Mikaela melemparkan tubuhnya ke atas ranjang setelah berlari dan mengunci pintu kamarnya. Panggilan dari bi Salma tidak lagi ia hiraukan. Cewek itu menangis sejadi-jadinya meluapkan kekesalan dan kesedihannya.
Di samping lemari besar yang ada di kamarnya, ia sudah menggantung dress yang kemarin dibeli untuk pesta dansa. Bahkan bi Salma sudah menggosoknya dengan sangat licin. Sia-sia saja ia membeli dress itu karena ternyata Daffa muak padanya.
Bantal berwarna putih yang digunakan Mika untuk menutupi wajahnya sudah basah dengan air mata dan ingus. Hati Mikaela sangat sakit mengingat perkataan Daffa padanya.
Hari ini adalah hari terburuknya.
Saat-saat seperti ini ia jadi sangat merindukan ibunya yang dulu selalu ada saat Mikael
"Udah dong Mika, jangan nangis lagi." Rayu Rendy.Cowok itu membawa Mikaela ke taman dimana biasanya Mika dan Daffa makan siang bersama, karena hanya disanalah satu-satunya tempat yang agak sepi. Hampir semua murid sibuk menonton lomba di aula dan sibuk di kelas mereka masing-masing. Lagipula taman ini letaknya berseberangan dengan aula utama."Aku nggak nangis kok kak." ucap Mikaela terisak.Rendy tertawa melihat tingkah lucu Mikaela. "Siska pasti nggak bermaksud ngomong gitu sama Lo." hiburnya."Dia jahat banget ya kak, sama kayak kak Daffa.""Gue yakin Michelle udah ngomong macem-macem sama dia. Ck, gue nggak nyangka Michelle bisa ngelakuin itu." decak Rendy menerawang apa yang ba
Setelah meninggalkan Michelle dengan jus yang mungkin lengket pada hampir seluruh rambutnya, Darren melangkahkan kakinya lebar-lebar dikerumunan orang untuk mencari dimana gudang sekolah Daffa berada.Selama dua bulan lebih ia bersekolah disana, Darren tidak tahu dimana letak gudang itu. Sekarang ia menyesal karena tidak mencari tahu dari dulu.Rendy terlihat berjalan ke arahnya. "Lo ngelihat Mika?"Darren tidak memedulikan pertanyaan Rendy dan terus berjalan mencari gudang terkutuk itu. Rendy mengikuti langkah Darren yang terburu-buru."Dia nggak kelihatan dari tadi, dia nelpon atau kirim pesan ke Lo nggak?"....."Rendy naik pitam
Darren menunduk mengecup bibir itu, semakin lama semakin menuntut. Tangannya memegang tengkuk Mikaela, seakan tidak ingin cewek itu meloloskan diri darinya.Mikaela tidak menolak ketika Darren semakin memperdalam ciumannya. Tangannya memegang tangan Darren erat, tangan satunya masih memegangi ujung kemeja cowok itu.Tangan mika sedikit bergetar, pun seluruh tubuhnya, Darren merasakan kegugupan Mikaela.Akhirnya Darren melepas ciuman itu perlahan. Tangan Mikaela terlihat berkeringat. Wajahnya tertunduk. Cowok berbadan tinggi tegap itu masih memegangi tengkuknya."Ka..kak.. a..ku.." ucapnya tergagap sambil menghirup oksigen sebanyak-banyaknya."Mau kemana?" tanya Darren pelan, tanpa ra
Cahaya matahari pagi masuk dari celah-celah jendela kamar Mikaela yang semakin lama semakin terasa menyengat. Cewek itu mengerang dari tidur. Ia menggeliat membenarkan diri ke posisi nyaman, menutup sebelah matanya karena terganggu akan silau matahari nakal yang mengusiknya.Mata cewek itu sedikit terbuka karena tidak juga dapat menghalau cahaya. Mendapati ayahnya yang berdiri di depan jendela sedang membuka tirai, Mikaela terbangun dengan malas, mengucek-ucek matanya dan menyibak selimutnya."Papa!" Teriaknya sadar, melompat dari ranjang dan menghambur ke pelukan ayahnya.Sang ayah dengan senang hati menerima pelukan putri kesayangannya dengan erat."Selamat ulang tahun sayang." Marta memberikan kecupan dipipi Mikaela.
