Share

Bab 14 : Makan Bersama

Penulis: Anita R
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Abyan terkejut saat melihat semua makanan favoritnya tersaji di meja makan. Entah dari mana Nayla tahu semua makanan kesukaannya.

Ah, mungkin Mbok Sum yang sudah memberi tahunya.

Mereka berdua pun duduk berdampingan. Abyan diam saja saat Nayla mencidukkan nasi, sayur, dan lauk pauk ke dalam piringnya. Ia merasa de javu. Seolah-olah Aleya-lah yang sedang melayaninya.

“Silakan dimakan, Mas!” seru Nayla karena pria di sampingnya itu masih tampak bergeming.

“Eh, iya.”

Lagi-lagi suara Nayla membuatnya sadar kalau wanita itu bukanlah Aleya. Ia kembali menghela napas panjang untuk menguasai dirinya. Kemudian ia meraih sendok dan mulai memasukkan makanan tersebut ke dalam mulutnya.

Saat lidah Abyan menyentuh rendang daging buatan Nayla, ia merasa seolah-olah sedang memakan masakan Aleya. Rasanya benar-benar sama.

Apa karena mereka sama-sama belajar dari Bu Saida? Abyan bertanya dalam hati.

“Bagaimana, Mas? Enak?”

Abyan

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 15 : Menabrak Orang

    Karena tidak mengantar Airin ke sekolah, pagi itu Nayla bisa mengawali rutinitasnya untuk bersih-bersih rumah. Biasanya ia akan membersihkan semua kamar yang ada di lantai dua. Sementara Mbok Sum dan Pak Mahmud diberi jatah untuk membersihkan lantai bawah dan halaman. Usai membersihkan kamarnya dan kamar Airin, Nayla pun memasuki kamar Abyan yang memang tidak pernah dikunci. Di tangannya sudah ada sapu ijuk dan kemoceng yang siap digunakan untuk bersih-bersih. Sudah tiga tahun berlalu. Namun, tidak ada yang berubah di kamar itu. Semuanya masih sama. Foto pernikahan Abyan dan Aleya masih tergantung manis di dinding. Sementara foto pernikahannya hanya teronggok di gudang. Terlupakan dan terabaikan. Nayla selalu berpikir, apa ia begitu tidak berarti di mata suaminya? Apa janji suci yang pernah Abyan ucapkan di hadapan penghulu itu tidak ada artinya? Mata Nayla mulai terasa panas. Namun, ia berusaha keras untuk menahan bulir bening itu agar tidak jatuh ke pipi. S

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 16 : Batas Kesabaran

    Suasana ruang tamu itu terasa mencekam. Nayla yang duduk di sofa panjang, terlihat seperti pesalah yang siap dijatuhi hukuman. Kepalanya tertunduk. Sama sekali tidak berani menatap wajah pria yang berdiri tegak di hadapannya. “Apa kau sadar, kesalahan apa yang telah kau lakukan hari ini?” Suara tegas Abyan menggema ke seluruh ruangan. Manik hitamnya menyorot tajam ke arah wanita yang tengah memakai baju dan perhiasan milik mendiang istrinya. “Apa kau tidak dengar apa yang aku tanyakan?” Abyan meninggikan suaranya karena wanita yang duduk di hadapannya itu tidak juga menyahut. Jantung Nayla memompa semakin kencang. Ia meremas-remas tangannya yang gemetaran dan terasa dingin. “Aku ... aku minta maaf, Mas,” ucapnya dengan gugup. Masih dengan kepala tertunduk memandang lantai yang terbuat dari granit putih. “Bukankah aku sudah pernah bilang padamu, jangan bawa mobil sendirian! Kenapa kau masih nekat? Sekarang lihat apa akibatnya!” Abyan menghela n

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 17 : Selembar Surat

    “Selama ini kau hanya sibuk mengurus pekerjaanmu dan melupakan tanggung jawabmu sebagai seorang ayah dan suami. Hingga aku harus mencari berbagai alasan di hadapan kedua orang tua kita hanya untuk menutupi semua kesalahanmu. Sampai kapan, Mas? Sampai kapan kau akan bersikap seperti ini? Sampai kapan kau akan membiarkanku menunggumu? Apa tiga tahun tidak cukup bagimu untuk melupakan Mbak Aleya?” Kata-kata Nayla terngiang kembali dalam ingatan Abyan. Walaupun matanya tertuju ke layar laptop yang menyala di depannya, tetapi pikirannya melayang jauh entah ke mana. Ia sama sekali tidak fokus pada pekerjaannya. “Orang yang sudah meninggal, tidak akan bisa hidup kembali, Mas. Kalau aku dan kedua orang tuaku saja bisa mengikhlaskan kepergian Mbak Aleya, kenapa kau tidak bisa? Kenapa kau tidak bisa menghargai orang yang masih hidup? Apa kau baru akan sadar setelah aku pergi dari hidupmu?” Abyan mencerna kembali semua kalimat yang terlontar dari bibir

