Seorang wanita tengah meringkuk di pembaringan. Seharian ini dirinya sedang di buat lelah lahir batin dengan segala rutinitas yang dikerjakan. Dia adalah Winda, perempuan yang baru beberapa bulan menjadi nyonya Arjuna sah dimata agama. Dia saat ini berada dalam fase dibantai habis lapisan oleh keadaan, pikiran dan perasaan. Namun rasa tanggung jawab mengharuskan ia tetap tegar dan harus berjalan apapun yang terjadi. Baru beberapa minggu hidup berdampingan dengan Arjuna dan Rubiah. Tapi rasanya Winda sudah sangat kepayahan dengan prilaku anak dan ibunya itu. Padahal dulu betapa cemburu nya Winda melihat kelembutan dan kasih sayang Arjuna pada Nimas. Arjuna begitu memanjakan dan meratukan perempuan itu. Sahabatnya juga terlihat bahagia hidup bersama Arjuna. Meski Winda tahu mereka sudah bertahun-tahun menantikan kehadiran sosok buah hati yang belum juga hadir. Husband able, Arjuna dimata Winda yang pada akhirnya membuatnya jatuh terpikat. "Bagaimana bisa sampai ada flek?" sua
Baru kemarin Bisma memberitahu Yudhistira jika sedang dekat dengan seorang wanita, tentu Yudistira senang, ia mendukung apapun yang membuat Bisma bahagia dan bisa menemukan pasangan hidup. Hari ini cukup membuat Yudhistira tercengang atas fakta jika Nimas adalah istri dari Arjuna, walau Nimas klarifikasi jika mereka sedang proses perceraian."Aku harap Abang mau bantu. Seenggaknya aku tenang menitipkan Nimas kepada Abang."Nimas mengigit bibir bawahnya. Bisma melamarkan pekerjaan untuknya dengan segudang persyaratan. Disini dia yang butuh pekerjaan malah terkesan merepotkan.Yudhistira tidak keberatan membantu Bisma, pekerjaan Nimas juga tidak akan menyulitkan perempuan itu nantinya. Meski sempat berharap Bisma datang membawa calon adik ipar, tapi Yudhistira tidak kecewa setelah bertemu dengan sosok Nimas yang dinilai cukup kompeten dan bisa di andalkan.Bisma dan Nimas pamit pulang sesaat setelah bertemu dengan Pak Burhan Adiwijaya yang baru pulang dari olah raga badminton. Mereka se
"Nggak usah ngajak ribut!" Arjuna yang baru memasuki mobil memperingatkan Winda untuk tidak banyak bertanya.Arjuna begitu marah pada Bisma. Pemuda itu terang-terangan berani mengancamnya. Jika saja tidak ingat Winda yang ditinggalkan di mobil Arjuna sudah akan memaksa Nimas untuk bicara, jika tidak berhasil setidaknya dia akan membuntuti mobil Bisma.Esok hari adalah jadwal sidang pertamanya dan dia kesal belum berhasil mengajak Nimas bicara.🌿🌿🌿🌿🌿Rabu siang dugaan Arjuna jika Nimas tak akan hadir di persidangan mereka terbukti. Acara mediasi itu tidak dihadiri oleh pihak penggugat, dua bulan lagi jadwal sidang mereka di tentukan. Dan itu adalah kesempatan terakhir untuk Arjuna memperjuangkan Nimas.Arjuna mulai gencar mencari keberadaan Nimas, sudah empat hari yang lalu dia berusaha menemui Bisma, tapi kata rekannya Bisma sedang ada tugas yang tidak bisa di ganggu. Arjuna tidak menyangkal kabar itu, karena dari Rubiah juga mengatakan padanya jika Bisma minggu lalu pamit bertu
Aroma obat-obatan menyengat menyeruak di indra penciuman Nimas, ia mulai sadar dari tidurnya memegang kepalanya yang terasa pusing. Ruangan putih menjadi hal pertama yang dilihat. Ia baru teringat tragedi Arjuna yang tak sengaja membuatnya terjatuh dari tangga.Nimas melihat Yudhistira tertidur pulas dengan tangan bersidekap di kursi samping ranjangnya. Posisi tidur yang sangat tidak nyaman yang pasti bisa membuat badan Yudhistira pegal. Nimas mendudukkan dirinya perlahan."Pak Tira..." Nimas mengusap lengan Yudhistira, membuat sang empunya terbangun."Nimas kamu sudah bangun? Mana yang sakit? Apa perutmu sakit, kepala? Bentar saya panggil dokter buat kamu..." Yudhistira hendak beranjak dicegah Nimas."Pak.." kepanikan Yudhistira tentu dapat dirasakan oleh Nimas.Nimas menarik Yudhistira untuk duduk disamping ranjangnya. "Saya baik-baik saja Pak. Bapak jangan panik ya," ujar Nimas.Perempuan itu tidak tahu, darah dan rumah sakit adalah dua hal yang membuat seorang Yudhistira trauma.
