Tindakannya itu bukan hanya saja membahayakan orang lain, tetapi juga membahayakan dirinya sendiri.Aku yakin ibu dan bapak di rumah tidak tahu apa yang Mas Arman lakukan di sini. Biarkan saja mereka akan mendapatkan kabar langsung dari pihak Kepolisian nanti. Semoga saja mereka semua tidak pingsan.Setelah keadaanku dan Susanti tenang kami diantar bapaknya Susanti dan beberapa warga ke kantor polisi yang memang jaraknya tidak terlalu jauh dari sini hanya sekitar 5 kilo meter saja.“Pak motor kita gimana? Apa tidak hilang?” tanya Susanti. Ya Tuhan, aku sampai lupa bahwa tadi kami meninggalkan motor Susanti di tengah jalan.“Motor aman, San. Sudah diamankan oleh Kevin. Untung saja tadi motormu ada di sana kalau tidak kami tidak bisa menemukan petunjuk kamu ada di mana, Nak, HP Bapak tertinggal karena terburu-buru dan panik,” jawab bapaknya Susanti.“Motor itu menyusahkan Pak, padahal baru aku isi bensin 2 hari yang lalu kok, sudah habis,” ucap Susanti lagi.“Ini bocah, gila apa waras,
🌸🌸🌸“Mbak Fatki, bangun! Hari ini kita ke ruko atau tidak? Ini sudah hari Sabtu besok pesanan Mbak Wulan akan diambil,” teriak Susanti tepat di kupingku.“Jam berapa sekarang, San? Mataku masih ngantuk sekali.”“Sudah jam 8 pagi tahu, Mbak!”“Apa! Ya ampun Susanti. Kenapa kamu tidak bangunin aku dari tadi?” teriakku kesal.“Sudah keleeeess ... Mbak, aja yang nggak mau bangun! Itu HP alarm volume sudah kayak TOA masjid tetap aja enggak mau bangun,” jawab Susanti.“Ya Allah berarti aku lelah sekali Susanti. Aku ngantuk sekali, boleh tidak aku tidur satu jam lagi?”“Enggak boleh! Cepetat ayo, bangun, Mbak! Sana mandi, ingat Mbak, kita ini bukan di ruko, tapi di rumah bapakku.”“Astagfirullah ... iya, juga ya? Ayo, bangun Fatki! Please! Bangun please!” ucapku sendiri mengsugesti alam bawah sadarku.“Mbak Fatki lucu, deh! Lihat tuh, ada banyak sekali panggilan tak terjawab di HP Mbak Fatki, tetep aja enggak bangun padahal volumenya lhhoo udah macam TOA Masjid. Itu kuping apa cantelan wa
“Tapi, memang benar sih, kalian ini kan, mirip tinggal di hutan. Rumah saja jelek banyak tanaman, kotoran ayam. Ya wajar saja kalau kami tidak salam,” ujar Reni lagi.Dasar pembohong tadi bilangnya salam sekarang lain lagi memang mulut Reni dan ibu ini tidak ada yang bisa dipercaya. Ya Allah kenapa engkau pertemukan aku dengan mereka? Beginikah cara-MU Mencintaiku ya Allah? Sangat- sangat membuatku hampir putus asa.“Pergi atau tangan Ibu aku patahkan!” Ancamku sekali lagi. Ibu ini luar biasa hebat meskipun sudah berteriak kesakitan tetap saja melawan.“Lepaskan dulu tangan Ibu, Fatki! Ibu mau bicara padamu,” ucap ibu lagi.Kuhempaskan tangan ibu sampai beliau hampir tersungkur jatuh. Jika saja dia tidak berpegangan pada tiang kayu di depannya sebagai penyangga atap teras rumahnya Susanti.“Benar-benar menantu durhaka. Kurang ajar!” gerutu ibu Mas Arman.“Cepat katakan apa yang mau Ibu mau dariku?”“Ibu mau kamu cabut laporan di kantor polisi. Kasihan Arman masa anak kesayangan Ibu h
~K~U🌸🌸🌸“Mbak Fatki lihat apa yang aku temukan!” teriak Susanti saat ini dia sedang menyapu halaman depan ruko.“Berisik, San! Jangan ganggu Aku sedang pasang payet baju milik Mbak Wulan. Konsentrasiku buyar sedikit saja semuanya akan menjadi kacau paham kamu?” jawabku tanpa menoleh sedikit pun pada Susanti.Aku tidak akan membuat kecewa pelangganku apalagi Mbak Wulan termasuk pelanggan yang istimewa karena di baru dan dia satu-satunya orang paling kaya di sini yang menjahit dan mempercayakan baju pestanya padaku.“Mbak, lihat ini aku nemu di balik tong sampah pojok,” ucap Susanti seraya memberiku setangkai bunga mawar warna merah terselip catatan Kecil di dalamnya.*Tetaplah tersenyum*Hanya itu tulisannya. Aku dan Susanti saling berpandangan tidak ada inisial apa pun di dalamnya dan juga tidak ada petunjuk bahwa bunga mawar ini untuk siapa.“Aku tahu Mbak, mungkin ini dari Mas Karman semalam, ya, enggak sih,” tebak Susanti.“Kayaknya bukan deh, San. Mas Arman itu tipe orang yan
