Mata sayu itu menatap buah di depannya dengan pandangan kosong. Jam yang sudah menunjukkan tengah malam tidak membuatnya mengantuk. Justru di jam inilah dia merasa terbebas dari suaminya.
Luna menunduk dan meremas rambutnya kesal. Dia sudah cukup lama memendam perasaan ini. Perasaan yang dia sembunyikan dan ingin dia ungkapkan sejak kembali ke Jakarta.
Luna tidak bahagia. Dia tidak bahagia dengan pernikahannya. Kebahagiaan yang dia anggap benar itu ternyata tidak bertahan lama. Dulu dia berpikir jika Faisal memanglah pria terakhirnya, tapi setelah kembali bertemu Rezal, dia tidak bisa menyangkalnya lagi. Hatinya masih berdetak kencang untuk pria itu.
Akhir-akhir ini Luna menjadi gelisah. Dia kembali teringat pertemuannya ber
Suasana taman yang sepi tidak membuat Naya beranjak untuk pergi. Angin malam yang bertiup pelan sedikit membuatnya kedinginan, tapi itu tidak menghalangi niatnya untuk tetap duduk di kursi taman ini. Naya sedang menunggu seseorang, seorang pria yang baru saja dia hubungi 5 menit yang lalu. Suara langkah kaki yang mendekat membuat Naya menoleh ke belakang. Senyumnya mengembang saat melihat Rezal datang menghampirinya. Naya berdiri dan menatap tampilan pria itu dari atas ke bawah, begitu seterusnya sampai membuat Rezal sedikit gugup. "Kamu kenapa?" Naya kembali tersenyum, "Saya nggak pernah liat Pak Rezal pake pakaian kaya gini. Jadi makin ganteng." Liha
Di dalam ruangan yang dingin itu, Rezal tampak gelisah dengan memainkan pulpen-nya. Matanya melirik ke luar jendela dan mendapati para karyawan yang sedang bercanda ria. Sejak dia datang tadi, Rezal belum melihat gadis yang dia cari. Entah kenapa ada sedikit rasa rindu di hatinya. Rezal melirik ponselnya dengan ragu. Di sana sudah ada nama Naya yang siap untuk dia hubungi, dengan cepat dia menggeleng dan mematikan ponselnya. Tangannya meraih dompet dan mengeluarkan foto seorang gadis berseragam SMA yang tampak cantik dan menggemaskan. Kepala Rezal kembali menggeleng melihat potret wajah Naya yang tampak polos. Dia bertanya-tanya. Apa hubungan mereka benar-benar nyata? Apa gadis itu telah berhasil mencuri hatinya? Rezal sebenarnya bingung dengan perasaannya sendiri. Dia ingin menyangkal semuanya karena masih tidak percaya jika perasaan itu bisa tumbuh pada gadis yang jau
Rezal mengelus bibirnya dengan mata yang fokus pada jalanan di depannya. Begitu mobil berhenti di lampu merah, dia kembali menghela nafas lelah. Dia terus melakukan itu sejak pulang dari rumah Naya. Dia tidak percaya jika gadis itu akan memperlakukannya seperti ini. Apa Naya tidak tahu bagaimana perjuangannya untuk bisa mengungkapkan isi hatinya? Sangat sulit, karena Rezal harus bertempur antara hati dengan pikirannya. Pikirannya berkata jika dia harus menjauh dari Naya karena perbedaan usia, tapi hatinya memilih untuk tetap mendekat, meraih gadis itu ke dalam pelukannya. "Iya, kamu udah berhasil buat saya suka sama kamu. Dan satu lagi, Luna bukan siapa-siapa. Dia cuma masa lalu." Naya terdiam mendengar ucapan
Suasana kantor tampak begitu sepi. Waktu yang menunjukkan jam makan siang membuat karyawan sibuk untuk mengisi perut, entah di luar kantor ataupun di kantin. Terlihat seorang pria tengah berjalan di lorong dengan wajah yang pucat. Rezal menghela nafas kasar dan memijat keningnya yang terasa berdenyut. Tangannya beralih merenggangkan dasi yang terasa mencekik lehernya. Kepalanya sedikit pusing karena tidak tidur semalaman. Selain harus lembur, dia juga memikirkan gadis yang sampai saat ini masih tidak mau menerimanya. Rezal memasuki ruangan humas dan terkejut saat mendapati Naya yang sedang tertawa keras. Bukan itu yang membuat langkah Rezal terhenti, melainkan keberadaan Edo yang berada di depan gadis itu. Mata Rezal mengedar dan tidak menemukan orang lain di ruangan ini selain Edo dan Naya.&nb