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 18 : Yogyakarta

    “Seseorang baru akan terasa berarti setelah ia pergi meninggalkan kita. Maka, hargailah selagi masih ada. Jangan sampai menyesal di kemudian hari, saat kita tak lagi mampu memandang wajahnya ....” -Anita R- *** “Papaaa!” Abyan mendongak ke atas. Terlihat Airin sedang berjalan menuruni anak tangga bersama Pak Mahmud yang memegangi tangan kecilnya. “Airin,” gumam Abyan dengan kelopak mata yang sudah penuh. Saat berkedip, bulir bening pun langsung membanjiri kedua pipinya tanpa bisa dibendung lagi. Sontak tangan kanannya terangkat untuk menyekanya. Mbok Sum merasa terenyuh saat melihat majikannya mengeluarkan air mata. Sosok Abyan yang biasanya terlihat tegas, dingin, dan berwibawa, kini terlihat sangat rapuh. Mbok Sum yakin kalau saat ini pasti Abyan merasa sangat kehilangan setelah Nayla pergi meninggalkannya. “Papaaa!” Setelah sampai di lantai bawah, Airin pun berhambur memeluk kaki ayahnya. Sontak Abyan menekuk lutut dan meren

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 19 : Bayangan Masa Lalu

    Suara azan Isya terdengar bersahut-sahutan ketika Nayla berada di dalam taksi. Wanita berparas cantik itu melempar pandangannya ke luar jendela. Melihat kendaraan yang berlalu lalang dan lampu-lampu yang bersinar terang di sepanjang jalan. Yogyakarta memang kota yang sangat cantik. Kota yang menyimpan banyak kenangan manis untuknya. Ingatan Nayla menerawang. Mengenang kembali masa-masa indahnya saat menjadi seorang mahasiswi di Kota Pelajar itu. Saat pertama kali ia dipertemukan dengan Revan, cowok paling tampan dan populer di kampusnya. Karena bangun terlambat, pagi itu Nayla berangkat ke kampus dengan tergesa-gesa. Mata kuliah pertamanya akan dimulai satu jam lagi. Dia harus bisa mengejar waktu, karena jarak antara rumah dan kampusnya lumayan jauh. Bisa memakan waktu hampir satu jam perjalanan kalau tidak mengebut. “Ibu, Ayah, Nayla berangkat dulu ya!” pamitnya kepada kedua orang tuanya yang saat itu tengah berkutat di restoran. Bu Saida dan Pak Has

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 20 : Move On

    Tiga tahun memiliki Airin, baru kali ini Abyan mengurus segala keperluannya. Mulai dari memandikan, memakaikan baju, menyisir dan mengekor rambutnya, hingga menyuapinya makan. Pekerjaan ibu rumah tangga yang selama ini dianggapnya sepele itu, ternyata begitu sulit saat dipraktikkan. Apalagi dari sore hingga malam hari, Airin terus-terusan menangis dan menanyakan soal ibunya. Kepala Abyan seperti mau pecah. Baginya, semua itu lebih sulit daripada membuat desain hotel, perumahan, dan gedung bertingkat lainnya.Dalam keadaan seperti itu, Abyan tidak mungkin meninggalkan Airin sendirian di rumah hanya bersama dua orang asisten rumah tangganya. Lalu ia pun memutuskan untuk membatalkan keberangkatannya ke Phuket. Ia menyuruh Vino untuk berangkat sendirian mewakili dirinya. Sekarang bagi Abyan, keluargalah yang harus lebih diprioritaskan. Meskipun ia terlambat menyadarinya.“Airin cantik, ayo buka mulutnya, Sayang. Nih, Mbok Sum sudah bikinin sup iga sapi kesukaan Airin

