Arjuna melangkah tanpa semangat memasuki mobil nya yang terparkir didepan gedung putih. Dua puluh menit yang lalu, dia dan Nimas resmi bercerai.Sejak pertemuan terakhir mereka di rumah sakit hingga kini Arjuna kehilangan jejak Nimas. Perempuan yang masih mengisi hatinya itu bak hilang ditelan bumi.Rumah tangga Arjuna bersama dengan Winda masih baik-baik saja, walaupun seiring berjalannya waktu mereka kerap berselisih paham.Arjuna memijit pelipisnya dia tidak bisa mikir, bahunya kembali luruh wajahnya kembali tersaput mendung.Sudah hampir satu jam sejak Arjuna meninggalkan gedung pengadilan agama, tapi pria itu masih enggan untuk pulang.Seperti mimpi buruk yang jadi nyata itu yang Arjuna alami saat ini. Hubungannya dengan Nimas benar-benar sudah berakhir. Arjuna belum bisa menerima kenyataan ini, hatinya masih berharap akan ada keajaiban yang menyatukan mereka kembali. Dititik ini akhirnya air mata penyesalan Arjuna luruh jua, pria itu menangis diatas stir mobil yang sejak tadi me
Yudhistira buru-buru memasuki kediaman orang tuanya, tadi saat masih di tengah persidangan kepala pelayan mengabarkan jika bundanya baru saja terjatuh di kamar mandi. Hingga begitu keluar dari gedung pria dengan pakaian formal itu segera bergegas pergi untuk melihat keadaan ibunda tercinta."Bunda ngga apa-apa!" ujar bunda Zoe berulang kali pada Yudhistira yang terus bertanya mana yang sakit.Yudhistira menggenggam tangan bundanya dengan lembut. Masih tersirat raut kekhawatiran di netra tajamnya.Zoe tidak meragukan keperdulian Yudhistira karena sejak dulu ia tahu betul putranya itu sangat menyayanginya. Satu yang kurang dari Yudhistira ini yaitu kosa kata."Ayah sudah tahu?"Zoe mengangguk dan tersenyum bangga menatap putranya."Sudah, sedang dalam perjalanan." jawab Zoe masih dengan menatap wajah Yudhistira.Mengangguk, Yudhistira mengulas senyum.Zoe bersyukur memiliki Yudhistira, anak yang dia besarkan penuh cinta walaupun tanpa sosok ayah yang ikut menemani tumbuh kembangnya. Sep
"Kamu tunggu disini dulu." titah Yudhistira pada Nimas."Bapak mau kemana?" tanya Nimas khawatir, melihat Yudhistira ingin kembali masuk kedalam pusat pembelanjaan."Pria itu butuh dikasih pelajaran.""Pak kita pulang saja!" ajak Nimas tidak mau kembali terjadi keributan."Percaya sama saya." Nimas terkejut mendapati sorot mata tajam milik atasannya, seolah sorot itu mengatakan dirinya hanya perlu percaya saja.Nimas menatap nanar punggung Yudhistira yang menjauh, hatinya merasa cemas, Nimas tidak mau terjadi perkelahian karenanya.Dua saudara yang berbeda latar belakang dan watak. Kalau arjuna terkenal keras kepala dan pemarah. Sedangkan Yudhistira, tipe laki-laki pendiam, dingin dan tidak bisa ditebak. Mungkin karena sifatnya seperti itu, Yudistira benar-benar cocok menjadi seorang pengacara. Sifatnya tertarget sehingga lawan tidak menemukan celah kelemahannya.Tidak sampai sepuluh menit Yudhistira kembali, pandangan Nimas terpaku pada kepalan tangan pria itu yang terdapat noda dar
