Share

Bab 5

Penulis: Puput Gunawan
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-18 14:45:56

POV Dion.

 

"Aku tidak bisa mencintaimu seperti aku mencintai Sarah!" ucapku.

 

"Bang, asal Abang tau aku juga terpaksa menikah dengan Abang, seandainya kak Sarah meninggal dan tidak memberi wasiat agar aku menjaga Abang serta Zyona dan Zyan, aku tidak akan mau menikah dengan Abang!" ucap Safira marah.

 

Aku berlalu meninggalkan Safira.

 

Aku tidak bisa mencintai Safira seperti aku mencintai Sarah kakaknya, karena selama ini aku tidak pernah mencintai Sarah walau dia menjadi istriku dan melahirkan dua orang anak kembar yang lucu.

 

Entah kenapa aku bisa menikahinya, ini berawal dari sebuah kesalahan pahaman, aku pikir seiring berjalannya waktu aku akan memiliki perasaan lebih untuknya. Namun setelah bertahun-tahun rasa itu tak kunjung datang.

 

Teringat saat aku bertemu untuk pertama kalinya dengan Sarah dan Safira, dua gadis kakak beradik yang sangat mirip wajahnya namun berbeda karakter.

 

******

 

Sedari tadi aku memperhatikan dua orang gadis yang sedang kebingungan, terdengar jelas jika keduanya kehilangan dompet.

 

Kuhampiri kedua gadis kembar itu.

 

"Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku.

 

"Eh, itu, anu, enggak," ucap salah seorang gadis.

 

"Sepertinya kalian butuh bantuan?" tanyaku.

 

"Kak, bagaimana ini?" tanya salah seorang gadis.

 

"Jadi gini mas, dompet kami ketinggalan jadi kami tidak bisa bayar makanan ini," ucap gadis yang dipanggil Kakak.

 

"Oh, jadi itu masalahnya, baiklah saya akan membayar makanan kalian," ucapku.

 

Setelah sedikit perdebatan akhirnya mereka menerima bantuanku dan kami saling berkenalan dan bertukar nomor telepon.

 

Kedua gadis yang cantik dan sangat mirip, mereka hanya berbeda karakter.

Si kakak namanya Sarah, gadis cantik yang terlihat dewasa, keibuan serta tegas. Si adik namanya Safira tak kalah cantik dengan kakaknya, manis, lucu serta manja serta kekanakan dan aku menyukainya.

 

     ********

 

Hari demi hari berlalu, aku sering menghubungi Sarah untuk menanyakan Safira tapi Safira seolah cuek denganku, aku tidak menyerah, lewat Sarah aku jadi tahu seperti apa Safira dan aku semakin menyukainya.

 

Aku mulai memberanikan diri berkunjung ke rumah mereka dan mengajak mereka jalan-jalan, walau terkadang Safira izin entah kemana dan meninggalkan aku berdua dengan Sarah.

 

Gadis itu sungguh membuatku semakin penasaran, ingin rasanya aku mengungkapkan perasaanku kepada Safira.

 

Hingga tibalah saat keberanianku muncul, aku Langsung berniat melamar Safira.

 

"Pak, kedatangan saya kesini untuk melamar anak bapak," ucapku kenapa kedua orang tua Safira.

 

"Nak, Dion ingin melamar siapa?" tanya Umi.

 

"Sa ... Sa ...." ucapku terbata.

 

Prak!!

 

"Sarah!" ucapku terkejut saat dia menjatuhkan gelas yang ada ditangannya.

 

Buru-buru kuhampiri Sarah.

 

"Kamu gak apa-apa kan?" tanyaku.

 

"Gak Dion, aku gak apa-apa dan aku bersedia," ucap Sarah malu-malu.

 

Aku sedikit bingung dengan yang diucapkan Sarah, Tapi aku langsung berbincang kembali dengan kedua orang tuanya.

 

"Baiklah Nak Dion, jika memang kamu ingin meminang putri bapak, bapak terima," ucap Abah Safira.

 

Aku senang sekali karena lamaranku di terima dan mulai mempersiapkan segalanya, hanya dalam dua Minggu aku akan menikah. 

 

Selama dua Minggu aku tidak bertemu dengan calon istriku karena kata Abah dia sedang dipingit.