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 21 : Bertemu Dengan Revan

    Setelah mengganti pakaiannya dengan setelan piama pendek biru muda yang terbuat dari bahan satin, Nayla pun menghempaskan tubuh rampingnya ke ranjang. Spring bed queen size itu terasa sangat empuk dan nyaman saat ditiduri. Akhirnya, setelah sekian lama, ia bisa tidur lagi di kamarnya.Nayla menghela napas lega. Beban di pundaknya kini terasa lebih ringan setelah ia membongkar semuanya. Tidak ada lagi yang harus ditutup-tutupi. Ia sudah lelah dengan kebohongan-kebohongan yang ia ciptakan selama ini. Untuk apa berpura-pura tersenyum dan bahagia di depan orang lain sementara hatinya menjerit dan menangis?Ya Allah ... aku tahu apa yang kulakukan ini salah. Tidak seharusnya seorang istri pergi dari rumah tanpa seizin suami. Tidak seharusnya aku mengumbar aib suami di depan orang tua. Tapi aku sudah tidak kuat lagi, Tuhan. Aku ingin mengakhiri semuanya. Karena orang yang selama ini kuanggap sebagai suami, tidak pernah menganggapku sebagai istrinya.Nayla mengangkat t

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 22 : Candi Prambanan

    Nayla memilih dress selutut berwarna putih dengan hiasan renda-renda di bagian dada sebagai outfit-nya pagi itu. Setelah berpakaian rapi, ia pun duduk di depan meja rias dan mulai memoles wajahnya. Ia ingin terlihat cantik di depan Revan. Terakhir, ia menyisir rambutnya yang panjang dan bergelombang. Dulu Revan paling suka melihatnya dengan rambut terurai. “Kamu mau ke mana, Nay?” tanya Pak Hasan saat melihat putrinya keluar kamar dengan memakai pakaian rapi dan mencangklong sling bag di pundaknya. Kebetulan Pak Hasan tengah duduk di sofa ruang keluarga sambil membaca koran pagi. Di atas meja yang ada di hadapannya, terdapat secangkir kopi hitam yang masih mengepul dan sepiring pisang goreng sebagai pendampingnya. “Emh ... Nayla ... Nayla mau ke taman, Ayah. Mau mencari udara segar,” sahut Nayla dengan sedikit gugup. Untung saja otaknya cepat menemukan jawaban yang masuk akal untuk merespon pertanyaan ayahnya. Mudah-mudahan beliau t

Bab terbaru

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 32 : Aku Mencintaimu

    Semua masalah sudah terselesaikan dengan baik. Abyan menghela napas lega. Hatinya diliputi dengan kebahagiaan yang tak terkira. Karena pada akhirnya, Nayla lebih memilih dirinya daripada Revan. Walaupun Nayla tidak mengatakan apa-apa, tetapi Abyan tahu kalau sebenarnya wanita itu sangat mencintainya. Setelah Revan pergi, Nayla menggendong Airin dan membawanya naik ke lantai atas untuk menidurkannya. “Mama, Om yang tadi itu siapa, Ma? Apa dia orang jahat yang udah bikin Mama nangis?” tanya Airin dengan polosnya. “Bukan, Sayang. Om tadi enggak jahat. Dia baik hati seperti malaikat,” sahut Nayla sambil berjalan menaiki anak tangga dengan hati-hati. “Terus, kenapa Mama nangis?” “Karena Mama sayang sekali sama Airin.” Nayla pun mendaratkan kecupan lembut di pipi kanan putrinya. “Airin juga sayang sama Mama.” Gadis kecil itu pun memeluk leher ibunya dengan manja. “Makasih, Sayang. Sekarang kita bobok ya. Airin mau dibacain dongeng ap

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 31 : Keputusan Nayla

    Jarum jam dinding telah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Hati Nayla semakin dirundung resah dan gelisah, karena sampai sekarang Revan tidak mau menjawab teleponnya maupun membalas pesannya. Nayla takut kalau laki-laki itu akan nekat datang ke rumah dan membongkar semuanya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Abyan kalau mengetahui soal hubungan mereka.Tok tok tok!Nayla tersentak saat seseorang tiba-tiba mengetuk pintu kamar Airin. Ia pun menoleh ke arah pintu yang kebetulan sedang terbuka lebar.“Ada apa, Mbok?” tanya Nayla saat melihat sosok Mbok Sum berdiri di ambang pintu.“Anu, Nyah. Nyonya disuruh turun sama Tuan. Katanya ada tamu.”Deg! Jantung Nayla tiba-tiba berdesir kencang. Jangan-jangan tamu yang Mbok Sum maksud adalah Revan.“Siapa Mbok tamunya? Laki-laki atau perempuan?” tanya Nayla ingin memastikan.“Laki-laki, Nyah. Masih muda.”Tidak salah lagi.

