Di La Galuna, hotel bintang 4 di Bacalar, Maritza mempersiapkan dirinya di sebuah kamar. Dia menyemprotkan parfumnya di kamar itu, juga di ranjang yang akan dia pergunakan. Parfum yang beraroma campuran dari sandalwood serta kayu manis ini dipercaya bisa meningkatkan gairah siapa saja yang menghirupnya.
Maritza sendiri juga sudah terjebak pada efek parfum itu. Dan karena itulah, Maritza merasa tak sabar menanti Austin dan hendak memberikan pertama kalinya pada pria itu.
Maritza membaringkan tubuhnya di atas ranjang, dan mengurai rambut pirangnya yang tidak panjang agar terlihat berantakan di atas kasur.
Dia juga menurunkan sebelah tali bahu gaunnya dan mengangkat rok gaunnya hingga menyingkap pahanya yang mulus dan ramping.
Maritza menggerak-gerakkan kedua tangannya ke atas dan ke bawah, merasakan lembut dan dinginnya seprai ranjang yang dia tempati.
Tak lama kemudian, terdengar ketukan di pintu.
Maritza berkata dengan s
[Seperti bab2 sebelumnya, bab ini berisi scene Maritza baru kemudian Thalia-Jose] Happy reading!! "Mom, tolong aku. Aku La Galuna kamar 404. Cepat mom, tapi jangan beritahu Pap." Maritza dengan terpaksa mengirimkan pesan itu pada ibunya meskipun saat itu tepat berada di tengah malam buta. Pria yang telah memerkosanya langsung pergi begitu saja saat selesai dengannya. Dan Maritza hanya bisa menangis menyesali nasibnya. Dia menyesali keputusannya. Dia menyesali kebodohannya. Fernando telah mengingatkannya untuk tidak macam-macam, dan sekarang dia baru merasakan sendiri kekejian seorang Austin. Selama ini dia hanya mendengar rumor bahwa Austin memang diam, tetapi dia keji. Siapa saja yang berani mengganggunya tidak akan segan-segan dia habisi, walau bukan dalam artian membunuh. Dan sekarang, Maritza sudah merasakannya. Padahal selama ini, dia tidak pernah percaya setiap kali mendengar rumor tentang Austin. Nasi sudah menjadi bubur. Kehorm
Thalia tersenyum pada Jose menutupi rasa hatinya yang berdegup kencang. Dipandanginya pria itu yang sudah polos dan seluruh tubuhnya berdesir deras.‘Oh, apakah arti segala rasa ini?’ Hati kecilnya terus bertanya.Jose mulai merangkak dan menaunginya. Tangan pria itu langsung menyelinap ke balik bajunya dan meloloskan lembaran kaos itu dari kepala Thalia.Thalia membiarkan semua itu dan memandangi Jose lekat-lekat. Seraya Jose meloloskan celana pendeknya, kemudian celana dalamnya, Thalia tetap tak berpaling dari wajah itu.Aneh rasanya, jika dulu dia selalu menatap wajah itu dan melihat sosok yang liar, urakan, dan kasar, kini yang tertangkap di matanya adalah sosok Jose yang begitu jantan, gagah, dan tampan.Ya! Dia semakin tampan di mata Thalia sekarang. Sekalipun ketampanannya tidak sebanding dengan Phillio dan Austin yang bagai pahatan sempurna seorang pria, tapi Jose memiliki aura bebas dan maskulin yang tidak dimilik
“Lagi-lagi kau pulang larut! Apa sebenarnya maumu?!”Sudah ke sekian kalinya, Fernando pulang saat telah larut malam. Terkadang hari sudah berganti meski fajar belum menyingsing. Dan Gabriella sudah tak tahan lagi.Dia berdiri di samping ranjang dengang kedua tangannya terlipat di depan dada.Dipandanginya wajah Fernando yang terlihat merah. Dasi di kerah kemejanya tampak miring. Bahkan rambut pendeknya pun tampak berantakan.Fernando balas menatap istri cantiknya itu dengan pandangan tak fokus.“Aku baru pulang. Dari mana tadi ya? Kenapa aku sudah lupa?” jawabnya yang terdengar asal-asalan.Langkah kakinya juga terlihat gontai dan tak mantap.“Oh, kau mabuk?” tanya Gabriella tak percaya. Dia sangat benci jika Fernando mabuk. Sudah pernah beberapa kali dia katakan itu, tapi sepertinya Fernando tidak menggubrisnya.‘Oke! Kita lihat saja!’ kata Gabriella dalam hatinya