"Lebih baik Abang pulang, yang di rumah sudah menunggu."Puluhan kali ponsel Arjuna berdering sejak pria itu masih berada di ruangan rawat Nimas.Arjuna tersenyum menerima piring yang disodorkan oleh penjual nasi goreng tak jauh dari rumah sakit tempat Nimas dirawat.Setelah Yudhistira pulang, dan Nimas yang kembali tertidur setelah meminum obat. Arjuna meminta Bisma untuk menemaninya mencari makan, sejak siang perutnya belum terisi dengan makanan, sebab Arjuna sibuk mencari tempat dimana temannya mengatakan pernah melihat Nimas disana beberapa hari yang lalu. Arjuna mulai menyendok makanan ke dalam mulut dan berusaha mengabaikan tatapan tidak lepas dari pria yang merupakan adik kandungnya itu. Ia hanya ingin menemani wanita yang masih menjadi istrinya, tidak perduli dengan penilaian orang."Abang sudah berani nikah lagi, itu artinya Abang sudah tahu konsekuensinya." sendok di tangan Arjuna berhasil tergantung di udara. Ucapan Bisma yang menjadi penyebabnya."Maksudnya, aku tidak di
Sepeninggalan Arjuna Bisma mendekati Nimas yang masih terpaku pada pintu yang tertutup.Tanpa bertanya sebenarnya Bisma bisa melihat raut kecewa dari wajah perempuan dihadapannya.Entah kecewa karena sebab apa? Bisma tidak paham.Perlahan pipi Nimas kembali basah yang membuat mau tidak mau Bisma kian mendekat, Nimas seolah melupakan keberadaan Bisma."Kenapa menangis?" Bisma bertanya dengan raut khawatir. Nimas tersenyum dalam tangisan lalu menggeleng pelan."Tidak, aku hanya sedang merasa lega." jawab Nimas pada pemuda itu.Bisma lebih mendekat lagi, lalu ia menghapus air mata Nimas."Jika kamu bahagia, kamu hanya perlu tersenyum dan tertawa. Jangan membawa tangisan dalam kebahagiaan." nasehat Bisma pelan. Nimas membalas dengan senyuman."Apa kamu masih mencintai Abangku?" Nimas terdiam cukup lama sebelum akhirnya ia menggeleng sambil menahan tangisan."Jangan berlari jika dari awal kamu sudah memilih untuk tinggal. Masalah itu ada untuk dihadapi bukan dipunggungi. Sekarang kamu hany
Arjuna melangkah tanpa semangat memasuki mobil nya yang terparkir didepan gedung putih. Dua puluh menit yang lalu, dia dan Nimas resmi bercerai.Sejak pertemuan terakhir mereka di rumah sakit hingga kini Arjuna kehilangan jejak Nimas. Perempuan yang masih mengisi hatinya itu bak hilang ditelan bumi.Rumah tangga Arjuna bersama dengan Winda masih baik-baik saja, walaupun seiring berjalannya waktu mereka kerap berselisih paham.Arjuna memijit pelipisnya dia tidak bisa mikir, bahunya kembali luruh wajahnya kembali tersaput mendung.Sudah hampir satu jam sejak Arjuna meninggalkan gedung pengadilan agama, tapi pria itu masih enggan untuk pulang.Seperti mimpi buruk yang jadi nyata itu yang Arjuna alami saat ini. Hubungannya dengan Nimas benar-benar sudah berakhir. Arjuna belum bisa menerima kenyataan ini, hatinya masih berharap akan ada keajaiban yang menyatukan mereka kembali. Dititik ini akhirnya air mata penyesalan Arjuna luruh jua, pria itu menangis diatas stir mobil yang sejak tadi me
