USAI KEPUTUSAN CERAI- Mas GantengAuthor's POV Pria itu memandang Tristan yang tengah mengambil foto untuk dua stafnya. Ingat bagaimana sahabatnya bercerita kalau rumah tangganya sedang tidak baik-baik saja. Aruna curiga dan Tristan mengakui di depan temannya itu, kalau sekarang ini dia sedang jatuh cinta pada stafnya sendiri.Memang Tristan tidak memberitahu siapa wanita itu, tapi perkataan tadi sudah cukup untuk menyindir sahabatnya.Dia juga lelaki, tapi tidak suka kalau ada suami yang mendua. Dirinya saja pernah terpaksa harus menikah dengan gadis pilihan mamanya, tapi tidak pernah di sentuhnya hingga mereka bercerai. Dia memang brengsek di masa lalu, tapi bukan karena selingkuh."Makasih, Pak," ucap Ani pada Tristan seraya menerima ponselnya yang disodorkan oleh si bos.Tristan kembali menghampiri temannya yang menunggu agak jauh, sedangkan Hilya dan Ani mencari tempat duduk di batu besar. Kembali menikmati suasana alam yang menawan dan segar.Angin lembut berembus, membawa ser
Bre menggerakkan kayu itu dengan hati-hati, mendorong bagian mulut lintah agar melepaskan gigitan. "Kita harus berhati-hati di daerah lembap seperti ini. Lintah sering berkeliaran di sekitar aliran air," ujarnya.Hilya hanya diam, masih merasa geli sekaligus jijik. Tak lama lintah itu akhirnya jatuh ke tanah. Ani buru-buru menendangnya jauh sebelum ia bisa merayap lagi ke arah mereka."Kaki Mbak sakit, nggak?" tanya Bre."Perih dan agak gatal, Mas.""Lepas sepatunya dan cuci lukanya. Tekan di bagian luka supaya darah berhenti," saran Bre."Sini, biar kugendong Rifky." Ani melepaskan gendongan dan mengambil Rifky. Hilya segera melepas sepatu dan melangkah ke aliran air diikuti oleh Bre. Sedangkan Tristan masih berdiri di sebelah Ani. Ia sengaja tidak mendekat. Jika Aruna sampai mendengar dirinya berusaha menolong Hilya, itu hanya akan menambah api dalam kecemburuan istrinya dan sangat berbahaya untuk Hilya."Cukup, Mbak. Darahnya sudah berhenti," kata Bre saat melihat area gigitan yan
Hilya segera bangkit dari duduknya dan melangkah ke arah penginapan Ririn. Belum sampai ke kamar itu, ia berpapasan dengan Tristan dan Bre yang keluar dari kafe. Mereka saling berpandangan, saling berhenti, dan Bre bertanya, "Bagaimana luka Mbak tadi?""Nggak apa-apa sih, Mas. Hanya agak nyeri. Ini saya mau minta obat ke Bu Ririn.""Iya, segera minum obat. Semoga lukanya tidak apa-apa.""Makasih ya, Mas."Bre mengangguk. Sedangkan Tristan hanya diam saja, karena ada Aruna yang menyusul dan berdiri di sebelahnya. Tatapan wanita itu begitu sinis pada Hilya. Namun Hilya tidak peduli dan mengetuk pintu kamar Bu Ririn. Kebetulan wanita itu tidak mengajak suaminya, hanya mengajak dua anaknya.Saat Hilya hendak kembali ke kamar, ia melihat Bre di antar Tristan ke mobilnya. Kemudian kendaraan itu bergerak pergi meninggalkan Resort Forest.🖤🖤🖤Jam dua siang para peserta family gathering bersiap-siap memasukkan barang bawaannya ke dalam bagasi bis. Kemudian dilanjutkan dengan acara penutupan
