Pagi ini Nathan dipanggil Matilda untuk menghadap. Setelah sarapan Nathan segera mendatangi mansion Wijaya. Seperti biasa, kedatangan Nathan akan disambut hormat oleh para pekerja. Mereka akan membungkukkan badan hingga empat puluh lima derajat ke bawah.
“Dimana nyonya Matilda?” tanya Nathan pada maids.
“Nyonya sudah menunggu anda di ruangannya asisten Nathan.” Ujar maid sopan.
Nathan diantarkan maids menuju ruangan Matilda, “Sebentar,” sanggah Nathan menghentikan langkah.
“Ya, asisten Nathan?” sahut maid heran.
“Bagaimana keadaan tuan Steven juga tuan Franky?” tanya Nathan risau.
“Masih terpukul asisten Nathan. Nyonya Matilda juga, namun nyonya memaksakan diri agar tuan mud
Panas kah? ~ Ademin dulu pake es teh manis ya ^^ Selamat bermalam minggu reader kesayangan ~
“Ini tidak cukup asisten Nathan,” bantah Hunter sembari memegangi sketsa wajah wanita asing. Orang terakhir yang berkomunikasi dengan mendiang Maria.“Saya tahu.” Tikam Nathan menatap lurus. Entah apa yang dibayangi sekarang.Hunter menghela nafasnya. Ia ambil bir kaleng yang disediakan Nathan diatas meja pada ruang tamu. Mereka sekarang berada didalam kondominium milik Nathan. Setelah mendatangi lokasi kejadian, mereka kelelahan. Seluruh energi mereka tersedot, terutama Nathan. Ia kewalahan dalam mengontrol emosionalnya.“Apa kau yakin, kalau mereka bisa menemukan topik pembicaraan antara Maria dengan wajah ini?” celetuk Nathan.“Tidak. Saya rasa kemungkinannya kecil. Kita tidak tahu mereka bekerja sama dengan siapa. Kita saja b
“Kau bukan Tuhan Franky Santoso!” tutur Matilda pelan namun membuat bahu ketat itu melonggar......“Kamu, saya, bahkan Steven, suami Maria sekalipun tidak mampu untuk menahannya. Kita sebagai orang tua sudah tidak punya kendali apa—apa dalam hidup anak kita, sejak ia telah memilih jalannya sendiri.”Franky terhempas kuat oleh egonya yang sudah dikalahkan Matilda. Ia tersadar, bahwa ia tidak punya hak untuk marah pada takdir buruk ini.“Sekarang terserah padamu.” Ucap Matilda lagi.Ibu ini duduk kembali di kursi semula. Ia mengambil peralatan makan yang sudah ditata maids tadi. Ia memotong steak daging yang sudah dihangatkan lagi oleh maids.
