âIya, Pakde, aku tahu. Aku pikir memang seharusnya aku mengabdi pada suami dan juga mertuaku, tapi ternyata pengabdianku ini tidak dianggap sama sekali malahan Mas Arman ngasih aku madu. Ya, sudah aku lebih memilih mundur dari pada harus bertahan, tapi sama sekali tidak membahagiakan.ââPakde, malah dukung kamu mundur dari pada kamu bertahan pada pernikahan yang tidak jelas. Pakde itu tidak terima ya, kalau selama ini Pakde tahu mereka memperlakukan kamu seperti ini sudah dari dulu Pakde bahwa kamu pulang,â ucap pakde kesal.âYa, sudah Pakde. Anggap saja itu pembelajaran hidup untuk Fatki agar kedepannya dia tidak salah dalam memilih pendamping hidup. Doakan Fatki agar nanti proses perceraiannya dengan Arman berjalan dengan lancar dan Arman mau memenuhi tuntutan-tuntutan, Fatki,â sahut Mas Nanang.âAamiin ... iya, Pakde akan selalu doakan Fatki yang terbaik dan dimudahkan juga dilancarkan segala urusan.ââTerima kasih Pakde.ââSama-sama, Nak. Kamu juga jangan putus doa agar Allah mem
đ¸đ¸đ¸Malam ini aku menyimpan kembali berkas surat pernyataan yang tadi ditandatangani dan dibuat oleh Mas Arman. Lama aku memperhatikannya. Tulisan tangan ini seperti tulisan tangan yang ada di setiap catatan kecil yang terselip pada bunga mawar yang dikirimkan padaku.Mungkinkah Dia orangnya? Akan tetapi kenapa harus dia? Ini di luar ekspektasiku dan aku sama sekali tidak pernah menyangkanya. Lalu untuk apa dia mengirimkan itu padaku? Adakah Maksud lain?Aku turun ke bawah mengorek-ngorek tong sampah mencari catatan kecil yang selalu dibuang oleh Susanti di sana.âCari apa Mbak? Sudah kayak tikus aja ngorek-ngorek tong sampah,â tanya Susanti rupanya dia masih dia masih setia nyetrika baju yang sudah kami jahit tadi.âAda nanti kalau ketemu aku kasih tahu kamu.ââAh, bikin penasaran saja cepat katakan. Mbak Fatki, cari apa?ââ Catatan kecil di setiap kiriman bunga mawar yang kita terima itu.ââOh, itu ya, sih, memang aku buang ke tong sampah itu, tapi tong sampahnya juga barusan a
[Mbak Fatki, lihat nih Mas Arman lagi mabok. Sudah dipukul dibangunin sudah disiram air comberan juga, tetap saja tidak sadar.âAku kira Reni yang membalas WA ternyata pesan baru dari Citra.[Kenapa muka Mas Arman juga babak telur begitu, Cit?] tanyaku penasaran.[Dugebukin warga Mbak, tadi dia itu nyawer terus nggak mau ngasih uang saweran malah nantangin MC biduan itu, jadi deh, Mas Arman digebukin.][Emang nyawer Di mana? acara apaan?][Tetangga sebelah gang loh, Mbak. Acara nikahan. Mas Arman tuh, tadi ikut joget di panggung. Tapi, enggak mau bayar malahan nantangin MC-nya, makanya pada emosi terus Arman digebukin. Juga mereka semua itu dalam keadaan mabuk.][Owalah, itu istrinya nyariin dia marah-marah sama Mbak. Dikiranya Mas Arman itu disumpetin sama Mbak. Bilang aja sama si Reni, kalau Mas Arman lagi mabok biar dia yang menjemput sendiri suaminya itu.][Iya, Mbak, nanti aku bilang ke Reni. Aku ini ngirim ke Mbak karena yang ada Mas Arman itu nyebut-nyebut nama Mbak terus,
âLah, ya, sudah deh, siapa pun itu semoga saja orang baik yang dikirimkan kok Allah untuk Mbak Fatki sebagai gantinya Mas Arman.ââMikitny, kamu kejauhan deh, San! Aku aja belum mikirin ke sana yang aku pikirkan itu sekarang adalah gimana caranya memajukan usaha kita ini dan gimana caranya agar sidang perceraianku itu berjalan dengan lancar. Kamu tahu sendiri kan, Mas Arman itu biang kerok ini barusan aja Citra WA kalau Mas Arman itu main judi. Uang yang dipinjam dari Mbak tadi pagi dipakainya judi sudah gitu dia dipukul pakai palu kepalanya sampai bocor sama Intan, sekarang mereka lagi ke rumah sakit.ââWaduh, seru tuh, Mbak. Ah, Intan, sih, enggak ngajak-ngajak aku. Kepingin juga tuh aku kasih bogem kepalanya Mas Arman pakai batu bata biar tambah benjol biar otaknya itu bisa berpikir jernih.ââHuuss! Kamu itu kalau ngomong sembarangan! Kamu kalau mukul orang tanpa alasan juga itu bisa kena pasal Susanti. Sudah ayo, tidur, aku ngantuk banget besok kita tuh harus finishing semua pes