USAI KEPUTUSAN CERAI- Pertemuan Author's POV "Kalau dilihat dari profilnya, dia yang pegang perusahaan di Malang, Hil.""Iya.""Belum terhitung lama kantor cabang Malang dibuka. Ganteng loh dia. Ada keterangannya nggak di situ, dia jomblo apa sudah menikah?""Pasti sudah," jawab Hilya sambil fokus pada layar laptopnya. Kurang lebih seusia Tristan, pasti sudah menikah. Apalagi dia gagah, tampan, dan kaya."Oh, ya?" Ika ikut memperhatikan layar sambil terus mengunyah.Hilya melanjutkan makannya setelah mendapatkan gambaran sekilas tentang profil Hutama Jaya. Perusahaan yang didirikan oleh Hutama 42 tahun yang lalu. Sempat mengalami kemunduran sekitar delapan tahun yang lalu dan sekarang sedang berkembang pesat, terutama cabangnya yang di Malang.Dia masih kuliah saat Hutama hampir bangkrut. Hilya yang kala itu sibuk belajar dan mencari biaya kuliah, tidak tahu dengan kasus Bre yang sempat heboh di media sosial."Hilya, kamu hati-hati sekarang ini. Ada beberapa yang iri karena kamu na
Arham sadar, dirinya bagi Hilya sudah seperti bayangan masa lalu yang tak perlu diingat lagi. Luka yang ia torehkan begitu dalam dan tak tersembuhkan. Ia memperhatikan Hilya yang pergi meninggalkan mushola sambil membawa tas kecil berisi mukena.Lelaki itu hanya bisa menatap kepergiannya dengan tatapan kosong. Dadanya terasa sesak setiap kali bertemu Hilya. Ia semakin menyadari betapa bodohnya dulu. Yang menghancurkan rumah tangganya sendiri, meninggalkan wanita sebaik Hilya demi Atika.Dan kini ia terjebak dalam labirin kehidupan yang telah ia pilih sendiri."Lepasin aja Atika. Daripada kamu tersiksa dengan istri kayak gitu, toh Hilya juga belum nikah. Mungkin dia masih bisa memberimu peluang untuk kembali. Kalian juga punya Rifky," ujar teman dekatnya suatu hari.🖤🖤🖤"Unda, mau." Rifky menarik-narik kaus yang dipakainya dan minta ganti dengan kaus yang dipegang tangannya. Kaus baru dari sang papa."Besok ya, dicuci dulu." Hilya memberikan pengertian, tapi Rifky memaksa. Ah, sehar
Dia tidak tergoda dengan cumbuan panas dari istrinya. Sekarang tak lagi semembara dulu. Disaat mereka baru menikah secara diam-diam."Aku mau mandi." Arham melepaskan pelukan Atika pada lengannya. Tidak peduli pada sang istri yang kesal, Arham masuk kamar lalu mandi.🖤🖤🖤Ruang rapat terasa hening karena hanya ada Tristan dan Hilya. Tristan duduk di seberang meja, memperhatikan Hilya yang tengah menyiapkan dokumen untuk pertemuan dengan Hutama Jaya.Setiap memandang wanita itu, ada sesuatu yang mengusik pikirannya. Tentang perasaannya pada Hilya. Bukan karena wanita itu cantik. Kalau soal cantik, Aruna juga cantik, mulus, karena selalu melakukan perawatan mahal. Namun tidak berhasil menggetarkan hatinya, meski sudah hampir tujuh tahun mereka bersama. Melakukan hubungan biologis hanya sekedar untuk melepaskan kebutuhannya.Terkadang Tristan merasa bersalah dan itu tidak adil buat Aruna. Namun jika mengingat kejamnya mereka pada Zara, rasa bersalah itu pun sirna.Dia tertarik pada Hil
USAI KEPUTUSAN CERAI - Yang Terpendam Author's POV Tristan tersenyum. "Nggak usah tahu, Bre."Ya, itu juga tidak penting bagi Bre. Makanya Bre tidak menanggapinya lagi. "Tadi kamu bilang mau mengajakku keluar. Mau ke mana?" "Makan siang. Sekalian ngobrol. Kamu longgar hari ini?" Tristan langsung berdiri. Bre pun sama. "Longgar. Akhir pekan ini aku baru kembali ke Malang. Sebab tanteku dari Kalimantan juga mau datang karena ada acara di rumah Om Ringgo. Di samping itu kita juga harus melanjutkan pembahasan tentang kerjasama kita.""Oke. Kita keluar pakai mobilku saja."Dua pria dengan tinggi nyaris sama itu melangkah melewati lorong samping ruang meeting menuju ke parkiran. Lantas pergi ke pusat kota dan berhenti di sebuah rumah makan."Kamu nggak ada niatan kembali ke Surabaya?" tanya Tristan setelah mereka duduk memesan makanan."Belum ada gambaran untuk menetap di sini. Aku masih fokus dengan kantor cabang Malang. Nggak mungkin aku tinggalin. Tapi akhir-akhir ini aku sering bol