 

      ********

 

Hari pernikahanku tiba, aku dan keluargaku langsung menuju tempat akad nikah, untuk pertama kalinya aku akan bertemu Safira setelah dua Minggu tidak diizinkan bertemu.

 

Pengantin wanita segera memasuki tempat akad nikah, aku langsung terkejut karena Sarah yang memakai baju pengantin dan Safira ada disampingnya.

 

Ingin sekali aku bicara jika ini sebuah kesalahpahaman. Namun, apa dayaku tamu undangan banyak dan aku tidak mau membuat orang tuaku malu.

 

Dengan terpaksa aku menikah dengan Sarah.

 

"Saya terima nikahnya Sarah Amalia binti Saepuloh dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan tiga puluh gram emas di bayar tunai," ucapku dengan terpaksa.

 

"Sah," ucap para saksi.

 

Safira menghampiriku dan Sarah.

 

"Selamat ya, kak Sarah, bang Dion," ucap Safira memberi selamat.

 

"Sekarang manggil Dion Abang?" tanya Sarah.

 

"Iya, kan sekarang Dion jadi Abangku," ucap Safira tersenyum.

 

Kupandangi wajah manis Safira.

 

     ********

 

Sarah tampak sangat senang setelah menikah denganku, rasanya tidak tega untuk memberi tahu jika ini sebuah kesalahpahaman.

 

Aku menunggu waktu yang tepat untuk membicarakan hal ini.

 

Hari demi hari dan bulan demi bulan berlalu, aku masih saja belum berani mengatakan jika pernikahan ini sebuah kesalahan, hingga aku depresi dan memilih minum-minuman keras, pulang ke rumah saat sudah mabuk berat.

 

Hampir setiap hari aku pulang dalam keadaan mabuk berat dan terjadilah yang seharusnya tidak terjadi, aku tidur dengan Sarah.

 

Hal itu membuatku semakin stres dan melampiaskannya ke minuman keras.

 

     *******

 

Suatu pagi saat aku ingin berbicara kepada Sarah tentang kesalahan pernikahan kami, sudah kubulatkan tekad agar aku tidak terus menyiksa Sarah karena tidak bisa membalas perasaan cintanya terhadapku.

 

"Sarah, aku ingin bicara," ucapku.

 

"Iya Mas, aku juga," ucap Sarah.

 

"Silahkan kamu dulu yang berbicara," ucapku.

 

"Aku hamil Mas," ucap Sarah sambil tersenyum.

 

Bagaimana ini?, di saat aku sudah memiliki keberanian untuk menggungkapkan apa yang terjadi, ternyata Sarah hamil.

 

Kuurungkan niat untuk memberi tahu segalanya kepada Sarah, dan aku berusaha menerima Sarah serta perlahan belajar mencintainya.

 

Kian hari perut Sarah semakin membesar, aku berusaha menjadi suami dan calon ayah yang baik. Meski hati ini masih sulit menerima Sarah.

 

Aku perlahan berhenti minum minuman keras dan berusaha memanjakan Sarah dengan lebih sering bersamanya. Namun, saat aku bersamanya ada bayangan Safira.

 

Tibalah waktunya Sarah melahirkan, aku menemaninya sebagai suami yang baik dan bertanggung jawab, setelah perjuangan yang panjang akhirnya Sarah melahirkan sepasang bayi kembar. Aku memberinya nama Zyona untuk bayi perempuan dan Zyan untuk bayi laki-laki.

 

Sarah nampak senang dengan kelahiran bayi kembar kami.

 

Aku pikir setelah lahir anak kami, aku bisa mencintai Sarah, tapi sama saja. Rasa cinta itu belum juga tumbuh yang ada rasa terima kasih karena sudah memberikan aku dua orang anak yang lucu.

 

 ******

 

Tahun terus berganti tapi perasaanku terhadap Sarah tetap sama, hanya saja sekarang aku lebih menghargai dia sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anakku.

 

Sore itu saat aku pulang kerja rumah dalam keadaan sepi seolah tidak ada penghuni.

Aku melihat meja rias dan ada catatan kecil disana.

