“Assalamualaikum ... selamat pagi Mbak Fatki?” Aku balik badan lalu menjawab salam tersebut. Ternyata Ustazah Zahra yang datang bersama Mas Fais.“Wa’laikumsalan ... Masya Allah Ustazah. Apa kabar?” jawabku ramah lalu cipika-cipiki dan mengatupkan kedua tanganku di dada sebagai tanda salamku pada Mas Fais.“Alhamdulillah ... kabar Ustazah baik. Ini Ustadzah ke sini mau jahit baju loh, kamu banyak jahitan enggak karena Insya Allah mau Ustazah pakai 10 hari lagi dan ini banyak sekali untuk 2 keluarga.”“Insya Allah bisa Ustazah ... kan, ada Susanti yang bantu aku. Mari masuk dulu,” tawarku.“Alhamdulillah ... Ini Ustazah ikut senang ternyata kamu bisa mandiri. Jangan lupa selalu berangkat ngaji, meski kamu sibuk sempet-sempetin ibadah sempet-sempetin menuntut ilmu ya, Nak?” Nasehat ustazah.“Iya, Ustazah ... Insya Allah, aku sempetin datang ngaji.”“Loh, kok, Mas Faisnya enggak ikut masuk Ustazah?” tanyaku seraya mengamati Mas Fais yang malah berdiri berkacak pinggang di depan rukoku.“
~k~u 🌸🌸🌸Buku nikah sudah siap. KTP sudah siap. Kartu keluarga sudah siap. Bukti-bukti lain sebagai pelengkap pengajuan perceraian pun sudah siap.Bukti terlampir harta gono gini yang aku siapkan juga sudah siap. Bukan harta gono-gini lebih tepatnya adalah tanahku yang di tempati oleh Mas Arman dan keluarganya.Tak lupa juga aku melampirkan bukti penghasilan Mas Arman karena aku akan menuntut nafkah iddah padanya.Ponselku kembali berdering seperti memanggil-manggilku untuk segera mengangkatnya. Setelah kulihat ternyata nomor ibu dan juga nomornya Mas Arman. Biarkan saja aku sudah siap pergi dan sudah memesan ojek untuk mengantarkanku ke kantor pengadilan agama.“Doakan Mbak, ya, Susanti. Semuanya berjalan lancar. Mbak berangkat dulu itu ojeknya sudah ada di depan,” pamitku pada Susanti yang sedang fokus memotong kain.“Hah? Mbak mau ke mana? Kok, rapi betul. Aku enggak diajak nih?” protes Susanti.Aku memang tidak memberitahunya akan pergi ke pengadilan agama makanya dia kaget.“M
🌸🌸🌸 Aku sudah minta tolong pada kang ojek yang mengantarku jikalau nanti terjadi sesuatu padaku untuk membantu. apabila nanti mas Arman dan keluarganya bikin onar di sana. Meski terlihat bingung, tapi Kang Ojek mengiyakan saja. Memasuki deretan ruko yang kuhuni gerombolan keluarga Mas Arman sudah kelihatan. Ada yang duduk di emperan ruko ada juga yang mengetuk-ngetuk rolling door ruko. Tentu saja yang mengetuk-ngetuk-ngetok rolling door itu adalah Mas aman dan bapak seraya memanggil-manggil namaku. Aku turun dari motor dengan elegan di depan mereka. Mas Arman terburu-buru menghampiriku dan mencekal tanganku. “Berani kamu sentuh dan lukai aku penjara menantimu, Mas! Ancamku. “Fatki, kami di sini ingin bicara baik-baik kepadamu,” sela bapak. “Maaf Pak, sudah tidak ada yang perlu dibicarakan dengan baik-baik lagi. Bapka tidak ada di posisiku dan Bapak tidak tahu apa yang sudah anak Bapak lakukan padaku kemarin malam, jadi ya, wajar saja sebagai seorang Bapak tetap membela ana
“Tidak! Aku tidak mau pergi dari sini sampai kapan pun! Sampai kamu mengabulkan permintaanku, Dik?” ucap Mas Arman.Tanpa pikir panjang lagi susah payah aku lepas dari genggaman Mas Arman. aku segera meraih selang air yang dihubungkan ke kran yang biasa Susanti dipakai untuk mencuci motornya.Kusemprotkan air itu pada tubuh Mas Arman. Dia gelegapan karena aku yakin dia meminum air keran itu.Mas Arman berdiri dan hendak merebut selang air itu dariku.“Pulang Arman! Jangan mengemis cinta begitu! Ayo, pulang! Kamu sudah ditolak mentah-mentah. Dirimu sudah diinjak-injak ini sekarang menyemprot lihat ini bajumu basah!” Ibu pun ikut membentak Mas Arman.“Dan kamu, Fatki. Aku yakin hidupmu akan menderita!” Ibu menarik tangan Mas Arman untuk pergi dari sini. Kemudian mereka pergi begitu saja dari sini. Berbeda dengan bapak mertuaku, dia tetap ada di sini. Begitu pun dengan Ika. Dia sudah seperti ekornya bapak ke mana pun bapaknya pergi dia akan tetap ikut.Rolling dor dibuka oleh Susant
