Veny tampak tertegun ketika melihat sahabatnya Mirela keluar dari ruang ganti, baju yang membalut tubuh sahabatnya itu sangat indah, membuat Mirela yang sudah cantik jadi semakin bersinar dan bertambah cantik."Bagaimana?" tanya Mirela bingung karena melihat sahabatnya hanya diam sambil menatapnya.Dia memilih baju ini karena sepertinya baju ini cocok untuk warna kulitnya dan akan membuat kulitnya tampak lebih bersinar. Tapi melihat reaksi sahabatnya saat ini hanya diam saja dan lama menatapnya bolak balik, Mirela jadi merasa tidak yakin dengan penilaiannya atas baju tersebut."Luar biasa!" kata Veny sambil mengitari sahabatnya.Hanya itu yang dapat dia katakan untuk menggambarkan bagaimana menakjubkannya penampilan Mirela saat ini. Veny yakin sahabatnya ini akan mencuri perhatian pengusaha-pengusaha yang hadir di acara tersebut. Diam-diam Veny tertawa dalam hati, menertawakan bagaimana
Mirela berangkat ke pertemuan pengusaha bersama kakaknya, Pras. Awalnya kakaknya itu merasa heran ketika mendengar bahwa MIrela akan menghadiri pertemuan pengusaha di Bandung. Selain adik perempuannya itu bukan pengusaha, Pras juga merasa khawatir adiknya akan bertemu dengan Rengga dan kembali terluka karena mengingat masa lalunya, apalagi kalau Rengga membawa istrinya.Namun, kecemasannya itu menguap ketika dia mendengar sendiri dari Mirela bahwa liburannya tiga tahun telah cukup untuk membuatnya melupakan Rengga, karena dia sadar masih banyak pria lain yang lebih baik dari Rengga.Akhirnya mereka sepakat akan berangkat bersama. Pras menjemput adiknya yang saat ini berada di rumah Veny dan tidak melewati kesempatan untuk sedikit main mata dengan sahabat adiknya itu.Sampai di hotel bintang lima tempat acara digelar, Pras dan Mirela menyadari kalau mereka datang terlambat, sebab acara sudah dimulai, dan pembawa acara sedang membuka acara.
Pras tampak kesal dan tidak dapat berkata-kata. Dean benar, Mirela adalah utusan Veny, secara profesional kalau ada ajakan kerjasama dari pengusaha lain jangankan Mirela, bahkan Veny pun pasti akan sangat sungkan untuk langsung menolak tanpa mendengarkan terlebih dahulu kerjasama yang akan ditawarkan."Jadi kerjasama apakah yang akan tuan ajukan?" tanya Mirela sambil tersenyum."Panggil aku Dean!" ujarnya yang merasa tidak enak mendengar kata tuan dari mulut Mirela, gadis yang selama ini dia inginkan untuk menjadi pendamping hidupnya."Baik, Dean, kerjasama apa yang ingin kamu tawarkan?" tanya Mirela. "Tapi kamu juga harus tahu, posisiku di sini hanya sebagai perwakilan dan tidak dapat memberikan keputusan secara langsung, aku harus bertanya terlebih dahulu ke bosku apakah dia mau menerima kerjasama yang kamu tawarkan atau tidak," jelas Mirela kepada Dean."Tidak masalah, bosmu akan den
"....." Mirela tertawa geli mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya. "Astaga Veny itu hanya masa lalu dan aku tidak mengingatnya lagi," kata Mirela di sela-sela tawanya."....""Lagipula itu bukan salah siapa-siapa, jika dia benar-benar mencintai aku dia tidak akan terpengaruh pada apa pun! Toh aku tidak meminta gunung emas, dan dia tidak harus jadi sukses dan kaya raya kalau ingin bersamaku," kata Mirela lagi sambil melirik Rengga yang tampak sedang memerhatikan dirinya.Dean mengambil posisi menghalangi pandangan Rengga hingga dia tidak dapat lagi melihat Mirela.Rengga membalikkan badannya menyadari kakak iparnya menghalangi pandangannya ke arah Mirela. Rengga tidak habis pikir, mengapa Pras membiarkan saja adiknya dekat dengan Dean padahal dia tahu kalau Dean itulah penyebab batalnya pertunangan antara dirinya dengan Mirela.Rengga mengikuti Pras ke l
