“Assalamualaikum, Bu Rani.” Suara dari sebrang terdengar, suara lembut dari pemilik suara, seorang yang baik hati namun tegas dalam prinsip. Dan Rania pun menjawab dengan suara tak kalah lembutnya.“Waalaikumsalam, apa kabar, Pak ?. Lama tak jumpa.”“Iya, banyak tugas kampus yang harus di kerjakan terutama penyampaian materi via zoom video benar-benar sangat menyita perhatian, menyita waktu dan butuh kesabaran. Belum lagi persiapan webminar.”“Saya juga mengalami nasib yang sama, Pak.”“Sedang dimana ?” masih tanya suara itu lagi.“Sedang di rumah, Pak.”
PANGGILAN DARI KAMPUSPagi yang indah ketika dunia menampakkan senyum indahnya. Rania sudah bangun sejak subuh tadi dan melanjutkan tulisannya di beberapa platform penulisan. Sesekali matanya menyipit lalu kadang melebar, seperti pusaran cinta yang kadang naik dan kadang turun. Rania mengikuti alur cerita yang ia buat dengan ekspresi wajahnya.Ia terkejut melihat handphonenya menyala, sebaris nama muncul disana. Nama yang selalu membuatnya tersenyum, menghadirkan inspirasi dalam tiap episode-episode novelnya. Nama itu yang menghadirkan letupan dalam hatinya. Nama itu juga yang membuatnya berpikir hal lain tentang sebuah dendam. Bahwa dirinya harus berhasil terlebih dahulu maka hal itu adalah pembalasan terbaik bagi seseorang yang ingin membalas dendam. Bahwa dendam itu bukan tentang melakukan hal buruk pada seseor
"Sudah di kampus ?" Ach, lelaki ini lagi. Lelaki dengan senyum manis yang selalu menghadiahkan energinya untuk Rania."Iya, sudah.""Alhamdulillah, tetap tenang dan baca sholawat ya.""Iya, terimakasih dukungannya"Hanya itu WhatsApp terakhir antara Rania dan Pak Wahyu pagi ini. Hingga Rania memutuskan untuk menuju ruang dekan.Rania melangkah tertatih, bukan karena tubuhnya sedang sakit atau karena lapar tetapi karena beberapa mata memandang dirinya, seolah dirinya adalah pemilik puncak kesalahan. Rania ingin menjelaskan pada mereka kronologi kejadian yang sesunggu
Rania menepikan mobilnya di dekat menara pandang. Suasana sedang riuh dengan banyak orang, terdapat penjual makanan di tepian sungai.Angin semilir menyapu wajah menghadirkan sensasi dingin dan indah. Rania merasakan sesuatu yang berbeda. Ia membuka pintu mobilnya.Ia melangkah menyusuri tepian sungai berharap menemukan tempat untuk duduk sejenak melepaskan kegundahan hatinya, hingga ia melihat sepasang kekasih meninggalkan bangku yang terbuat dari besi yang tadi mereka duduki.Rania duduk di tempat itu, sebotol air mineral berada dalam genggaman tangan nya di tambah dengan jagung rebus di plastik putih ia letakkan di sampingnya. Rania meminum airnya seteguk.
Rania menangis terisak ketika ia telah tiba di rumahnya, menghancurkan kebahagiaan rumah tangga wanita lain sama dengan mencabut nyawanya sendiri dan Rania tidak bisa melakukan itu. Rania tidak mungkin melakukanya, ia pasti akan terluka. Dirinya bukan penghancur rumah tangga orang lain.Tetapi, menerima kenyataan harus kehilangan seseorang yang selama ini memberikan semangat juga bukan hal yang mudah. Ia seperti kehilangan separoh dari nafas, dan itu sama saja rasa sakitnya.Memilih bahagia diatas penderitaan orang lain atau memilih mencari kebahagiaan lain ? Ini juga bukan hal yang mudah.Rania baru saja bahagia, namun ia kembali merasakan sakit. Ia bahkan telah rela menerima takdir menjadi ‘yang disembunyikan’ demi cinta dan rasa sayangnya pada Pak wahy
Rania belum selesai merapikan mukenahnya ketika ia mendapatkan kabar bahwa Pak Budiman dan Septia akan datang ke rumahnya. Rania makin heran mengapa Septia datang dengan Pak Budiman lagi ?Apakah mereka memang sudah saling menambatkan hati bersama ?Apakah Septia sudah tidak bersama Arifin lagi ?Apakah Pak Budiman sudah bercerita bahwa hubungannya dengan Rania hanya hubungan yang sengaja diciptakan ?Ach, Rania jadi pusing sendiri.Tapi biarlah apapun yang terjadi dengan mereka semoga saja hubungan mereka adalah hubungan yang baik dan tidak merugikan siapapun.“Jam berapa ke rumah ?” Tanya Rania.“Sebentar lagi kak, aku dengan Pak Budiman.” Begitu tulis Septia di pesan whatsappnya. Rania melirik jam kecil yang ada di meja riasnya, masih pukul enam waktu Indonesia Tengah.“Sepagi ini ?”“Iya, Kak.”“Ada apa ?’“Pak Budiman yang ngajak, ada berita penting katanya.”“Yo wes lah. Silahkan saja.”