Di sebuah supermarket, terlihat wanita paruh baya tampak sibuk mengisi troli belanjaannya. Ibu Rezal terlihat menggerutu sambil mendorong trolinya dengan kaki. Sesekali matanya melihat catatan kertas di tangannya untuk melihat apa saja yang harus dia beli. "Ini kenapa nggak diskon sih?" gerutunya. "Mas, ini nggak ada diskon ya?" tanya Ibu Rezal pada salah satu pegawai yang bertuga. "Untuk saat ini belum, Buk." Wanita itu kembali menggerutu pelan, "Giliran ada diskon aja nggak pernah kebagian. Lagian ini orang rumah kenapa minta makan aneh-aneh sih. Emang enak daging ditepungin?"
Hari sudah mulai gelap. Naya memasuki rumahnya dengan bersenandung. Hatinya sedikit tenang hari ini. Semua kegiatannya berjalan dengan lancar. Tidak ada Rezal yang membuatnya naik darah. Pria itu terlihat lebih kalem hari ini. Meskipun sikap acuh itu masih ada, tapi Naya memakluminya. "Buk! Aku pulang!" teriak Naya mulai memasuki kamarnya. Langkahnya terhenti saat melihat Ibunya tengah duduk di atas kasur dengan kamera di tangannya. Wanita itu menatap Naya tajam seolah meminta penjelasan. Perlahan suasana cerah di hati Naya langsung berubah menjadi langit mendung yang mencekam. "Dari mana kamu dapet kamera ini?" tanya Ibu Naya tegas. Pikiran negatifnya semakin menjadi-jadi saat melihat anaknya hanya
Naya bangkit dari duduknya saat para karyawan sudah keluar untuk makan siang. Melihat situasi yang sudah aman, Naya masuk ke dalam ruangan Rezal dengan nafas terengah. Rezal yang tengah bekerja mulai menatap Naya aneh. "Ketuk pintu dulu, Nay." "Udah jam istirahat, Pak. Jadi Bapak bukan bos saya lagi." Naya terkekeh dan duduk di sofa, mulai menyiapkan makanan yang dibuat oleh ibunya. Dua minggu telah berlalu, hubungan Naya dan ibunya kembali membaik. Terima kasih pada Rezal yang mau menjadi penengah di antara mereka. Jika tidak ada pria itu, mungkin sampai detik ini Naya dan ibunya tidak akan saling berbicara. Mencegah amarah ibunya yang bisa saja kemb
Pernikahan Naro dan Naomi berjalan dengan lancar. Rezal turut bahagia dengan pernikahan sahabatnya itu. Meskipun hari ini adalah hari bahagia Naro dan Naomi, tapi sahabatnya itu tidak pernah lupa untuk mengejeknya. Lagi-lagi Rezal harus datang sendiri ke acara pernikahan. Selalu seperti ini selama bertahun-tahun. "Liat, Zal. Apa kamu nggak pingin?" bisik Ibu Rezal dengan menunjuk Naomi dan Naro dari kejauhan. "Ya, pingin, Ma." Mata wanita paruh baya itu membulat. Untuk pertama kalinyadia mendengar anaknya merespon dengan baik ucapannya. Selama ini Rezal selalu acuh tak acuh jika membicarakan tentang pernikahan. Namun lihat lah sekarang, bukan hanya ucapan, tapi wajah Rezal juga menunjukkan rasa iri pada Naro dan Naomi
Menjadi seorang istri di usia muda tidak pernah Naya pikirkan sebelumnya. Meskipun usianya sudah menginjak 21 tahun, tetap saja di jaman sekarang usia tersebut masih terbilang cukup muda untuk membina rumah tangga.Berbeda dengan kebanyakan anak muda lainnya, Naya memilih untuk mengambil jalannya sendiri. Dia rela mengorbankan masa mudanya untuk menikah dengan Rezal. Bersyukur pria itu juga mengerti dirinya.Selama empat bulan ini, Rezal berperan sebagai suami yang bijaksana. Dia sadar akan usia Naya yang masih muda.