Dean sungguh tidak menyangka kalau idenya menikahkan adiknya dengan Rengga malah menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Rengga jadi semakin berani dan terang-terangan balik mengancamnya.Mirela keluar dari toilet dan melihat Dean sedang bersandar pada dinding tidak jauh dari toilet wanita. Gadis itu tersenyum dan menghampirinya."Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya sambil tersenyum merasa lucu melihat pria setampan Dean berada di dekat toilet wanita. 'Dia pasti akan dianggap orang mesum atau pengintip, kalau dia tidak memakai jas dan memiliki wajah yang dingin seperti es,' pikir Mirela."Tentu saja aku sedang menunggumu," kata Dean sambil mencium tangan Mirela penuh sanjungan.Mirela memutar bola matanya melihat kebiasaan Dean kepadanya saat bertemu di luar negeri tidak juga berubah. Dean selalu mencium tangannya ketika mereka bertemu, alasannya semua orang di luar negeri melakukan
"Sejak kapan kamu dekat dengan adikku?" tanya Pras to the point.Dia benar-benar aneh melihat kedekatan keduanya. Ketika mendengar dari informannya bahwa Dean mengejar adiknya ke luar negeri. Pras sempat was-was, karena berpikir Dean akan menyakiti Mirela. Namun, setelah dia mengamati pergerakan Dean, dia sadar kalau orang di hadapannya ini sama sekali tidak memiliki niat buruk mengejar Mirela ke luar negeri."Sejak kami bertemu di luar negeri," sahut Dean singkat."Kamu pikir aku bodoh? Kamu pergi ke sana karena mengejar Mirela, jadi pertemuan kalian bukanlah suatu kebetulan!""Bagaimana kamu tahu?" tanya Dean heran."Tentu saja dengan mengamati gerak gerik kamu!" Jawab Pras jujur."Ha! Jujur sekali," cibir Dean sambil tersenyum miring. "Kalau begitu kamu juga pasti tahu kalau aku sudah lama mengincar Mirela, jauh sebelum dia mengenal Rengga!"
Mirela dan Rengga menoleh ke arah pemilik suara yang tidak lain adalah Pras, di samping Pras tampak Dean sedang menatap mereka tersenyum miring sambil memasukan kedua tangannya ke saku celana, terlihat santai namun, sangat mendominasi."Aku hanya sedang mengajak adikmu berbicara," jelas Rengga kepada Pras.Dia sama sekali tidak peduli bagaimana perasaan Dean, yang harus dijaganya saat ini hanyalah persahabatannya dengan Pras dan sebisa mungkin meyakinkan Mirela agar mau kembali ke pelukannya.Penampilan Mirela saat ini sungguh membuat Rengga merasa sangat menyesal karena telah membatalkan pertunangan mereka dan memilih menuruti kata-kata Dean untuk menikahi adiknya. Benar kata Mirela, semua itu kesalahannya sendiri sebagai lelaki tidak dapat diandalkan dan terlalu plin-plan. Jika saja dia memiliki pendirian yang teguh dia pasti tidak akan takut mendapatkan ancaman dari Dean. Sayangnya saat ini nasi sudah me