Rania duduk di gazebo paling ujung dari kampus megah ini, ia menikmati setiap lantunan musik yang ia dengar dari bilik hatinya. Rania mengikuti liriknya, lirik sedih berisi secarik rindu.Akhirnya ia kini menjadi ‘janda’, tanpa ucapan selamat tinggal, tanpa senyuman pahit, tanpa mata penuh harap dan tanpa jabat tangan pnuh keharuan.Ya, Pak Leo akhirnyameloloskan keinginan Rania untuk bercerai tanpa Rania ketahui apa dasarnya. Mengapa ia yang kemarin kokoh mendadak mau meuliskan ikrar talak untuk Rania. Surat yang hanya dititipkan pada Pak Yudha kemudian diantar oleh beliau ke rumahnya.Rania menyandarkan kepalanya diantara tiang-tiang gazebo yang terbuat dari kayu jati, ada pohon pinus di hadapannya yang bergerak seiring semilir angin. Ia pernah menjadi wanita yang di manjakan di awal-awal pernikahannya bersama Pak Leo. Ia pernah menjadi wanita yang menikmati sentuhan lembut dan tatap mata kagum dari suaminya itu. Dulu, dulu sekali, sebelum tragedi perebutan
PEMBICARAAN TENGAH MALAMSaat ini Rania rindu pada Pak wahyu nya, namun sayang Pak Wahyu sepertinya sengaja menjauh. Biasanya beliau akan menghubungi Rania di pagi hari, siang hari dan malam sebelum Rania tidur. Begitu saja sudah cukup membahagiakan Rania. Rania tidak memita apapun, ia hanya minta sepucuk perhatian itu saja. Sayangnya Pak Wahyu justru mejauh. Sedangkan ada banyak cerita yang igin Rania sampaikan pada Pak Wahyu. Cerita tentang ikrar talak yang telah di berikan Pak Leo padanya, cerita tentang bahagianya ia saat ini, juga cerita tentang Pak Yudha yang tiba-tiba melamarnya dan sebongkah cerita tentang kerinduan yang selama ini melanda dirinya. Tapi Pak Wahyu seolah hilang, mungkin penolakan yang pernah beliau sampaikan atas sikap manja Rania coba beliau wujudkan dengan cara ini. Dan Rania memilih diam. Ia tidak ingin menambah lukanya dengan menghubungi Pak Wahyu, Rania takut rindunya terpeti es kan.Malam yang dingin ketika ada panggilan di ponsel
"Kamu mestinya harus bersyukur memiliki suami seperti Pak Yudha dia itu laki-laki yang baik, bahkan setelah istrinya meninggal dia masih mau menikahimu.Sebagai istri mestinya kamu harus lebih bisa menyayangi dan memanjakan suamimu.Jangan sampai dia marah lantas mentalak mu lagi, kamu harus bisa mengerti bagaimana caranya memperlakukan laki-laki dengan baik.Mama tahu kamu adalah anak perempuan yang paling disayang di rumah ini semua kebutuhan mu kami penuhi tapi tidak lantas hal itu membuat kamu menjadi besar kepala.Bagaimanapun juga saat ini kamu telah mempunyai suami meskipun jarak usia antara kamu dengan Pak Yudha sangatlah jauh tetapi kamu tidak bisa memanfaatkan hal itu semaumu sendiri."Mamah menasehati Marni. Mamah ingin Marni menjadi istri yang sempurna untuk Pak Yudha.Marni hanya mengangguk-anggukan kepala sambil memilin-milin rambut panjangnya dia sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