 

'Mas, anak-anak ada di rumah Umi'

 

Disamping catatan kecil itu ada sebuah surat yang bertuliskan 'teruntuk Mas Dion'

 

Kubuka dan mulai aku baca isi dari surat tersebut.

 

'Mas, sebelumnya aku meminta maaf kepadamu karena selama ini aku selalu merepotkan. Mohon maaf karena aku, kamu tidak bisa bersama orang yang kamu cintai, sekali lagi aku minta maaf Mas, selama ini aku tahu, jika kamu tidak pernah mencintai aku dan aku tahu kamu mencintai siapa, namanya yang  selalu kamu sebut di saat kamu mabuk. Aku tahu semuanya kenapa kamu selalu menyentuhku saat kamu mabuk berat, aku tahu alasannya tapi karena aku sangat mencintaimu aku tetap bertahan.

 

Mas, mungkin saat kamu membaca surat ini aku sedang terbaring di meja operasi. Iya mas, aku sedang sakit tapi kamu tidak perlu tahu aku sakit apa yang jelas jika operasi ini gagal aku akan mati dan aku berharap operasi ini gagal agar aku bisa berwasiat kepada orang yang kamu cintai.

 

Saat aku mati nanti menikahlah dengannya dan berbahagialah, karena aku tahu kamu mencintainya dan dia bisa menjaga anak-anak kita.

 

Mas, aku pamit dan aku mohon nikahilah Safira orang yang kamu cinta.'

 

Mataku basah membaca surat dari Sarah, aku merasa tidak adil padanya dan aku merasa dzalim terhadapnya.

 

Buru-buru aku menelpon hp Sarah. Namun yang mengangkatnya Safira.

 

"Bang, kak Sarah ... " ucap Safira di telpon.

 

Aku langsung beranjak menuju lokasi Sarah lewat GPS dan tibalah aku di sebuah rumah sakit.

 

"Sarah dimana?" tanyaku pada Abah.

 

Abah tidak menjawab.

 

"Sarah dimana?" tanyaku pada Safira.

 

"Operasinya gagal dan dia sekarang koma," ucap Safira.

 

Rasa bersalah langsung menghantuiku. Penyesalan yang selalu hadir belakangan.

 

Sehari setelah koma akhirnya Sarah meninggal.

 

Empat puluh hari setelah Sarah meninggal aku menikah dengan Safira.

 

*****

 

Hari demi hari aku dihantui rasa bersalah, seandainya aku lebih peka, seandainya aku lebih berusaha agar bisa mencintai Sarah.

 

Sekarang aku memang telah menikah dengan Safira gadis yang selalu ada di hatiku tapi rasa bersalah dan penyesalan ini selalu ada.

 

Ingin sekali aku memeluk Safira dan menumpahkan rasa cinta yang selama ini terpendam. Namun, seolah ada bayangan Sarah yang menghantui, terlebih saat dia mengenakan pakaian Sarah, aku merasa Sarah kembali dan rasa bersalah ini semakin membuatku gila hingga aku kembali minum-minuman keras sebagai pelampiasan segala rasaku.

Bab terkait

  • Turun Ranjang   Bab 6

    Hari masih pagi, kebetulan si kembar sedang libur sekolah, mereka merengek ingin bermain dengan Abah dan Umi.Aku pun menyetujui keinginan mereka, lagi pula aku juga rindu dengan kedua orangtuaku.Dengan diantar oleh bang Dion kami menuju rumah orangtuaku.Setelah satu jam perjalanan kami sampai di rumah Abah. Terlihat Abah tengah menikmati secangkir kopi di teras depan rumah."Assalamualaikum Abah," ucapku."Waalaikumsalam," jawab Abah.Si kembar langsung berlari dan berebut untuk salam dengan kakeknya."Kalian tidak sekolah?" tanya Abah."Enggak kek, gurunya rapat," ucap Zyona."Umi di mana Bah?" tanyaku."Disini," ucap Umi yang baru saja keluar dari dalam rumah.Langsung kupeluk erat Umi, rindu sekal

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-18
  • Turun Ranjang   Catatan Sarah