"Yudhistira!"Pria itu menoleh dan mendapati bundanya yang berdiri tak jauh darinya."Soal Nimas...,""Aku akan menyelesaikannya, bunda jangan khawatir."Bukan itu yang bunda Zoe harapkan keluar dari mulut putranya."Bunda menyukai Nimas?"Nah, ini dia.."Sangat!""Kenapa?" tangan Yudistira berpegangan pada teralis tangga. Matanya menatap sang Bunda dengan teduh."Nimas wanita baik-baik. Sudah dekat sama kita. Umur Kalian juga nggak beda jauh. Kalian cocok. Pada akhirnya kalian saling melengkapi."Yudistira, tidak menyalahkan penilaian bundanya. Tetapi ada keraguan karena Nimas adalah mantan kakak iparnya. Ya, walaupun Arjuna hanya dua bulan lebih tua darinya."Menikah itu bukan hanya hidup kalian. Tapi juga keluarga. Melihat bagaimana Nimas, seperti Bunda melihat anak bunda sendiri.Helaan nafas, disembunyikan Yudhistira. Ia sedang berusaha melawan keinginan hatinya. Mencoba mengalihkan prinsip yang sudah lama tertanam."Wanita lain di luar sana belum tentu lebih baik kan? Cukup ber
Tidak ada pilihan selain mempersilahkan ibu Arjuna masuk. Nimas membuatkan teh hangat untuk Rubiah yang sejak tadi terus memperhatikan sosok Nimas."Jadi berapa bulan usia kehamilanmu?" tanya Rubiah tanpa basa-basi."Jalan lima bulan, Bu." jawab Nimas mengganti panggilan Mama menjadi ibu.Nimas menceritakan soal Bisma yang memintanya tinggal disini sebelum menemukan tempat tinggal baru. Nimas juga terpaksa mengatakan akan segera pindah dalam beberapa hari kedepan.Rubiah tidak banyak bicara, mendengar jika Nimas akan segera pindah dia tenang."Ambil tas, aku ingin mengajakmu makan diluar." titah Rubiah tidak mau dibantah.Sementara Nimas menyesali ajakan Rubiah untuk makan di luar.Nimas dibawa oleh Rubiah ketempat makan dekat kantor Arjuna. Perasaan Nimas sudah tidak enak, tapi melihat ibu-ibu yang langsung menyambut dirinya dan mantan ibu mertuanya sedikit membuat perasaan Nimas lega."Ini mantan istrinya Arjun, dia juga sudah hamil." entah mengapa perasaan Nimas sedikit terusik men
Terlihat Nimas dan Yudistira sedang berdiskusi di sebuah kafe yang tak jauh dari restoran awal Yudhistira menghampiri Nimas.Yudhistira memang ingin membahas perihal klen mereka yang saat ini Yudhistira dampingi sebagai pengacara, Pembicaraan dengan Nimas pure sebab pekerjaan bukan yang lain. Tetapi berbeda di mata Arjuna yng sejak awal memang mencurigai kedekatan mereka."Maaf boleh minta waktu untuk bicara dengan Nimas?" Kedatangan laki-laki itu cukup mengganggu."Mas, maaf aku sedang bekerja." Nimas berkata dengan sungguh-sungguh, berharap Arjuna mau mengerti.Arjuna menggeleng, kini pria itu dengan berani mengecup tangan Nimas. "Minta waktumu sebentar saja."Meski agak syok dengan tingkah Arjuna, Yudhistira mengizinkan Nimas untuk bicara, lebih tepatnya memberi ruang.Duduk diantara dua orang pria Nimas tidak terlihat canggung karena dia tidak melakukan kesalahan.Awalnya Yudistira tidak mau ikut dalam obrolan mereka tapi karena tidak ingin Nimas kenapa-napa, ia akhirnya tetap t
"Bisma, ada yang cariin!" Teriak Novrian dari ruang wajib lapor."Sana! Masalah mutasi coba pikir-pikir dulu, seneng amat jauh dari keluarga." Yusup ikut berkomentar. Bagaimanapun mereka ini sudah lama jadi sahabat, bahkan sebelum Bisma pindah tugas lima tahun yang lalu.Pemuda yang asik membaca menoleh ke arah sumber suara yang meneriaki namanya, Bisma hanya melirik sekilas dan tenggelam kembali pada buku ditangannya. Membuat Novrian mau tak mau menghampiri rekannya. Maaf saja, Bisma tipikal manusia penikmat buku, jadi bila ada yang mengganggunya dia akan sangat tidak suka, termasuk yang mengganggunya adalah sahabatnya sendiri."Di cariin mba Nimas, noh!" ujar Novrian sambil menarik buku yang tengah dibaca oleh Bisma."Siapa?" tanya Bisma memastikan."Nimas kan nama perempuan yang tinggal di rumah lo itu?"Tanpa bertanya dua kali Bisma segera menyambar jaket hitam miliknya dan kunci sepeda motor.Melihat gesitnya Bisma melompati meja Novrian dan Yusup hanya bisa menggelengkan kepala.