Arham memarkir mobilnya di pinggir jalan, menatap kosong ke arah rumahnya yang megah tapi terasa begitu dingin.Sekarang di dalam rumah itu yang ada hanya pertengkaran."Mas, uang belanja bulan ini kurang! Aku butuh tambahan!" Atika menyambutnya dengan suara nyaring sebelum ia sempat melepas sepatu kemarin sore.Arham menghela napas panjang. "Baru minggu lalu aku kasih uang belanja, bahkan aku tambahi seperti yang kamu minta. Kamu habiskan untuk apa?""Belanja. Minggu depan ada arisan keluarga di rumah ibu. Aku nggak mungkin pakai baju yang sama kalau ada acara keluarga!""Atika, aku kerja banting tulang bukan buat kamu hambur-hamburkan. Lemarimu sudah nggak muat oleh baju-bajumu." Arham menahan nada suaranya yang tengah marah."Aku istrimu. Wajar dong aku minta ini itu."Arham menekan pelipisnya. Dulu Hilya tidak pernah menuntut seperti itu. Ia bekerja, mengurus rumah, dan tetap melayaninya dengan baik. Sekarang ia terjebak dalam rumah tangga yang penuh keributan. Dan setiap hari, k
Namun ia sudah terjebak ke dalam labirin yang tidak tahu di mana jalan keluarnya. Seumur hidup, sungguh terlalu lama. Sementara itu ponsel Tristan yang tergeletak di meja, layarnya menyala. Sebuah pesan masuk dari Bre.[Kamu di mana, Bro? Jadi ke Semarang.][Ya. Aku di Semarang sekarang.][Semarangnya mana?][Aku nginap Hotel Mustika.][Aku juga ada di Semarang. Bisa kita ketemuan? Aku tidak jauh dari situ.]Tristan terdiam. Bagaimana ini bisa kebetulan sekali. Bertemu di tempat yang sama padahal Semarang begitu luasnya. Beberapa hari yang lalu, ia memang memberitahu Bre kalau ada pekerjaan di Semarang. Tapi kenapa bisa sama, padahal kemarin Bre tidak bilang apa-apa.Tristan menegakkan tubuh, rahangnya mengeras. Dia ingin menghabiskan waktu dengan Hilya malam ini. Dia tidak ingin gangguan. Namun menolak Bre juga bukan pilihan. Sebab selama ini dia merahasiakan siapa wanita yang membuatnya mendua.Akhirnya Tristan mengiyakan.Setengah jam kemudian, seorang pria tinggi dengan kemeja na
Namun Bre kian resah karena belum ada pesan masuk dari Hilya. Yang pasti sekarang Hilya sudah ada di kantor yang mereka tuju. Apa sesibuk itu, hingga tidak sempat mengirimkan pesan padanya?"Hilya mau kan kamu ajak pindah ke Malang?""Kami akan membahasnya nanti. Masih banyak yang perlu kami bicarakan."Bu Rika manggut-manggut. "Kamu nggak ingin ketemu Hilya dulu sebelum berangkat ke Semarang?""Iya, nanti kami ketemuan." Bre tidak ingin menceritakan keresahannya pada sang mama. Daripada nanti jadi kepikiran. Yang jelas, dia tidak akan membiarkan Hilya terlepas."Sebelum berangkat, kamu makan siang dulu. Bentar, mama siapin." Bu Rika beranjak ke belakang. Menghampiri ART-nya yang tengah memasak. Sedangkan Bre buru-buru meraih ponselnya di atas meja saat benda pipih itu berpendar. Keresahannya spontan berubah kelegaan saat Hilya mengirimkan nama dan alamat hotel tempat mereka menginap. Juga mengirimkan informasi alamat terkini.[Oke. Kita ketemu di situ ya.][Iya.] Jawaban singkat dar