Assalamualaikum selamat pagi semua Alhamdulillah, Fatki tayang lagi. Yang belum follow, yuk, bantu follow akunku! Wajib komentar dan like ya, biar aku semangat nulisnya.Happy reading ❤️🌸🌸🌸Pagi ini aku dikejutkan kembali dengan adanya bunga mawar yang tergeletak begitu saja di depan pintu.Bunga mawar ini masih baru karena masih ada jejak sepatu di sekitarnya. Pasti orangnya belum lama meletakkannya di situ. Semalam hujan lebat, jadi sepatu itu menginjak lumpur dan meninggalkan jejak.Lagi-lagi tidak ada inisialnya dari siapa dan untuk siapa. Hanya ada tulisan *tetap semangat*.Aku jadi nostalgia di masa lalu saat sekolah SMA, tapi aku sadar diri aku tidak boleh terbuai. Walau bagaimana pun sekarang ini aku tidak bisa bebas karena perceraianku masih berproses dan statusku pun belum jelas. Secara agama talak yang diucapkan oleh Mas Arman tidaklah sah karena dia mengucapkan itu dalam keadaan emosi dan marah.Akan tetapi, aku sebagai wanita bisa mengajukan perceraianku karena aku
“Assalamualaikum ... selamat pagi Mbak Fatki?” Aku balik badan lalu menjawab salam tersebut. Ternyata Ustazah Zahra yang datang bersama Mas Fais.“Wa’laikumsalan ... Masya Allah Ustazah. Apa kabar?” jawabku ramah lalu cipika-cipiki dan mengatupkan kedua tanganku di dada sebagai tanda salamku pada Mas Fais.“Alhamdulillah ... kabar Ustazah baik. Ini Ustadzah ke sini mau jahit baju loh, kamu banyak jahitan enggak karena Insya Allah mau Ustazah pakai 10 hari lagi dan ini banyak sekali untuk 2 keluarga.”“Insya Allah bisa Ustazah ... kan, ada Susanti yang bantu aku. Mari masuk dulu,” tawarku.“Alhamdulillah ... Ini Ustazah ikut senang ternyata kamu bisa mandiri. Jangan lupa selalu berangkat ngaji, meski kamu sibuk sempet-sempetin ibadah sempet-sempetin menuntut ilmu ya, Nak?” Nasehat ustazah.“Iya, Ustazah ... Insya Allah, aku sempetin datang ngaji.”“Loh, kok, Mas Faisnya enggak ikut masuk Ustazah?” tanyaku seraya mengamati Mas Fais yang malah berdiri berkacak pinggang di depan rukoku.“
~k~u 🌸🌸🌸Buku nikah sudah siap. KTP sudah siap. Kartu keluarga sudah siap. Bukti-bukti lain sebagai pelengkap pengajuan perceraian pun sudah siap.Bukti terlampir harta gono gini yang aku siapkan juga sudah siap. Bukan harta gono-gini lebih tepatnya adalah tanahku yang di tempati oleh Mas Arman dan keluarganya.Tak lupa juga aku melampirkan bukti penghasilan Mas Arman karena aku akan menuntut nafkah iddah padanya.Ponselku kembali berdering seperti memanggil-manggilku untuk segera mengangkatnya. Setelah kulihat ternyata nomor ibu dan juga nomornya Mas Arman. Biarkan saja aku sudah siap pergi dan sudah memesan ojek untuk mengantarkanku ke kantor pengadilan agama.“Doakan Mbak, ya, Susanti. Semuanya berjalan lancar. Mbak berangkat dulu itu ojeknya sudah ada di depan,” pamitku pada Susanti yang sedang fokus memotong kain.“Hah? Mbak mau ke mana? Kok, rapi betul. Aku enggak diajak nih?” protes Susanti.Aku memang tidak memberitahunya akan pergi ke pengadilan agama makanya dia kaget.“M
🌸🌸🌸 Aku sudah minta tolong pada kang ojek yang mengantarku jikalau nanti terjadi sesuatu padaku untuk membantu. apabila nanti mas Arman dan keluarganya bikin onar di sana. Meski terlihat bingung, tapi Kang Ojek mengiyakan saja. Memasuki deretan ruko yang kuhuni gerombolan keluarga Mas Arman sudah kelihatan. Ada yang duduk di emperan ruko ada juga yang mengetuk-ngetuk rolling door ruko. Tentu saja yang mengetuk-ngetuk-ngetok rolling door itu adalah Mas aman dan bapak seraya memanggil-manggil namaku. Aku turun dari motor dengan elegan di depan mereka. Mas Arman terburu-buru menghampiriku dan mencekal tanganku. “Berani kamu sentuh dan lukai aku penjara menantimu, Mas! Ancamku. “Fatki, kami di sini ingin bicara baik-baik kepadamu,” sela bapak. “Maaf Pak, sudah tidak ada yang perlu dibicarakan dengan baik-baik lagi. Bapka tidak ada di posisiku dan Bapak tidak tahu apa yang sudah anak Bapak lakukan padaku kemarin malam, jadi ya, wajar saja sebagai seorang Bapak tetap membela ana
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p