Share

Bagian 9

Penulis: Fetina
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Niar

Bang Deni mengajakku jalan-jalan, hal yang mahal bagiku setelah menikah dengannya. Beberapa kali dulu aku mengajaknya jalan-jalan, tapi ia tak pernah bisa.

Aku akui Bang Deni sekarang belajar dari kesalahannya. Tapi, hatiku tetap sakit dengan semua penolakannya dulu, kata-kataku yang tak pernah ia percayai. Untuk apa aku dijadikan istri, jika kata-kataku saja tak ia percaya.

Ditambah masalah Ibu yang selalu menindasku dengan tatapan matanya. Sehingga, walau tak berkata pun, aku sudah trauma dengannya. 

Kalau Kak Ayu, dia selalu mengataiku malas. Aku bukannya malas, tapi aku memang butuh waktu untuk anak-anakku dan diriku sendiri.

"Syukur ya, Deni sudah berangkat. Tak ada yang melindungimu sekarang," ucap Ayu saat Bang Deni sudah berangkat dengan mobilnya.

Aku diam menunduk, tak mau bertikai dengannya, yang ada dia selalu mematahkan kata-kataku.

"Pinter ya, kamu. Bisanya diem-diem aja, padahal hatinya lain." ucap Kak Ayu lagi

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Anuar Ibrahim Anua
isteri bodoh.... sanggup dipijak sama mertua...bila anda lemah, orang pijak selalu... bila suami tanya... didiami.... kemudian lepaskan tension sama anak... beraninya sama anak....suami tanya Kok diam....benci aku perempuan mcm ini....
goodnovel comment avatar
Yanti Isma
deni ajah jdi laki bego
goodnovel comment avatar
Rahmatun Nisa
pisah aja. keluar dari rumah neraka itu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 10

    Aku masih memikirkan cara untuk memasang kamera pengawas di rumahku tanpa ketahuan oleh anggota keluarga. Aku hubungi Niar agar dia memberitahukanku saat Ibu dan Kak Ayu pergi ke luar rumah. Tapi, dia tak mengerti dan sering lupa memberi tahukan padaku. [Maaf, Bang aku lupa. Padahal tadi mereka pergi.] [Kamu jangan sampai lupa-lupa terus. Gimana kamu di rumah? Apakah ibu bersikap baik padamu?] Lama sekali tak dijawab. Entah gawainya di simpan dimana, Niar tak pernah sigap menjawab pesan atau telepon dariku. Aku semakin bingung, karena sudah hampir hari Jumat lagi, waktunya aku pulang ke rumah. Pengawas kamera sudah dibeli oleh sahabatku, Bram. Tapi, ia tak punya celah untuk masuk rumahku. Ibu dan Kak Ayu bisa-bisa curiga padanya. "Coba Bram, kamu bicara dengan istriku. Karena dia yang bisa memberitahumu kalau rumah sedang sepi. Saat itu, kamu pasang di dapur dan di ruang tamu, Bram!" "Tapi, sepertinya aku nggak bisa. Karena kal

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 11

    Ibu meminta bicara padaku. Ia nampak gusar, mungkin mengenai usulku membawa Niar ke Psiater. "Den, kita lihat dulu ke depan. Kalau misalnya Niar menunjukkan gejala aneh, nanti ibu carikan psikiater untuknya. Alasannya, ibu tak pernah menganggap Niar ada gangguan. Gimana, Den?" Rasanya tak sependapat dengan hal itu, tapi aku akan mencoba mengikutinya. Lagian sekarang ada kamera pengawas, aku nggak terlalu khawatir. "Baik, bu. Aku akan mengamati perkembangan Niar ke depan. Jika dia semakin susah diajak bicara, aku kan langsung membawanya ke psikiater," ucapku pada ibu. "Okey." Ibu setuju dengan pendapatku. Pagi ini ku lihat Kak Ayu yang sibuk di dapur, ia dibantu oleh kedua anaknya, Farrel dan Ayesa. Terlihat Farrel mengepel lantai setelah Ayesa yang menyapunya terlebih dahulu. 'Baguslah,' pikirku saat melihatnya. Anakku Icha masih belum bangun, ia masih tertidur. Aku menemui Niar yang sudah terbangun dan salat subuh, karena ku b