USAI KEPUTUSAN CERAI- Tiga Hati di Semarang Author's POV "Pak Bre, saya sudah pesankan tiketnya. Penerbangan jam tiga sore ini." Seorang asisten pribadinya memberitahu Bre di ruangannya."Oke, makasih banyak," jawab Bre seraya menutup laptop. Dilihatnya jam tangan. Baru jam delapan pagi. Tadi Hilya berangkat ke Semarang jam tujuh.Dia harus berangkat sekarang dari Malang ke Juanda. Nanti mampir sebentar ke rumah mamanya. Tadi sengaja berbohong pada Hilya kalau dia sudah ada di Solo, padahal baru mau berangkat dari Malang dan naik pesawat ke Semarang dari Juanda. Jujur saja dia khawatir dengan Hilya yang pergi bersama Tristan. Walaupun Bre kenal baik sama pria itu, tapi dia tidak percaya karena sahabatnya sedang dimabuk kepayang oleh Hilya. Perempuan yang sama-sama mereka cintai.Akan ada cerita berbeda saat Tristan sudah tahu semuanya. Namun ia berharap, persahabatan dan kerjasamanya dengan pria itu tidak akan bermasalah setelah ini. Makanya lebih baik ia berpura-pura tidak tahu t
"Mbak, lusa aku jadi ke Semarang. Sebenarnya ini sudah dijadwalkan Minggu kemarin, tapi di undur lusa. Mungkin dua sampai tiga hari aku di sana. Rifky kira-kira rewel nggak, ya?""Nggak. Kamu tenang saja. Dia manut sama Mbak."Hilya kepikiran Rifky saja kalau dia pergi ke luar kota. Biasanya hanya dua hari saja dia pergi, sekarang tiga hari."Untuk Bre, kalau menurut mbak. Jangan ragu, pandang dia yang sekarang, jangan lihat masa lalunya. Ayo, tidur. Mbak sudah ngantuk."Keduanya bangkit dari karpet dan masuk ke kamar masing-masing. Hilya berbaring menghadap Rifky yang memeluk guling. Diusapnya pelan pipi halusnya. Dialah cinta sejati bagi Hilya. Yang bisa mengobati rasa lelah hanya dengan tatapan matanya yang bening. Hilya bergerak pelan untuk mengecup kening Rifky. Kemudian memeluk kaki kecil itu dan dia pun memejam.🖤LS🖤"Hilya, ada pesan dari Arham." Mbak Asmi menunjukkan ponselnya pada Hilya.[Mbak, maaf kalau dalam beberapa waktu ke depan saya nggak datang menjenguk Rifky. Na
Omongan Pak Ardi yang ngelantur membuat Tristan menghela nafas panjang. "Saya tegaskan, Pa. Hubungan saya dengan Hilya, hanya sebatas tentang pekerjaan."Aruna yang sejak tadi diam saja, akhirnya juga ikut bicara. "Sudah, Pa. Jangan membahas hal ini lagi. Kami baik-baik saja, Papa nggak perlu khawatir." "Kamu tahu apa, Runa. Jangan sampai suamimu direbut perempuan lain, baru kamu nangis-nangis.""Aku nggak mau membahas ini lagi, Pa," sangkal Aruna. Dia ingat ucapan suaminya, kalau sampai mengusik Hilya, maka hubungan mereka yang menjadi taruhannya. "Lihat ini, Pa. Mas Tristan barusan ngasih hadiah." Aruna menunjukkan cincin berlian di jari manisnya. Pak Ardi dan istrinya memperhatikan.Selesai bicara, Aruna bangkit dari duduknya dan mengajak suaminya pamitan. "Kami pulang dulu, Pa. Aku lega Papa sudah jauh lebih baik." Aruna mencium tangan papa dan mamanya. Begitu juga dengan Tristan. Lantas mereka melangkah keluar kamar.Pak Ardi tampak kecewa. Anak yang dibelanya agar tidak diseli
USAI KEPUTUSAN CERAI - Cincin di Mobil Author's POV "Mas, beli ini untukku?" Aruna terbeliak kaget, sekaligus berbinar menemukan kotak perhiasan berbentuk hati warna merah jambu yang terletak di dasbor mobilnya Tristan.Senyumnya lebar saat ia membuka dan melihat ada sebentuk cincin berlian di dalamnya.Tristan yang baru duduk dan menutup pintu pun terkejut. Tidak mengira kalau istrinya membuka dasbor mobil, di mana ia menyimpan hadiah ulang tahun yang akan diberikan pada Hilya."Ini untukku, kan? Atau untuk selingkuhanmu?" tanya Aruna yang mulai tidak yakin kalau itu dibeli Tristan untuknya. Karena Tristan jarang memberikan kejutan. Kalau menginginkan sesuatu, Aruna hanya memberitahu suaminya, setelah itu pergi beli sendiri. Tristan berdecak jengkel. "Aku nggak punya selingkuhan. Nggak usah mengada-ada, Runa. Itu kubeli untukmu. Pas nggak di jarimu?" jawab Tristan seraya menyalakan mesin mobil dan bergerak pelan meninggalkan garasi. Mereka hendak ke rumah orang tua Aruna. Menjeng