Mirela tampak gelisah melihat Dean bersama Pras memergoki dirinya sedang berbicara dengan Rengga. Entah mengapa gadis itu merasa tidak nyaman saat melihat reaksi Dean, ada rasa ingin menjelaskan namun, dia tahan. Pikirnya mengapa dia harus menjelaskan kepada Dean? Toh dia bukan siapa-siapa baginya dan hubungan mereka tidak lebih dari sekadar berteman.Dean sendiri sibuk memerhatikan raut wajah Mirela, mencari-cari apakah gadis itu masih memiliki ketertarikan pada Rengga? Dia merasa lega setelah melihat gadis itu tampak biasa saja saat melihat mantan kekasihnya dan sikapnya pun terlihat acuh tak acuh."Nanti malam aku telepon," kata Dean kepada Mirela sambil berlalu." ... ""Apa itu? Mengapa dia ingin menelepon kamu? Sejak kapan kamu dekat dengannya?" tanya Rengga kepada Mirela tidak dapat menyembunyikan kecemburuannya."Mirela dekat dengan Dean atau tidak itu bukan urusan kamu lagi, kenapa jadi kamu yang sibuk?" cibir Pra
Ini adalah sebuah kesengajaan! Sinta sengaja melukai anaknya agar Dean datang ke rumah ini menemui dirinya dan anaknya. Sejak Dean pindah dari rumah ini, dia tidak pernah datang atau menemuinya. Jika anak ini kangen pada papanya, Dean akan menyuruh kepala pelayan untuk membawa anaknya ke tempat yang dia tunjuk.Bagaimana dengan Sinta? Dia sama sekali tidak diizinkan untuk ikut dalam pertemuan antara Dean dan anaknya.Sinta ingin bertemu, tapi Dean tidak mau. Apapun cara yang Sinta lakukan sepertinya Dean tetap tidak bergeming! Pria itu benar-benar tidak mau lagi menemui Sinta.Sementara Sinta resah dengan kondisi anaknya yang dia buat sendiri, Dean masih memanjakan Mirela yang sakit akibat perbuatannya."Sepertinya aku sudah agak baikan," kata Mirela sambil duduk di tempat tidur. "Kamu sebaiknya menengok anak itu, bagaimanapun dia anak kandungmu!" kata Mirela sambil menghela napas panjang."Apakah kamu benar-benar tidak sakit lagi?""Setelah dioleskan obat oleh dokter aku sudah tidak
Mirela terdiam mendengar perkataan narsis suaminya. Memang benar suaminya itu memiliki tubuh yang bagus, tapi apakah harus menyanjung diri sendiri seperti itu?"Mengapa kamu diam? Apakah kamu tidak setuju dengan perkataan aku?" tanya Dean saat melihat istrinya itu hanya berdiam diri tidak merespon kata-katanya."Apakah kamu harus memuji diri sendiri?" tanya Mirela sambil tersenyum tidak berdaya."Tentu, bukankah air laut memang asin sendiri?" kata Dean balik bertanya.Mirela langsung terkekeh geli sambil menggelengkan kepalanya tidak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya. Dulu dia berpikir Dean adalah orang yang dingin dan tidak banyak omong. Bukankah itu yang selalu dikatakan oleh sahabat dan kakaknya? Tapi ternyata setelah menikah dengannya, Mirela mendapati Dean tidak sedingin yang dipikirkan kebanyakan orang. Kadang dia juga bisa lucu dan polos seperti anak kecil yang menantikan pujian."Baiklah, suamiku memang memiliki tubuh yang bagus dan ideal," puji Mirela pada akhirnya.D