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 12

    "Dek, kenapa Farhan ada di bawah? Kamu apain dia?" Aku berlari mengambil Farhan yang tengkurap di atas lantai."Tidaaak, aku tidak melemparnya. Aku kaget lihat dia di bawah." Niar bicara dengan pandangan lurus ke depan."Jadi, Farhan jatuh sendiri?""Tadi, ada yang ngintip di pintu! Ku tutup pintu. Dia jatuh!"Niar bicara dengan ketakutan. Aku mencoba menenangkannya, lalu mendudukkannya di bibir ranjang."Sebentar, aku ambilkan minum dulu ya, Dek!"Farhan masih ku gendong, ia tak menangis sedikit pun, hanya bergumam sesekali."Dek, ini minum dulu!"Niar mengambil air dari tanganku, lalu meminumnya. Setelah itu aku ambil, dan ku simpan di atas nakas."Bang, aku takut!" Niar berkata tanpa memandangku."Takut apa, Niar? Siapa yang ngintip? Di rumah ini hanya ada kita berempat.""Ada yang ngintip." Niar masih ketakutan."Ya udah, nanti Abang cari siapa orangnya."Aku mengambil gawai dari saku. Aku

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 13

    "Uuuuhhh ... Nggak enak!"Mata kami sama-sama ke arah Icha. Lalu, aku menoleh ke arah kak Ayu. Aku menggelengkan kepalaku padanya. Wajahnya memerah, kak Ayu grogi saat aku perhatikan.Sebelumnya aku katakan pada Icha agar jangan berbicara tak baik pada makanan."Tapi kan ini nggak enak. Enak masakan Mama," katanya."Papa coba, ya!" Aku mencoba makanan itu.Rasanya memang tak karuan. Udang saos tiram keasinan, capcaynya tak berasa.'Kok bisa kak Ayu yang sudah punya jadwal masak memasak yang seperti ini,' ucapku dalam hati.Aku menatap lagi pada kak Ayu. Dia semakin gusar, keringat mengucur di wajahnya."Baiklah, kak Ayu ikut aku dulu!" perintahku pada kakak perempuanku ini. "Icha tunggu sama mama ya! Nanti papa pesankan makanan buat makan kita," kataku."Iya, Pa."Kak Ayu mengikutiku, tapi ibu mengekor di belakangnya. Ketika ku berbalik, aku menatap ibu."Kenapa ibu ikut? Mau bela kak Ayu?"

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 14

    Bu RatihSiang ini, aku, Ayu dan anak-anaknya pergi keluar untuk makan-makan. Seperti biasa, aku nikmati uang hasil jerih payah anakku Deni.Kepindahan kerja Deni menjadi berkah tersendiri buatku. Aku jadi lebih leluasa mengendalikan Niar.Namun, aku harus sembunyi-sembunyi dari Icha, dia tak boleh melihat saat aku bicara dengan mamanya. Makanya ku minta Farrel dan Ayesa mengajak main Icha saat aku menemui Niar.Ketika sampai rumah, aku terkejut Deni sudah sampai. Biasanya dia sampai larut malam, makanya aku dan Ayu makan-makan dulu, karena tau hal itu.Deni malah bertepuk tangan saat kami datang."Luar biasa nih ibu sama kak Ayu, habis makan-makan di luar, nggak ajak-ajak kami," sindir Deni.Langsung dijawab oleh Ayu kalau kami habis daftar sekolah Farrel."Benar itu, Bu?" Deni memastikan kebenaran jawaban Ayu padaku."Be-benar, Den!" Aku gugup saat menjawabnya.Deni tak banyak bicara, ia meninggalkan kami. Lalu

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 15

    Aku melihat dua hari ini, mereka aman-aman saja. Tapi ketika ku pantau malam ini, kamera pengawasku mati.Apa mungkin ibu dan kakakku tau tentang ini? Mereka mencabutnya sehingga aku tak bisa melihat aktivitas mereka.Apa yang harus kulakukan yaa Allah? Apa sebaiknya aku mengambil cuti untuk besok?Mmm ... Baiklah kuputuskan untuk mengambil cuti esok hari. Aku harus segera hubungi pihak HRD agar cuti dadakanku ini di ACC."Den, kamu kok resah begitu?""Iya aku sepertinya ingin pulang. Ada sesuatu yang terjadi dengan istriku sih kemungkinan besar!" Aku menjawab pertanyaan Rio."Jika dengan pulang, kamu semakin tenang, maka lakukanlah!" Nasehat Rio membuatku tenang."Terima kasih ya, Rio!"Selanjutnya aku menghubungi Bram, aku menanyakan perihal kamera pengawas yang ku pakai malah mati saat ini."Bisa jadi karena ketahuan, lalu dimatikan sambungannya.""Baiklah, Bram. Aku mengerti." Tekadku untuk pulang