Pak Yudha menyesali semua takdirnya. Dia merasa menjadi laki-laki paling bodoh di dunia. Andai saja dia . bersikap lebih tegas, pasti semuanya tidak akan seperti ini jadinya.Hari ini, Pak Yudha bukan hanya menyakiti Rania tapi dia juga sudah menyakiti Marni. Dia banyak menyakiti perempuan-perempuan yang sesungguhnya mencintainya.Rania melakukan segala kekasarannya itu karena cintanya kepada Pak Yudha. Dan Marni pun melakukan semua kegilaannya juga pasti didasari oleh cintanya kepada Pak Yudha.Andai mereka berdua tidak mempunyai rasa cinta mungkin akan sangat mudah bagi mereka melupakan jalan yang sudah menyakiti mereka.Tetapi mereka berada pada pusaran cinta. Cinta akhirnya membuat sebuah kebodohan bagi mereka. Cinta juga yang akhirnya menelanjangi diri mereka.Menunjukkan sebuah kekuatan, padahal aslinya mereka berada dalam kelemahan.Itu adalah hal yang saa
Rania mengetahui semua tipu muslihat yang dilakukan oleh Marni.Rania juga tahu bahwa saat ini Pak Yudha menyembunyikan semuanya.Meski begitu Rania tidak ingin bertanya kepada Pak Yudha perihal apapun.Meski dia tahu bahwa uang pak Yudha hampir habis karena tingkah laku Marni.Yang paling membuat jengkel adalah saat mengetahui bahwa ternyata Pak Yudha suami sah nya masih menyembunyikan semua keburukan yang dilakukan oleh Marni entah apa alasannya.Mungkin karena Pak Yudha tidak ingin Rania marah atau karena Pak Yudha enggan terlibat pada permasalahan yang jauh lebih besar atau mungkin karena Pak Yudha masih mencintai Marni sehingga dia tidak mau ada permasalahan yang menimpa Marni.Pagi itu saat sarapan pagi bersama di meja makan, Rania melihat wajah Pak Yudha sepertinya tidak tenang seperti ada sesuatu yang sedang dipikirkan. Rania menjadi bin
Hari berganti, bulan berjalan, Pak Yudha terus berada di dalam rumah Rania sebagai istrinya yang sah. Rania sangat menikmati keberadaan Pak Yudha. Dia sudah tidak memiliki kecurigaan lagi karena jelas Pak Yudha mengatakan bahwa antara Pak Yudha dengan Marni sudah bercerai.Meski kadang kekhawatiran itu muncul karena dipacu oleh ketakutan yang kadang datangnamun sebisa mungkin Rania menahan semuanya supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.Yang penting sekarang adalah kemauan dan kemampuan Rania untuk memperbaiki keadaan, untuk melayani dengan baik dan juga untuk membahagiakan Pak Yudha supaya hati laki-laki itu tidak pergi kemanapun.Bahasa yang lebih tepat adalah Rania berusaha untuk merawat Pak Yudha, merawat cintanya secara lahir maupun batin.Setidaknya itulah yang Rania rasakan saat ini meskipun beberapa hari belakangan Rania melihat ada sesuatu
Pagi ini Pak Yudha terbangun dari tidurnya. Sudah dari semalam dia tidur di rumah Rania, dia bahkan tidak menceritakan tentang perceraiannya dengan Marni.Pak Yudha masih belum siap mengatakan hal itu kepada Rania meskipun sejatinya hal itu adalah cerita yang mungkin paling ditunggu oleh Rania selama ini.Tidak pernah terbesit dalam hati Pak Yuda untuk menikahi Rania kemudian menceraikan Marni. Pernikahan dengan Rania ini awalnya adalah pernikahan main-main saja."Mas, sarapan yuk!! Sarapannya sudah siap, " kata Rania kepada Pak Yudha."Iya, sebentar lagi sayang, Mas mau mandi dulu ya."Rania kemudian mendekati Pak Yudha dengan gaun tidurnya yang sangat indah, rambutnya juga sudah disanggul rapi, pipinya bersemu merah lipstiknya pun menggoda ."Rania boleh ikutan mandi bareng Mas Yudha?".