Perkiraan Mirela memang tepat, setelah melakukan hubungan intim dengan Dean, dia benar-benar tidak bisa bangun hingga Dean bergegas mencari dokter wanita untuk mengobati Mirela yang mengeluh sangat sakit di bagian intinya.Dokter itu hanya berdecak saat melihat apa yang terjadi pada daerah intim Mirela yang bengkak. Dia melirik Dean, ada semacam rasa kesal terlintas di wajah dokter itu. Laki-laki ini benar-benar buas, pikir dokter wanita itu sambil mengolesi salep pada bagian intim Mirela.Mirela merasakan sejuk dan nyaman di bagian intimnya saat sang dokter mengoleskan sesuatu di sana. Sedangkan Dean hanya diam menerima pandangan kesal sang dokter yang bolak balik ditujukan padanya. Apakah itu sangat parah? Tanya Dean dalan hati. Dia benar-benar tidak dapat mengendalikan diri saat berhubungan intim dengan Mirela. Itu benar-benar sangat enak hingga Dean merasa enggan untuk berhenti. "Bagaimana?" tanya Dean kepada dokter wanita itu tanpa dapat menyembunyikan rasa ingin tahunya."Ini b
Melihat bagaimana lembutnya Dean memperlakukan Mirela, petugas hotel wanita itu terpaku tidak bergerak di tempatnya. Dia membayangkan kalau saja yang mendapatkan perlakuan itu adalah dirinya sendiri, betapa bahagianya.Dia baru tersadar setelah mendengar bentakan Dean yang mempertanyakan untuk apa dia masih berada di sini."Maaf tuan, apakah ada hal lain yang tuan perlukan?" tanya petugas wanita itu sopan, tapi tidak meninggalkan kesan genit dari nada suara dan gerak geriknya.Mirela yg berada dalam gendongan suaminya mengangkat wajahnya dan heran melihat sikap genit petugas hotel yang ada di hadapannya saat ini. Mirela mengerutkan kening, biasanya petugas-petugas hotel ini baik yang pria maupun wanita, selalu menampilkan kesan ramah dan sopan, tapi tidak ada nada genit sama sekali dalam suaranya.Dia menatap wajah suaminya ingin tahu apakah suaminya sedang melihat kegenitan petugas itu. Di luar dugaan Mirela, saat ini Dean malah sedang menatap wajah Mirela penuh kelembutan. Sedikitpu
Mirela dan Dean melalui malam pertama mereka dengan penuh gairah. Dean benar-benar merasa puas bisa bersatu dengan wanita yang sudah lama dia kejar dan dambakan. Pagi harinya Dean bangun dengan enerjik sementara Mirela merasakan tubuhnya seperti habis tertabrak. Dia merasakan sakit dan pegal-pegal di seluruh tubuhnya. Itu semua dikarenakan aksi suaminya menjarah dan menggiling dirinya bolak balik. Mirela tidak menyangka kalau suaminya, Dean akan sangat antusias sekali melakukan penyatuan mereka tersebut berulang-ulang.Dean merasa kasihan melihat istrinya terkapar tidak berdaya akibat keganasannya semalam. Dia pun berinisiatif untuk membantu istrinya membersihkan diri di kamar mandi. Dean membopong tubuh Mirela ke kamar mandi dan mulai memandikan istrinya terlebih dahulu.Mirela mulai merasa nyaman dan pegal-pegal nya hilang ketika merasakan siraman air hangat dan pijatan lembut Dean di tubuhnya. Hal ini berbeda dengan Dean yang mati-matian menahan hasratnya agar tidak memakan istrin
Dean menghela napas mendengar pertanyaan Mirela, apakah istrinya ini akan marah jika dia mengatakan terus terang kalau rumah yang sebelumnya Dean tempati saat ini dihuni oleh Sinta dan anaknya."Dia menginginkan tinggal di rumahku untuk menemani anak itu," kata Dean hati-hati sambil menatap wajah istrinya ingin melihat apakah ada perubahan setelah mendengar apa yang dia katakan.Mirela mengerutkan kening mendengar Sinta ikut tinggal di rumah Dean. Apa maksudnya? Sekalipun Dean tidak berniat menikahi Sinta, Mirela akan tetap merasa tidak nyaman jika tinggal satu atap dengan wanita yang pernah melahirkan anak suaminya tersebut."Apakah kamu akan menikahinya?" tanya Mirela ingin tahu.Kalau jawabannya iya maka Mirela tidak akan ragu untuk menggugat cerai suami yang baru dinikahinya ini."Tidak.""Aku tidak bisa tinggal bersama dia ...""Jangan khawatir, kamu dan aku akan pindah dari sana dan menempati rumah kita sendiri," potong Dean semangat."Lalu bagaimana dengan anak itu?""Biarkan d