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 16

    Pagi ini keadaan Niar sudah lebih baik. Dahinya sudah tidak panas, demamnya sembuh. Pagi ini aku belikan bubur ayam untuk kami sarapan. Ku belikan sekalian sepuluh bungkus. Takutnya ibu dan kak Ayu mau. Sedangkan aku tak mau ada keributan pagi ini gara-gara belum ada sarapan pagi. "Sayang, makan dulu, yuk! Aku udah beli bubur ayam," kataku sembari membimbingnya ke dapur. "Duduk di sini, ya!" Ku dekatkan kursiku di sebelahnya. Niar melihatku menuangkan bubur ayamnya. Lalu, aku mencoba menyuapinya. Tapi dia tak mau aku suapi. Diambilnya sendok dariku. Dia lebih baik makan sendiri. Aku pun mengambil piringku. Satu bungkus lagi ku tuang di piring, lalu aku menyendoknya. "Habiskan, Dek! Sayang kalau nggak habis. Soalnya aku rasa porsinya nggak terlalu banyak," kataku. Niar terus memakannya. Ia menyukai bubur ayam itu, lalu berhenti setelah piringnya kosong. Aku berikan segelas air putih untuk diminumnya. "Silahkan minum yang

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 17

    Pemeriksaan psikiater akan dilakukan hari ini. Aku dan Niar sudah berangkat pagi-pagi setelah menitipkan anak-anak pada Mak Elin.Sesampainya di rumah sakit, kami haru daftar poli, yang dituju adalah poli kesehatan jiwa. Beruntungnya mendapatkan antrian nomor dua.Sambil menunggu dokter datang, aku menggenggam tangan Niar. Aku harap dia bisa tenang dan menceritakan semua yang dirasakannya."Bagaimana, Sayang? Bisakah kamu nanti melakukannya?"Niar mengangguk tanda setuju.Tak lama, nama istriku dipanggil. Kami gegas masuk ke ruangan dokter. Dokter jiwa tersebut bernama Saptadji."Permisi, Pak Dokter, istri saya mau konsultasi dengan dokter," kataku."Baik, Pak. Silahkan masuk," katanya.Dokter menyambut kami dengan ramah. Ia juga mengapresiasi kami yang berani datang ke psikiater. Walau banyak tanggapan miring mengenai konsultasi ke psikiater. Padahal ada saatnya pertolongan psikiater dibutuhkan oleh seseorang.Set

Bab terbaru

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 47

    Dengan refleks aku menarik tangan ini, lalu aku mengucapkan terima kasih padanya."Terima kasih, ya atas bantuanmu. Aku mau pulang duluan, ya!" ucapku."Jangan! Aku akan mengantarmu. Nanti motormu akan dibawakan oleh satpam sekolah, ya!" sahutnya.Aku tak bisa menolak, saat akan menjauhi Ardi, dengan sigap ia membawa kami ke mobilnya. Anak-anak senang karena Ardi langsung membawanya."Di, aku nggak enak ngerepotin kamu terus.""Ya Allah, Niar. Aku hanya bantu sekedarnya ini. Kamu nggak usah gitu. Lagian kamu kayak ke siapa aja sih," jawabnya yang justru membuat hatiku tidak tenang.Kami memasuki mobil. Di mobil, anak-anak malah tidur, mungkin karena kecapean udah nangis-nangis tadi di dokter."Kamu udah punya anak berapa, Di?" tanyaku penasaran."Aku? Kelihatannya gimana?" tanyanya."Paling masih satu," jawabku asal."Udah dua. Kalah sih sama kamu, Niar. Tapi istri dan anakku di kampung. Mereka nggak mau ikut sama

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bab 46

    Hari ini, usia Icha putri kami sudah tujuh tahun. Ia sudah mulai masuk sekolah. Aku dituntut harus bisa antar jemput Icha. Biasanya menggunakan motor untuk antar jemput.Sedangkan suamiku--Deni, sudah mulai bekerja kembali. Alhamdulillah masih ada perusahaan yang menerimanya bekerja. Jadi, warung di rumah, aku yang mengurusnya.Sekarang, Alhamdulilah aku sudah sehat lahir batin. Kami dikaruniai tiga orang anak yang manis, yaitu Icha, Farhan dan anak ketiga kami Khaira.Mengurusi satu anak sekolah dan dua orang balita bukan hal yang mudah. Sampai saat ini, aku belum lagi menggunakan ART, karena masih trauma dengan pencurian di masa lalu yang dilakukan ART kami.Hubungan kami dengan keluarga Kak Ayu baik-baik saja. Anak-anak Kak Ayu, satu sekolah dengan anakku Icha, sehingga kadang-kadang aku sering menitipkan Icha pada Kak Ayu.Hari ini hari dimana aku harus menjemput Icha seperti biasa. Aku membawa kedua anakku yang lain saat menjemput Icha.