Bre juga menceritakan sekilas tentang berbagai kecurangan dan permusuhan dengan keluarga Livia. Kemudian hubungan mereka kembali membaik setelah beberapa tahun kemudian. Pria itu juga menceritakan pernikahan keduanya dengan Agatha. Ini yang mengejutkan bagi Hilya. Karena ia berpikir, Bre hanya pernah menikah sekali saja."Saya tidak pernah menyentuh Agatha selama menikah. Biar dia bisa merasakan kebahagiaan dengan lelaki yang akan mencintainya setulus hati. Agar Agatha tidak seperti mama, yang diperlakukan seperti istri tapi tidak diberi hati sama sekali."Kalau ikutkan nafsu, lelaki pasti bernafsu. Tapi saya tidak ingin melakukan itu. Supaya dia bisa bahagia dengan pasangan barunya.""Sekarang Mbak Agatha sudah menikah?""Belum. Dia tinggal di Singapura hanya sesekali pulang ke Surabaya. Tapi kamu tidak usah khawatir, saya dan Agatha benar-benar sudah berakhir di saat putusan cerai dari pengadilan agama. Hubungan kami membaik, tapi tidak akrab juga. Dengan Livia, Hutama Jaya ada hubu
Dari jendela taksi yang membawanya malam itu, Hilya memperhatikan sepanjang perjalanan menuju kafe tempat ia akan bertemu Bre. Hanya berdua saja."Yakinkan hatimu, bahwa langkah yang kamu ambil ini tepat. Mbak 100% mendukungmu. Budhe juga mendukung. Mbak sudah cerita pada beliau tadi pagi." Mbak Asmi yang menungguinya bersiap berkata seperti itu tadi."Sebenarnya aku juga pengen Mbak Asmi juga menikah lagi." Hilya memandang sang kakak."Jangan tunggu mbak. Pokoknya kamu jangan abaikan kesempatan ini. Pria seperti Bre nggak akan datang dua kali, Hilya."Hilya sebenarnya tidak sampai hati kalau harus menikah lebih dulu. Namun kakaknya yang justru mendesak agar Hilya segera menerima Bre.Akhirnya taksi berhenti di depan sebuah kafe dua lantai di salah satu sudut kota Surabaya. Bre sudah menunggunya di teras. Kemudian langsung mengajaknya naik ke lantai dua. Mereka disambut dengan lampu-lampu redup yang menciptakan nuansa romantis. Dinding interior dihiasi dengan lukisan abstrak berwarna
USAI KEPUTUSAN CERAI- Hanya Berdua Author's POV "Bagaimana rasanya diperjuangkan, Hilya? Selama ini kamu yang selalu berjuang dan bertahan. Dengan Arham sebagai suami atau dengan mantan pacarmu yang sama-sama nggak tahu diri itu. Sekarang kamu tahu bagaimana seorang laki-laki itu berjuang untuk mendapatkanmu. Bahkan sepaket dengan keluargamu juga, bisa diterima dia apa adanya."Hilya tersenyum sambil mengunyah nasi. Kalau dibilang 100% ia percaya Bre, tidak juga. Sudah berulang kali terluka, membuat Hilya tidak segampang itu memberikan semua kepercayaannya. Namun ia tetap berusaha untuk menghargai seseorang yang telah berupaya memperjuangkannya."Tapi kita akan berpisah, Hil," ujar Ani memicu kesedihan mereka lagi."Nggak mungkin kamu akan bertahan di Global, sedangkan Mas Bre juga memiliki perusahaan sendiri," lanjut Ani."Tapi sesekali kita masih bisa bertemu, An. Kita kan bisa berkunjung ke Malang atau sebaliknya. Via tol kan cepat," kata Ika."Arham bakalan berjauhan sama anakn