"B-bagus bos," kata manajer hotel pada akhirnya."Tentu saja orang tampan sepertiku akan tetap tampan walau memakai apapun," kata Dean bangga." ... "Manajer hotel hanya menelan ludah, tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata narsis bosnya itu. Bosnya memang tampan, justru karena tampan itu dia benar-benar tidak cocok memakai baju petugas hotel."Siapkan troli untuk mengangkut makanan!" perintah Dean sambil memperbaiki dasinya."Baik."Manajer hotel langsung menghubungi bagian dapur untuk menyiapkan apa yang dipesan oleh bosnya dan membawanya langsung ke kantornya.Tidak lama sepasang petugas hotel mengantarkan pesanan manajer ke kantornya dan merasa heran melihat pria tampan memakai seragam pegawai hotel."Ehm ...ini bos kita, beliau akan memberikan kejutan untuk istrinya," jelas manajer agar anak buahnya tidak bersikap kurang ajar kepada Dean.Keduanya hanya mengangguk dan berlalu dari kantor manajer setelah memberikan hormat kepada Dean.Dean menanggapi ke
Mirela yang sedang menikmati hari-hari indah dan tenangnya di hotel tempat dia menginap selama beberapa hari ini, mulai merasa heran dengan semua fasilitas yang diberikan oleh hotel tersebut. Dia melihat pengunjung hotel lain sama sekali tidak memiliki keistimewaan yang sama. Dia mulai mencari tahu dengan bertanya kepada pegawai hotel yang membereskan kamarnya. Namun, pegawai itu hanya mengatakan kalau Mirela telah memenangkan undian yang diam-diam dilakukan oleh pihak hotel untuk memilih satu pengunjung yang beruntung untuk mendapatkan pelayanan terbaik. Mirela hanya mengangguk memahami apa yang dikatakan oleh petugas hotel tersebut. Bagaimanapun masuk akal kalau hotel sebesar ini mengadakan undian seperti ini. Cuma yang agak aneh mengapa itu dilakukan secara diam-diam? Apakah itu untuk mencegah timbulnya rasa iri di hati para pengunjungnya? Apapun itu Mirela tidak merasa keberatan untuk mendapatkan pelayanan terbaik. Bukankah itu menguntungkan dirinya sendiri? Mengapa harus dit
Sinta tersenyum sinis mendengar perkataan Dean. Dia sangat percaya kalau Dean bisa melakukan apa saja pada orang-orang yang berusaha menghalangi jalannya untuk memiliki Mirela. Apa yang terjadi pada Rengga juga telah di dengar oleh Sinta. Namun, Sinta mengetahui titik lemah Dean, selama Mirela sendiri yang menyetujui Sinta menjadi istri ke dua Dean, Sinta yakin Dean pasti tidak akan menolak lagi untuk menikahi dirinya."Jika kamu ingin anak itu aku yang mengurus aku akan mengurusnya, tapi aku tidak akan mengikuti keinginanmu untuk menikah denganku atau menjadi istri keduaku!" kata Dean tegas.Sedikitpun Dean tidak ingin membuat kesalahan dalam membangun mahligai rumah tangganya bersama Mirela. Dean mendapatkan Mirela dengan susah payah setelah sekian lama mengincarnya, jadi wajar kalau Dean tidak ingin diganggu oleh siapapun atau apapun yang dapat merusak hubungannya dengan Mirela."Bagaimana kalau Mirela menyetujui?" tanya Sinta penuh harap."Sekalipun dia menyetujui, aku tetap tida