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 30 : Cemburu

    “Ehem.”Nayla dan Revan sontak menoleh ke belakang saat mendengar suara deheman yang cukup keras.Begitu melihat wajah pria yang berdiri tegak di hadapannya, Nayla terperanjat kaget. Jantungnya berdesir kencang. Matanya membulat sempurna. Mulutnya pun sedikit ternganga.“M-Mas ... Abyan?” gumam Nayla dengan suara yang tersekat-sekat di kerongkongan.Revan juga ikut terkejut saat mengetahui kalau pria yang berdiri di hadapannya itu adalah Abyan, suami Nayla. Ia dan Nayla terlihat seperti dua orang pencuri yang sedang tertangkap basah.Di luar dugaan, Abyan ternyata tidak marah, murka, ataupun mengamuk. Ekspresi wajahnya terlihat datar. Pria yang memakai setelan jas hitam itu bahkan menarik kedua ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman yang sukar dimengerti.“Nayla, aku tidak menyangka kamu datang ke pameran ini juga. Kalau aku tahu kamu mau datang ke sini, aku akan mengajakmu sekalian,” ungkap Abyan. Lalu

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 29 : Pameran Arsitektur

    Malam hari, setelah menidurkan Airin di kamarnya, Nayla pun membuka ponselnya. Seharian tadi ia tidak sempat mengecek benda pipih hitam itu karena ia selalu bersama dengan Abyan dan kedua mertuanya. Begitu melihat layar, Nayla terkejut karena menerima banyak sekali pesan dan panggilan tak terjawab dari Revan. Nayla pun segera meneleponnya kembali.“Halo, Sayang, kamu ke mana saja? Kenapa tidak membalas pesanku dan tidak menjawab panggilanku?” tanya Revan dengan panik sebaik saja panggilan tersambung.“Maaf, Van. Saat ini aku sudah ada di Jakarta. Tadi pagi Mas Abyan ngotot ngajak Airin pulang. Aku terpaksa ikut. Aku enggak tega membiarkan Airin nangis-nangis memanggilku.”“Kenapa kau tidak memberi tahuku? Setidaknya kirimlah pesan.”“Aku takut, Van. Seharian tadi Mas Abyan selalu ada di dekatku. Kedua mertuaku juga tiba-tiba datang. Aku enggak sempat membuka ponsel.”“Lalu kapan kau akan memberi

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 28 : Kembali ke Jakarta

    Keesokan harinya, setelah mandi dan sarapan pagi, Abyan memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Ia benar-benar kecewa karena Nayla tidak mau menerima permintaan maafnya. Bahkan sejak bangun tadi, wanita itu hanya mendiamkannya. Mungkin saja Nayla lebih mencintai laki-laki itu daripada dirinya.Aku benar-benar bodoh! Seharusnya aku sudah sadar saat melihatnya berpelukan mesra dengan laki-laki itu. Seharusnya aku sudah sadar sejak ia menanggalkan cincin pernikahan kami. Untuk apa lagi aku di sini? sungut Abyan dalam hati.“Kamu mau ke mana, Mas?” tanya Nayla saat melihat pria itu keluar dari kamar sambil menarik kopernya.“Aku mau pulang ke Jakarta. Kalau kamu tidak mau ikut denganku, aku akan pulang bersama Airin,” tegas Abyan tanpa menatap wajah Nayla.“Pulang? Kenapa secepat ini, Mas? Nayla tampak kaget.“Airin, ayo kita pulang, Sayang!” Alih-alih menjawab pertanyaan Nayla, Abyan malah mengajak bicara putriny