Marni bukan perempuan biasa yang lantas kemudian dia mudah menyerah atas apa yang sudah dilakukan oleh Rania.Dia merasa sudah cukup lama mengalah, hari ini Marni tidak ingin lagi mengalah lagi, dia sudah lelah terus-menerus berada dalam posisi yang tidak nyaman itu sebabnya dia melakukan banyak kegiatan dengan menghabiskan uangnya berfoya-foya sesuai dengan keinginannya saja.Dulu sebelum Pak Yudha mengenal Rania Marni adalah satu-satunya perempuan yang dicintai bahkan lebih dicintai daripada istrinya sendiri.Tapi setelah mengenal Rania semua menjadi berubah, Pak Yudha menjadi tidak lagi sayang terhadap Marni bahkan janji untuk mengantarkan ke dokter pun Pak Yudha melupakannyaHati Marni menjadi terluka sakitnya terasa luar biasa bila dulu dia bersalah mengijinkan Pak Yudha menikah dengan Rania hanya demi uang yang bakal dia terima. Apakah kesalahan itu
Hari itu Rania bercanda ria dengan Pak Yudha. Pak Yudha tidak pernah tahu bahwa hari ini Rania sudah melakukan sesuatu yang diluar dugaannya dan ia sendiri tidak menyangka bahwa Rania bisa melakukan hal itu.Rania berulangkali menggoda Pak Yudha."Siapa suruh tidurnya kelamaan akhirnya kan nggak bisa ke kampus.""Kamu sih nggak dibangunkan.""Ih Rani, sudah bangunkan bolak-balik dan Mas cuma bilang Hhhhh. . . Iya, iya, nanti.""Sampai capek Rani dibuatnya." Rania menjelaskan."Oh jadi sekarang capek ya melayani aku.""Bukan begitu maksudnya." Rania merajuk seperti anak kecil tetapi hari ini dia bahagia karena Pak Yudha ada di sampingnya. Setidaknya dia berhasil mengalahkan Marni hari ini.Rania bukan tipe perempuan yang mau berbagi, jangankan terhadap Pak Yudha yang luar biasa, dulu semasa menjadi istri Pak Leo pun Rania tidak ingin berbagi, lelah rasanya harus berbagi cinta.Karena, ini hati bukan
Rania baru saja masuk kedalam rumahnya. Ia telah berjalan-jalan berkeliling hari ini. Karena rasa sakitnya terhadap Pak Yudha suaminya itu ternyata benar-benar membuat ia kecewa.Rania langsung masuk kamar, membersihkan tubuhnya kemudian pergi tidur.Ia tidak ingin terus-menerus bergelut dalam permasalahan yang tidak pasti dan sampai hari ini dia tidak menemukan bagaimana caranya agar dia bisa terbebas dari permasalahan bersama Pak Yudha.Rania kemudian melanjutkan tidurnya membiarkan tubuhnya tenang berada di dalam awang-awang.Hingga kemudian alarm ponselnya berbunyi ia meraih ponsel itu dan kemudian mematikannya dengan jemari tangan kanannya lalu ia tidur lagi. Lima menit kemudian ponsel itu berbunyi lagi. Rania kemudian mengubah posisinya dari tidur menjadi duduk dan meraih ponsel itu lagi, sudah pukul tiga dini hari. Sebentar lagi waktunya subuhAda sebelas panggilan tak terjawab dari Pak Yudha.Rania lupa, tad
Rania meninggalkan Pak Yudha dengan Marni yang menatap dirinya penuh tanda tanya.Rania mencoba menyingkirkan rasa sakitnya, bagaimanapun juga ia merasa tidak nyaman saat ini, tetapi ia tetap harus tegar.Di dalam pikirannya saat ini bagaimana caranya membalas dendam agar Pak Yudha cemburu.Tidak elit rasanya kalau membiarkan dirinya cemburu sendirian.Wow Rania cemburuSemudah itukah membuat Rania cemburu hanya karena Pak Yudha sedang berjalan bersisian dengan Marmi. Tidakkah Rania melihat perbedaan antara dirinya dengan Marni dan laki-laki waras pasti akan berpikir seribu kali untuk meninggalkan Rania."Halo Rania apa kabar ?""Oh Profesor Malik kabar baik, kabar Profesor bagaimana ?""Luar biasa baik dan sepertinya akan semakin baik setelah saya menjumpaimu.""Ah Profesor bisa aja, bercandanya jangan kelewatan.""Beneran, siapa yang tidak bahagia ketemu dengan kamu, sep