“Aaaarrrgggghhh!!!!” Gabriella berteriak frustrasi sambil dia mengacak-acak rambutnya. Ditatapnya Fernando yang tertidur di bawah himpitan tubuhnya, dia semakin kesal. Setelah beberapa lama mencoba memuaskan diri sendiri memanfaatkan Fernando yang tertidur, Gabriella masih juga tidak bisa meraih klimaksnya. Dia kesal, dia frustrasi. Dan akhirnya dia memukuli wajah Fernando dengan bantal, kemudian menuju kamar mandi. Dia membasuh wajahnya dan menatap bayangannya yang menyedihkan di cermin. Wajah kusut, napas memburu geram, raut jutek kurang bahagia, itulah yang dilihatnya di pantulan kaca itu. Gabriella rasanya ingin menghantam cermin sampai pecah jika bukan karena takut tangannya terluka. Hanya saja, Gabriella tak habis pikir, bagaimana bisa Thalia sebahagia itu? Dia mengenal Thalia sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Rumah mereka yang tidak terlalu jauh, membuat keduanya sering pulang sekolah bersama. Mereka
Keesokan paginya, Mrs. Milly dan Maritza telah terlihat rapi saat Gabriella turun dari kamarnya. Adanya dua koper di samping sofa tempat mereka duduk-lah yang membuat Gabriella jadi terheran-heran.“Mom? Maritza? Kalian mau ke mana?” tanyanya sambil mengambil duduk di samping Maritza. Mrs. Milly di depannya.Max yang ada di samping istrinya langsung bangun. “Aku ke kantor duluan. Kalian hati-hati. Sampai di sana telepon aku, Sayang.”Pria itu mengecup pipi Mrs. Milly kemudian memeluk Maritza. Setelahnya, dia keluar menuju pekarangan tempat mobilnya diparkir.Gabriella kembali bertanya, “Mom? Kalian mau ke mana?”Mrs. Milly terlihat gelisah, juga Maritza di samping Gabriella. Setelah mempertimbangkan sesaat, Mrs. Milly akhirnya memberitahu Gabriella semua yang telah dialami Maritza.Gabriella terkejut setengah mati. Dia tak menyangka jika adik iparnya mengalami kejadian semengerikan itu.“Lalu
Jose masuk ke rumahnya dengan tubuh berdebu. Dia baru saja membersihkan pick upnya juga mencaritahu adakah mesin mobilnya yang perlu diperbaiki.Setelah semuanya beres, pria itu memasuki kamar mandi dan membersihkan diri. Air showernya terdengar menderu membasahi tubuhnya.Setelah semuanya bersih, Jose keluar dari kamar mandi dan mengambil selembar celana pendeknya dari lemari.Dia pun mengitari rumah mencari istrinya.Thalia sedang berada di ruang kerja, berkutat dengan maket yang telah dibuatnya sejak beberapa hari belakangan ini.Dengan mengendap, Jose menghampiri Thalia dan memeluk istrinya itu dari belakang.“Aw!” pekik Thalia terkejut akan tangan kekar Jose yang tiba-tiba melingkari pinggangnya.“Sibuk sekali istriku ini. Sudah sarapan belum?” tanyanya dengan suara rendahnya dan gigitan kecil di daun telinga Thalia.“Aduuh! Geli, ah!” Thalia tertawa seraya tetap sibuk mema
Jose menjalankan pick upnya kembali menuju ke Bacallar. Tetapi hatinya resah. Kenapa Thalia langsung bertemu dengan Stuart begitu dia tiba di kampusnya? Apakah selama ini mereka memang kerap bertemu setiap kali Thalia ke kampus? Karena selama ini setahu dirinya, Thalia ke kampus dua sampai tiga kali dalam seminggu. Itu berarti sebanyak itu juga dia bertemu Stuart?Jari jemari Jose mencengkeram kemudi pick up nya dengan geram. Dia merasa ingin meninju pemuda bernama Stuart tadi, terlebih lagi bocah tengik itu menyentuh pundak Thalia. Apa-apaan dia berani menyentuh istrinya!Karena kesal, Jose memutar arah mobil dan kembali ke kampus Thalia. Dipandanginya halaman depan kampus yang tidak seramai tadi, mencari keberadaan Thalia. Tetapi, tidak ada lagi Thalia di sana.Dipukulnya kemudi mobil. Dia juga mengusap kasar rambutnya dengan pikiran kacau ke mana dia harus mencari keberadaan Thalia. Sedangkan saat itu baru pukul 10 lebih. Masih lama hingga tiba