Sudah dua hari sejak Mikaela tahu yang sebenarnya, bahwa Daffa sakit dan kembarannya, Darren, yang menggantikan Daffa di sekolah, cowok itu tidak menampakan diri lagi di depan Mikaela. Seperti yang Daffa katakan, dia akan beristirahat beberapa hari, dan akan datang ke sekolah jika sudah memungkinkan.Orang tua Daffa juga sudah datang untuk meminta izin pada pihak sekolah.Mikaela berjalan keluar kelas dan duduk di bangku bawah pohon beringin sambil menyumpal telinganya, mendengarkan lagu dari headset yang terhubung ke ponsel. Matanya menerawang jauh ke arah lapangan basket, disana Rendy dan teman-temannya sedang berlari-lari mengejar bola yang tidak bersalah, yang selalu mereka lempar kesana kesini sesuka hati dan membantingnya ke bawah berulang-ulang.Dalam hati Mikaela merasa seperti
Hari ini adalah hari terakhir Daffa melaksanakan Ujian Nasional. Setelah ujian selesai, Daffa mengajak Mikaela makan siang di rumahnya, karena kelas X dan kelas XI diliburkan. Sebenarnya Daffa juga mengajak Rendy, tapi cowok itu menolak karena sedang ada urusan lain.Dan disinilah Mikaela berada sekarang, di teras rumah Daffa. Berdiri menunggu seseorang membukakan pintu untuk mereka.Mikaela tidak tahu harus memasang tampang seperti apa nanti kalau dia bertemu dengan Darren. Sudah lebih dari tiga Minggu dia tidak bertemu cowok itu.Tak lama pintu bercat coklat pekat itu terbuka dan menampilkan sosok wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik diusianya. Ema, Ibu Daffa."Siang Tante." sapa Mikaela ramah.
"Lo mau ngomong apa?" Tanya Mikaela begitu Tiwi meninggalkannya berdua saja dengan Siska.Mikaela sedang asik mengobrol dengan Tiwi di bawah pohon beringin sebelum Siska datang kepadanya dan mengatakan ingin berbicara sesuatu pada cewek itu.Mikaela mengiyakan saja ajakan Siska, sudah terlalu lama mereka tidak bertegur sapa, dan sebenarnya Mikaela juga rindu pada sahabatnya itu. Selama inipun Siska sudah berusaha keras untuk mengajaknya berbicara dan meminta maaf lewat pesan padanya."Lo masih marah sama gue?" Siska duduk disebelahnya dan menumpukan tangannya dibangku panjang tempat mereka duduk."Gue udah nggak marah." jawab Mika datar."Jadi kenapa Lo cuekin gue?"
"Yeeeeyyyy, Bali."Mikaela, Siska, dan Tiwi saling berpegangan tangan sambil melompat-lompat dan berputar-putar begitu turun dari pesawat mereka."Sumpah ya, kalian norak abis." cerca Rendy yang malu karena beberapa orang melihat ke arah mereka."Yee, kita kan cuma excited banget karena udah lama nggak liburan." bela Tiwi.Daffa hanya bisa memandangi mereka sambil tersenyum. Ia senang Mikaela terlihat sangat gembira, wajahnya terlihat berbinar-binar."Mereka lucu ya sayang?" Zania mengandeng tangan Darren yang hanya memperhatikan dari kejauhan.Yang ditanya hanya diam sambil berjalan menyeret kopernya disisi Zania. Ia melih
7 years later..."Hi Darren, long time no see.""I'm very busy, Mr. Leo." Darren menjabat uluran tangan salah satu teman berbisnisnya itu."I know, ngomong-ngomong, selamat atas pertunanganmu dengan Dr. Caroline.""Thanks.""Dia sangat cantik.. dan sexy." bisik Mr. Leo sambil mengedipkan sebelah matanya genit."I agree with you. Aku sangat beruntung bukan?""Yes, you are. Dia adalah perempuan yang sangat dewasa dan pintar." puji Mr. Leo. "Oh, iya, silahkan duduk dulu. Kau mau minum apa?"
"Non Mika, makan dulu.""Nggak mau bi, bi Salma aja yang makan. Tadi saya udah makan.""Tapi non belum makan siang tadi.""Kita harus hemat bi, kita udah nggak punya apa-apa lagi." ucap Mikaela parau kembali memandangi sekeliling rumah megah yang akan segera ia tinggalkan. Rumah itu bukan haknya lagi. "Jadi kapan kita harus ninggalin rumah ini bi?""Kata pak Danu, kita cuma diberi waktu satu Minggu buat ngosongin rumah ini non."Memejamkan matanya, Mikaela berusaha kuat menghadapi semua hal buruk yang menimpanya. "Bi...saya bakal kasih separuh asuransi saya untuk bi Salma sama pak Tarjo. Bi Salma bisa bikin usaha kue di kampung bibi."