    Catatan Sarah.Hari ini aku senang sekali karena tadi pagi aku telah melangsungkan akad nikah dengan Dion, lelaki yang sangat aku cintai.Tapi ada yang aneh dengannya, sejak pagi tadi dia tidak menatapku, mungkin karena dia terlalu gugup dan malu.Bahagia sekali rasanya, jantung ini terus berdebar-debar karena takut akan malam pertama nanti harus bagaimana?Semalam Dion belum menyentuhku, mungkin dia capek dan lelah karena seharian kami berdiri di pelaminan sambil menyalami tamu, aku masih belum percaya jika sekarang aku menjadi istrinya Dion. ******Sudah seminggu aku menjadi istrinya Dion, tapi dia belum juga menyentuhku. Jangankan menyentuhku, menciumku saja dia belum pernah, padahal kami sudah halal.Terkadang kulihat dia sedang bengong sendiri, kurasa Dion belum percaya jika aku ini su

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-02
  • Turun Ranjang   Bab 8

    Aku masih menangis sambil memeluk buku harian milik kak Sarah, ternyata hidupnya yang selama ini terlihat bahagia tidak seperti itu.Kak Sarah selama ini menutupi semua masalahnya.Air mataku seolah tidak mau berhenti, sesedih ini kah hidupmu kak?, Pantas saja kamu memilih meninggalkan dunia ini! ucapku dalam hati.Kepalaku penuh dengan pertanyaan, kenapa bang Dion menikah dengan kak Sarah jika dia tidak mencintainya?. Kenapa Kak Sarah menyuruhku menikah dengan bang Dion? dan siapa perempuan yang dicintai oleh bang Dion?Ingin sekali aku bertanya pada bang Dion, tapi saat aku menemuinya di dalam kamar dia sudah tertidur pulas.Akhirnya aku memilih membereskan pakaian milik Kak Sarah yang akan aku sumbangkan besok."Sarah, maaf!" ucap bang Dion.Lagi-lagi bang Dion mengigau, dia meminta maaf kepada K

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-03
  • Turun Ranjang   Bab 9

    Malam sudah sangat larut, bang Dion belum juga pulang, kemana perginya dia?, Apa mungkin dia ke tempat kerjanya, tapi sudah Selarut ini rumah makan miliknya pasti sudah tutup.Dengan mata yang sudah sangat mengantuk aku menunggu di ruang tamu karena bang Dion tidak membawa kunci rumah.Sayup-sayup terdengar suara mobil berhenti di depan rumah, buru-buru aku membuka pintu dan terkejut dengan apa yang aku lihat. Bang Dion mabuk berat dan dipapah oleh seorang wanita. Wanita itu terkejut melihatku di depan pintu."Astaga!, Bukannya istri mas Dion sudah meninggal?" tanya wanita itu.Aku hanya bisa terdiam menahan marah, jangan-jangan dia adalah wanita yang disebut di buku harian kak Sarah, jangan-jangan dia wanita yang dicintai bang Dion."Mbak siapanya mas Dion ya?, Setau saya istrinya sudah meninggal!" tanya wanita itu.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-04
  • Turun Ranjang   Bab 10

    Bang Dion sangat misterius, kadang dia bersikap cuek dan dingin, terkadang baik dan perhatian, terkadang aku merasa jika dia menyayangiku.Aku harus mencari tahu tentang siapa wanita yang dicintai bang Dion, saat sudah bertemu dengan wanita itu aku akan memohon agar dia mau menikah dengan bang Dion agar bang Dion tidak menyiksa dirinya lagi, bukannya aku peduli padanya, aku kasihan pada anak-anak bagaimana jika mereka tahu kalau ayahnya sering mabuk-mabukan.Tapi bagaimana caranya? aku harus minta bantuan siapa?. Tiba-tiba aku ingat dengan wanita penghibur yang sering mengantar bang Dion pulang. Tapi, aku harus mencarinya kemana?.Aku terus berfikir apa yang harus dilakukan dan meminta bantuan siapa?, Jika kuberi tahu orang lain, orang itu akan tahu kehidupan rumah tanggaku yang tidak seperti kelihatannya, untuk mencari tahu sendirian itu tidak mungkin karena ada si kembar yang harus aku jaga.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-05
  • Turun Ranjang   Bab 11