“ Istighfar, Susanti anggap aja itu sebagai penggugur dosa kita. Hinaan dan cacian orang lain pada kita memang sangat menyakitkan hati kita, tapi kalau kita bisa bersabar kita bisa menemukan kebahagiaan tersendiri dan kita juga tentunya panen pahala. Kamu tahu orang yang selalu dihina orang lain justru derajatnya lebih tinggi dan peluang untuk sukses pun jauh lebih cepat dibandingkan dengan orang yang selalu menghina kita. Balas aja dengan doa pasrahkan kepada Allah biarkan Allah yang akan membalasnya,” sahutku menasihati Susanti.Memang sangat sakit ketika kita dihina orang lain, tapi jika kita saling balas menghina yang ada masalah dan bertambahnya runyam.“Tapi kesal Mbak, sekali-kali memang mulut mereka itu harus disumpel. Bila perlu pakai batu jalanan tuh, batu kerikil yang disiram aspal panas!” omel Susanti.“Iyalah, iya, terserah kamu, Susanti ... yang penting jangan berlarut-larut. Ingat kita harus tetap jadi orang baik.”“Iya, Mbak, jadi orang baik, jadi orang baik, jadi oran
🌸🌸🌸Jujur saja aku sangat sedih kehilangan bapak mertua dan ini benar-benar tidak aku sangka sama sekali.Bapak mertua yang tadi sore datang ke sini dengan memaksa aku untuk meminjamkan uang kepadanya tidak aku kasih lalu tiba-tiba malam ini aku mendengar beliau sudah tidak ada.Ternyata ajal sedekat itu dengan kita.Kita akan pernah tahu kapan kematian itu menghampiri kita. Semoga bapak mertuaku diampuni segala dosa-dosanya diterima semua amal ibadahnya dan dilapangkan kuburnya.Tadi sore, aku sangat kesal pada bapak mertua karena beliau memaksa untuk meminjam uang padaku.Akan tetapi setelah mendapat kabar duka ini aku tiba-tiba menyesal kenapa di detik-detik terakhir usianya aku tidak berbuat baik padanya.Masalah dibayar atau tidak kalau kasusnya seperti ini bapak meninggal dunia tentu saja aku mengikhlaskannya.Ya Allah ... maafkan aku tidak bisa berbuat baik pada bapak di hari terakhir usianya.Bapak mertua yang selama dua tahun ini aku kenal sebagai orang pendiam, patuh pad
“Benar yang kamu bilang, San. Tumben otak kamu benar kayaknya efek makan ayam KFC nih?” godaku“Ha ha ... Mbak ini ada-ada saja kan, aku ikut ngaji sama Ustazah Zahra, jadi tahu dong!”“Baik kalau begitu, aku mau kasih kabar ke Ibu dan juga kakakku dulu, supaya besok kita takziah ke sana rame-rame.”“Iya, Mbak, aku setuju. Ya, udah, Mbak Fatki makan dulu dari pada nanti sakit loh.”Kami makan berdua rasanya hambar, meski sebenarnya makanan ini sangat lezat. Pikiranku melalang buana kemana-mana menyesali tindakanku yang jahat tadi sore pada bapak mertuaku.Selesai makan aku langsung menelpon ibuku meski tidak dijawab-jawab, tapi aku tidak rela aku tetap menelepon beliau.Mungkin ibuku sudah tidur atau juga mungkin sedang berada di rumah kakakku. Karena tadi aku melihat status WA kakak iparku mereka sedang berkumpul di rumahnya dalam rangka acara pengajian rutin bulanan dan ibuku dijemput untuk ikut hadir.Aku bersyukur dan senang sekali. Ibuku bukan menjadi mertua yang jahat dan kami
Pakde, awalnya bingung kenapa aku dan Mas Arman tinggal terpisah, tapi setelah dijelaskan oleh ibu, beliau paham dan sama sekali tidak pernah menanyakannya lagi, hingga kami sampai di rumah Mas Arman.Rumah duka sudah ramai, tenda sudah dipasang. Ketika kami turun dari mobil hatiku langsung mencelos ada sesuatu lain yang berdesir di dalam sini rasanya kakiku untuk menapak tanah pun sangat lemas.Ketika kami datang tadi semua tetangga yang sudah berdatangan menoleh pada kami dan berbisik-bisik. Aku tahu mereka membicarakanku, tapi aku tidak mau ambil pusing aku fokus pada niatku datang ke sini.Tidak ada yang menyambut kami kecuali Paman Thohir dan anak-anaknya. Saat aku masuk ke ruang tamu jenazah sedang dikafani.Tidak ada satu anggota keluarga pun yang ikut mengkafani bapak.dari tadi aku juga tidak melihat Mas Arman entah ada di mana.Dari dalam kamar terdengar suara tangisan Intan dan juga Ika. Tidak ada suara tangisan dari ibu mertua. Entah ibu ada di mana. Aku tidak mau tahu.
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p