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 27 : Maaf

    “Aku mau makan kalau kau yang menyuapiku.”“Apa?” Ucapan Abyan sontak membuat Nayla terkejut.“Kalau kamu tidak mau menyuapiku, aku tidak mau makan. Kepalaku pusing sekali. Aku tidak kuat duduk.”Nayla terdiam. Dalam hati ia merasa heran dengan sikap Abyan saat ini. Kenapa tiba-tiba dia berubah manja seperti bayi? Seperti bukan dirinya saja.“Emh ... baiklah. Aku akan menyuapimu.” Nayla tidak punya pilihan lain. Dengan ragu, ia kembali duduk di bibir ranjang dan mulai menyuapi ‘bayi besar’ itu.Abyan meraih satu bantal lagi untuk menyangga kepalanya agar lebih tinggi. Ia langsung membuka mulut lebar-lebar saat Nayla mulai menyuapinya. Lantas ia mengunyah makanannya sembari menatap Nayla tanpa berkedip. Hingga membuat wanita di hadapannya itu menjadi salah tingkah.Suasana di kamar itu pun menjadi sangat canggung dan kikuk. Tidak ada seorang pun yang bersuara. Nayla hanya bisa menund

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 26 : Kecemasan Nayla

    Deg! Jantung Nayla kembali berdesir. Matanya terbelalak seketika. Ia sontak menghentikan langkahnya dan memutar badan.Dilihatnya kelopak mata Abyan masih tertutup sempurna. Dengkuran halus pun masih terdengar dari bibirnya yang sedikit terbuka. Nayla menghela napas lega. Rupanya pria itu baru saja mengigau seperti yang biasa dilakukannya.Tapi tunggu dulu! Apa dia tadi menyebut namaku? Bukan nama Mbak Aleya? Atau aku yang salah dengar?Nayla tampak berpikir. Karena penasaran, ia pun berjalan mendekati Abyan. Berharap agar pria itu mengigau sekali lagi untuk memastikan nama siapa yang disebutnya.Dari jarak yang sangat dekat, diam-diam Nayla memperhatikan wajah suaminya yang sedang terlelap. Sepasang alis hitam nan tebal bertengger rapi di atas kedua matanya yang terpejam, hidung yang super mancung bak artis India, rahang yang kuat nan tegas, serta jambang dan kumis tipis yang tumbuh di sekitar bibir, membuat pria itu terkesan macho dan berwibawa. Sungguh

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 25 : Tertampar Kenyataan

    “Baru saja benih-benih kebahagiaan itu tumbuh dan bersemi kembali dalam dada. Namun, begitu menapakkan kaki di rumah, kenyataan seolah menamparku dan membuatku sadar ... bahwa aku adalah seorang ibu. Bahwa aku adalah wanita yang masih terikat.”-Nayla Arinza-***Nayla bergegas menyeberangi jalan raya saat lampu lalu lintas menyala merah. Sepasang kaki jenjangnya melangkah cepat menuju Resto Ayam Kampung milik kedua orang tuanya. Rasa lapar mulai menggelitik perutnya. Nasi gudeg buatan ibunya pun sudah terbayang di pelupuk mata. Betapa ia ingin segera menyantapnya.“Assalamu’alaikum,” ucap wanita itu begitu menginjakkan kaki di restoran. Senyuman indah terulas di bibirnya yang bergincu merah muda. Memancarkan aura kebahagiaan, layaknya seorang remaja yang sedang jatuh cinta.“Wa’alaikumussalam.” Semua orang yang ada di dalam pun menjawab salamnya dan menoleh ke arah pintu masuk.

  • Turun Ranjang (Menikahi Adik Ipar)   Bab 24 : Roro Jonggrang

    “Hadirmu laksana air hujan yang jatuh di atas tanah kering. Menghapuskan dahaga dan memberiku kesejukan ....”-Nayla Arinza-***Akhirnya setelah sekian purnama, aku bisa merasakan kembali hangatnya pelukanmu, Van. Pelukan yang nyaman dan amat menenangkan.Dengan ragu Nayla mengangkat kedua belah tangannya, lantas melingkarkannya ke pinggang Revan. Laki-laki yang hingga detik ini masih sangat ia cintai dengan segenap jiwa.Revan pun mendaratkan kecupan lembutnya di kening Nayla. Ia tidak peduli kalau wanita dalam dekapannya itu masih berstatus milik orang lain. Perasaan yang bergemuruh di dalam dada, mampu mengalahkan segalanya.Lima menit berlalu. Tangis Nayla pun mulai mereda. Ia melepaskan tangannya dari pinggang Revan, lalu mendongakkan kepala. Menatap raut tampan yang terpampang di depan mata. Begitu pula dengan Revan. Manik gelapnya menyapu setiap inci wajah cantik di hadapannya.Ketika sepasang netra saling bertauta

DMCA.com Protection Status