Yudhistira buru-buru memasuki kediaman orang tuanya, tadi saat masih di tengah persidangan kepala pelayan mengabarkan jika bundanya baru saja terjatuh di kamar mandi. Hingga begitu keluar dari gedung pria dengan pakaian formal itu segera bergegas pergi untuk melihat keadaan ibunda tercinta."Bunda ngga apa-apa!" ujar bunda Zoe berulang kali pada Yudhistira yang terus bertanya mana yang sakit.Yudhistira menggenggam tangan bundanya dengan lembut. Masih tersirat raut kekhawatiran di netra tajamnya.Zoe tidak meragukan keperdulian Yudhistira karena sejak dulu ia tahu betul putranya itu sangat menyayanginya. Satu yang kurang dari Yudhistira ini yaitu kosa kata."Ayah sudah tahu?"Zoe mengangguk dan tersenyum bangga menatap putranya."Sudah, sedang dalam perjalanan." jawab Zoe masih dengan menatap wajah Yudhistira.Mengangguk, Yudhistira mengulas senyum.Zoe bersyukur memiliki Yudhistira, anak yang dia besarkan penuh cinta walaupun tanpa sosok ayah yang ikut menemani tumbuh kembangnya. Sep
Mobil Yudhistira baru saja memasuki area perumahan, ketika iring-iringan mobil pejabat menghalangi jalannya. Tidak perlu mencari tahu siapa yang berada di dalam mewah yang berhasil menghambat perjalanannya. Karena dari mobil berplat nomor pilihan itu keluar seorang pria yang langsung mengetuk kaca mobilnya. Alih-alih membuka jendela, Yudhistira memilih turun, dan menemui Papa sambungnya. Tetapi Adi membuka bagian pintu penumpang. "Kamu tidak mengangkat teleponku." "Apa itu perlu? " Amarah laki-laki itu sudah dipendam sejak kemarin. Jika ia marah sekarang, Bukankah hal yang wajar? Adi menoleh menatap Yudhistira. "Kamu juga tidak ada di kantor. Meeting? " Adi mendecih. "Apakah ada pertemuan di luar, benarkah itu bisnis? " "Aku tidak ingin berdebat dengan mu." Zoe membuka pintu mobil ingin keluar. "Aku belum selesai bicara, Zoe." tegas nada bicara Adi tidak membuat Zoe takut. "Jangan membentak Bunda!" Yudhistira mengingatkan Adi. "Kamu diam!" Adi tak suka ada seseorang yan
Bisma menuntun istrinya untuk duduk di tempat tidur."Mas__"Bisma memandang istrinya." Ya sayang" jawab Bisma tersenyum." Ada yang ingin ku sampaikan" Ujar Nimas menyentuh pipi Bisma." Apa itu?" Bisma menangkap tangan Nimas dan membawanya pada bibirnya untuk di kecup."Mas Bisma sebenarnya_________"Nimas menatap wajah Bisma yang terlihat penasaran dengan apa yang akan di katakan.Nimas membawa telapak tangan Bisma, dan di kecupnya beberapa kali sebelum di bawa keatas perutnya.Nimas mendekatkan bibirnya ke telinga Bisma." Disini ada anak kita" Bisik Nimas lirih, secepat kilat menjauh dari telinga Bisma dan menatap wajah suaminya." Sayang_____"Nimas mengangguk." Aku juga baru sadar setelah melihat vitamin yang dokter resep kan untukku, dan juga aku baru sadar selama kita menikah aku tidak pernah mendapatkan tamu bulananku "" Ya Allah__ Masyaallah!!" Bisma terengah, sedikit panik dan juga kaget. Bisma membalas tatapan mata istrinya dengan raut penuh iba, bibirnya yang bergeta
Pagi itu Nimas tengah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya di bantu Bu Yuri yang sejak subuh sudah datang karena ingin melihat Bisma secara langsung. Nimas yang tengah menata menu di meja terpaku pada kepingan vitamin yang diresepkan untuknya, wanita itu merasa familiar. Nimas mengingat tidak ada pesan apapun dari Mama mertuanya ketika mereka pulang dari rumah sakit. Datangnya sang suami dengan keadaan selamat menyedot perhatian semua orang termasuk dirinya sendiri, Nimas bahkan tidak memikirkan