Semua terjadi begitu cepat. Sampai Nimas tidak bisa mengantisipasi terjadinya proses penganiayaan terhadap dirinya sendiri.Saat ini nafasnya tersengal karena rasa takut yang mendera.Takut jika calon anaknya tidak tertolong atau bahkan nyawanya ikut melayang.Perempuan itu seorang diri duduk bersimpuh bersandar di besi pagar, tangannya menekan bagian perut yang baru saja di tusuk pisau oleh Winda.Nimas tidak bisa meminta pertolongan, suaranya tercekat melihat kemeja yang dia kenakan sudah banjir oleh cairan pekat yang berbau anyir.Merintih di sela isak tangis perempuan itu cuma bisa pasrah. Berharap Ibu Yuri atau siapapun segera menemukannya.Nimas menatap putus asa pada benda yang berhasil Winda hancurkan, ponselnya berakhir mengenaskan di samping tubuhnya. Pakailah yang mulanya putih bersih kini berlumuran darah.Nimas merasakan panas di sekujur tubuhnya, dimulai dari ujung kaki merambat sampai ke perut yang kini mulai terasa perih. Matanya kian mengabur Nimas menangis karena ha
"Bun,..""Keputusanku untuk bercerai sudah bulat Pak Adi yang terhormat, sabarku cukup sampai disini." Zoe berbalik membelakangi suaminya dan hendak berlalu. Tetapi ucapan Adi berhasil mengurungkan niatnya."Apa jika aku menyerahkan diri, kamu bersedia menungguku bebas?"Zoe tertegun sejenak karena ucapan suaminya. Laki-laki yang selama ini begitu tegas dan keras, bagaimana bisa merendah.Yudhistira menatap wajah papanya dengan sendu."Usia kita tidak lagi muda, hidup sampai besok saja belum tentu, mengapa harus menunggu sesuatu yang tidak pasti." Zoe tidak seketika luluh."Bun, Papa mohon!" Adi menekuk lututnya dan menunduk di belakang tubuh istrinya. Tanpa perduli di lihat oleh beberapa anak buahnya, termasuk Yudhistira."Pa." Yudhistira ingin membantu Adi berdiri tetapi Adi menolaknya. "Biarkan bunda mu tahu jika laki-laki ini sangat mencintainya, aku memang pernah salah ucap dengan mengatakan kata seandainya, tetapi ucapan itu hanya sedikit keegoisan. Nyatanya itu tak mengurangi k
"Jangan main-main Winda." mata Arjuna terbelalak saat Winda mendekatkan mata pisau di pergelangan tangannya sendiri.Negosiasi perceraian secara baik-baik tidak berjalan lancar. Winda tetap tidak mau Arjuna menceraikannya."Aku hanya perlu mati agar tak semakin sakit hati melihatmu tergila-gila dengan mantan!""Kamu salah paham. Aku ingin bercerai denganmu bulan karena Nimas tapi,..""Karena anak wanita itu, iya kan?"Arjuna mengusap wajahnya merasa frustasi berdebat dengan Winda hanya membuatnya semakin sakit kepala."Vanilla darah dagingku, dia anakku. Itu adalah faktanya." suara Arjuna memelan bersamaan dengan lelaki itu yang melangkah pelan mendekati Winda."Aku nggak perduli, kau yang janjikan kebahagiaan untukku, tetapi nyatanya kau hanya memprioritaskan kepentingan anak itu." Tubuh Winda bergetar, wanita itu terlihat sangat menyedihkan.Konsentrasi Winda mulai goyah, kesempatan itu dimanfaatkan Arjuna untuk menepis pisau di tangan Winda.Pergerakan Arjuna yang cepat mengejutkan