[Beberapa jam sebelum menjemput Thalia di kampus] Jose memukul setir mobilnya saat kembali ke halaman depan kampus Thalia tetapi tidak menemukan istrinya lagi di sana. Sepasang matanya sudah menjelajah setiap sudut halaman kampus itu, tetapi tidak ada lagi sosok Thalia, juga Stuart. Dengan perasaan kesal dan kacau, Jose pulang ke Bacallar. Tapi bagaimana dia bisa tenang memikirkan 4 jam ini Thalia akan bersama Stuart? Saat tiba di rumah, Jose turun dari pick up dengan membanting kuat pintu mobil. Dia mengacak rambutnya kemudian masuk ke dalam rumah. Dalam kekalutannya, Jose menuju kamar mereka dan berdiri di depan jendela kamar yang dibiarkan terbuka setiap harinya. Jose menyukai suasana rumah yang berangin. Jadi, setiap jendela di rumah mereka, dia biarkan terbuka lebar agar angin leluasa keluar masuk rumah. Masih dengan hati yang gelisah, Jose mengeluarkan rokok dan membakarnya. Dia tahu Thalia bukanlah tipe wanita yang mudah bermain lelaki. Bukan pula tipe yang ganjen. Tetap
“Rumah itu tetap akan disita bank. Biar bagaimana pun uang yang digelontorkan sudah terpakai dan berkurang. Jika kau ingin mengambil kembali rumah dan tanahmu itu, kau tetap harus mengganti uang bank yang telah digunakan Gabriella, barulah rumah itu bisa kembali ke tanganmu.”Mendengar penjelasan Mr. Gustavo, Phillio kesal dan berang. “Apa? Itu sama saja bohong!”Jose sendiri tak bisa berkata apa-apa lagi. Andai rumah itu bukan rumah peninggalan kakeknya, maka dia takkan mau memikirkannya lagi. Tapi dalam rumah itu ada banyak kenangan keluarga Miguel yang takkan mungkin tergantikan oleh apapun juga.Lalu pemakaman keluarga mereka pun terletak tak jauh dari kediaman mereka.Segala kenangan inilah yang benar-benar sedang diperjuangankan Jose.“Berapa yang harus kuganti?”“Lima ratus ribu dolar.”“Itu gila!” sahut Jose dengan meraup wajahnya.***Selepas dari pertemuan dengan Mr. Gustavo, Jose pulang ke rumah dengan semangat yang hanya tersisa setengahnya saja. Begitu lesu langkah kakinya
“Sweet, bangunlah.”Suara lemah Jose Antonio memecah keheningan di ruang ICU itu.Thalia terbaring di sana, dalam keadaan tidak sadar.Ramona menceritakan, Thalia terkena preeklampsia. Tapi dia tidak menyadarinya karena tidak pernah lagi memonitor kehamilannya sejak menghadiri persidangan demi persidangan.Ada beberapa gejala yang dia alami, seperti tekanan darah tingginya yang semakin meningkat. Juga kondisi kekurangan nutrisi. Tapi Thalia abai akan semua itu.Membuat ketika dia harus melahirkan prematur, tubuh nya mendadak blank dan dia tak sadarkan diri.Jose rasanya ingin hancur menjadi debu saja ketika dia mendengar apa yang terjadi pada Thalia.Dipandanginya wanita itu dan digenggamnya erat tangan Thalia.“Bangunlah, please. Aku membutuhkanmu. Juga anak kita. Bangun, Sweet. Aku tidak akan memaafkanmu kalau kau meninggalkan kami di sini.”Pria itu tertunduk dan air matanya jatuh tak mampu dibendung lagi.Entah Jose harus menyalahkan siapa. Tapi melihat kondisi Thalia seperti ini,