Sudah dua hari berlalu sejak ayah Mikaela meninggalkan dirinya seorang diri di dunia ini. Gadis itu mengurung diri dikamar selama itu tanpa mau makan dan minum kecuali ketika bi Salma menangis tersedu-sedu memohon agar Mikaela makan. Tiwi dan Siska setiap harinya datang ke rumah Mikaela sepulang sekolah untuk menghibur gadis malang itu."Mika, makan dulu yuk." Siska membawakan makan siang untuk Mikaela masih dengan memakai seragam sekolahnya."Tiwi udah bawain roti.""Iya, tapi kan Lo makan roti dikit banget, Lo kan orang Indo, makannya kudu nasi." sanggah Tiwi menerima piring yang disodorkan Siska.Siska dan Tiwi ikut duduk di ranjang Mikaela, duduk berdekatan dengan Mikaela yang sedang memeluk lututnya erat. Mata Mikaela sembab mena
Singapura, 18:07 PM"Kami sudah pindahkan Daffa ke ruang ICU, kalian sudah bisa tenang sekarang, kondisinya sudah sangat stabil, saya harap kondisinya besok sudah lebih membaik."Terlihat Dr. Matt beserta timnya yang dulu pernah merawat Daffa sedang memberikan keterangan pada Brata. Darren dan Ema hanya bisa menyimak apa yang dokter itu katakan."Terima kasih dok." Wajah Brata berangsur tenang setelah tegang beberapa saat."Tuan tenang saja, saya dan tim saya akan berusaha sebaik mungkin untuk anak anda." lanjutnya dengan bahasa Inggris yang sudah bercampur dengan Melayu itu.Darren berdecak. Semua dokter selalu mengatakan hal yang sama. Tapi mau bag
Bagai tersambar petir disiang bolong, Mikaela tidak percaya apa yang baru saja Darren katakan padanya. Darren memintanya untuk menerima Daffa."Ma..maksud kakak?""Maksud gue cukup jelas Mika. Ikut gue ke rumah sakit sekarang. Bilang sama Daffa kalau Lo juga cinta sama dia.""Aku nggak cinta sama dia kak.""Belajar buat cinta lagi sama dia."Plak.Satu tamparan keras mendarat tepat di pipi Darren. Mikaela sangat marah, tega sekali Darren mengatakan hal itu padanya."Kakak pikir hati aku ini apa?""...."
Begitu Darren berlari meninggalkan Mikaela dan mengendarai mobilnya dengan asal, cewek itu langsung berpamitan kepada anak-anak didiknya dan menyetop taksi untuk mengikuti Darren.Dia juga merasa cemas dengan keadaan Daffa, apalagi Darren terlihat kacau dan ketakutan setelah mendapat telpon dari ibunya.Ternyata Darren pergi ke salah satu rumah sakit terbesar di Jakarta, Mikaela yakin Daffa dilarikan ke rumah sakit itu.Mikaela tidak bisa menyamai langkah Darren yang berlalu dengan cepat. Dia hanya mengetahui jika Darren pergi ke ruang IGD dan Mikaela tidak dapat sembarangan masuk ke dalam. Jadi dia putuskan untuk menunggu Darren di lorong.Dengan sangat cemas Mikaela menunggu, sudah kurang lebih 30 menit bolak balik ia melihat jarum
Hari Minggu yang cerah, secerah hati Mikaela. Hari ini ia sudah membuat janji dengan Darren untuk pergi bersama. Walaupun Mikaela harus merengek-rengek sebelumnya agar Darren bersedia pergi kencan dengannya.Tidak masalah, yang penting hati Mikaela senang karena akhirnya Darren meng-iya-kan permintaan Mikaela.Cewek itu sudah menge-roll rambutnya sejak malam dan berdandan secantik mungkin. Dia menunggu Darren di ruang tengah bersama ayahnya. Dua hari ini ayah Mikaela tidak bekerja, dia seharian menemani Mikaela di rumah dan itu menambah kebahagiaan Mikaela."Pa, papa kerja lusa ya?""Iya, papa mau ke Bandung." Ayah Mika sedang membaca koran sambil menyeruput kopi panasnya."Hmmmm...
Begitu membaca pesan dari Daffa, Mikaela langsung berlari keluar tanpa menggunakan jaket dengan rambut yang masih setengah basah. Ia memakai baju tidur lengan pendek yang membuat kulitnya tertembus dinginnya angin malam."Masuk ke dalem aja kak, di luar dingin banget." Ajak Mikaela sambil mengusap-usap lengannya setelah melihat Daffa yang sepertinya juga ikut kedinginan."Disini aja, aku cuma sebentar." Jawab Daffa menatap Mikaela lekat sambil tersenyum.Hawa tajam seperti es semakin menusuk-nusuk kulit, Mikaela merasakan sesuatu yang aneh pada Daffa. Tatapan cowok itu berbeda dari biasanya. Tatapan yang sangat terluka.Daffa tidak mau membuang banyak waktu, dia harus mengatakannya sekarang juga.
"I miss you so bad, I'm not lying."Mikaela tertegun dengan apa yang Darren lakukan. Cowok itu dengan lembut mengatakan bahwa ia merindukan Mikaela, ditelinganya.Bulu kuduk Mikaela meremang, seperti ada perasaan yang meluap-luap dalam dadanya, apalagi tangan Darren sedang memeluknya dari belakang. Mikaela tidak dapat bersikap dengan normal."Do you miss me?" tanya Darren, masih dengan posisi yang sama.Mikaela menelan ludah, sangat susah baginya menjawab pertanyaan Darren ketika dalam posisi saat ini. Ia hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya, sudah tidak dapat berkonsentrasi menyuci piring lagi. Ia taruh piring itu di wastafel, tangannya masih penuh dengan buih-buih busa sabun cuci piring.