    Aku masih terus menangis. Bang Dion pasti bohong, dia bicara seperti itu agar aku tidak terus bertanya tentang siapa wanita yang dicintainya dan membuat kak sarah menderita.Buku harian kak sarah. Jawabannya pasti ada di sana. Selama ini aku belum selesai membacanya. Segera aku ke kamar dan langsung membuka pintu lemari, mencari buku bersampul merah marun.Lembar demi lembar aku baca buku bertuliskan tulisan tangan Kak Sarah. Kali ini aku lebih teliti mencari nama perempuan yang dicinta oleh Bang Dion. Mataku tertuju pada sebuah kalimat. Dengan jelas namaku tertera di situ.*Aku tahu mas, kamu selalu mencintai Safira, adikku*Tangisanku kembali pecah. Tubuh lunglai dan langsung ambruk ke lantai. Ingin aku berteriak sekencang-kencangnya melepaskan rasa bersalah ini.Selama ini aku adalah orang yang dicintai oleh Bang Dion dan penyebab Kak

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-07
  • Turun Ranjang   Bab 12

    Aku terbangun begitu mendengar suara ayam berkokok. Berada di rumah memang yang paling nyaman setelah beberapa bulan mengurus si kembar. Semalam Haikal mengantarkan aku ke rumah ini. Abah dan umi sedikit bingung karena aku pulang dengan Haikal. Mereka tidak banyak bertanya dan langsung menyuruhku istirahat."Fir, kamu sudah bangun?" tanya ibu sambil mengetuk pintu."Sudah, Umi," jawabku.Pintu kamar terbuka dan Umi langsung masuk ke dalam. Beliau langsung menghampiriku yang sedang duduk di tepi ranjang."Fir, ada apa? Tidak baik seorang istri meninggalkan rumah suaminya karena habis bertengkar."Tangisku kembali tumpah. Aku menceritakan segalanya kepada Umi. Beliau menyuruhku bersabar dan sepertinya Umi sudah tahu hal ini."Sarah pernah bilang tentang ini, tapi Umi pikir itu hanya perasaannya saja. Ternyata ..

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-09
  • Turun Ranjang   Bab 13

    Di rumah sendirian membuatku bosan. Umi sedang pergi ke rumah temannya yang mengadakan acara syukuran. Sementara Abah, seperti biasa pergi dengan Haikal mengurus ternaknya. Aku hanya bisa bermalas-malasan saja. Menikmati kesendirian ini.Biasanya jika di rumah Kak Sarah, jam segini mengantar si kembar sekolah dan menunggunya. Aku rindu mereka dan rindu Bang Dion. Ah, kubuang jauh-jauh rasa rindu yang tidak tepat itu. Lebih baik memasak saja untuk Abah. Baru saja beranjak dari kamar terdengar suara orang mengucapkan salam."Assalamualaikum." Suara yang begitu aku rindukan."Waalaikumsalam," ucapku membuka pintu.Dua orang anak berwajah serupa langsung memelukku. Mereka menangis karena aku yang tidak pulang ke rumah. Aku balik memeluknya erat mencoba menenangkan mereka berdua."Tante, ayo pulang," ucap Zayn."Ka

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-12

Bab terbaru

  • Turun Ranjang   Zyan

    Setelah mengucap salam aku langsung masuk ke dalam rumah tidak mencium tangan Bunda seperti biasanya. Beliau yang tengah duduk di teras pasti bingung melihatku. Aku sedang marah padanya. Akhir-akhir ini beliau pilih kasih. Sekarang aku merasa di anak tirikan. Ralat, aku memang anak tiri. Namun, perlakuan bunda membuatku merasa sebagai anak kandung.Masuk ke dalam kamar dan berganti baju. Duduk di pinggir ranjang sambil bermain game di ponsel. Pintu kamar terbuka, aku melirik malas melihat siapa yang masuk."Kamu kenapa, Zyan?" tanya Zyona, kembaranku."Gak apa-apa, lagi bete aja," jawabku asal."Bete sama Bunda?" tanyanya lagi."Hu'um," jawabku yang masih fokus pada game."Alasannya?" tanya Zyona lagi.Aku tidak menjawab pertanyaan Zyona. Aku pun tidak mengerti kenapa marah d