apa yang terjadi pada dirinya sendiri, terlalu lega, terlalu bahagia orang yang dicintainya pulang dengan keadaan selamat. "Ya Tuhan, mungkinkah?" Air mata Nimas mengalir tanpa bisa dicegah. Buru-buru meninggalkan dapur dan berjalan cepat ke kamar utama. Nimas buru-buru melihat kalender yang ada di kamar mereka, wanita itu terpaku pada barisan angka yang diamatinya, seketika tangisnya pecah sadar jika semenjak dia menikah dengan Bisma, dirinya tidak pernah mendapatkan tamu bulanan
Derai tawa Winda membuat ketakutan Rubiah. Wanita itu berusaha mendekati Winda tapi di halangi oleh Arjuna."Biarkan Ma,""Tapi Arjuna, ..." Arjuna menggelengkan kepalanya, membuat Rubiah pasrah."Cerai kamu bilang? SETELAH AKU MATI-MATIAN BERJUANG, DAN KEGUGURAN BERKALI-KALI ANAK KAMU' KAMU AKAN MEMBUANG KU SEPERTI SAMPAH BEGITU??!!" Winda berteriak histeris."Berani kamu ceraikan aku, akan ku habisi anak perempuan jalang itu!!""WINDA!!""APA?!"Dada Arjuna naik turun, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya, Winda benar-benar sudah tidak bisa di tolerir lagi, istrinya terlalu mengerikan."Vanilla tidak ada hubungannya dengan rusaknya hubungan ini, semua bermula dari KAMU!" hardik Arjuna.Rubiah terhenyak menatap wajah anak dan menantunya, untuk kali ini dia tidak mengharapkan Arjuna bercerai seperti yang sebelumnya, hatinya seperti teriris harus menyaksikan kegagalan Arjuna untuk yang kedua kalinya, dan sangat disesalkan perceraian putranya yang terdahulu akibat campur tangan dar
Terlalu bahagia mengetahui jika Bisma selamat, tak ada satupun dari mereka yang sempat memberi tahu perihal kehamilan Nimas pada keduanya.Rubiah mengingatnya setelah sampai di rumah. Ingin membahasnya, tapi dia tidak ingin menciptakan keributan untuk anak sulungnya. Terlebih Rubiah tahu jika mood menantunya sedang tidak baik.Rubiah tidak menutup mata dengan kebencian yang terang-terangan Winda tunjukkan untuk Nimas. Dirinya juga sedikit merasa bersalah dengan menantunya itu karena tidak bisa mengendalikan perasaan bahagianya mengetahui Nimas akan memberinya cucu lagi.Rubiah tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan Vanilla, wanita paruh baya itu merasa sangat berdosa pada cucunya itu karena dulu pernah meragukan ayah biologisnya.Sepanjang perjalanan menuju kediamannya, wanita itu sudah menangkap ekspresi jengah dari menantunya, Arjuna alih-alih mengajak istrinya bicara pria itu sejak tadi hanya sibuk dengan telpon genggam yang terus berada di genggaman."Untuk har
Polisi terlalu cepat menyampaikan kabar duka, terlalu gegabah mengambil kesimpulan jika Bisma tidak selamat. Hal itu tentu saja merugikan keluarga, membuat keluarga korban merasa berduka dan putus asa.Nimas tidak berani mengurai pelukan. Takut-takut jika sosok dihadapannya hanya bayangan. Nimas terlalu tenggelam dalam ketakutannya kehilangan suami sekali lagi.Arjuna membuang napas dari bibirnya seraya tersenyum saat melihat wanita yang begitu dicintainya sedang menangis di pelukan adiknya. Dadanya yang bergemuruh karena rasa sedih berangsur lega.Rasa cemburu itu masih menggerogoti, tetapi Arjuna berusaha sadar diri.Air mata Arjuna mengalir meskipun bibir pria itu tengah menerbitkan senyum.Yudhistira terpaku dengan pemandangan di hadapannya beberapa saat, sebelum pemuda itu menghampiri dimana sang bunda berdiri, Yudhistira segera bergegas membawa Bunda Zoe yang sedang duduk itu masuk kedalam dekapannya, dengan terburu-buru tanpa sepatah kata, tetapi siapapun tau hati pria itu se