Naya menatap pantulan dirinya di depan cermin dengan lekat.Dressselutut berwarna hitam yang dia pakai terlihat pas ditubuhnya. Rambutnya juga terurai indah dengan gelombang di bagian ujungnya. Naya melakukan semuanya sendiri, termasukmake-upsederhana di wajahnya.Malam ini Rezal mengajaknya
Hari yang panas membuat Naya ingin segera membersihkan diri. Setelah pulang dari kampus dia berniat untuk mengurung diri di kamar. Entah mengerjakan tugas, mengedit video, mengedit foto, atau yang lainnya. Naya hanya ingin bersantai mengingat jika akhir-akhir ini waktunya cukup terkuras untuk tugas kampus. Tentu saja, dia sudah semester atas. Naya tidak bisa lagi berleha-leha seperti saat menjadi mahasiswa baru dulu.Setelah menyalakan AC, Naya menghempaskan tubuhnya di tempat tidur. Tangannya meraih ponsel dan melihat pesan singkat dari Rezal. Hanya sebuah gambar, tidak ada tulisan sebagai penjelas. Begitu singkat dan tidak bisa berbasa-basi.Naya terkekeh saat
Rezal memasuki rumahnya sambil merenggangkan dasi yang terasa mencekik leher. Hari ini jadwalnya cukup padat tapi sebisa mungkin dia akan pulang tepat waktu. Entah kenapa setelah menikah, Rezal jarang lembur di kantor. Jika memang ada pekerjaan, dia lebih memilih untuk mengerjakannya di rumah sambil menikmati wajah ayu istrinya.Dengan bersiul, Rezal membuka pintu kamarnya. Di kamar, dia melihat Naya tengah mengambil beberapa baju dari lemari. Di sampingnya juga ada koper kecil berwarna hitam."Kamu ngapain?" tanya Rezal bingung.Naya menoleh dan tersenyum melihat kedatangan suaminya. Saat Rezal sudah berada di depannya, Naya segera mencium tangan suaminya. Sebagai tanda hormat, kebiasaan yang tidak pernah ia lupakan sejak masih pacaran."Ini lagi nyiapin baju buat Mas Rezal besok," ucap Naya kembali mem
Pernikahan bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari sebuah kenyataan. Pada tahap ini, tiap pasangan dituntut untuk saling menerima satu sama lain. Baik itu sifat baik dan sifat buruk, baik itu kekurangan ataupun kelebihan.Seperti yang terjadi pada Rezal dan Naya setelah menikah. Masa pendekatan yang begitu singkat membuat mereka sama-sama terkejut dengan kebiasaan masing-masing. Naya yang masih muda cenderung santai dan apa adanya, berbeda dengan Rezal yang lebih disiplin dan bijaksana. Jarak usia juga bisa menjadi faktor perbedaan tersebut. Namun itu tidak mereka jadikan alasan untuk saling menarik diri, justru dengan adanya perbedaan itu mereka saling melengkapi dan jatuh cinta setiap harinya.Di sebuah kamar, Rezal tampak berbaring santai dengan laptop Naya di pangkuannya. Tidak ada yang dia lakukan, hanya melihat-lihat isi folder yang ada. Sedangkan istrinya tengah berada di kama