âMbak-Mbak, itu securitynya sudah datang. Udah ngusir Intan sama Reni,â kata Susanti, dia masih setia berdiri di jendela.âYa, sudah San, kalau udah ada security aman tutup lagi jendelanya. Ayo, kita ttidu!âIntan dan Reni tidak terima diusir oleh security dia terus saja mengumpat dan mengata-ngataiku sebagai manusia super tega tidak punya hati dan juga manusia berhati iblis.[Belum kaya sudah sombong kamu Mbak Fatki, ruko nyewa aja gayanya selangit tidak mau menolongku sama sekali. Awas aja aku akan buat penghitungan denganmu. Kamu benar-benar manusia tidak berguna Mbak, tidak bisa menolong orang lain! Aku doakan kamu itu tidak akan pernah dapat pelanggan jahit lagi biar kamu tahu rasa dan ikut merasakan betapa susah dan sakitnya orang ketika tidak punya uang seperti yang sedang aku dan keluargaku alami saat ini.]Terserah saja Intan kamu mau ngomong apa yang jelas saat ini tidak akan aku beri, meski kamu memohon padaku.Kembali kublokir nomor WA-nya Intan agar dia tidak menggangguk
Happy reading everyone â¤ď¸đ¸đ¸đ¸âBukan! Intan mau minta duit sama Mbak, itu dia kirim Wa ke Mbak, maki-maki karena enggak dibukain pintu. Katanya Mbak ini sombong enggak mau ngasih pinjaman uang ke dia padahal dia lagi butuh banget.âWaduh, terus kalau sampai dia tahu sekarang Mas Arman ada di sini lagi bisa-bisa jadi masalah.ââMakanya itu Susanti, Mbak enggak mau buka pintu. Biarin aja kita tutup sampai Mas Arman dibawa pergi sama security. Ya sudah lebih baik kita bikin sarapan setelah itu kita jahit sebentar nanti jam 11.00 siang kita berangkat ke pasar cari kain borkat untuk ustazah Zahra.âSiap, Bos! Alhamdulillah akhirnya aku merasakan sibuknya menjadi wanita karir,â ujat Susanti girang. ***Siang ini begitu terik, ketika tiba-tiba seseorang menghampiriku dengan kasar lalu menarik jilbab yang aku kenakan.Serangan yang tidak seimbang membuatku jatuh tumbang. Aku tidak kenal dia siapa tiba-tiba saja dia menarikku dan mempermalukan aku di depan umum.Aku coba-coba mengingat-in
Setelah peristiwa memalukan di pasar tadi aku dan Susanti lebih memilih untuk lebih waspada. Takutnya ada serangan susulan dan itu akan sangat merugikan kami.Tangan kanan kiri kami menenteng plastik besar hasil berburu kain hari ini. Kalau mereka kembali menyerang itu artinya kami sulit melawan.Aku sampai pesan jasa kurir online untuk membawa belanjaan kami.Berburu kain beda pasar dan itu tempatnya lumayan jauh dari ruko kami. Kalau tidak macet menempuh jarak perjalanan sekitar 35 menitan dan kalau macet bisa 1 jaman lebih.âAku tidak bisa tinggal diam akan aku adukan pada Mbak Wulan,â gerutu Susanti.âJangan sekarang, San. Mas Fawas dan calon istrinya tinggal hitungan hari mau nikah kalau kita main adu begitu saja rasanya kurang etis. Lagi pula siapa yang mau percaya sama kita. Kan, kita ini hanya orang lain yang kebetulan bisa kenal baik dengan para sultan itu. Kita harus jaga hubungan baik kita. Ingat, San, kita ini hanya wong cilik yang pasti akan kalah kalau main adu-aduan beg
Bruk!Intan jatuh. Dia berteriak kesakitan.âKurang ajar kamu, Mbak, Fatki!â umpatnya. Beberapa orang yang lewat menolong Intan. Pasti mereka mengira Intan kecelakaan.âAduh, sakit! Hati-hati Pak, kakiku kena knalpot!â teriak Intan.âTunggu di sini Mbak, aku juga mau nolongin Intan,â ucap Susanti.Eh, tumben itu anak mau berbaik hati.Tapi, tunggu dulu, kok, Susanti lepasin sandalnya?âAau, sakit, Pak, kakiku sepertinya keseleo!â teriak Intan lagi.âAaa!âSaat teriak itulah Susanti memasukkan sendal miliknya ke mulut Intan. Spontan aksinya membuat semua orang heran.âMakan ini sendal bulukku Intan! Gimana rasanya? Enak, kan? Ini sendal tadi sudah aku pakai jalan jauh dan juga sudah nginjek tai kucing!â ucap Susanti.Intan berontak, tapi tenaga Susanti jauh lebih kuat. Mulut Intan dimasukin sendal Susanti sambil ditekan-tekan.âEh, Mbak, apa-apaan ini, kok, malah gitu!â ujar Mas-mas yang nolongin Intan, dia mencekal tangan Susanti.âDiam kamu, Mas! Apa mau aku sumpel juga mulutmu pakai