Nathan berhamburan dari mobilnya. Ia berlari tanpa menutup pintu mobilnya. Ia menyusuri lorong kediaman Wijaya. Setelah mendapat kabar dari maid soal Steven, ia segera pergi meninggalkan pekerjaan kantor.“Asisten Nathan,” salam maid menyambut kedatangan Nathan.Hhuh...Hhuh...Gglek...“Tuan Steven. Beliau dimana?” tanya Nathan setelah deru nafasnya sudah tenang.“Semuanya sedang berada di kamar utama, asisten Nathan.” Papar maid pada Nathan.“Apa dokter sudah datang?” sambung Nathan menyelidik.“Sudah. Dan dokter juga sudah pulang sete
“Nathan, kenapa Maria bisa melahirkan lebih dulu? Apa Maria sakit saat itu? Tolong kasih tau saya!”Yang dipanggil gelagapan.Akankah Nathan jujur pada Steven? Atau ia akan mengeluarkan alibi agar Steven tetap tenang?!..........“Permisi,” interupsi dari maid lainnya.Mereka berbarengan menatap ke maid. Yang ditatap meneguk salivanya, was—was.“Dokter Lukman sudah datang,” timpalnya memberitahu.“Antar kemari,” suruh Nathan cepat.Maid itu permisi, lalu menghubungi rekannya dengan jaringan
Steven beserta anggota keluarga Wijaya menyambangi rumah sakit hospital city center. Sebelum pukul 9 pagi, mereka sudah sampai di lokasi. Nathan ikut mengantar serta mendampinginya.“Selamat pagi pak Steven. Saya ditugas oleh dokter Lukman untuk membantu bapak dalam menjalani ct scan. Mari ikuti saya, pak Steven perlu berganti baju.” Ajak seorang perawat laki—laki.Perawat menggiring Steven bersamanya, menuju ruang ganti baju. Steven harus mengenakan baju pasien yang berwarna biru khas aroma obat.Dokter Lukman menemui keluarga Wijaya. Mereka saling berjabat tangan, melempar senyuman. Matilda mencengkram kuat tangan Lukman, membangun eye contact intens.“Dokter Lukman, tolong bantu anak saya.” Ujar Matilda dengan tetap menjabat tangan Lukman
Steven berbaring di ranjang kamar VVIP. Ia memandangi langit—langit kamar dengan sendu. Setelah menjalani rangkaian ct scan, dokter Lukman meminta Steven untuk menginap semalam di hospital city center. Steven menyetujuinya, karena ia juga merasa capek dan kekurangan banyak ion. Radiasi ct scan memang cukup tinggi, sudah bukan rahasia lagi. Makanya ct scan tidak direkomendasikan pada ibu hamil juga anak—anak. Walau sudah dikurangi intensitas radiasinya, tetap saja akan membawa pengaruh buruk. Walau demikian, ct scan direkomendasikan untuk digunakan. Terlepas dari efek sampingnya, ct scan sangat berguna mendiagnosis berbagai penyakit yang menyerang organ dalam.Anggota keluarga Wijaya menuju rumah, karena mereka tidak diizinkan menunggui Steven disana. Namun Nathan meminta bodyguard bersiaga menjaga didepan pintu ruang rawat Steven.Lukman dan Michael
Nathan dan Michael bersitatap, mengobrol santai. Panggilan video yang mereka lakukan cukup lama, sekitar satu jaman. Michael sedang melakukan pratinjau terhadap pasien yang akan ia tangani. Mengingat posisi Steven yang cedera memori, artinya sebagian memori Steven terlupakan begitu saja.Nathan menjelaskan bagaimana reaksi Steven saat mendengar kabar tentang Maria, mulai dari kejadian di mall terus ke rumah sakit hingga kabar kelahiran bayi mereka. Michael menanggapinya dengan beberapa kali anggukan kepala yang yakin.“Terimakasih penjelasannya pak Nathan, semoga dengan begini saya bisa membantu mengembalikan ingatan pak Steven ya. Saya kira cukup meeting—nya, kalau begitu sampai bertemu esok hari.”Nathan juga mengucapkan terimakasih. Ia mengulas senyum ketulusan untuk Michael. Ia merasa lega, beb
“Apa yang kamu lihat barusan Steven?” tanya Michael pelan.Dàda Steven masih naik turun, mengikuti degupan jantungnya yang memompa kencang. Terlihat Steven dalam kondisi linglung. Pertanyaan Michael ia anggap sebagai semilir angin saja.Apakah ia belum sepenuhnya mengingat? Atau belum mengingatnya sama sekali?Baju pasien dengan motif garis—garis yang Steven kenakan sedikit basah. Ia begitu berkeringat saat melakukan hipnoterapi tadi. Steven menangkup wajahnya yang lembab. Tangannya melebar, menutupi keseluruhan muka. Tiba—tiba, mulai terdengar suara serak terisak.“Steven,” panggil Michael lagi.Pria yang dipanggil namanya itu mendongak, melepaskan tangannya. Michael melihat wajah S