  • Turun Ranjang   Zyona

    Bunda," ucapku seraya memeluk bunda yang sedang duduk di teras."Kamu itu bukannya salam malah langsung peluk, ada masalah di sekolah?" tanya bunda.Beliau memang begitu mengerti dengan anak-anaknya. Bukan hanya sekedar sebagai seorang ibu, beliau juga adalah sahabatku. Aku tidak pernah menyembunyikan sesuatu darinya. Sekalipun aku sembunyikan beliau selalu bisa menebaknya."Bunda, aku tuh sebel banget sama temen di sekolah yang selalu gangguin," rengekku."Bully?" tanya bunda."Bukan, dia tuh kayak caper sama aku," ucapku sambil manyun.Bunda hanya tersenyum dan membelai lembut kepalaku. Beliau selalu melakukan hal itu saat aku sedang marah. Sebenarnya beliau bukan ibu kandungku. Beliau adalah Tante yang artinya adik dari ibu yang melahirkanku. Saat usiaku lima tahun ibuku meninggal dan ayah Menikah dengan Ta

  • Turun Ranjang   Ending

    kiri dikit, Yah," ucap Zyona."Kanan, Yah," ucap Zyan."Yang benar yang mana sih kalian ini?" tanya Bang Dion."Itu sudah benar, Bang," ucapku yang sedari tadi melihat mereka.Bang Dion segera turun dari tangga yang sedari tadi aku pegangi. Untung saja si kembar kecil sedang tertidur jadi aku bisa membantu suami memasang foto keluarga kami. Terlihat dalam gambar aku tengah menggendong Abiandra dan Bang Dion menggendong Abisatya. Sementara Zyona dan Zyan berdiri di depan kami. Foto keluarga yang bahagia.Abiandra dan Abisatya, nama bayi kembar kami yang sekarang berusia Sembilan bulan. Bang Dion yang mencarikan nama-nama indah itu.Kupandangi foto keluarga kami yang bersebelahan dengan foto keluarga sebelumnya. Di mana belum ada aku dan si kembar kecil. Di sana hanya ada kak Sarah, Bang Dion, Zyona serta Zyan.

  • Turun Ranjang   Bab 24

    Rumah di dekorasi sedemikian rupa untuk acara pengajian tujuh bulanan kehamilanku. Walaupun baru tujuh bulan, tapi perutku sudah sangat besar. Maklum saja bayi yang aku kandung ada dua orang."Ade bayi, lagi apa?" tanya Zyona mengelus perutku.Bayiku menendang dan itu dirasakan oleh Zyona, Anak itu tertawa girang."Gerak-gerak, Bunda," ucapnya sambil mencium lembut."Zyan, ayo ke sini!" teriaknya begitu melihat saudara kembarnya melintas.Kedua anak berwajah serupa ini memelukku, kepalanya tepat berada di perut. Mereka mendengarkan suara adik-adiknya yang masih berada di rahimku."Ada suaranya?" tanyaku.Zyona dan Zyan hanya senyam-senyum. Sepertinya mereka mendengar suara perutku yang keroncongan karena belum sempat makan. Umi menghampiriku dengan membawa sepiring nasi lengkap den

  • Turun Ranjang   POV Haikal

    Melihatmu bahagia, aku juga bahagia, Fir," ucapku melihat wanita cantik yang tengah duduk tidak jauh dari tempatku.Dia hanya tersenyum mendengar apa yang aku ucapkan barusan. Wajahnya pucat, tapi entah kenapa terlihat sangat cantik dan berbeda. Mungkin pengaruh kondisinya sekarang. Dia tengah hamil. Seandainya, ah aku tidak mau berandai-andai. Ini takdir dan harus kujalani. Seperti ucapanku barusan bahagia melihatnya bahagia. Cinta itu tidak harus memiliki."Makasih, Haikal," ucap Safira."Untuk apa?" tanyaku bingung."Untuk semuanya. Kamu sudah membantu banyak hal hingga aku menjadi seperti sekarang.""Tidak, Fir. Itu semua karena kamu menyadari perasaanmu sendiri. Aku merasa kurang ajar saat bicara kalau aku masih mengharapkanmu waktu itu.""Tidak apa, di situ aku mulai sadar akan perasaanku terhadap bang D