Joseeee ... My man ... Joseeeeee ... Suara sayup-sayup seakan memanggil Jose. Saat itu dia berada di tebing tinggi dengan angin yang cukup kencang menerpa tubuhnya. Rambut coklatnya yang lumayan panjang berkibaran. Jose memandang sekeliling, tapi tidak melihat seorang pun. Hanya ada air laut yang menerpa karang hingga percikannya terlempar ke segala arah. Deburan ombak kembali mengisi pendengarannya saat panggilan itu sudah tak terdengar. Jose kembali menatap air laut di bawahnya. Entah mengapa dia merasa dirinya terpanggil untuk melompat dari sana. Joseeeeee ... Lagi, suara itu terdengar. Menajamkan telingannya, Jose menyadari jika itu suara Thalia. “Sweet? Di mana kau?” teriaknya pada sekelilingnya. Aku di sini .... Suara Thalia terdengar lagi dan tiba-tiba saja tak jauh dari tempatnya berdiri, tampak tebing yang tak kalah tinggi dan Thalia berada di ujung tebing. Wanita itu mengenakan gaun panjang tipis berwarna pink. Perutnya sudah membuncit sementara angin menerpa ramb
Memikirkan itu, Fernando sedikit tenang. Meski pun dia tetap bertanya-tanya dalam hatinya. Kenapa Gustavo tetap mau menunjukkan rekaman di menit-menit setelah ini, jika memang isi rekaman sudah kabur dan dirinya tak terlihat jelas.Ah, mungkin itu hanya gertakan saja.Fernando menguatkan dirinya.Lalu mereka semua fokus pada rekaman. Dan benar saja, tak sampai lima menit kemudian, terlihat seseorang keluar dari ruang rawat ayahnya.Mr. Gustavo langsung menunjuk ke arah Fernando.“Apakah itu dirimu?”Fernando nyaris saja kehilangan kedua bola matanya karena mereka berlompatan keluar.Bu- bukankah dia sudah membayar hacker untuk mengaburkan rekaman saat dirinya keluar dari ruangan itu? Kenapa di rekaman kali ini dirinya terlihat jelas? Bahkan fitur wajahnya sangat jelas, karena Fernando sempat menoleh ke kanan dan ke kiri, bahkan menatap ke arah kamera selama beberapa detik.Dengan logika yang masih tertutup keterkejutannya, Fernando sontak berteriak,“Bu- bukan aku! Itu bukan aku!”“Bu
Silvana mulai menirukan ucapan Mrs. Milly yang didengarnya waktu itu, “Kita harus tenang, Fernando. Pihak Bank tahunya pinjaman itu atas nama ayahmu. Dan ketika Jose mengetahui tentang ayah kalian meminjam dengan menjaminkan rumah dan tanahnya, maka dia gelap mata, murka, dan mendendam pada ayah kalian. Itulah kenapa ayahmu mati.Setelah itu, Jose lalu meminta dana pinjaman itu menjadi miliknya. Mengancam kita untuk mengirimkan dana itu ke rekeningnya. Itulah yang terjadi, Fernando. Kau mengerti? Itu yang terjadi!Camkan dalam benakmu, itulah yang terjadi. Ketika nanti kita memberi kesaksian pada yang berwajib, kita harus mengatakan seperti itu! Mengerti?!”Silvana menjelaskan dengan menirukan nada suara Mrs. Milly, membuat Mr. Gustavo jadi mempertanyakannya.“Apakah menurut anda ada yang aneh dari kata-kata Mrs. Milly itu?”“Iya! Tentu saja! Mrs. Milly seperti menyampaikan rencananya, bukan memberitakan sebuah kabar,” ucap Silvana yang langsung membuat Fernando memrotesnya.“Kau jang
“Jadi Anda sebenarnya sedang kembali ke rumah atau sedang di kafetaria?” tanya Mr. Gustavo dengan nada keras pada Fernando, ketika pria itu dipanggil untuk memberi kesaksian.“Di kafetaria,” sahut Fernando dengan nada kesal.Saat itu, sudah gilirannya yang dipanggil untuk memberikan kesaksian.Fernando awalnya menolak tegas, tapi Officer Danny dan para polisi lainnya memaksa. Jika dia tidak bersedia memberikan kesaksian, maka dirinya yang akan dituntut karena melakukan penipuan terhadap dana pinjaman bank.Tentu saja hal tersebut bisa dilakukan asalkan sesuai prosedur. Tapi para polisi menggertaknya seolah-olah tanpa prosedur pun Fernando bisa dituntut begitu saja.Dan Fernando mempercayai gertakan itu dan langsung menyetujui pemanggilan dirinya sebagai saksi.Kini, menghadapi garangnya Mr. Gustavo menanyai dirinya sebagai saksi, Fernando cukup ciut nyalinya.“Jam berapa Anda keluar dari ruang rawat ayah Anda?” tanya Mr. Gustavo lagi.“Ma- maaf, saya tidak melihat jam.”“Kira-kira saj
