memangsa korbannya. Apa kamu mau jadi korban selanjutnya?â ujarnya lagi.âBunuh saja aku dari p
âKamu yang buat aku begini Fatki, kamu harus bertanggung jawab! Tenang saja aku tidak akan berpaling darimu!â ucapnya lagi seraya melepaskan ikatan tanganku yang menyatu dengan tiang penyangga.Parfum ini? Sepertinya aku kenal. Parfum yang sangat familiar di hidungku.âAyo!â Diseretnya aku menuju ranjang di sebalah kiri.âLepas!â teriakku. Aku berontak sekuat tenaga.Diikatnya lagi tanganku ke atas menyatu dengan dipan.âKurang ajar! Lepaskan aku!â teriakku.âKamu bilang tidak takut, bukan? Buktikan rasa tidak takutmu itu. Semakin kamu berontak semakin aku suka!â jawabnya santai.Aku lemas sekali tenagaku terbuang sia-sia. Tenggorakanku juga sakit. Rasanya aku ingin menyerah saja.Pria ini menarik dan berusaha melepas celana legingku. Aku pun berusaha sekuat tenaga untuk melawannya.âAyo, Fatki memohon padaku lalu menyerahlah. Aku akan senang jika kamu lakukan itu! Atau kita langsung saja menikmati malam kita berdua. Aku sudah mendambamu sejak dulu. Aku inginkan kamu seutuhnya. Janga
Bruk!Aku berhasil sampai luar.Kudengar teriakan pria itu memanggil anak buahnya. Aku lari sekencang-kencangnya sembunyi di balik pohon beringin.Dari sini aku bisa mengintip pria itu memarahi anak buahnya lalu mereka bertiga berlari ke arahku dan tepat berhenti di depan pohon beringin ini.âGue yakin larinya ke arah sana, Bos!ââSana mana! Itu hutan jati! Mana berani dia!ââTapi, Bos, hanya ke arah sana yang bisa tembus ke dusun kecil itu!ââDusun itu terlalu jauh. Jangan ngaco lu orang!ââMemang terlalu jauh Bos, tapi ini jalan pintas yang paling cepat.ââMemang dia tahu kalau di sana ada dusun! Cepat cari, pasti masih ada di sekitar sini! Gue tahu dia takut gelap!ââBaâik, Bos!ââCari sampai dapat kalau tidak bayaran kalian separonya tidak gue kasih!ââBaâik, Bos!â"Lu cari sendiri Dul, Lu bantu gue obati luka gue ini!ââSiap, Bos!Srek!Srek!Mereka menjauh dari pohon beringin ini.Alhamdulillah setidaknya aku bisa istirahat sebentar saja. Aku lapar dan juga haus jika aku paksaka
K~u đ¸đ¸đ¸Kokokan ayam jantan berhasil membangunkanku. Aku tertidur di bawah pohon jati. Pagi, apa ini sudah pagi? Mana matahari? Kenapa masih gelap? Aku lihat sekeliling langsung tersadar bahwa aku masih dalam bahaya.Penjahat-penjahat itu ke mana? Apa mereka telah menyerah mencariku?Aku segera bangun dan melanjutkan perjalananku. Meski takut menyelimuti hati. Aku terus berlari menuruni bukit hutan jati ini menembus gelap dan kabut pagi. Suara-suara menakutkan itu yang seperti memanggil-manggil namaku tidak aku pedulikan. Apa pun yang terbang di atasku pun tidak aku pedulikan. Pandanganku fokus ke depan apa pun yang terjadi.Bug!Aku tersangkut akar, bukan akar. Itu ular.âAaaaa!â Aku teriak sekuat tenaga karena rasa takutku.âDi sana!âMereka! Ya, Tuhan, mereka masih ada di sekitar sini!Aku lompat melewati ular yang melintas dan mendongakkan kepalanya ke arahku.Aku kembali lari sekuat tenaga. Masuk lebih dalam ke hutan jati ini.âHa ha ... kamu mau ke mana, manis?â Salah sat
Assalamualaikum selamat pagi semuanya bantu follow akunku yaaađđ¸đ¸đ¸Kuamati baik-baik wajah itu yang sedang serius memunguti sayuran yang berceceran ke tanah karena kaget tadi. Iya, benar itu sepertinya memang Reni. Dari postur tubuh dan gerakannya juga suaranya.âReni istrinya Mas Arman?â tanyaku lagi untuk memastikan.âIâya, taâtaâpi baâgaimana bisa kaâmu ada di sini, Fatki?â jawabnya balik bertanya. Pasti Reni terkejut dengan kemunculanku yang tiba-tiba dan juga penampilanku yang acak-acakan karena dia memperhatikanku dari atas sampai bawah. Lengan bajuku yang robek sampai ke pundak, tidak pakai jilbab dan juga gamisku robek bagian dada hingga braku terlihat.Sejujurnya aku pun malu berpenampilan begini, tapi ini bukan mauku. Laki-laki jahanam itu sudah benar-benar mempermalukanku. Auratku bukan hanya dilihat olehnya, tapi juga oleh ke dua anak buahnya semalam. Andai di padang ilalang tadi aku tertangkap pasti auratku akan nampak jelas sekali. Gamis bagian dadaku robek sampai
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.âAbang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. âKamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!â usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu âkan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.âCepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!â usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.âLepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!â bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.âKamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!â Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.âDasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!â teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja âtoh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. âWah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!â kata Kak Siwi lagi. âKalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,â jawabku. Kak Siwi bengong.âDasar nggak waras! LAWANG!â umpat Kak Siwi.âKok, orang gila ngatain gila, sih!â kataku lagi.âDiam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!ââEnggak takut! Lakuin aja kalau bisa,â jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.âMak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. âHalo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,â sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.âEh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?â kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.âApa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!â protesku.âAku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!â jawabnya.âOh ... iya? Yakin?â jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.âAww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!â jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.âDuh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!â ucapku.âEmph! Emph!â Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.âKenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. âOo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!ââDokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!ââNamanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!ââAmit-amit naâuzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.ââSekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!ââIya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!ââPelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!ââIya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!ââIya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!ââJangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!ââPendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!ââMakanya itu harus belajar adab juga.ââDokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. âKurang ajar kamu, ya, Kayla!â Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.âAww! Sakit-sakit! Lepaskan!â teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.âMbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!â seru para suster.âRasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,â makiku pada Risa.âKamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!â Risa masih saja playing victim.âOoh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!â kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.âAww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!â teri
POV Kayla. âKayla, tolong panggil suster untuk membantuku!â pinta Bang Daffa.âMales, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!â tolakku sinis.âAstaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!â pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.âNah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!â seruku.âKayla, cepat bantu sini! Tolong ini!â pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.âApaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,â jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.âDasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. âPak, hei jangan mati dulu!â seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.âPaaakk!â Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.âPak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?âKulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p