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 45

    Bik Surti mengatakan kalau ia belum bisa melunasi hutangnya. Kalau dihitung-hitung, total uang dari perhiasan itu sebesar 30 juta.Sebenarnya aku masih memiliki investasi lain. Uang warisan dari Ibu, aku belikan rumah ya g sekarang disewakan.Lumayan hasilnya, aku bisa mendapatkan 20 juta pertahun, tapi sampai saat ini belum ada yang mau ngontrak. Sedangkan uang simpananku, sebagian sudah dipakai buat warung dan modal usaha."Pak, maaf rumah saya belum ada yang mau beli. Nanti rencananya saya mau jual rumah saya, lalu kami pindah ke kampung halaman kami, biar dapat harga rumah yang lebih murah nanti.""Iya, Bik. Saya ikut saja, asal perhiasan istri saya diganti secepatnya, ya!""Iya, Pak. Nanti kalau sudah ada, saya ganti ya!""Bagaimana kalau saya kasih batas waktu?""Iya, Pak. Saya ikut.""Sampai pekan depan, ya!""Baik, Pak."Bik Surti meninggalkan rumahku. Dia berjalan dengan langkah gontai.Sedangkan u

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 44

    Den, aku dapat kabar dari adik kandung Bik Surti. Setelah dia keluar dari tempatmu, seperti yang pernah kukatakan dia bisa merehab rumahnya, lalu melunasi tunggakan anaknya, selain itu dia juga membeli barang-barang untuk rumahnya seperti kulkas dan juga hape baru, Den!""Astaghfirullah. Sampai segitunya?""Iya, Den. Saat adiknya nanya, katanya uang itu diberi olehmu sebagai pesangon. Makanya mereka heran dengan perubahan Bik Surti.""Menurutmu bagaimana, Bram? Apa aku pantas mencurigainya? Sedangkan dia memang terbiasa masuk ke kamar kami. Dan ada salah satu bukti di CCTV saat dia masuk dan keluar dari kamarku, tapi tak membawa apapun. Biasanya dia ke dalam hanya untuk menyapu dan mengepel, Bram.""Kalau aku jadi kamu, langsung deh didatangi. Tapi nanti bicara baik-baik. Buat Bik Surti mengakui kesalahannya.""Iya, Bram, terima kasih. Dikira aku Bik Surti benar-benar jujur, tapi ternyata ... Ah, begitulah.""Baik, Den. Semoga masalahmu cepa

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 43

    Pak, Alhamdulillah saturasi oksigen Pak Karso naik. Jadi mudah-mudahan pemulihannya tidak lama. Mohon dukungan dari orang-orang terdekat aja ya," ucap seorang yang berada di ujung telepon."Baik, Pak. Terima kasih, ya!""Sama-sama, Pak."Setelah aku menutup telepon, rasanya lebih bersemangat untuk sehat.Aku menelepon Niar dari balik kamar."Dek, Alhamdulillah saturasi oksigen Ayah naik dan kembali normal. Kita doakan semoga Ayah kembali sehat ya, Dek!""Iya, Bang. Abang juga cepat Isomanya. Oya Bang, aku tadi ngobrol-ngobrol dengan Kak Ayu. Dia bilang sudah ada calon suami, tapi calon Kak Ayu sudah memaksa memberikan perhiasan padanya. Ia juga memberikan bukti chat dengan calon suaminya," kata Niar."Alhamdulillah kalau gitu. Tinggal cari tau tentang Bik Surti. Sampai sekarang, aku belum menghubungi Bram. Malah jadi lupa dengan masalah ini.""Ya udah, Bang. Sesempatnya saja. Atau kalau nanti kondisi Abang sudah baikan,"