"Nimas pasti syok, mungkin ada hikmahnya dia pingsan, agar pikiran nya tenang, kalau terus setres akan berbahaya untuk janinnya" Dokter yang seumuran dengan Zoe itu mendesah " Kalau dia sadar, sebisa mungkin kalian harus tenangkan, jangan biarkan dia sendirian dulu" Rubiah mengangguk, perasaan Arjuna juga sedang kalut."Bisma masih hidup, dia saat ini berada di kantor." Ungkap Novrian membuat kelegaan luar biasa." Apa dia baik-baik saja?" bibir Rubiah bergetar."Ya, dia akan segera datang kesini."" Syukur lah Tuhan." Baru saja mereka berunding sebuah suara membuat mereka semua mendesah lega."Apa yang terjadi pada istriku?" Bisma menghampiri kerumunan keluarganya." Bisma" Pekik mereka bersama, mereka merasa lega, justru Bisma yang merasa panik, akibat rasa khawatirnya terhadap sang istri." Ma, apa istri ku baik-baik saja?" tanya Bisma khawatir, padahal semua orang tengah menatapnya haru, Bisma terlihat baik-baik saja.Melihat Mama nya yang menangis lega, Bisma justru semakin pani
Semua terkejut ketika tiba-tiba Nimas meringis meremas perutnya. Zoe berhasil menangkap tubuh wanita itu sebelum tersungkur.Arjuna dan Yudhistira maju bersama, tetapi Yudhistira jauh lebih cepat dan berhasil membopong wanita itu."Ya Allah apa yang terjadi?" Rubiah meraung."Bawa ke rumah sakit." Zoe ikut menepuk pundak Yudhistira.Yudhistira membawa Nimas kerumah sakit di ikuti oleh Arjuna dan yang lainnya.Sesampainya di rumah sakit Nimas langsung mendapat penanganan dan mereka semua masih menunggu hasil pemeriksaan.Lima belas menit kemudian, seorang dokter mencari keluarga yang tengah ditangani."Saya Mamanya " Rubiah bergegas mendekati dokter yang baru saja memeriksa menantunya."Kandungan Ibu selamat, tetapi keadaan Ibunya yang mengkhawatirkan, pasien seperti tidak memiliki semangat hidup, jiwa nya seperti tidak ingin bangkit, apa sebelum ini mental ibu baik-baik saja? maaf tapi tekanan darah Ibu tadi waktu di bawa kesini cukup tinggi, beliau seperti habis tertekan" Jelas sang
"Aku harus ke kantor polisi, bagaimanapun tidak ada bukti jika Bisma sudah tidak ada, Ma." Nimas baru tersadar tiga puluh menit yang lalu, dan kini wanita itu mulai merengek."Bangunan dan seisinya hancur, Nimas. Sulit untuk polisi,..."Nimas menggeleng, dia tidak ingin mendengar perkataan Rubiah selanjutnya.Hari Rubiah hancur melihat Nimas yang kehilangan semangat hidup.Di sisi lain, Arjuna menatap nanar mantan istrinya yang begitu terpukul karena kehilangan Bisma, untuk pertama kalinya Arjuna menyadari jika cinta Nimas untuknya benar-benar sudah habis.Mata keputusasaan itu menjadi bukti nyata jika ternyata dirinya benar-benar sudah kalah. Tidak ada lagi setitik cinta di hati Nimas untuknya.Nimas merasa sangat terluka, ketakutannya menjadi kenyataan. Kebahagiaan yang baru saja dia rasakan harus tiba-tiba berakhir, terkadang takdir sekejam itu bukan? Bahkan Nimas sudah berkali-kali sakit bertubi karena kehilangan, wajar jika Nimas tak ingin mengalaminya sekali lagi, tiada hentiny