Dengan terbata-bata, Gabriella menjawab lagi tanpa pikiran logisnya lagi, “Bu- bukan aku yang membelinya! Apakah Anda tidak menanyakannya pada Fernando? Pastilah dia yang membeli mobil itu!” “Oh, Nona Gabriella,” Mr. Gustavo terlihat tersenyum kecil. dia sungguh sudah hapal dengan tingkah para saksi yang menyembunyikan sebuah kebenaran seperti Gabriella. “Anda tertangkap saat sedang berada di Tijuana City. Dan pembelian mobil itu juga terjadi di kota yang sama. Lagipula, sales showroom mobil sempat mengambil foto Anda saat Anda menuju mobil sesaat setelah transaksi pembelian terjadi. Ini fotonya!” Gabriella seperti disengat listrik tegangan tinggi kali ini. Dia tak bisa megnelak lagi dengan bukti foto yang ditunjukkan di depan wajahnya. Dia seperti mendapatkan tamparan di wajah. “It- itu ... Ak- aku ... aku tidak mengingatnya!” “Bagaimana anda tidak mengingatnya? Anda amnesia? Tapi dokter tidak memberi laporan bahwa anda amnesia. Lalu, apakah berarti anda pura-pura lupa?” “Buk
Thalia bagai menjalani hidup dalam naungan waktu yang berbeda. Dia seperti masih berada di titik yang jauh di belakang, tapi tiba-tiba Ramona sudah menyadarkannya bahwa sudah waktunya persidangan Jose lagi. “Aku tidak tahu apakah aku akan sanggup menghadarinya lagi, Ramona,” tangis Thalia saat sahabatnya itu menyuruhnya bersiap dan menunjukkan pada Jose bahwa dirinya akan bertahan sekuat tenaga demi Jose dan buah hati mereka. “Kau harus kuat, Thalia. Jika Jose melihatmu hancur, dia akan lebih hancur lagi!” Ramona terus mengguncang tubuh Thalia, berusaha menguatkan temannya itu. “Tapi melihat kondisinya yang semakin buruk, aku semakin hancur, Ramona.” Isak tangis Thalia semakin berhamburan keluar. Sudah sejak beberapa hari lalu, Ramona menginap di rumah Thalia. Dia membantu menjaga kondisi mental Thalia tetap waras. Sebagai ibu yang sedang mengandung, keadaan hati Thalia tidak seharusnya sekacau ini. Sudah seharusnya Thalia menjadi lebih tenang, santai, dan berbahagia, sehingga k
“Jangan seenaknya menuduhku! Aku tidak tahu menahu tentang hal itu!” Gabriella memelototi polisi di hadapannya. Setelah semalam dia dibuat pingsan oleh Danny yang ternyata adalah kaki tangan seorang detektif yang disewa Austin, sepuluh menit lalu dia terbangun di sebuah ruangan interogasi. Awalnya Gabriella diberi minum dan sedikit makanan untuk membuat kesadaran dirinya pulih dengan benar. Tapi setelah minuman dan makanan itu habis, proses interogasi dimulai. Detektif Owen bekerja sama dengan seorang kepolisian bersih yang setelah mendengar penjelasan tentang kasus ini, officer Randall pun bersedia membantu penyelidikan. “Kalau kau tidak tahu menahu tentang dana pinjaman bank untuk suamimu itu, silakan jelaskan sumber dana dari rekeningmu yang menggendut tiba-tiba. Darimana uang 2,5 juta dolar di rekeningmu, Nona? Itu bukan uang sedikit!” “Apa?” Gabriella terlihat shock. Bu- bukankah dia menyimpan dana itu di bank yang menjaga kerahasiaan nasabah seratus kali lebih rahasia daripa