Adi seperti di paksa menelan ratusan pecahan kaca bulat-bulat, tidak hanya mulutnya yang terluka lambungnya pun terkoyak karena terlampau parah luka yang di derita.Ungkapan penyesalan sang istri seperti memukul telak harga dirinya.Adi lupa. Jika pengakuan Zoe setara dengan perkataannya yang menyinggung perihal istrinya yang terlalu lama membuatnya nunggu sehingga usia Zoe mempengaruhi mereka tidak bisa memiliki keturunan.Apa sebenarnya arti kecewa? Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya atau tidak diberi kepastian saat mengawali hubungan?Bagaimana dengan sebuah hubungan, yang dimulai baik-baik antara dua manusia harus disisipkan kebohongan demi mewujudkan sebuah luka dimasa depan?Menikah atas dasar saling menerima. Tidak ada ada yang menolak untuk melangkah ke jenjang yang serius.Namun, setelah belasan tahun, saat seharusnya mereka menikmati masa tua, semua justru menimbulkan perpecahan.Hingga klimaks, di usia pernikahan yang harusnya semakin kokoh.Lontaran kata yang tidak akan
Mobil Yudhistira baru saja memasuki area perumahan, ketika iring-iringan mobil pejabat menghalangi jalannya. Tidak perlu mencari tahu siapa yang berada di dalam mewah yang berhasil menghambat perjalanannya. Karena dari mobil berplat nomor pilihan itu keluar seorang pria yang langsung mengetuk kaca mobilnya. Alih-alih membuka jendela, Yudhistira memilih turun, dan menemui Papa sambungnya. Tetapi Adi membuka bagian pintu penumpang. "Kamu tidak mengangkat teleponku." "Apa itu perlu? " Amarah laki-laki itu sudah dipendam sejak kemarin. Jika ia marah sekarang, Bukankah hal yang wajar? Adi menoleh menatap Yudhistira. "Kamu juga tidak ada di kantor. Meeting? " Adi mendecih. "Apakah ada pertemuan di luar, benarkah itu bisnis? " "Aku tidak ingin berdebat dengan mu." Zoe membuka pintu mobil ingin keluar. "Aku belum selesai bicara, Zoe." tegas nada bicara Adi tidak membuat Zoe takut. "Jangan membentak Bunda!" Yudhistira mengingatkan Adi. "Kamu diam!" Adi tak suka ada seseorang yan
Bisma menuntun istrinya untuk duduk di tempat tidur."Mas__"Bisma memandang istrinya." Ya sayang" jawab Bisma tersenyum." Ada yang ingin ku sampaikan" Ujar Nimas menyentuh pipi Bisma." Apa itu?" Bisma menangkap tangan Nimas dan membawanya pada bibirnya untuk di kecup."Mas Bisma sebenarnya_________"Nimas menatap wajah Bisma yang terlihat penasaran dengan apa yang akan di katakan.Nimas membawa telapak tangan Bisma, dan di kecupnya beberapa kali sebelum di bawa keatas perutnya.Nimas mendekatkan bibirnya ke telinga Bisma." Disini ada anak kita" Bisik Nimas lirih, secepat kilat menjauh dari telinga Bisma dan menatap wajah suaminya." Sayang_____"Nimas mengangguk." Aku juga baru sadar setelah melihat vitamin yang dokter resep kan untukku, dan juga aku baru sadar selama kita menikah aku tidak pernah mendapatkan tamu bulananku "" Ya Allah__ Masyaallah!!" Bisma terengah, sedikit panik dan juga kaget. Bisma membalas tatapan mata istrinya dengan raut penuh iba, bibirnya yang bergeta
Pagi itu Nimas tengah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya di bantu Bu Yuri yang sejak subuh sudah datang karena ingin melihat Bisma secara langsung. Nimas yang tengah menata menu di meja terpaku pada kepingan vitamin yang diresepkan untuknya, wanita itu merasa familiar. Nimas mengingat tidak ada pesan apapun dari Mama mertuanya ketika mereka pulang dari rumah sakit. Datangnya sang suami dengan keadaan selamat menyedot perhatian semua orang termasuk dirinya sendiri, Nimas bahkan tidak memikirkan apa yang terjadi pada dirinya sendiri, terlalu lega, terlalu bahagia orang yang dicintainya pulang dengan keadaan selamat. "Ya Tuhan, mungkinkah?" Air mata Nimas mengalir tanpa bisa dicegah. Buru-buru meninggalkan dapur dan berjalan cepat ke kamar utama. Nimas buru-buru melihat kalender yang ada di kamar mereka, wanita itu terpaku pada barisan angka yang diamatinya, seketika tangisnya pecah sadar jika semenjak dia menikah dengan Bisma, dirinya tidak pernah mendapatkan tamu bulanan