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.âAbang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. âKamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!â usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu âkan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.âCepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!â usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.âLepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!â bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.âKamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!â Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.âDasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!â teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja âtoh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. âWah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!â kata Kak Siwi lagi. âKalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,â jawabku. Kak Siwi bengong.âDasar nggak waras! LAWANG!â umpat Kak Siwi.âKok, orang gila ngatain gila, sih!â kataku lagi.âDiam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!ââEnggak takut! Lakuin aja kalau bisa,â jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.âMak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. âHalo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,â sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.âEh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?â kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.âApa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!â protesku.âAku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!â jawabnya.âOh ... iya? Yakin?â jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.âAww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!â jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.âDuh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!â ucapku.âEmph! Emph!â Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.âKenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. âOo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!ââDokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!ââNamanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!ââAmit-amit naâuzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.ââSekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!ââIya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!ââPelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!ââIya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!ââIya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!ââJangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!ââPendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!ââMakanya itu harus belajar adab juga.ââDokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. âKurang ajar kamu, ya, Kayla!â Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.âAww! Sakit-sakit! Lepaskan!â teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.âMbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!â seru para suster.âRasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,â makiku pada Risa.âKamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!â Risa masih saja playing victim.âOoh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!â kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.âAww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!â teri
POV Kayla. âKayla, tolong panggil suster untuk membantuku!â pinta Bang Daffa.âMales, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!â tolakku sinis.âAstaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!â pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.âNah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!â seruku.âKayla, cepat bantu sini! Tolong ini!â pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.âApaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,â jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.âDasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. âPak, hei jangan mati dulu!â seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.âPaaakk!â Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.âPak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?âKulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p