  • Turun Ranjang   Bab 23

    Si kembar dan bang Dion terlihat begitu senang karena janinku kembar. Tak sabar rasanya membagi kabar bahagia ini kepada Abah dan Umi. Setelah dari dokter kandungan kami langsung menuju rumah mereka.Sepanjang perjalanan si kembar terus berbicara kalau adik-adik mereka akan diajak bermain sesuai jenis kelamin mereka. Padahal dokter belum bisa menebak jenis kelamin bayi dalam kandunganku."Adik yang cowok akan aku ajak bermain tembak-tembakan," ucap Zyan antusias."Main bola juga," timpal bang Dion."Yang cewek akan aku pakaikan jepitan dan gaun. Terus main putri-putrian," ucap Zyona.Mereka semua berharap bayi ini kembar sepasang seperti Zyan dan Zyona. Tidak memikirkan perasaanku saat ini yang tengah bingung harus bagaimana. Bisakah nanti berbagi kasih sayang dengan ke empat orang anak? Aku takut tidak bisa berbuat adil.

  • Turun Ranjang   Bab 22

    Ditemani Bang Dion untuk kontrol ke dokter. Dia suami siaga yang selalu ada buatku saat di butuhkan. Si kembar juga ternyata siap memiliki adik. Teringat beberapa hari lalu saat aku mengabarkan kehamilan ini kepada mereka.****Gerimis mulai turun, anak-anak bersiap untuk bermain hujan. Sebelum mereka bermain aku sudah memberikan minuman hangat supaya mereka tidak masuk angin. Kami segera berlari ke teras untuk menikmati hujan yang turun membasahi tubuh.Kami berkejaran sambil bercanda. Senangnya melihat anak-anak bahagia. Mobil bang Dion berhenti di garasi. Dia langsung berlari ke arahku. Aku dan si kembar terdiam. Takut bang Dion marah seperti waktu itu. Namun, kenyataannya dia ikut bermain bersama.Setelah setengah jam mandi hujan, kami masuk ke dalam rumah dan membersihkan tubuh serta berganti baju. Aku segera membuatkan minuman hangat untuk kami berempat. Tujuan

  • Turun Ranjang   Bab 21

    Kian hari hubunganku dengan Bang Dion semakin hangat dan romantis. Tak jarang dia pulang dengan seikat bunga di tangannya. Atau membawakan makanan kesukaanku. Rumah tanggaku sekarang seperti pada umumnya. Atau mungkin lebih bahagia daripada pengantin baru.Beberapa bulan sudah berlalu sejak malam pertama kami. Setelah itu banyak malam-malam panjang yang kami habiskan berdua. Memadu cinta dan berbagi kehangatan.******Selepas mengantar si kembar ke sekolah aku kembali pulang, Bang Dion masih belum berangkat ke tempat kerja karena pulang larut semalam. Bukan mabuk-mabukan seperti dulu. Tapi dia rapat di luar kota untuk pembukaan cabang restoran miliknya.Aku segera masuk ke kamar untuk membangunkan Bang Dion karena hari sudah siang. Kupandangi wajah tampan Suamiku itu. Polos sekali dia. Perlahan kuguncang tubuhnya."Bang, bangun!"

  • Turun Ranjang   Bab 20

    Sinar matahari masuk melalui celah jendela. Aku terlambat bangun karena tidur larut semalam. Tubuhku juga terasa tidak nyaman. Mungkin karena aktivitas yang baru pertama kalinya aku lakukan tadi malam. Kulihat sekeliling tidak tampak Bang Dion. Kemana dia? Kenapa tidak membangunkan aku.Bang Dion keluar dari kamar mandi. Rambutnya basah dan hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggang. Kupalingkan wajah darinya yang melihat ke arahku. Canggung rasanya setelah kejadian semalam."Bunda, ayah, kok belum bangun? Ini udah siang!" teriak Zyan dari balik pintu."Iya nih, kami jadi kesiangan juga!" teriak Zyona.Bang Dion menyuruhku untuk mandi dan mengajak anak-anak membuat sarapan. Kuturuti perintah bang Dion sambil menahan rasa tidak nyaman pada bagian bawah tubuhku. Teringat hal semalam membuatku tersipu.Selesai mandi aku menghampiri si

DMCA.com Protection Status