Derai tawa Winda membuat ketakutan Rubiah. Wanita itu berusaha mendekati Winda tapi di halangi oleh Arjuna."Biarkan Ma,""Tapi Arjuna, ..." Arjuna menggelengkan kepalanya, membuat Rubiah pasrah."Cerai kamu bilang? SETELAH AKU MATI-MATIAN BERJUANG, DAN KEGUGURAN BERKALI-KALI ANAK KAMU' KAMU AKAN MEMBUANG KU SEPERTI SAMPAH BEGITU??!!" Winda berteriak histeris."Berani kamu ceraikan aku, akan ku habisi anak perempuan jalang itu!!""WINDA!!""APA?!"Dada Arjuna naik turun, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya, Winda benar-benar sudah tidak bisa di tolerir lagi, istrinya terlalu mengerikan."Vanilla tidak ada hubungannya dengan rusaknya hubungan ini, semua bermula dari KAMU!" hardik Arjuna.Rubiah terhenyak menatap wajah anak dan menantunya, untuk kali ini dia tidak mengharapkan Arjuna bercerai seperti yang sebelumnya, hatinya seperti teriris harus menyaksikan kegagalan Arjuna untuk yang kedua kalinya, dan sangat disesalkan perceraian putranya yang terdahulu akibat campur tangan dar
Terlalu bahagia mengetahui jika Bisma selamat, tak ada satupun dari mereka yang sempat memberi tahu perihal kehamilan Nimas pada keduanya.Rubiah mengingatnya setelah sampai di rumah. Ingin membahasnya, tapi dia tidak ingin menciptakan keributan untuk anak sulungnya. Terlebih Rubiah tahu jika mood menantunya sedang tidak baik.Rubiah tidak menutup mata dengan kebencian yang terang-terangan Winda tunjukkan untuk Nimas. Dirinya juga sedikit merasa bersalah dengan menantunya itu karena tidak bisa mengendalikan perasaan bahagianya mengetahui Nimas akan memberinya cucu lagi.Rubiah tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan Vanilla, wanita paruh baya itu merasa sangat berdosa pada cucunya itu karena dulu pernah meragukan ayah biologisnya.Sepanjang perjalanan menuju kediamannya, wanita itu sudah menangkap ekspresi jengah dari menantunya, Arjuna alih-alih mengajak istrinya bicara pria itu sejak tadi hanya sibuk dengan telpon genggam yang terus berada di genggaman."Untuk har
Polisi terlalu cepat menyampaikan kabar duka, terlalu gegabah mengambil kesimpulan jika Bisma tidak selamat. Hal itu tentu saja merugikan keluarga, membuat keluarga korban merasa berduka dan putus asa.Nimas tidak berani mengurai pelukan. Takut-takut jika sosok dihadapannya hanya bayangan. Nimas terlalu tenggelam dalam ketakutannya kehilangan suami sekali lagi.Arjuna membuang napas dari bibirnya seraya tersenyum saat melihat wanita yang begitu dicintainya sedang menangis di pelukan adiknya. Dadanya yang bergemuruh karena rasa sedih berangsur lega.Rasa cemburu itu masih menggerogoti, tetapi Arjuna berusaha sadar diri.Air mata Arjuna mengalir meskipun bibir pria itu tengah menerbitkan senyum.Yudhistira terpaku dengan pemandangan di hadapannya beberapa saat, sebelum pemuda itu menghampiri dimana sang bunda berdiri, Yudhistira segera bergegas membawa Bunda Zoe yang sedang duduk itu masuk kedalam dekapannya, dengan terburu-buru tanpa sepatah kata, tetapi siapapun tau hati pria itu se