Cahaya kilat yang terang membuat Naya menutup matanya erat. Tak lama terdengar suara petir yang membuat semua orang, termasuk dirinya mulai membaca doa dalam hati. Entah kenapa cuaca akhir-akhir ini begitu menakutkan. Naya terpaksa meneduh di pinggir jalan saat hujan turun dengan derasnya.Hari ini memang Naya disibukkan dengan kegiatan kampus sampai malam. Saat dia akan pulang, ternyata Tuhan tidak mengabulkan doanya. Naya sudah berdoa agar hujan tidak turun tapi takdir berkata lain. Di sini lah dia sekarang, meneduh di pinggir jalan bersama dengan pengendara motor lainnya.Pada saat seperti ini Naya hanya bisa mengumpat dalam hati. Dia menyesal tidak siap sedia jas hujan di motornya. Sudah menjadi kebiasaannya melupakan benda penting itu.Saat akan menghubuhi Rezal pun, Naya berdecak kesal. Lagi-lagi dia mengumpati kebodoh
Dengan kehendak Tuhan, kehidupan seseorang bisa langsung berubah dalam waktu sekejap. Hal ini juga berlaku untuk Naya. Meski sebelum menikah dia sudah bahagia hidup bersama Ibunya tapi setelah menikah kebahagiaan itu menjadi berkali-kali lipat. Naya yang memang tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang pria di hidupnya sangat bersyukur dengan kehadiran Rezal."Mama niatnya mau beli tanah di sebelah rumah kita, Nay. Kosong kan ya? tapi ternyata nggak dijual sama yang punya. Kan enak kalau kita tetanggaan," ucap Ibu Rezal yang duduk di kursi belakang bersama Ibunya Naya."Kan masih satu perumahan, Ma. Cuma beda gang aja.” Kali ini Rezal yang berbicara dan mobil berhenti tepat di sebuah rumah berlantai dua yang terlihat mewah."Ini rumah kita, Mas?" tanya Naya denga
Di hari Rabu pagi, ketika matahari belum muncul dengan sempurna, Rezal sudah berada di taman komplek untuk berolah raga. Dia hanya sendiri dan meninggalkan Naya yang masih tertidur. Ini kali pertama Rezal kembali berolah raga setelah menikah. Dia sudah mulai terlena akan kehidupan rumah tangga yang menyenangkan sehingga lupa akan segalanya."Mas Rezal kok olahraga sendiri?" tanya salah satu wanita yang Rezal ingat adalah tetangganya. "Mana istrinya, Mas?""Masih tidur," jawab Rezal dengan senyuman tipis."Pasti kecapekan ya?" Kali ini ibu dari wanita itu yang berbicara. Rezal hanya bisa tersenyum tipis. Tidak berniat menjawab pertanyaan yang sering dia dapatkan setelah menikah.
Suara langkah sepatu yang terdengar tegas mulai memasuki ruangan departemen humas. Rezal melirik jam tangannya sebentar yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Meskipun masih pagi, tapi terlihat sudah banyak karyawan yang datang."Selamat pagi," sapa Rezal yang membuat semua orang terkejut."Loh, udah balik, Pak?" tanya Raga bingung."Asli! Wajahnya makin cerah sekarang," ucap Jedi dengan nada menggodanya."Ya cerah lah, Jed. Kan habis bulan madu." Kali ini Fira yang berbicara.Arman terkekeh, "Udah dong, guys. Kalian nggak liat itu wajahnya Pak Rezal udah merah. Pasti malu banget."Rezal hanya bisa pasrah saat semua orang mulai menggodanya. Dia tidak marah, dia hanya malu. Apalagi jika pembahasan sudah menjurus ke arah yang lebih sensitif. Apa yang bis