Mungkinkah orang itu yang setiap hari meletakkan bunga mawar di depan Ruko? Dia celingukan ke kanan dan ke kiri. Lalu mondar-mandir seperti setrikaan dan kemudian pergi. Aku segera memanggilnya. Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini aku harus tahu dia itu siapa dan apa maksud tujuannya memberikan bunga mawar itu apa serta untuk siapa bunga itu. “Hai, Mas! Tunggu jangan lari!” teringgku. Orang itu melihat ke arahku lalu sekuat tenaga melarikan diri ke arah selatan. Pintar juga dia lari ke arah selatan karena itu bagian belakang ruko ini dan aku tidak bisa melihatnya. “Ada apa Mbak kok, teriak?” tanya Susanti seraya menghampiriku. “Mbak melihat siapa yang sudah menaruh bunga mawar di depan pintu ruko kita, San, tapi sayangnya dia memakai hoodie dengan kepala tertutup, jadi Mbak benar-benar tidak bisa melihat wajahnya sudah gitu dia juga pakai kacamata hitam, tapi dari postur tubuh dan gerakan tubuhnya mbak sepertinya paham dan sangat tidak asing.” “Seperti dugaanku, Mbak,
Happy reading everyone ❤️🌸🌸🌸“Astaghfirullahaladzim ... kalian ini kenapa ribut ribut sekarang lagi dalam masa duka, tapi otak kalian itu enggak mikir!” teriak Paman Tohir memarahi Ika dan juga Ibu.“Aku tidak akan ribut begini kalau dia tidak ada dia di sini dan tidak merusak kebahagiaanku!” jawab ibu dengan lantang.“Kebahagiaan apalagi? Sudah- sudah jangan ribut! Bikin malu saja! Ayo, aku bantu kamu untuk salin bajumu basah. Kamu bisa sakit.” Bibi bermaksud menolong Ika, tapi Ika malah mendorong bibi hingga beliau terjatuh. Citra marah pada Ika.Plak!Plak!“Perempuan sepertimu tidak pantas dikasihani,” ucap Citra.Lalu Citra menolong bibi dan membawanya masuk sedang Ika masih saja berdiri diam tatapan matanya nyalang seolah menantang ibu mertuaku.“Sudahlah Bu, ayo masuk! Enggak usah diladeni si Ika. Kita enggak usah lagi mau tahu tentang dia. Aku pun sudah jijik dengan dia,” sahut Mas Arman lalu mengajak ibu masuk ke dalam.“Dan kamu perempuan menjijikan, jangan pernah lagi
“Oh ... baiklah silakan Mas Juna. Terima kasih atas bantuannya,” jawab Pak RT.“Mbak apa kita sudah boleh pulang aku kepingin pipis,” tanya Susanti.“Sepertinya belum karena Pak Herman belum datang ke sini. Kalau mau pipis sana ke kamar mandi.”“Enggak berani Mbak, aku takut. Kan, yang punya rumah baru meninggal aku takut dihantui.”“Enggak usah lebay gitu, Deh, San! Mana ada orang yang meninggal itu bisa menghantui. Yang jadi hantu itu setan dan Jin. Bukan orang yang sudah meninggal,” jawabku kesal lalu mengantar Susanti ke kamar mandi.Saat memasuki dapur aku melihat Reni sudah membereskan semuanya seorang diri dan sedang mencuci piring. Aku diam saja tanpa menegurnya dan tidak ada niatan sama sekali untuk membantunya.Tumben sekarang ini rajin mungkin karena tidak ada orang lagi yang bisa diperintah di sini, jadi Reni berinisiatif untuk membersihkannya.“Itu Reni lagi cuci piring lihat aku, tapi enggak mau negur,” keluh Susanti.“Biarin aja enggak usah digubris malah aman begitu
Mungkin ini cara Tuhan melepaskan aku dari kehidupan mereka jika aku masih bersama dengan mereka tidak hanya lahir dan batin yang membuatku tersiksa, tapi juga sanksi sosial.Karena bagaimana pun kelakuan ibu dan juga bapak mertua pasti dicap sesuatu yang tidak bagus oleh masyarakat sekitar dan itu sangat berpengaruh pada kehidupan kami sehari-hari.~k~u🌸🌸🌸Kini aku dan Santi sedang menghadiri acara pertunangan Mbak LintangSubhanallah .... pemandangannya sangat bagus dengan dekorasi-dekorasi mewah. Makanannya pun enak-enak. Sejak tadi mulut Susanti tidak diam mengunyah. Mencoba aneka makanan di sini.Bu Hajah Halimah dan keluarganya tadi menyambut kami meski, tidak mengajak ngobrol karena banyaknya tamu undangan yang harus disambut.Ini kalau di kampungku namanaya hajatan nikahan karena sangat mewah. Aku jadi berpikir bagaimana nanti acara pernikahannya? Pasti lebih mewah dari ini.Aku dan Susanti mengucapkan selamat pada Mbak lintang dan calon suaminya. Mereka tersenyum lebar m