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 42

    Kami tak bisa menuduh langsung karena semua pasti memiliki alibi.Perhiasan juga masih ada saat Bik Surti masih bekerja dengan kami karena di CCTV terlihat Niar yang mengenakan perhiasan, sehari sebelum Bik Surti berhenti bekerja.Itu berarti Bang Aldo tak bisa disalahkan atas hilangnya perhiasan ini. Karena dia di sini sebelum Bik Surti kami berhentikan.Tersangka mengerucut menjadi dua orang. Di CCTV, kelakuan Bik Surti setelah Niar memakai perhiasan ini, lumayan mencurigakan.Terlihat Bik Surti masuk ke kamar kami, tapi keluar nggak bawa apa-apa.Dia masuk kamar biasanya hanya untuk sekedar menyapu atau mengepel.Di CCTV terlihat dia sekali masuk kamar yang mencurigakan.Lalu, kami mengamati Kak Ayu kemarin saat menemani anak-anak. Kak Ayu terlihat uring-uringan di ruang tamu. Sepertinya ada yang dipikirkan oleh Kak Ayu.Dek, aku curiga banget dengan kak Ayu. Coba kamu lihat? Beberapa kali Kak Ayu jalan di ruang tamu.

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 41

    Bab 41 (UBIDI)Kami pergi ke dokter kandungan dengan menggunakan layanan umum, karena ingin mendapatkan USG, jadi harus umum.Setelah menunggu beberapa menit, kami dipanggil juga untuk masuk."Silahkan masuk, Pak, Bu!""Sudah usia berapa kandungannya?" tanya Dokter Dian, nama yang tertera di mejanya."Sepertinya sudah 10 mingguan, Dok," jawab Niar memperkirakan."Oh, jadi selama ini belum diperiksa?" tanya Dokter."Iya, Dok. Karena keburu pandemi," jawab Niar."Baiklah, saya periksa dulu. Silahkan ke sini, kita lihat pakai USG ya, Bu!" Niar mengikuti Bu Dokter. Aku pun melihat dari kejauhan.Lalu dokter mengoleskan gel pada perut Niar sebelum sebuah alat digunakan untuk mendeteksi bakal calon bayi di dalam perut."Posisi calon bayi Ibu sudah bagus, benar usianya sekitar 10 Minggu."Lalu dokter menggerakkan-gerakkan alat itu di atas perut istriku."Mudah-mudahan sehat selalu, ya sampai melahirkan nant

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 40

    "Kamu simpan parac*tamol nggak?" tanyaku pada Niar."Ada, tapi udah beberapa bulan. Setauku nggak boleh disimpan lama, Bang. Abang tolong belikan lagi saja di apotek," usulku."Iya, Dek. Aku pergi sekarang, ya! Sementara aku pergi, tolong kompres dahinya!" Aku meminta pada Niar."Ya, Bang. Aku mau ambil airnya dulu."Kami sama-sama keluar dari kamar Icha. Lalu aku langsung menyalakan mesin mobil, tak lama mobil meluncur.Aku mencari apotek yang masih buka. Karena covid, pemerintah membatasi jam operasional toko.Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul sembilan malam.'Ya Allah, mudahkanlah aku mencari apotek yang masih buka, obatnya pun ada,' gumamku.Sepanjang jalan, toko dan apotek tutup. Lalu aku mengingat kalau di rumah sakit ada apotek juga.Aku mendatanginya dan langsung menanyakan obat penurun panas."Mbak, ada penurun panas anak?""Ada. Yang ini, ya?""Iya, berapa Mbak?""L

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 39

    "Assalamualaikum. Deni!" Bang Aldo mengetuk pintu."Waalaikumsalam." Aku mempersilahkan masuk.Saat Bang Aldo masuk, tiba-tiba dia kaget ada Kak Ayu di sana."Loh kenapa kamu di sini?" tanya Bang Aldo."Aku sedang mengunjungi adikku, memang nggak boleh?" Kak Ayu membulatkan matanya.Bang Aldo malah menyeringai."Jangan-jangan kamu mau pinjem uang sama Deni?" Bang Aldo tetap menyeringai dan menoleh pada Kak Ayu.Kak Ayu akhirnya diam, mungkin tak mau cari ribut dengan Bang Aldo."Ada apa ya, Bang?"Bang Aldo melihat ke arah Kak Ayu."Aku mau minta tolong padamu, Deni.""Ada apa, Bang?""Bujuklah perempuan di sebelahku ini untuk membolehkan aku bertemu Farrel dan Ayesa. Sejak perceraian kemarin, aku tak boleh bertemu mereka lagi," kata Bang Aldo."Kata siapa nggak boleh? Boleh kok, asal di rumahku. Kamu tak boleh membawa mereka pergi. Apalagi ke rumah perempuan itu!" Kak Ayu bicara sangat

DMCA.com Protection Status