Aku bingung harus berbuat apa di saat aku ingin melupakan dan memulainya dengan lembaran yang baru ada saja yang mengganjal pikiranku dan seakan menghambat jalanku.Pembayaran BPJS tunggakan dengan penambahan jumlah anggota keluarga yang baru rentu saja tidak sedikit dan uang tabunganku pun tidak cukup belum lagi harus bayar dendanya. Aku susah payah mengumpulkannya berhemat demi membangun usahaku membayar kekurangan ruko ini. Terus harus aku bayarkan BPJS untuk membantu Mas Arman? Apakah dia tidak berpikir? Dia itu laki-laki kenapa dia selalu berpangku tangan kepadaku?Dulu dengan sombongnya ibu mertua bilang jika aku mau meninggalkan masa Arman tinggal pergi saja dia bisa hidup tanpa aku. Buktinya apa? Baru begitu saja sudah berkeluh kesah padaku merengek meminta bantuan.Bukan aku bermaksud hati tutup mata menjadikan pandanganku ini seperti mata ikan asin yang melihat, tapi tidak peduli pada keadaan sekitar.Bukan seperti itu jika aku terus membantu Mas Arman kapan dia bersikap
“Iya, Ustazah siap! Nanti kalau kurang aku tambah lagi, tapi kalau aku dikatain ndeso gimana? Karena makanan yang aku makan habis tidak tersisa di piring.?” “Justru itu yang bagus. Karena itu tidak mubazir. Setan suka dengan orang yang mubazir. Bahkan Rasulullah makan itu benar-benar bersih sampai sela-sela jarinya pun dijilatinya. Itu bukan ndeso, itu kita menghidupkan sunnah kalau ada orang yang bilang begitu biarkan saja kita cuekin,” ucap ustazah lagi. Kemudian kami antre mengambil makanan aku mengambil makanan besar Begitu juga dengan Susanti. “Susanti tumben amat kamu diam saja ada apa?” “Enggak ada apa-apa Mbak, Aku sedang merenungi ucapan ustazah.” “Hem, tumben amat merenungi ucapan Ustazah biasanya aja kalau ngaji tidur,” candaku. “Itu, kan, biasanya kalau sekarang ini luar biasa otakku sedang jernih jadi aku tidak tidur.” “Alhamdulillah ... kalau begitu. Semoga kamu begini selamanya ya? Selalu menelaah apa yang diucapkan oleh guru agama kita.” “Aamiin makanya doakan
🌸🌸🌸Pagi yang cerah menyapa. Hangatnya sinar mentari masuk melalui ventilasi jendela. Aku dan Susanti sudah bergelut dengan mesin jahit sejak selesai tahajud semalam, meski ngantuk tapi aku tetap semangat karena target uang yang aku kumpulkan untuk aku bayarkan kepada Hajah Halimah sebentar lagi akan cukup.Aku benar-benar selut dengan Susanti dia semangat kerjanya benar-benar patut diancungi jempol.“Fatki, Mas Nanang nemu ini di depan pintu masuk. Ada kartu ucapannya. *Masih tetap semangat, kan?* Ini dari siapa?” tanya Mas Nanang menghampiriku ke atas.“Oh, iya, Mas, sudah tidak kaget lagi ini sudah mawar ke 5 yang dikirim untukku eh ... maksudnya entah untuk siapa yang jelas dikirim ke sini.”“Oh, jadi mawar-mawar yang ada di meja sofa kamu itu dapat kiriman dari orang?” tebak Mas Nanang.“Iya, betul sekali. Anda berhak mendapatkan hadiah voucher belanja es balon sebesar 500 perak,” gurauku pada Mas Nanang.“Hem ... ogah amat! Besok belanja sendiri juga bisa,” jawab Mas Nanang
🌸🌸“Fatki, ingat pesan Ibu. Jangan sampai hanya karena uang semata kamu jadi manusia tegaan dan tidak lagi mau berbuat baik,” ucap ibuku.Aku tahu ibu masih saja merasa kasihan dan tidak enak pada mantan besannya itu. Tapi, beliau tidak berani bicara terang-terangan padaku.“Iya, Bu. Aku tahu batasan mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak. Mas Arman harus dikasih pelajaran kalau tidak benar kata Mas Nanang tadi dia akan terus merong-rong padaku. Ibu lebih tidak tega pada Mas Arman atau padaku? Kok, Ibu malah membela Mas Arman?”“Bu—kan begitu, Nak. Ada yang Ibu khawatirkan lebih dari itu. Kamu perempuan dan di sini sendirian. Kalau Arman dendam maka dia akan berbuat nekat padaku. Itu yang Ibu khawatirkan. Ibu takut terjadi sesuatu padamu. Ibu tidak mau kehilangan kamu.”“Insya Allah aman, Bu. Mas Arman bebas bersyarat tentu dia tidak akan berbuat yang tidak-tidak yang akan merugikan dirinya sendiri. Apalagi sekarang ibunya sakit pasti dia akan memikirkan nasib ibunya juga.”“Or
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p